This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Kamis, 19 September 2019
perjanjian bongaya
19.37
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
No comments
Perjanjian
Bungaya
Perjanjian Bungaya
(sering juga disebut Bongaya atau Bongaja) adalah perjanjian perdamaian yang
ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa
yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak VOC yang diwakili oleh Laksamana
Cornelis Speelman.[1] Meski disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya
adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC (Kompeni), serta pengesahan monopoli
oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai
Gowa).
Isi perjanjianSunting
1.
Perjanjian yang ditandatangani oleh
Karaeng Popo, duet pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta
Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1660, dan antara pemerintahan
Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660
harus diberlakukan.
2.
Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni
berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan
masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana
(Cornelis Speelman).
3.
Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan
barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar
dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
4.
Mereka yang terbukti bersalah atas
pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh
Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
5.
Raja dan bangsawan Makassar harus membayar
ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.
6.
Seluruh orang Portugis dan Inggris harus
diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di sini atau
melakukan perdagangan.
Tidak
ada orang Eropa yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di Makassar.
7.
Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang
di Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India),
Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang
dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang
melanggar akan dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
8.
Kompeni harus dibebaskan dari bea dan
pajak impor maupun ekspor.
9.
Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh
berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi,
Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus meminta surat izin dari Komandan
Belanda di sini (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan dianggap
musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke
Bima, Solor, Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di utara
atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar
harus menebusnya dengan nyawa dan harta.
10.
Seluruh benteng di sepanjang pantai
Makassar harus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi, Mariso,
Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.
11.
Benteng Ujung Pandang harus diserahkan
kepada Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi
wilayahnya.
12.
Koin Belanda seperti yang digunakan di
Batavia harus diberlakukan di Makassar.
13.
Raja dan para bangsawan harus mengirim ke
Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael
atau 40 mas emas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada
bulan Juni dan sisanya paling lambat pada musim berikut.
14.
Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh
lagi mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.
15.
Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus
diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.
16.
Mereka yang diambil dari Sultan Butung
pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka yang telah
meninggal atau tidak dapat dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi.
17.
Bagi Sultan Ternate, semua orang yang
telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan meriam dan
senapan. Gowa harus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar
dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano,
Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan
negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
18.
Gowa harus menanggalkan seluruh
kekuasaannya atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng [La Ténribali]
dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis
lainnya yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita dan
anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.
19.
Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea
serta Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
20.
Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh
Kompeni dan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea hingga
Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik Kompeni sebagai hak penaklukan.
21.
Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus
ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan tenaga
manusia, senjata dan lainnya.
22.
Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang
menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. Untuk
selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis
atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan
orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang
berwenang.
23.
Pemerintah Gowa harus menutup negerinya
bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu Kompeni melawan
musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.
24.
Persahabatan dan persekutuan harus
terjalin antara para raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan,
Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan
penguasa-penguasa lain yang pada masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
25.
Dalam setiap sengketa di antara para
sekutu, Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam) harus
diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak mengacuhkan mediasi ini,
maka seluruh sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.
26.
Ketika perjanjian damai ini
ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar
harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama Laksamana ke Batavia untuk
menyerahkan perjanjian ini kepada Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika
perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua pangeran penting
sebagai sandera selama yang dia inginkan.
27.
Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris
dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke Batavia.
28.
Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja
Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh
hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.
29.
Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi
sebesar 250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut, baik dalam
bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.
30.
Raja Makassar dan para bangsawannya,
Laksamana sebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan yang termasuk
dalam persekutuan ini harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk
perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November 1667.
Referensi Sunting
^ Andaya, Leonard Y. 2004. Warsaw Wrung
Palapa: Sejarah Sulawesi Skelaton Abad Ke-17. Makassar: Ininnawa. ISBN
979-98499-0-X.
Sejarah Kesultanan Makassar
19.26
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
No comments
SEJARAH
KESULTANAN GOWA DI MAKASSAR
Kesultanan Gowa
atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi
Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar
yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi
bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten
Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki
raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan
peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan
Bone yang dikuasai oleh satu wangsa
(dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu
dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang
Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya
pada abad ke-17.
Kesultanan Gowa
Bate Salapang |
|||||
|
|||||
Wilayah
kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-16[1]
|
|||||
Ibu kota
|
|||||
Bahasa
|
|||||
Agama
|
|||||
Bentuk pemerintahan
|
Monarki Kesultanan
|
||||
Sultan
|
|||||
-
|
1300
|
Tumanurung
|
|||
-
|
1653-1669
|
||||
-
|
1946-1978
|
Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin
|
|||
Sejarah
|
|||||
-
|
Didirikan
|
1300
|
|||
-
|
Bergabung dengan Indonesia
|
1946
|
|||
Sejarah Awal
Pada awalnya di daerah
Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang
(Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo,
Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Samata, Bissei, Sero dan Kalling.
Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung
untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan
bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.
Tomanurung tersebut dikenal dengan nama Tomanurung Bainea karena sosoknya yang
merupakan seorang perempuan.
Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa
bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa
itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar
bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan
melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah
daerah Makassar dari sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar
menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo
kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang
mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman
Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan
sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang
syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam
cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika
panen bagus dan penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini
mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola
ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa
setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh
Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone, walaupun ada yang
menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Tunipalangga Ulaweng
Tunipalangga dikenang
karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita
para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
1.
Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng,
Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang
Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan
negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
2.
Orang pertama kali yang membawa
orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
3.
Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
4.
Menciptakan jabatan Tumailalang untuk
menangani administrasi internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus
perdagangan dengan pihak luar.
5.
Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan
pengukuran
6.
Pertama kali memasang meriam yang
diletakkan di benteng-benteng besar.
7.
Pemerintah pertama ketika orang Makassar
mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.
8.
Pertama kali membuat dinding batu bata
mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.
9.
Penguasa pertama yang didatangi oleh orang
asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di
Makassar.
10.
Yang pertama membuat perisai besar menjadi
kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
11.
Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih
banyak dari rakyatnya.
12.
Penyusun siasat perang yang cerdas,
seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.
Abad ke-17
Gambar Sultan Hasanuddin
dalam perangko yang diterbitkan tahun 2006.
Pada tahun 1666,
di bawah pimpinan Laksamana Cornelis
Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan
kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan
Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia
berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian
timur untuk melawan VOC (Kompeni).
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah
kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah
sehingga pada tanggal 18 November 1667
bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya
di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin
mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di
berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan
tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC,
hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu
Benteng Somba Opu
pada tanggal 12 Juni 1669.
Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada
tanggal 12 Juni 1670.
Abad ke-20
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut
dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak
keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan di bawah
kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem
pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng
Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa
bergabung menjadi bagian Republik Indonesia
yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah
Tingkat II Kabupaten Gowa.
Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah
sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.
Keadaan Sosial-BudayaSunting
Deretan kapal Pinisi di Pelabuhan
Paotere.
Sebagai negara maritim, maka sebagian besar
masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk
meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau
untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan
untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya
mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma
kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma
tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga
mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan
golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng,
sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah
disebut dengan golongan Ata[2].
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak
menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka
terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal
dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan
rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo
Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946)
mendengarkan pidato pengangkatan pejabat gubernur Celebes, Tn. Bosselaar (awal
tahun 1930-an).
Istana
Balla Lompoa di Sungguminasa, Kabupaten Gowa pada tahun 2013.
Para Raja dan Sultan Gowa
1.
Tumanurung Bainea (±1300)
2.
Tumassalangga Baraya
3.
Puang Loe Lembang
4.
I Tuniatabanri
5.
Karampang ri Gowa
6.
Tunatangka Lopi (±1400)
7.
Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
8.
Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
9.
Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad
ke-16)
10. I
Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
11. I
Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
12. I
Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
13. I
Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
14. I
Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai
tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang
memeluk agama Islam
15. I
Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri
Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga
wafatnya 6 November 1653
16. I
Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga
ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Januari 1631, berkuasa mulai tahun 1653
sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
17. I
Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret
1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
18. Sultan
Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654,
berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
19. I
Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri
Lakiyung. (1677-1709)
20. La
Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
21. I
Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
22. I
Manrabbia Sultan Najamuddin
23. I
Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya
pada tahun 1735
24. I
Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
25. I
Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
26. Amas
Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
27. I
Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
28. I
Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging
(1770-1778)
29. I
Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
30. I
Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka
(1816-1825)
31. La
Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
32. I
Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri
Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
33. I
Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna
(1893 - wafat 18 Mei 1895)
34. I
Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na;
Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5
Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19
Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April
1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal
25 Desember 1906[3]
35. I
Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin
Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi
Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin
(1946-1978)[3] sekaligus menjadi Kepala Daerah TK II Gowa (bupati Gowa) pertama
dan mendeklarasikan diri sebagai Raja Gowa terakhir setelah Kerajaan Gowa
dinyatakan bergabung dengan NKRI
SUMBER: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Gowa