Sabtu, 09 April 2011

soal uts inovasi pendik

Pengembangan Model Pendidikan Multikultur
Berbantuan Modul Berbasis Masalah yang Berorientasi
pada Spiritualisme dalam Pembelajaran IPS – SD
Oleh:
Lasmawan, (2009)
Abstrak
Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah terwujudnya model pendidikan multikultur sekolah dasar dan perangkat pembelajarannya yang terdiri dari: (1) model pendidikan multikultur SD, (2) buku ajar pendidikan multikultur SD, (3) buku pedoman guru, dan (4) perangkat evaluasi yang sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2006. Penelitian ini rencananya dilakukan selama 3 (tiga) tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) karakteristik siswa SD yang menjadi subjek penelitian pada umumnya sama dengan sekolah lainnya yaitu berumur antara 6 – 8 tahun dan berpikir dengan pola operasional kongkrit, (2) guru yang terlibat dalam penelitian ini rata-rata telah mengajar lebih dari 10 tahun dan telah berpengalaman membelajarkan IPS, (3) Phenomena didaktik yang dihadapi oleh guru dalam membelajarkan pengetahuan sosial pada siswa kelas I, II dan II adalah terkait dengan keterbatasan saran dan media pembelajaran, sulitnya mengakses sumber belajar, guru sulit membelajarkan materi dalam bentuk bercerita, dan dalam pengelolaan pembelajarannya, guru cenderung langsung mengambil alih pembelajaran pada saat jawaban atau tanggapan yang disampaikan oleh siswa kurang tepat, dengan tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki jawabannya.
Pendahuluan
Salah satu pendekatan pembelajaran pengetahuan sosial yang dapat memfasilitasi dan menumbuhkembangkan kompetensi, keterampilan sosial, dan keterampilan berkomunikasi adalah pendekatan keterampilan proses sosial. Agar pengimplementasian keterampilan sosial dan komunikasi sosial dapat terlaksana dengan baik dan optimal, perlu didukung oleh perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial yang valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan karakterisrik kurikulum 2006. Hal ini semakin dipandang urgen untuk dilakukan, mengingat selama ini belum ada perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial yang valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan kurikulum 2006.
Penelitian Sukadi (2005) menunjukkan bahwa: hampir 87 % guru SD di Kabupaten Buleleng belum memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan kurikulum 2006. Sementara Lasmawan (2005) dalam salah satu kesimpulan penelitiannya meenyatakan bahwa: banyak guru SD tidak memiliki dokumen kurikulum 2006, sehingga dalam merancang dan melaksanakan pembelajarannya mereka masih menganut “pola lama”, yang artinya belum ada inovasi yang dilakukan oleh guru terkait dengan pemberlakuan kurikulum baru yaitu kurikulum 2006. Realitas ini tentu sangat kontradiktif dengan tuntutan pembelajaran pengetahuan sosial dan semangat kurikulum 2006. Terkait dengan fakta ini, penelitian-penelitian pengembangan model pembelajaran pengetahuan sosial dan perangkat pembelajarannya perlu dilakukan, sehingga dapat menghasilkan model-model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang bisa dijadikan acuan oleh guru dalam pembelajaran pengetahuan sosial. Disamping itu, melalui penelitian pengembangan model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial dapat dirumuskan atau diformulasikan desain dan teori-teori pembelajaran lokal yang sesuai dengan karakteristik dan semangat kurikulum 2006, yaitu keberagaman dalam kesatuan.
Pengembangan model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial merupakan kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan, bila mengacu pada semangat dan tujuan dari pemberlakuan kurikulum 2006. Hal ini diperkuat lagi dengan semakin gencarnya implikasi sosial yang ditimbulkan oleh globalisasi. Di sisi lain, pengembangan perangkat pembelajaran pengetahuan sosial sekolah dasar yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial akan menjadi “sinar terang” di tengah-tengah kegelapan yang dialami oleh para guru terkait dengan pemberlakuan kurikulum 2006. Dengan demikian, maka keutamaan atau pentingnya penelitian ini dilakukan adalah: memberikan pengalaman riil kepada para guru sekolah dasar dalam mengembangkan model pembelajaran dan perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2006 dan berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial, sehingga secara langsung dapat merasakan kevalidan, kepraktisan, dan keefektipan dari model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang dihasilkan bagi peningkatan kualitas proses dan produk pembelajaran pengetahuan sosial yang dilakukannya.
Salah satu pendekatan pembelajaran pengetahuan sosial yang dipandang relevan dikembangkan untuk menjembatani kepentingan di atas adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses sosial dan komunikasi sosial. Melalui pendekatan ini, peserta didik sejak dini telah dikondisikan dan difasilitasi pengembangan potensi diri dan keterampilan sosialnya secara optimal. Hal ini akan semakin praktis dan efektif bilamana didukung oleh adanya perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial yang memenuhi criteria valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan karakteristik kurikulum sekolah dasar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diformulasikan rumusan masalah penelitian pada tahun 1 (tahap I) ini sebagai berikut: (1) Bagaimana karakteristik siswa kelas I dan kelas II sekolah dasar di kota Singaraja Bali ?., (2) Bagaimana karakteristik guru kelas I dan kelas II pada sekolah dasar di kota Singaraja Bali ?. (3) Bagaimana phenomena didaktik yang dihadapi oleh guru kelas I dan kelas II pada sekolah dasar di kota Singaraja Bali ?. (4) Bagaiamana candraan kompetensi dan model pembelajaran pengetahuan sosial pada siswa kelas I dan kelas II sekolah dasar yang dikembangkan oleh guru saat ini ?. (5) Bagaimana rancangan awal (prototife) model perangkat pembelajaran berorientasi keterampilan proses sosial dan komunikasi sosial yang relevan dikembangkan dalam pembelajaran pengetahuan sosial pada siswa kelas I dan kelas II sekolah dasar ?.
Inovasi kurikulum pendidikan nasional pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada pada kurikulum terdahulu. Pemberlakuan kurikulum 2006 secara nasional, dimaksudkan sebagai salah satu cara memperbaiki kualitas pendidikan nasional secara makro. Kurikulum 2006 menganut prinsip “keberagaman dalam kesatuan” atau diversity in unity, sehingga menuntut setiap pelaku dan pengembang pendidikan melakukan pembaharuan, baik yang menyangkut kualitas personal, institusional, dan profesionalnya. Hal ini penting, mengingat kurikulum 2006 (Puskur, 2006) emberikan porsi yang cukup leluasa kepada kalangan pelaku dan pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya kalangan birokrat pendidikan yang selama ini sering tidak “satu bahasa” yang menyebabkan komunikasi penanganan masalah pendidikan sering terhenti di tengah jalan.
Pemberlakuan kurikulum 2006 sejalan dengan semangat otonomi yang saat ini tengah digalakkan dalam tatanan kenegaraan Indonesia. Melalui kurikulum 2006 diharapkan kualitas pendidikan nasional bisa ditingkatkan. Namun masalahnya, “pemberian kewenangan” yang cukup luas kepada kalangan guru untuk mengkreasikan atau menterjemahkan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuan daerahnya masing-masing merupakan “sesuatu yang baru” bagi guru, karena selama ini mereka cenderung dicekoki oleh berbagai ketentuan dan “batasan” secara sentralistik (Hasan, 2005). Kondisi ini semakin diperkuat dengan belum meratanya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah (Jakarta) sebagai regulator pembaharuan pendidikan nasional dalam mensosialisasikan kurikulum 2006 dan piranti-piranti yang harus dipersiapkan atau dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai perwujudan semangat otonomi. Di sisi lain, tidak meratanya penyebaran kualitas sumber daya manusia pendidikan di daerah, merupakan masalah lain yang ikut berkontribusi bagi munculnyaa “kekhawatiran” tercapainya tujuan dan semangat kurikulum 2006.
Menyadari demikian kompleksnya permasalahan berkait dengan pemberlakuan kurikulum 2006 secara nasional, khususnya yang menyangkut dimensi sumber daya manusia (pelaku dan pengembang kurikulum), maka diperlukan berbagai terobosan yang terprogram dan sejalan dengan semangat kurikulum 2006, sehingga nantinya mampu membantu dan memperlancar pelaksanaan kurikulum 2006 di era otonomi saat ini. Di dalam kurikulum 2006, setiap mata pelajaran/bidang studi dari jenjang sekolah dasar hingga SMU/SMK terdapat kompetensi dasar yang harus “diterjemahkan” oleh guru menjadi beberapa kompetensi instrumental sesuai dengan kondisi daerah dan kebutuhan belajar peserta didik pada setiap mata pelajaran/bidang studi (Wahab, 2005). Seorang guru, dituntut untuk memiliki wawasan dan ketrampilan yang memadai dalam kaitanhya dengan “pembedahan” kompetensi dasar menjadi seperangkat kompetensi instrumental pada setiap mata pelajaran/bidang studi, sehingga nantinya pencapaian belajar peserta didiknya bisa optimal. Di sisi lain, seorang guru dituntut pula untuk mampu mengembangkan ketrampilan proses yang kondusif dalam setiap pembelajaan yang dilakukannya, mengingat “stressed’ dari kurikulum 2006 bukan lagi pada “transfering concepts” melainkan pada “penanaman dan pemupukan” kompetensi akademis dan sosial untuk setiap mata pelajaran/bidang studi (Puskur, 2006).
Pada jenjang sekolah dasar, dimana sistim manajemen gurunya lebih banyak menggunakan sistim guru kelas, bisa dibayangkan betapa berat beban dan tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Mereka harus memiliki wawasan, kemampuan, dan ketrampilan “mengurai” kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran yang dibelajarkannya ke dalam kompetensi-kompetensi instrumental yang hanya mungkin dicapai melalui pengembangan ketrampilan proses akademis dan sosial dalam pembelajaran yang dikembangkannya.
Seorang guru SD harus menguasai ketrampilan akademis yang memadai dalam “mengurai” kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang dibelajarkan ke dalam kompetensi-kompetensi instrumental (Wahab, 2005). Jika dia membelajarkan 7 mata pelajaran, maka secara logika formal, guru tersebut harus mampu mengurai kompetensi dasar ke tujuh mata pelajaran tersebut ke dalam kompetensi-kompetensi instrumental bagi kepentingan belajar peserta didiknya. Di sisi lain, selama ini mereka cenderung telah merasa “enak dan nikmat” dengan kurikulum terdahulu, dimana mereka hanya melaksanakan apa yang digariskan oleh Jakarta secara sentralistik. Bisa dibayangkan betapa semrawut dan kelabakannya kalangan guru, jika tidak ada upaya-upaya inovatif yang dapat membantu mereka dalam memahami dan melasanakan kurikulum 2006. Berdasarkan realitas dan tantangan di atas, tampaknya diperlukan kerja yang sinergis dari berbagai kalangan agar kurikulum 2006 bisa terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan serta semangat yang melandasi pengembangannya. Mata pelajaran pengetahuan sosial, sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang dibelajarkan pada jenjang sekolah dasar, juga tidak terlepas dari tuntutan dan kondisi ideal yang diprasyaratkan dalam pelaksanaan kurikulum 2006.
Secara konseptual, pengetahuan sosial sebagaimana program pendidikan persekolahan mempunyai misi yang sangat esensial dan strategis dalam kaitannya dengan membentuk, mengembangkan, dan melatih peserta didik menjadi warga masyarakat, bangsa, dan negara yang mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan yang komprehensif sehingga mampu melakoni kehidupan masyarakat modern dan tataran kehidupan masyarakat global (NCSS, 2006). Melalui pola pembelajaran yang memungkinkan terciptanya “kreatif-dialog” selama berlangsungnya pembelajaran, peserta didik akan merasa termotivasi dan tertantang dalam mempelajari pengetahuan sosial.
Metode
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi perangkat pembelajaran, dan menganalisis kondisi-kondisi yang memfasilitasi penggunaan perangkat pembelajaran. Berdasarkan rasional tersebut, maka penelitian ini menggunakan desain penelitian pengembangan tipe “Prototipycal Studies” sebagaimana yang dikedepankan oleh Akker (1999) dan Plomp (2001). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penelitian pengembangan adalah kualitas perangkat pembelajaran (produk) yang dihasilkan. Plomp (2001), memberikan criteria kualitas produk yaitu valid (merefleksikan pengetahuan state-of-the-art dan konsisten internal), mempunyai nilai tambah (added value), praktis, dan efektif. Secara umum, Plomp (1999), menyatakan bahwa pelaksanaan penelitian pengembangan meliputi tiga fase yaitu: fase analisis hulu-hilir (front-end analysis), fase pengembangan prototipe (prototyping phase), dan fase penilaian (assessment phase) atau evaluatif sumatif. Untuk mendapatkan jawaban secara empiris terhadap pertanyaan penelitian yang telah diajukan, data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan studi pustaka, lembar validasi, lembar observasi, angket, tes hasil belajar, dan format wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang menggunakan tipe prototipycal studies, sehingga analisis datanya juga harus mengacu pada teknik analisis data penelitian sejenis. Secara rinci, teknik analisis data dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Data tentang phenomena didaktik, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kendala-kendala yang dialami oleh guru akan dianalisis secara expert judgment melalui panel group discussion, sementara untuk mengetahui validitas perangkat pembelajaran, data dianalisis secara deskriptif yaitu dengan tehnik distribusi frekuensi. Untuk mengetahui efektivitas perangkat pembelajaran pada uji coba II data dianalisis secara deskriptif, sedangkan data tentang keterampilan berpikir, pemahaman materi, keterampilan proses sosial, dan komunikasi sosial pada fase penilaian dianalisis dengan statistic inferensial model multivariate analisis varian (MANOVA).
Hasil dan Pembahasan
Hasil
a. Karakteristik Siswa Sasaran
Karakteristik siswa dalam konteks ini akan dilihat dari beberapa indikator, yaitu: umur, jenis kelamin, jumlah saudara, bahasa di rumah, pendamping belajar, motivasi belajar, dan frekuensi belajar. Secara faktual, karakteristik siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa:
Indikator
Di bawah 6 th.
Antara 6 – 7 th.
Di atas 7 th.
Umur
0
25
311
Indikator
Laki
Perempuan
Jenis Kelamin
147
189
Indikator
Anak Tunggal
1 Orang
Lebih dari ! orang
Banyak Saudara
38
59
239
Indikator
Indonesia
Bali
Campuran
Bahasa Rumah
47
138
151
Indikator
Tidak Ada
Orang Tua
Guru Private
Pendamping Belajar
41
67
228
Indikator
Setiap Hari
Bila Ada Tugas
Tidak Pernah
Motivasi Belajar
234
85
17
Indikator
Menyenangkan
Takut
Membosankan
Belajar Pengetahuan Sosial
189
14
133
b. Karakteristik Guru Sekolah Sasaran
Karakteristik guru yang dimaksud akan dilihat dari beberapa indikator, yaitu: umur, kualifikasi pendidikan, lama mengajar, jenis kelamin, pengalaman mengikuti forum ilmiah, dan cara mengorganisir pembelajaran. Profil lengkap guru kelas I dan kelas II yang dilibatkan dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut.

Indikator
Dibawah 30 Th
30 – 40 Th
Diatas 40 Th.

Umur
4
6
6

Indikator
SPG/Sederajat
D-2 PGSD
S1/lebih tinggi

Kualifikasi Pendidikan
2
4
10

Indikator
Dibawah 5 Th
5 – 15 Tahun
Di atas 15 ahun

Lama Mengajar
0
4
12

Indikator
Laki
Perempuan

Jenis Kelamin
6
10

Indikator
Dibawah 5 kali
5 – 20 Kali
Di Atas 20 Kali

Pengalaman Mengikuti Forum Ilmiah
2
6
8

Indikator
Diskusi
Tidak Pernah

Diskusi dengan Teman Sejawat
16
0

Indikator
Selalu
Kadang-kadang
Tdk. Pernah

Membagi siswa kedalam Kelompok
10
6
0

Indikator
Selalu
Kadang-kadang
Tdk. Pernah

Mendiskusikan Silabus dan RPP pada Teman
10
6
0
Indikator
Ceramah Saja
Ceramah Berv.
Inovatif

Model Mengajar yang Digunakan
6
8
2

Indikator (Pelaksanaan Pembelajaran)
Jumlah Guru

(1)   Memberi tes di awal dan akhir pembelajaran
2

(2)   Mengulang materi yang terdahulu
6

(3)   Menjelaskan materi secara rinci
2

(4)   Mendiskusikan tugas yang telah dikerjakan siswa di rumah
2

(5)   Memberikan contoh soal
4

Indikator (Cara Guru Merespon Kesalahan Siswa di Kelas)
Jumlah Guru

Langsung menyalahkan
2

Memberikan koreksi secara klasikal
8

Meminta siswa lain untuk membantu memebetulkan
4

Menyatakan siswa bodoh atau lainnya
2


c. Phenomena Didaktik Pembelajaran Pengetahuan Sosial
Sebagaimana telah dideskripsikan pada kajian pustaka, dimana yang dimaksud sebagai phenomena didaktik-pedagogik yang dimaksudkan adalah latar situasi sosial kelas atau phenomena sosial kelas dan luar kelas yang melekat pada kedirian seorang anak yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai sumber pembelajaran pengetahuan sosial. Secara diagramatik, phenomena sosial anak kelas I yang dapat diakomodir sebagai sumber pembelajaran adalah:
Nomor
Phenomena Didaktik Siswa
1
Diri sendiri
2
Kegiatan sehari-hari
3
Lingkungan sekitar
4
Keluarga
5
Kebun
6
Halaman sekolah
Sementara berdasarkan angket yang disebarkan kepada guru pengetahuan sosial yang mengajar di kelas I dan kelas II, dan didukung dengan hasil wawancara mendalam dengan mereka, diperoleh gambaran bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi oleh guru dalam membelajarkan pengetahuan sosial secara tematik sebagaimana yang dituntut oleh kurikulum sekolah dasar saat ini, yaitu:
  1. Alat peraga (media pembelajaran) yang tidak mencukupi
  2. Sulit mengaitkan materi dengan contoh riil (nyata) melalui benda (objek)
  3. Sulit membelajarkan materi dengan bercerita
  4. Sulit dalam membelajarkan kebiasaan sehari-hari (pemodelan)
  5. Minat siswa terhadap pengetahuan sosial relatif rendah
  6. Sulit dalam merancang soal campuran (cerita yang mengevaluasi)
  7. Candraan materi yang cenderung luas
  8. Sulit menemukan sumber belajar dalam buku teks (referensi untuk anak)
  9. Terjadinya mismatch antara tuntutan kurikulum dengan realitas kelas
10.  Terbatasnya buku (referensi) di perpustakaan.
d. Model Silabus, RPP, Buku Siswa dan Guru, Serta Model Belajar
Berlandaskan pada hasil wawancara dan studi dokumentasi terhadap guru dan siswa di sekolah sasaran diperoleh data sebagai berikut: (1) silabus yang digunakan sebagai pedoman membelajarkan pengetahuan sosial adalah hasil kerja Tim Pengembang Silabus Gugus di tingkat kecamatan, (2) RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) yang digunakan oleh guru selama ini mengacu pada model dan sistimatika RPP yang dikeluarkan oleh KKG (kelompok kerja guru), (3) buku pegangan siswa yang digunakan adalah buku yang diterbitkan oleh beberapa penerbit nasional yang tidak seragam, (4) buku pegangan guru dalam membelajarkan pengetahuan sosial adalah sama dengan apa yang dijadikan sebagai pegangan oleh siswa, hanya jumlahnya yang berbeda, dan (5) model pembelajaran yang selama ini dikembangkan oleh guru lebih banyak bertumpu pada model ceramah, yang sesekali diselingi dengan tanya jawab dan pemberian tugas rumah (PR). Buku pegangan siswa yang tidak sesai dengan karakteristik lingkungan sosial siswa, menyebabkan mereka sulit untuk mengerti penjelasan guru, karena contoh yang diberikan masih seputar materi yang ada di buku. Hal ini terjadi disebabkan karena buku pedoman guru dalam membelajarkan pengetahuan sosial hampir sama dengan apa yang dimiliki oleh siswa. Hal ini terjadi disinyalir disebabkan oleh beberapa faktor: (1) ulasan dan pengembangan materi (sesuai dengan SK-KD) tidak berlatar lingkungan sosial dimana siswa itu tumbuh dan berkembang, sehingga ada beberapa istilah dan nama orang yang asing di telinga siswa, (2) contoh-contoh yang ada di buku pegangan siswa saat ini sangat asing bagi siswa, karena memakai latar sosial yang jauh berbeda dengan lingkungan sosial dimana mereka menjalani kehidupan kesehariannya, dan (3) konsep dan candraan kompetensi yang ada di buku siswa dan buku pegangan guru tidak ada bedanya, sehingga sangat sulit bagi guru untuk berimprovisasi dalam melaksanakan pembelajaran.
e. Candraan Kompetensi dan Model Pembelajaran Pengetahuan Sosial
Dilihat dari tujuan dan ruang lingkup pembelajaran pengetahuan sosial di sekolah dasar secara umum berdasarkan angket yang diberikan kepada guru, dan hasil analisis kurikulum pengetahuan sosial diperoleh data sebagai berikut. Tujuan dari pembelajaran pengetahuan sosial di sekolah dasar pada dasarnya adalah:
  1. Mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya
  2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
  3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
  4. 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Sementara ruang lingkup atau keluasan dari pembelajaran pengetahuan sosial pada jenjang sekolah dasar berdasarkan hasil analisis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang saat ini diberlakukan di sekolah sasaran, adalah:
  1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
  2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
  3. Sistem Sosial dan Budaya
  4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan


Model pembelajaran (cara guru mengajar di kelas) yang selama ini dikembangkan dan diterapkan dalam membelajarkan mata pelajaran pengetahuan sosial (MPPS) di sekolah sasaran berdasarkan hasil angket yang telah diberikan kepada guru dan siswa, diperoleh data sebagai berikut.
Aspek/Dimensi
Tanggapan/Jawaban Guru
Cara penyampaian Materi
Ceramah (drill) 2 orang (25 %)
Ceramah diselingi tanya jawab 2 Orang (25 %)
Ceramah, Tanya Jawab, dan Pemberian Tugas 1 Orang (12.5 %)
Ceramah, tanya jawab, diskusi, dan pemberian tugas rumah 2 orang (25 %)
Ceramah sambil bermain dan memberikan tugas rumah 1 orang (12.5 %)
Pemberian layanan belajar
Secara klasikal (62.5 %)
Klasikal dipadukan dengan individual (37.5 %)
Secara individual ( 0 %)
Cara melakukan evaluasi
Tes dan pekerjaan rumah (50 %)
Tes dan penilaian proses (kinerja) (25 %)
Penilaian proses (25 %)






f. Rancangan Awal (Prototife) Model Perangkat Pembelajaran
Setelah menganalisis data empiris dan menganalisis kurikulum dengan persebaran kompetensinya yang dibelajarkan pada siswa kelas I dan kelas II dengan menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) saat ini, maka dapat dirancang model awal (prototife) dari perangkat pembelajaran (buku pegangan siswa) yang berorientasi keterampilan proses dan komunikasi sosial sebagai target akhir dari penelitian ini. Rancangan awal dari buku pegangan siswa yang berorientasi keterampilan proses dan komunikasi sosial tersebut adalah:
Topik Materi
Berisi uraian tentang topik materi yang bersifat TEMATIK sesuai dengan sebaran SK-KD
Standar Kompetensi
Berisi uraian tentang standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa di semester 1 dan 2
Kompetensi Dasar
Berisi uraian tentang standar kompetensi dasar dari materi yang harus dimahiri oleh siswa di setiap TOPIK dan SEMESTER (1 dan 2)
Indikator Hasil Belajar
Berisi uraian tentang INDIKATOR yang akan digunakan oleh guru untuk menyatakan bahwa seorang siswa telah menguasai materi (kompetensi) yang dibelajarkan pada setiap kompetensi dasar (KD)
Sumber Pembelajaran
Berisi uraian tentang SUMBER BELAJAR yang bisa digunakan dan diakomodasi oleh guru untuk membelajarkan topik materi tertentu sesuai dengan tingkatan semester dan kelas siswa.
Model Pembelajaran
Berisi uraian tentang model atau strategi atau teknik pembelajaran yang yang BISA DIPILIH DAN DIKEMBANGKAN oleh guru dalam membelajarkan topik materi sesuai dengan candraan SK-KD pada setiap kelas dan semester
Deskripsi Materi
Berisi uraian tentang MATERI secara singkat, jelas, sederhana, dalam bentuk ”PESAN CERITA” yang dilengkapi dengan gambar, bagan, peta, atau foto yang sesuai dengan karakteristik masing-masing Topik materi ajar.
Latihan Kerja Siswa
Berisi latihan kerja siswa yang berupa soal uraian, menjawan singkat, mencocokkan, pilihan ganda, dan merakit gambar (scrabel) di masing-masing akhir topik materi per semesternya, yang dilengkapi dengan gambar atau panflet yang berkaitan dengan soal-soal .
g. Rancangan Awal (Prototife) Model Buku Pegangan Guru
Setelah melakukan analisis kurikulum, analisis kebutuhan belajar siswa, dan analisis kebutuhan guru dalam membelajarkan pengetahuan sosial pada siswa kelas I dan kelas II berdasarkan angket yang telah disebarkan dengan dukungan data hasil wawancara, maka dapat diformulasikan desain awal (prototife) model petunjuk guru seperti berikut.
Bagian Satu
Berisi tentang hakekat, misi, fungsi dan tujuan pembelajaran pengetahuan sosial di sekolah dasar, khususnya pada siswa kelas I dan II.
Bagian Dua
Berisi tentang pemetaan analisis sebaran standar kompetensi dan kompetensi dasar (SK-KD) mata pelajaran pengetahuan sosial di kelas I dan II untuk setiap semesternya.
Bagian Tiga
Berisi tentang model-model pembelajaran pengetahuan sosial inovatif yang bisa diacu oleh guru dalam membelajarkan materi pada siswa kelas I dan II (disediakan alternatif model pembelajaran).
Bagian Empat
Berisi tentang struktur urutan topik materi yang bersifat tematik, dimana sebelah kirinya akan dihiasi oleh gambar/photo/pamflet yang sesuai dengan karakteristik topik materi di sebelah kiri, dan di sebelah kanannya akan diisi dengan suruhan kepada siswa untuk menceritakan gambar dan mengenali gambar kemudian menceritakannya dalam lembar kerja yang telah ada di buku pegangan siswa.
Mengapa kita harus hidup hemat …..?
Ceritakanlah gambar disamping…?
Bagaimana caranya kita hidup hemat…?
Dst…………
Bercerita tentang apa gambar disamping…?
Mengapa kita harus menjaga kebersihan lingkungan ?.
Bagaimana caranya menjaga kebersihan…?
(1)   Menceritakan tentang apa gambar di samping..?
(2)   Mengapa kita harus hormat pada guru…?
(3)   Bagaimana cara memberi hormat yang baik..?
(4)   Dimana saja kita harus hormat pada orang tua?
(5)   Dst……………………
Bagian Lima
Berisi tentang ”konsep pemberian layanan belajar” yang berbasis keterampilan proses dan komunikasi sosial. Hal ini dimaksudkan agar guru terampil memberi layanan belajar.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat dilihat secara umum, guru yang dilibatkan dalam penelitian ini sebagai guru mitra rata-rata kualifikasi pendidikannya adalah Strata 1 (S1), sehingga telah memenuhi persyaratan minimal sebagaimana yang diharuskan oleh PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya yang mengatur tentang standar pendidikan tenaga pendidik (guru) sekolah dasar. Sementara dilihat dari karakteristik kelaminnya, sebagian besar adalah guru perempuan. Di sisi lain, dilihat dari pengalaman mereka mengikuti pelatihan atau pertemuan ilmiah yang terkait dengan pengembangan profesinya, rata-rata telah mengikutinya lebih dari 10 kali. Hal ini tentu sangat membantu dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya sebagai tenaga profesional dalam bidang ke-IPS-an. Pengalaman ini sebenarnya sangat membantu guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang inovatif.  Akan tetapi dilihat dari pengelolaan pembelaran di kelas, guru cenderung menerapkan pembelajaran individual. Sumber pembelajaran yang digunakan adalah buku siswa. Guru mengajar mengikuti materi yang ada pada buku siswa, serta langsung merespon siswa tanpa memberi kesempatan siswa lainnya untuk memberi komentar.
Phenomena didaktik yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran untuk siswa Kelas I adalah permainan, lingkungan , kebun, diri sendiri, dan keluarga, sedangkan untuk kelas II adalah disampaikan oleh guru dari ketiga lokasi sekolah, relatif sama yaitu permainan, ke pasar, pengukuran benda, makanan, lingkungan, kegiatan sehari-hari, permainan, kegemaran, dan badan. Semua fenomena didaktik ini sesuai dengan semua anak untuk semua lokasi. Oleh karena itu, sebagai fenomena didaktik yang digunakan sebagai tema adalah lingkungan keluarka, kebun, pasar, sekolah, serta kegiatan sehari-hari. Dilihat dari usia guru yang mengajar di kelas I dan II dominan mempunyai umur lebih dari 40 tahun, serta berjenis klamin perempuan. Kiranya pertimbangan guru senior dan sosok perempuan dijadikan sebagai pertimbangan untuk guru kelas I dan II. Hal ini dapat dipahami karena siswa kelas I dan II yang umurnya sangat muda memerlukan sosok guru yang sabar dan dapat “melindungi”, serta ”mendidik”.  Kondisi ini tentu sangat menguntungkan bagi pelaksanaan penelitian ini, khususnya pada saat pengembangan model yang merupakan fokus dari penelitian pada tahun ke-2 (tahap II). Kedewasaan umur dan kematangan akademik guru ini, sangat berkontribusi pada saat dilakukannya perancangan model perangkat pembelajaran yang akan dilakukan pada tahun kedua.
Bertalian dengan hambatan atau kendala yang dihadapi oleh guru dalam membelajarkan materi IPS saat ini, kebanyakan guru menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam menyampaikan materi dalam bentuk cerita atau menggunakan pendekatan tematik. Hal ini disebabkan karena mereka belum memiliki atau dilatihkan keterampilan tersebut sebelum diberlakukannya kurikulum 2006 yang menunjuk penggunaan pendekatan tematik bagi siswa kelas-kelas awal di sekolah dasar. Pada sisi lain, keterbatasan media pembelajaran dan sumber belajar merupakan kesulitan lain yang sangat dirasakan oleh guru dalam membelajarkan IPS saat ini. Bertalian dengan hal itu, pengembangan perangkat pembelajaran berorientasi keterampilan proses dan komunikasi sosial yang menjadi fokus dalam penelitian ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi kondisi ini.
Sementara dilihat dari kemampuan pengelolaan pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh guru, dapat diformulasikan beberapa hal yaitu: (1) guru masih sering memerankan dirinya sebagai dominator selama berlangsungnya pembelajaran, (2) sumber belajar yang digunakan oleh guru masih terbatas pada penggunaan buku teks atau buku penunjang lainnya yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, (3) media pembelajaran yang digunakan oleh guru masih sangat sederhana, (4) guru sangat jarang memberikan tugas-tugas kelompok kepada siswa, (5) pada saat membelajarkan materi guru cenderung mendominasi kelas, sehingga siswa sangat sedikit punya peluang untuk berpartisipasi selama berlangsungnya pembelajaran, (6) guru biasanya langsung menjawab apa yang ditanyakan kepada siswa, sebelum siswa memberikan tanggapan secara benar, dan (7) model evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih sering berupa evaluasi produk dengan menggunakan test hasil belajar yang telah ada di bagian belakang buku teks atau buku pegangan siswa. Kondisi ini tentu masih jauh dari harapan pembelajaran IPS yang sebenarnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Lasmawan (2006), bahwa pembelajaran IPS harus mampu memfasilitasi berkembangnya keterampilan berpikir dan pelatihan keterampilan sosial kepada siswa selama berlangsungnya pembelajaran, sehingga pembelajaran yang diikutinya benar-benar dirasakan manfaatnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat diformulasikan kesimpulan sebagai berikut: (1) Dilihat dari karakteristik guru pengetahuan sosial sekolah dasar yang dilibatkan dalam penelitian ini, rata-rata mereka telah berkualifikasi strata 1 (S1), dan kebanyakan perempuan dengan masa kerja di atas 20 tahun. Hal ini sangat mendukung bagi pengembangan perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial. (2) Siswa kelas I dan II sekolah dasar yang menjadi subjek dari penelitian ini rata-rata berumur di atas 6 tahun dan di bawah 8 tahun. Hal ini membuktikan bahwa secara psikologis, usia mereka memang sangat tepat berada pada kelas-kelas tersebut. Sementara komposisi antara siswa laki dan perempuan hampir berimbang, yaitu 46 % laki-laki dan 54 % perempuan. (3) Phenomena didaktik yang dihadapi oleh guru dalam membelajarkan pengetahuan sosial pada siswa kelas I dan II adalah terkait dengan: (1) keterbatasan saran dan media pembelajaran, (2) sulitnya mengakses sumber belajar, (3) guru sulit membelajarkan materi dalam bentuk bercerita, (4) model pembelajaran guru cenderung bersifat searah dan kurang kondusif, dan (5) dalam pengelolaan pembelajarannya, guru cenderung langsung mengambil alih pembelajaran pada saat jawaban atau tanggapan yang disampaikan oleh siswa kurang tepat, dengan tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki jawabannya. (4) Candraan materi mata pelajaran pengetahuan sosial di kelas I dan II sekolah dasar secara umum berisikan kompetensi yang terkait dengan: lingkungan, kesenangan diri (hobi), kebersihan, kerjasama, dan tempat-tempat umum (public area), yang tersaji secara berurutan sesuai dengan semester dan kelasnya.
Sementara model pembelajaran yang saat ini banyak dikembangkan oleh guru adalah model ceramah dan penugasan rumah (PR), yang bagi siswa sangat membosankan dan kurang menarik minat belajar mereka. (5) Rancangan buku pegangan siswa sebagai salah satu perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial, sebagai alternatif untuk mengeliminir berbagai kesulitan yang dialami oleh guru dalam pembelajaran pengetahuan sosial. Buku pegangan siswa ini akan dikemas dalam bentuk sajian materi yang singkat, sederhana, dan praktis, dengan dilengkapi gambar, photo, flochart, maupun peta, sehingga menarik bagi siswa untuk mempelajarinya. (6) Buku petunjuk guru yang akan dikembangkan dalam penelitian tahun ke-2 akan ditata sedemikian rupa, dimana bagian kiri merupakan bagian yang ada pada buku siswa (sama dengan apa yang terdapat pada buku siswa), sedangkan di sebelah kanannya berupa petunjuk dan komentar apa yang semestinya dilakukan oleh guru dan siswa. Al ini hanya sebagai stimulan saja, dimana guru bebas ntuk mengembangkan atau memodofikasinay sesuai dengan kebutuha dan situasi pembelajaran yang dihadapinya.



DAFTAR PUSTAKA
Cartwright, J. (1999). Cultural Transformation: Nine Factors for Continuous Business Improvement. Great Britain: Prentice Hall.
Chapin, J. R. and Messik, R. G. (1989). Elementay Social Studies: A Practical Guide. New York & London: Longman Group Ltd.
Cleaf, D. W. V. (1991). Action in Elementary Social Studies. USA: Allyn & Bacon.
Djahiri, K. (2003). Profil Guru IPS Masa Depan. (Makalah). Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan di Jakarta tahun 1994.
Hasan, S. H. (2006). “Tujuan Kurikulum Pengetahuan Sosial”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial (JPIPS). (1). Halaman 100
Lasmawan, W. (2006). Pengembangan Modul yang Berwawasan Konstruktivis dalam Pembelajaran Ilmu Politik dan Sistim Politik Indonesia pada Mahasiswa Program Studi PPKN IKIP Singaraja. (laporan penelitian). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja
Shaver, J. P.(Ed). (1991). Handbook of Research on Social Studies Teaching and Learning: A Project of the National Council for the Social Studies. New York, Toronto: MacMillan Publishing Company.
Stopsky, F & Sharon L. (1994). Social Studies in a Global Society. America, Canada: Delmar Publishing Inc.
Wahab, A. (2005). Inovasi Pembelajaran Ilmu Sosial yang Berorientasi Kompetensi. (makalah). Seminar Nasional HISPISI di IKIP Negeri Singaraja. Tanggal 17 – 19 September 2005. HISPISI Cabang Bali.
Waterworth, Peter. (2002). The Spirit of Cooperation: Using cooperative learning strategies in teacher education in Australia and Thailand. Thailand: UNESCO-ACEID.
http://lasmawan.wordpress.com/2010/01/14/80/
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
        PROGRAM PASCA SARJANA
­­______________________________________
UJIAN TENGAH SEMESTER
SEMESTER GENAP 2010-2011
            Mata Kuliah                            : Inovasi Kurikulum IPS
            Program Srudi                         : IPS
            Jenjang                                    : S-2/S3
            Dosen                                      : Prof. Dr. H.S.Hamid Hasan, M.A.
________________________________________________________________________
PETUNJUK

1.      Soal ini terdiri atas Pernyataan (A) dan Pertanyaan (B). Pernyataan berkenaan dengan pokok permasalahan evaluasi kurikulum dan pertanyaan berkaitan dengan pernyataan.
2.      Jawaban harus disertai dengan referensi dan daftar referensi harus dicantumkan di bagian belakang. Daftar literatur dan kutipan ditulis sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah UPI.
3.      Jawaban harus dikerjakan sendiri-sendiri
4.      Jawaban harus diserahkan pada tanggal 12 April 2011
5.      SELAMAT BEKERJA


A. PERNYATAAN

Carilah sebuah inovasi pendidikan di bidang IPS. Boleh yang sudah, sedang, akan dilakukan di Indonesia atau pun yang dilakukan di luar negeri. Gunakan dokumen itu untuk menjawab pertanyaan di bagian B.

Lampirkan dokumen itu ketika anda menyerahkan jawaban anda.
________________________________________________________________________

B. PERTANYAAN

  1. Mengapa dokumen IPS yang anda pelajari itu anda anggap sebagai sebuah inovasi? Definisi inovasi mana yang anda gunakan untuk mendukung kesimpulan anda tersebut? Mengapa?

JAWABAN :
Ø Karena, Salah satu pendekatan pembelajaran pengetahuan sosial yang dapat memfasilitasi dan menumbuhkembangkan kompetensi, keterampilan sosial, dan keterampilan berkomunikasi adalah pendekatan keterampilan proses sosial. Agar pengimplementasian keterampilan sosial dan komunikasi sosial dapat terlaksana dengan baik dan optimal, perlu didukung oleh perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial yang valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan karakterisrik kurikulum 2006. Pengembangan Model Pendidikan Multikultur Berbantuan Modul Berbasis Masalah yang Berorientasi pada Spiritualisme Hal ini semakin dipandang urgen untuk dilakukan, mengingat selama ini belum ada perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial yang valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan kurikulum 2006.
Ø Inovasi Kurikulum 2006 perubahan atau pembaharuan yang terjadi baik dalam bentuk pemikiran/ide kegiatan, atau bentuk produk dalam upaya memperbaiki pendidikan agar dapat meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.yaitu:
Ø  Innovation to Innovate, yaitu: Membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru.
Ø  Discovery/Invention (invensi),yaitu: Penemuan sesuatu yang sebenarnya sesuatu itu telah ada sebelumnya.
Artinya: Memperkenalkan ide baru, barang baru, pelayanan baru, dan cara-cara baru yang lebih bermanfaat.
  1. Landasan teoritik apa yang digunakan oleh inovasi dari dokumen yang anda bahas untuk UTS ini? Jelaskan secara singkat karakteristik teori inovasi itu dan buktikan keterkaitan antara keduanya!
JAWABAN :
Landasan Teoritik Pengembangan Model Pendidikan Multikultur Berbantuan Modul Berbasis Masalah yang Berorientasi pada Spiritualisme dalam Pembelajaran IPS – SD
Ø  Sukadi (2005) menunjukkan bahwa: hampir 87 % guru SD di Kabupaten Buleleng belum memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan kurikulum 2006. Sementara Lasmawan (2005) dalam salah satu kesimpulan penelitiannya meenyatakan bahwa: banyak guru SD tidak memiliki dokumen kurikulum 2006, sehingga dalam merancang dan melaksanakan pembelajarannya mereka masih menganut “pola lama”, yang artinya belum ada inovasi yang dilakukan oleh guru terkait dengan pemberlakuan kurikulum baru yaitu kurikulum 2006. Realitas ini tentu sangat kontradiktif dengan tuntutan pembelajaran pengetahuan sosial dan semangat kurikulum 2006. Terkait dengan fakta ini, penelitian-penelitian pengembangan model pembelajaran pengetahuan sosial dan perangkat pembelajarannya perlu dilakukan, sehingga dapat menghasilkan model-model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang bisa dijadikan acuan oleh guru dalam pembelajaran pengetahuan sosial. Disamping itu, melalui penelitian pengembangan model pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial dapat dirumuskan atau diformulasikan desain dan teori-teori pembelajaran lokal yang sesuai dengan karakteristik dan semangat kurikulum 2006, yaitu keberagaman dalam kesatuan.
Ø  Karakteristik :
-          Baru, berbeda dari hal atau keadaan sebelumnya
-          Kualitatif, peningkatan nilai guna dan nilai tambah pada peningkatan mutu
-          Hal, mencangkup berbagai komponen dan aspek dalam pendidik baik berupa ide, kegiatan/praktek kerja, dan hail produksi
-          Unsur kesengajaan, dilaksanakan secara terencana
-          Meningkatkan kemampuan, meningkatkan kemampuan berbagai sumber masukan yang ada dalam pendidikan yang meliputi unsur manusia, kemampuan dana, sarana dan prasarana
-          Tujuan, mempunyai kejelasan sasaran dan hasilnya

  1. Bagaimana proses penerimaan inovasi itu? Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat penerimaan inovasi itu!
JAWABAN :
Ø  Proses penerimaan inovasi melakukan pendekatan pembelajaran pengetahuan sosial yang dipandang relevan dikembangkan untuk menjembatani kepentingan di atas adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses sosial dan komunikasi sosial. Melalui pendekatan ini, peserta didik sejak dini telah dikondisikan dan difasilitasi pengembangan potensi diri dan keterampilan sosialnya secara optimal. Hal ini akan semakin praktis dan efektif bilamana didukung oleh adanya perangkat pembelajaran pengetahuan sosial yang berorientasi pada keterampilan proses dan komunikasi sosial yang memenuhi criteria valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan karakteristik kurikulum sekolah dasar. merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi perangkat pembelajaran, dan menganalisis kondisi-kondisi yang memfasilitasi penggunaan perangkat pembelajaran. Berdasarkan rasional tersebut, menggunakan desain penelitian pengembangan tipe “Prototipycal Studies”. Guru dapat melakukan : pemberi informasi, mempercepat terjadinya difusi inovasi, sebagai komunikator antar subsistem dalam masyarakat, berusaha mengkaitkan sitem yang satu dengan sistem yang lain.
Ø  Faktor pendukung dan penghambat yaitu Inovasi kurikulum pendidikan nasional pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada pada kurikulum terdahulu. Pemberlakuan kurikulum 2006 secara nasional, dimaksudkan sebagai salah satu cara memperbaiki kualitas pendidikan nasional secara makro. Kurikulum 2006 menganut prinsip “keberagaman dalam kesatuan” atau diversity in unity, sehingga menuntut setiap pelaku dan pengembang pendidikan melakukan pembaharuan, baik yang menyangkut kualitas personal, institusional, dan profesionalnya. Hal ini penting, mengingat kurikulum 2006 (Puskur, 2006) emberikan porsi yang cukup leluasa kepada kalangan pelaku dan pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya kalangan birokrat pendidikan yang selama ini sering tidak “satu bahasa” yang menyebabkan komunikasi penanganan masalah pendidikan sering terhenti di tengah jalan.
  1. Apakah inovasi tersebut berhasil meningkatkan hasil belajar peserta didik di sekolah (negara) tersebut?
JAWABAN :
Ø  Pemberlakuan kurikulum 2006 sejalan dengan semangat otonomi yang saat ini tengah digalakkan dalam tatanan kenegaraan Indonesia. Melalui kurikulum 2006 diharapkan kualitas pendidikan nasional bisa ditingkatkan. Namun masalahnya, “pemberian kewenangan” yang cukup luas kepada kalangan guru untuk mengkreasikan atau menterjemahkan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuan daerahnya masing-masing merupakan “sesuatu yang baru” bagi guru, karena selama ini mereka cenderung dicekoki oleh berbagai ketentuan dan “batasan” secara sentralistik (Hasan, 2005). Kondisi ini semakin diperkuat dengan belum meratanya upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah (Jakarta) sebagai regulator pembaharuan pendidikan nasional dalam mensosialisasikan kurikulum 2006 dan piranti-piranti yang harus dipersiapkan atau dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai perwujudan semangat otonomi. Di sisi lain, tidak meratanya penyebaran kualitas sumber daya manusia pendidikan di daerah, merupakan masalah lain yang ikut berkontribusi bagi munculnyaa “kekhawatiran” tercapainya tujuan dan semangat kurikulum 2006.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons