About

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Berpikir POSITIF, KRITIS, KREATIF,INOVATIF, SOLUTIF...berserah diri pada ALLAH SWT.

talk n think my Blog

Selasa, 06 September 2011

Peradaban Global

DINAMIKA PERADABAN GLOBAL
 Dinamika Peradaban Global
            Menurut Arnold Y.Toynbee, seorang sejarawab asal Inggris, lahirnya peradaban itu diuraikan dengan teori challenge and respons. Peradaban itu lahir sebagai respons (tanggapan) manusia yang dengan segenap daya upaya dan akalnya menghadapi dan menaklukan, dan mengolah alam sebagai tantangan (challenge) guna mencukupi kebutuhan dan melestarikan kelangsungan hidup.
            Penerapan teknologi itu bertujuan untuk memudahkan kerja manusia, agar meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Alvin Toffler menganalisis gejala-gejala perubahan dan pembaharuan peradaban masyarakat akibat majunya ilmu dan teknologi. Dalam bukunya The Third Wave (1981), ia menyatakan bahwa gelombang perubahan peradaban umat manusia sampai saat ini telah mengalami tiga gelombang, yaitu:
  1. Gelombang I, peradaban teknologi pertanian berlangsung mulai 800 SM–1500 M.
  2. Gelombang II, peradaban teknologi industri berlangsung mulai 1500 M-1970 M.
  3. Gelombang III, peradaban informasi berlangsung mulai 1970 M-sekarang.

Setiap gelombang peradaban tersebut dikuasai oleh tingkat teknologi yang digunakan. Gelombang pertama (the first wave) dikenal dengan revolusi hijau. Dalam gelombang pertama ini manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Gelombang kedua adalah revolusi industri terutama di negara-negara Barat yang dimulai dengan revolusi industri di Inggris. Gelombang ketiga merupakan revolusi informasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dalam berbagai bidang. Gelombang ketiga terjadi dengan kemajuan teknologi dalam bidang:
  1. Komunikasi dan data prosesing.
  2. Penerbangan dan angkasa luar.
  3. Energi alternatif dan energi yang dapat diperbaharui.
  4. Terjadinya urbanisasi, yang disebabkan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi.

John Naisbitt dalam bukunya Megatrends (1982), menyatakan bahwa globalisasi memunculkan perubahan-perubahan yang akan dialami oleh negara-negara dunia. Perubahan itu terjadi karena interaksi yang dekat dan intensif antarnegara, terutama negara berkembang akan terpengaruh oleh kemajuan di negara-negara maju. Perubahan-perubahan tersebut ialah:
  1. Perubahan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi.
  2. Perubahan dari teknologi yang mengandalkan kekuatan tenaga ke teknologi canggih.
  3. Perubahan dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia.
  4. Perubahan dari jangka pendek ke jangka panjang.
  5. Perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi.
  6. Perubahan dari bantuan lembaga ke bantuan diri sendiri.
  7. Perubahan dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatori.
  8. Perubahan dari sistem hierarki ke jaringan kerja.
  9. Perubahan dari utara ke selatan.
  10. Perubahan dari suatu di antara dua pilihan menjadi macam-macam pilihan.

Naisbitt dan Patricia Aburdance (1990) kembali mengemukakan lagi adanya sepuluh macam perubahan di era global, yaitu:
  1. Abad biologi.
  2. Bangunan sosialisme pasar bebas.
  3. Cara hidup global dan nasionalisme budaya.
  4. Dawarsa kepemimpinan wanita.
  5. Kebangkitan agama dan milenium baru.
  6. Kebangkitan dalam kesenian.
  7. Kemenangan individu.
  8. Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun 1990-an.
  9. Berkembangnya wilayah pasifik.
  10. Privatisasi/swastanisasi atas negara kesahjetraan.
Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas dapt diketahui bahwa peradaban manusia mengalami dinamika (perubahan dan perkembangan). Perubahan itu menuju pada kemajuan, apalagi di era global dewasa ini. Perubahan yang terjadi demikian pesatnya.
Merujuk pada pendapat Alvin Tofler di atas, sekarang manusia berada pada era peradaban informasi. Kemajuan yang pesat di bidang teknologi informasi menghasilkan globalisasi, di samping kemajuan dalam sarana transportasi. Di era global, hubungan antarmanusia tidak terbatas dalam satu wilayah negara saja, tetapi sudah antarnegara (transnasional). Dengan demikian, orang bisa berkomunikasi dengan orang lain di negara lain, serta berpindah-pindah dengan cepat dari satu negara ke negara lain.


Teori Peradaban Malik Bennabi

Teori Peradaban Malik Bennabi
Makna Peradaban
Peradaban adalah objektifikasi kemauan dan kemampuan sebuah masyarakat dalam konteks ruang dan waktu. Peradaban yang sesungguhnya adalah peradaban yang menghasilkan capaian-capaian. Dari definisi dan ukuran peradaban itu dapat kita pahami hal-hal berikut. (1) Peradaban adalah produk sebuah masyarakat. (2) Peradaban memiliki konteks ruang dan waktu. Ada proses kesejarahannya. (3) Peradaban dinilai dari capaiannya. Sehingga menggerakkan kembali sebuah peradaban tidak dapat dilakukan hanya sekedar menumpuk-numpuk capaian (produk) peradaban lain. Peradaban adalah sumber, sedangkan produk adalah hasil dari sumber itu, bukan kebalikannya.
Bagi Bennabi, persoalan peradaban inilah yang menjadi problem utama dunia Islam sekarang. Umat ini telah kehilangan peradabannya (sehingga ia kehilangan peran dalam sejarah) dan kemudian peradaban ini yang kemudian dicari dan diinginkannya sekarang. Persoalan peradaban ini bukanlah persoalan keyakinan terhadap Islam semata, tetapi bagaimana membuat nilai-nilai Islam menjadi efektif kembali secara sosial. Oleh karena itu perlulah diketahui bagaimana kaidah-kaidah atau pola-pola peradaban itu tumbuh, berkembang dan kemudian runtuh.
Peradaban mengalami siklus dalam sejarahnya. Siklus itu bisa digambarkandiagram-bennabi dalam skema pada gambar di samping. Sumbu X mewakili faktor waktu sedangkan sumbu Y mewakili nilai-nilai psiko-sosial yang ada atau mengendalikan gerak sebuah masyarakat. Titik A adalah titik awal kelahiran sebuah peradaban. Sedang garis C-D menggambarkan proses keruntuhan sebuah peradaban.
Kelahiran Peradaban
Titik A adalah awal kelahiran sebuah peradaban. Di titik awal peradaban ini modal yang dimiliki oleh setiap masyarakat adalah sama. Bennabi menggunakan persamaan, peradaban = manusia + tanah + waktu, untuk menganalisis modal awal peradaban ini. Tetapi untuk bisa memulai proses peradaban adanya ketiga faktor di atas belumlah cukup untuk menggerakkan proses itu. Untuk bisa bergerak perlu ada katalisator yang mensintesiskan ketiga faktor itu, katalisator itu adalah agama. Faktor agama inilah yang membedakan sebuah peradaban dengan peradaban lain. Titik A pada sejarah Islam adalah awal dakwah kenabian. Peran utama agama dalam proses peradaban itu bisa dianalisis pada perannya dalam merubah individu manusia menjadi pribadi yang mulai mengambil peran dalam masyarakat dan sejarahnya, dalam merubah pola interaksi manusia itu dengan tanahnya dan dalam merubah pandangan manusia terhadap waktu ( dari sekedar durasi menjadi waktu sosial).
Garis A-B menggambarkan proses menanjak sebuah peradaban. Fase ini adalah fase sakral sebuah peradaban. Nilai psiko-sosial yang membimbing fase ini adalah nilai-nilai ruhani (spiritual). Nilai inilah yang bisa mengkondisikan energi vital manusia sehingga dapat diarahkan (dikanalisasikan) ke dalam proses (kerja) peradaban. Daya cengkram nilai ini sedemikian kuat, sehingga kita mendapati dalam sejarah Islam seorang perempuan yang minta dihukum karena melakukan perzinahan.
Dinamika Sosial Peradaban
Dinamika sosial sebuah peradaban, yang darinya pencapaian-pencapaian peradaban dihasilkan, dibentuk dari tiga faktor dasar, yaitu dunia ide (idea), pribadi (person) dan benda (object). Setiap aksi sosial bisa dianalisis secara struktural kedalam tiga faktor ini. Pola aksi itu ditentukan oleh faktor ide, benda memberikan sarana dan pribadi merupakan faktor kepelakuan. Tetapi efektifitas dinamika sosial itu tidak ditentukan ketiga faktor itu. Adanya ketiga faktor itu tidak membuat sebuah masyarakat secara otomatis memiliki dinamika sosial yang baik. Ada faktor keempat yang membuat semua faktor itu menjadi efektif, yaitu jaringan sosial. Jaringan sosial inilah yang membuat sebuah masyarakat memiliki dinamika sosial yang bisa menghasilkan capaian-capaian peradaban. Sebuah penemuan (radio misalnya, sebagai contoh yang bersifat materi) dibangun dari efektifnya jaringan sosial masyarakat tersebut, ia muncul karena penyempurnaan-penyempurnaan penemuan sebelumnya. Pada tahap formatif sebuah peradaban, pada titik A sejarahnya, tugas untuk membangun jaringan sosial ini menjadi faktor krusial. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi ketika membangun perjanjian dan persaudaraan di Madinah kala itu.
Pada masa formatif peradaban, pada garis A-B, jaringan sosial ini berada pada taraf yang sangat mampat. Ia sudah mulai efektif; walaupun faktor ide, benda dan pribadi masih memiliki kekurangan. Selanjutnya jaringan sosial itu mengalami pelebaran yang distributif; seiring dengan berlimpahnya ide, pribadi dan benda; pada tahap B-C (saat-saat kejayaan sebuah peradaban).
Pada Masa-masa dinamis peradaban ini, nilai psiko-sosial yang membimbing manusia-manusia peradaban itu adalah nilai akal, rasionalitas. Daya cengkram rasionalitas atas energi vital (naluri/kebutuhan kehidupan dasar) manusia ini tidak sekuat yang diberikan oleh nilai spiritual (ruhiyah).
Terkait dengan kesejahteraan (kekayaan) sebuah masyarakat faktor yang amat berperan di sini selain selamatnya jaringan sosialnya adalah pada faktor ide. Ide menjadi kekayaan utama sebuah masyarakat, walaupun ia menderita kekurangan pada benda-benda. Bennabi mencontohkan, kerusakan sosial ekonomi yang diderita oleh Jerman pasca perang dunia kedua tidak menghalanginya untuk bangkit kembali karena masih memiliki kekayaan ide.
Apa muatan jaringan sosial yang menjadi basis dinamika sosial sebuah peradaban ? Muatan itu adalah muatan kultural. Kebudayaan oleh Bennabi diibaratkan oleh aliran darah yang mensuplai nutrisi ke dalam organ-organ tubuh. Kalau kita ibaratkan, jaringan sosial adalah jaringan aliran darah sedangkan muatan kultural adalah darah yang dialirkan kepada kepada faktor-faktor struktural masyarakat; ide, pribadi dan benda. Muatan kultural itu terdiri dari etika, estetika, logika-pragmatik dan teknik (shina’ah). Etika dan estetika menentukan tampilan peradaban. Sedangkan logika-pragmatik dan teknik menentukan dinamika peradabannya.
Keruntuhan Peradaban
Karena nilai rasionalitas tidak sekuat nilai spiritual dalam mengkondisikan diri manusia, naluri pada masa-masa kejayaan peradaban mulai mengalami pelepasan. Pada puncaknya jika naluri mengendalikan diri manusia, secara sosial sebuah peradaban sudah mulai meluncur menuju keruntuhan. Beginilah keruntuhan peradaban bermula, yaitu ketika naluri, insting mulai mengendalikan diri manusia. Kemudian rusakklah jaringan sosial masyarakat. Dengan kerusakan jaringan sosial ini ide, pribadi dan benda menjadi tidak efektif, sehingga dinamika sosial menjadi berhenti, pencapaian menjadi mandul. Kerusakan kemudian menyentuh faktor-faktor ini. Muncullah ide-ide yang beku dan mati bahkan mematikan. Muncullah penyembahan atas orang/pribadi. Muncullah ideologi bendaisme, dalam arti mengukur segala sesuatunya secara bendawi dan menumpuk-numpuk benda sebagai parameter kehidupan. Manusia yang muncul setelah titik C dalam diagram di atas adalah manusia pasca-peradaban, yang tidak lagi memiliki efektifitas untuk menggerakkan peradaban. Ini berbeda dengan manusia yang menjadi modal pada titik A (manusia pra-peradaban, Bennabi menyebutnya sebagai manusia fitrah). Ia mengibaratkan seperti beda antara air yang mengalir sebelum menggerakkan turbin pembangkit listrik dan air yang mengalir keluar dari turbin itu. Titik kejatuhan peradaban Islam dalam skema di samping bermula sejak zaman Ibn Khaldun.

Peradaban Manusia

Evolusi Budaya
evolusi sosial budaya (ism) adalah istilah umum untuk teori evolusi budayada nevolusi sosial , menggambarkan bagaimanab u d a y a danm a s y a r a k a t telah berubah dari waktu ke waktu. Perhatikan bahwa "evolusi sosial budaya" tidak setara "pembangunan sosial budaya" (proses bersatu diferensiasi dan integrasi sosial budaya yang melibatkan peningkatank o m p l e k s ita s ), sebagai evolusi sosial budaya juga mencakup transformasi sosial budaya disertai dengan penurunan kompleksitas (d e g e n e r a s i ) serta yang tidak disertai oleh perubahan signifikan kompleksitas social budaya (c l a d o g e n e s i s ). Dengan demikian, evolusi sosial budaya dapat didefinisikan sebagai "proses dimana reorganisasi struktural dipengaruhi melalui waktu, akhirnya menghasilkan bentuk atau struktur yang secara kualitatif berbeda dari bentuk leluhur .. .. evolusionisme kemudian menjadi kegiatan ilmiah untuk menemukan penjelasan nomothetic untuk terjadinya perubahan struktural tersebut ".Meskipun teori seperti biasanya menyediakan model untuk memahami hubungan antarate k n o lo g i , struktur sosial , makan i l a i - n i l a i dari sebuahm a s y a r a k a t , dan bagaimana dan mengapa mereka berubah dengan waktu, mereka berbeda-beda untuk sejauh mana mereka menggambarkan mekanisme khususv a r i a s i dan perubahan sosial .
. teori-teori tersebut biasanya menyediakan model untuk memahami hubungan antara teknologi, struktur sosial, kepercayaan, nilai dan tujuan masyarakat, dan bagaimana dan mengapa mereka berubah dengan waktu. model tersebut menarik bagi militer dalam membantu daerah yang tidak stabil transisi menuju negara yang berkelanjutan lebih stabil. Most 19th century and some 20th century approaches aimed to provide models for the evolution ofh u m a n k in d as a whole, arguing that different ocieties are at different stages of social development . Sebagian besar abad ke-19 dan beberapa abad ke-20 pendekatan yang bertujuan untuk menyediakan model untuk evolusim a n u s ia secara keseluruhan, dengan alasan bahwa masyarakat berbeda dalam berbagai tahapp e m b a n g u n a n sosial . At present this thread is continued to some extent within the World System approach. Saat ini thread ini dilanjutkan sampai batas tertentu dalam Sistem Dunia pendekatan. Many of the more recent 20th-century approaches focus on changes specific to individual societies and reject the idea of directional change, or social progress . Banyak dari abad ke-20-pendekatan baru yang lebih fokus pada perubahan spesifik untuk individu dan masyarakat menolak ide perubahan arah, atauk e m a ju a n sosial.

evolusionisme sosial budaya dan gagasan tentang kemajuan
Main article: Unilineal evolution Artikel utama: evolusi unilineal Sementara evolusionis sosial budaya setuju bahwa seperti proses evolusi mengarah pada kemajuan sosial, evolusionis sosial klasik telah mengembangkan teori yang berbeda, dikenal sebagai teori evolusi unilineal. evolusionisme sosial budaya mencoba merumuskan pemikiran sosial sepanjang garis ilmiah, dengan pengaruh tambahan dari teori biologise v o lu s i. Jika organisme bisa berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan yang jelas, hukum deterministik, maka tampaknya masuk akal bahwa masyarakat sebagai bisa juga. Masyarakat manusia dibandingkan dengan organisme biologis, dan setara ilmu sosial konsep sepertiv a r i a s i , seleksi alam , danw a r is a n diperkenalkan sebagai faktor yang mengakibatkan kemajuan masyarakat. Ide kemajuan menyebabkan bahwa dari "tahap" tetap melalui mana manusia kemajuan masyarakat, biasanya penomoran tiga-kebiadaban, barbarisme, dan peradaban-tapi kadang-kadang lebih banyak. Pada awal abad ke-18 akhir Marquis de Condorcet terdaftar 10 tahap, atau "zaman", setiap memajukan hak-hak manusia dan menyempurnakan umat manusia. Pada waktu itu,a n t r o p o l o g i terbit sebagai suatu disiplin ilmu baru, memisahkan dari pandangan tradisional "primitif" budaya yang biasanya didasarkan pada pandangan agama.
Dalam banyak hal itu teori Spencer dari " evolusi kosmik "memiliki lebih banyak kesamaan dengan karya-karya Jean-Baptiste Lamarck dan Auguste Comte dibandingkan dengan karya-karya kontemporer dari Charles Darwin . Spencer also developed and published his theories several years earlier than Darwin. Spencer juga mengembangkan dan menerbitkan teorinya beberapa tahun lebih awal dari Darwin. '. Dalam kaitan dengan lembaga-lembaga sosial, bagaimanapun, ada kasus yang baik bahwa tulisan Spencer dapat diklasifikasikan sebagai 'Sosial evolusionisme'. . Meskipun ia menulis bahwa masyarakat dari waktu ke waktu berlangsung, dan kemajuan yang dicapai melalui kompetisi, dia menekankan bahwai n d i v i d u (bukank o l e k t i v i t a s ) adalah unit analisis yang berkembang, bahwa evolusi terjadi melalui seleksi alam dan bahwa hal itu mempengaruhi social serta sebagai fenomena biologis. . Meskipun demikian, penerbitan karya Darwin terbukti anugerah untuk para pendukung evolusi sosial budaya. Ide-ide evolusi biologi dipandang sebagai penjelasan yang menarik bagi banyak pertanyaan tentang perkembangan masyarakat Baik Spencer dan Comte melihat masyarakat sebagai semacam subjek organisme untuk proses pertumbuhan-dari kesederhanaan untuk kompleksitas, dari kekacauan untuk memesan, dari generalisasi untuk spesialisasi, dari fleksibilitas untuk organisasi. Mereka sepakat bahwa proses pertumbuhan masyarakat dapat dibagi menjadi tahapan tertentu, memiliki awal dan akhir akhirnya, dan bahwa pertumbuhan ini sebenarnya adalah kemajuan sosial -masing-masing lebih baru, lebih
masyarakat berkembang lebih baik. Jadip r o g r e s i v i s m e menjadi salah satu ide dasar yang mendasari teori evolusionisme sosial budaya yang dikenal sebagai bapak sosiologi, merumuskan hukum tiga tahap : pembangunan manusia berlangsung darit e o l o g i s panggung, di mana alam mythically dikandung dan manusia mencari penjelasan fenomena alami dari makhluk gaib, melalui tahap metafisika di mana alam dikandung sebagai akibat dari kekuatan jelas dan manusia mencari penjelasan fenomena alam dari mereka sampai akhirp o s i t i f tahap di mana semua abstrak dan mengaburkan kekuatan dibuang, dan fenomena alam yang dijelaskan oleh hubungan konstan mereka. kemajuan ini terpaksa melalui perkembangan pikiran manusia, dan aplikasi peningkatan pemikiran, penalaran dan logika untuk memahami dunia. ntuk Comte, itu adalah-penilaian masyarakat sains yang paling, dikembangkan jenis tertinggi organisasi manusia.yang berpendapat menentang intervensi pemerintah , percaya bahwa evolusi masyarakat harus meningkat terhadap kebebasan individu, membedakan antara dua tahap pembangunan, dengan fokus pada jenis peraturan internal dalam masyarakat. Dengan demikian ia dibedakan antara militer danin dus tri masyarakat.
Sebelumnya, militer masyarakat primitif lebih memiliki tujuan penaklukan danp e r ta h a n a n , adalahte r p u s a t ,e k o n o m i mandiri,k o l e k t i f , menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu, menggunakan paksaan, kekerasan dan penindasan, penghargaan kesetiaan, ketaatan dan disiplin. Masyarakat industri memiliki tujuan produksid a n perdagangan , adalah desentralisasi , berkaitan dengan masyarakat lain melalui hubungan ekonomi, mencapai tujuannya melalui kerjasama sukarela dan individu menahan diri, baik memperlakukan individu sebagai nilai tertinggi, mengatur kehidupan sosial melalui hubungan sukarela, inisiatif nilai-nilai, independensi dan inovasi. Proses transisi dari militer ke masyarakat industri adalah hasil dari proses evolusi yang mantap dalam masyarakat.
Terlepas dari bagaimana sarjana Spencer menafsirkan hubungannya dengan Darwin, Spencer terbukti menjadi tokoh yang sangat populer pada 1870-an, khususnya di Amerika Serikat Penulis seperti Edward L. Youmans , William Graham Sumner , John Fiske , John W. Burgess ,L e s t e r Frank Ward, Lewis H. Morgan dan pemikir lain dari usia disepuh semua teori serupa dikembangkan evolusionisme sosial sebagai akibat dari eksposur mereka terhadap Spencer serta Darwin.
Dinamika peradaban global
Peradaban manusia sangat dapat dilihat dari perilaku, tindak tanduk, dan pola pikir manusia tersebut. Jika manusia tersebut memiliki peradaban yang tinggi atau maju, maka kehidupan dari
manusia tersebut akan sangat maju dari segi apapun. Tapi tidak semua peradaban dibumi memiliki kesamaan dalam hal kemajuan peradaban. Ini disebabkan banyak faktor seperti letak geografis peradaban tersebut berbeda-beda. Karena itulah terkadang peradaban yang tinggi dan besar menggunakan kelebihannya itu untuk mengekspansi peradaban yang kecil dan inilah yang dapat kita sebut sebagai penjajahan. Penyetaraan peradaban yang ada diseluruh muka bumi ini sangatlah sulit, karena peradaban bersifat dinamis yaitu tidak terhenti, berbanding lurus dengan laju dari waktu sehingga peradaban akan sangat dinamis. Jika satu peradaban mencoba mengejar ketertinggalan maka, peradaban yang sudah maju akan semakin maju. Ini seperti yang dikatakan barusan yaitu keamajuan peradaban berbanding lurus dengan laju waktu. Oleh sebab itu peradaban merupakan pusat proses dari peningkatan taraf kesejahteraan hidup. 

Kamis, 01 September 2011

Memahami dan Menyikapi Perbedaan dan Perselisihan

Memahami dan Menyikapi Perbedaan dan Perselisihan

Definisi .Ikhtilaf memiliki beberapa makna yang saling berdekatan, diantaranya; tidak sepaham atau tidak sama. Berasal dari kata khalaftuhu-mukhalafatan-wa khilaafan. Jadi ikhtilaf itu adalah perbedaan jalan, perbedaan pendapat atau perbedaan manhaj yang ditempuh oleh seseorang atau sekelompok orang dengan yang lainnya.
Macam-Macam Ikhtilaf (Perbedaan)

Ikhtilaf (perbedaan) bisa dibedakan menjadi dua ;
Pertama, ikhtilaful qulub (perbedaan dan perselisihan hati) yang termasuk kategori tafarruq (perpecahan) dan oleh karenanya ia tertolak dan tidak ditolerir. Kedua, ikhtilaful ‘uqul wal afkar (perbedaan dan perselisihan dalam hal pemikiran dan pemahaman), yang masih bisa dibagi lagi menjadi dua:

Secara umum Syaikh Dr. Ahmad Syuwaiki3 mengklasifikasikan ikhtilaf dalam dua kategori besar. Pertama: ikhtilaf yang terpuji. Ikhtilaf ini terkait dengan masalah-masalah furû’ dalam agama yang dalilnya zhanni seperti yang telah menjadi Ijmak Sahabat, ikhtilaf yang terjadi di antara mereka dan ikhtilaf yang terjadi di antara para ulama salaf. Kedua: ikhtilaf yang tercela. Ikhtilaf terjadi dalam masalah ushuluddin dan pada masalah-masalah yang qath’i dalam masalah-masalah furû’ dalam Islam serta hal-hal yang sudah dijelaskan dengan tegas dalam nash, seperti ‘ikhtilaf’ orang-orang kafir dan perpecahan mereka dalam masalah agama.
Antara Ikhtilaf (Perbedaan) dan Tafarruq (Perpecahan)

Setiap tafarruq (perpecahan) merupakan ikhtilaf (perbedaan), namun tidak setiap ikhtilaf (perbedaan) merupakan tafarruq (perpecahan). Namun setiap ikhtilaf bisa dan berpotensi untuk berubah menjadi tafarruq atau iftiraq antara lain karena:

1. Faktor pengaruh hawa nafsu, yang memunculkan misalnya ta’ashub (fanatisme) yang tercela, sikap kultus individu atau tokoh, sikap mutlak-mutlakan atau menang-menangan dalam berbeda pendapat, dan semacamnya. Dan faktor pelibatan hawa nafsu inilah secara umum yang mengubah perbedaan wacana dalam masalah-masalah furu’ ijtihadiyah yang ditolerir menjadi perselisihan hati yang tercela.
2. Salah persepsi (salah mempersepsikan masalah, misalnya salah mempersepsikan masalah furu’ sebagai masalah ushul). Dan ini biasanya terjadi pada sebagian kalangan ummat Islam yang tidak mengakui dan tidak memiliki fiqhul ikhtilaf. Yang mereka miliki hanyalah fiqhut tafarruq wal iftiraq (fiqih perpecahan), dimana bagi mereka setiap perbedaan dan perselisihan merupakan bentuk perpecahan yang tidak mereka tolerir,
3. Tidak menjaga moralitas, akhlaq, adab dan etika dlm berbeda pendapat dan dalam menyikapi para pemilik atau pengikut madzhab dan pendapat lain.

Sebab – Sebab Terjadinya Ikhtilaf

Dapat disimpulkan dan dikelompokkan kedalam empat sebab utama:

1. Perbedaan pendapat tentang valid dan tidaknya suatu teks dalil syar’i tertentu sebagai hujjah (tentu saja ini tertuju kepada teks hadits, yang memang ada yang shahih dan ada yang dha’if, dan tidak tertuju kepada teks ayat Al-Qur’an, karena seluruh ayat Al-Qur’an disepakati valid, shahih dan bahkan mutawatir).
2. Perbedaan pendapat dalam menginterpretasikan teks dalil syar’i tertentu. Jadi meskipun suatu dalil telah disepakati keshahihannya, namun potensi perbedaan dan perselisihan tetap saja terbuka lebar. Dan hal itu disebabkan karena adanya perbedaan dan perselisihan para ulama dalam memahami, menafsirkan dan menginterpretasikannya, juga dalam melakukan pemaduan atau pentarjihan antara dalil tersebut dan dalil-dalil lain yang terkait.
3. Perbedaan pendapat tentang beberapa kaidah ushul fiqh dan beberapa dalil (sumber) hukum syar’i (dalam masalah-masalah yang tidak ada nash-nya) yang memang diperselisihkan di antara para ulama, seperti qiyas, istihsan, mashalih mursalah, ’urf, saddudz-dzara-i’, syar’u man qablana, dan lain-lain.
4. Perbedaan pendapat yang dilatar belakangi oleh perubahan realita kehidupan, situasi, kondisi, tempat, masyarakat, dan semacamnya. Oleh karenanya, di kalangan para ulama dikenal ungkapan bahwa, suatu fatwa tentang hukum syar’i tertentu bisa saja berubah karena berubahnya faktor zaman, tempat dan faktor manusia (masyarakat).

Bagaimana Menyikapi Ikhtilaf ?

1. Membekali diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan ilmu, iman, amal dan akhlaq secara proporsional.
2. Memfokuskan dan lebih memprioritaskan perhatian dan kepedulian terhadap masalah-masalah besar ummat, daripada perhatian terhadap masalah-masalah kecil seperti masalah-masalah khilafiyah
3. Memahami ikhtilaf dengan benar, mengakui dan menerimanya sebagai bagian dari rahmat Allah bagi ummat.
4. Memadukan dalam mewarisi ikhtilaf para ulama terdahulu dengan sekaligus mewarisi etika dan sikap mereka dalam ber-ikhtilaf. Sehingga dengan begitu kita bisa memiliki sikap yang tawazun (proporsional). Sementara selama ini sikap kebanyakan kaum muslimin dalam masalah-masalah khilafiyah, seringkali lebih dominan timpangnya. Karena biasanya mereka hanya mewarisi materi-materi khilafiyah para imam terdahulu, dan tidak sekaligus mewarisi cara, adab dan etika mereka dalam ber-ikhtilaf, serta dalam menyikapi para mukhalif (kelompok lain yang berbeda madzhab atau pendapat).
5. Mengikuti pendapat (ittiba’) ulama dengan mengetahui dalilnya, atau memilih pendapat yang rajih (kuat) setelah mengkaji dan membandingkan berdasarkan metodologi (manhaj) ilmiah yang diakui.
6. Untuk praktek pribadi, dan dalam masalah-masalah yang bisa bersifat personal individual, maka masing-masing berhak untuk mengikuti dan memgamalkan pendapat atau madzhab yang rajih (yang kuat) menurut pilihannya. Meskipun dalam beberapa hal dan kondisi sangat afdhal pula jika ia memilih sikap yang lebih berhati-hati (ihtiyath) dalam rangka menghindari ikhtilaf (sesuai dengan kaidah ”al-khuruj minal khilaf mustahabb” – keluar dari wilayah khilaf adalah sangat dianjurkan).
7. Menghindari sikap ghuluw (berlebih-lebihan) atau tatharruf (ekstrem), misalnya dengan memiliki sikap mutlak-mutlakan atau menang-menangan dalam masalah-masalah furu’ khilafiyah ijtihadiyah. Karena itu adalah sikap yang tidak logis, tidak islami, tidak syar’i
8. Menjaga agar ikhtilaf (perbedaan) dalam masalah-masalah furu’ ijtihadiyah tetap berada di wilayah wacana pemikiran dan wawasan keilmuan, dan tidak masuk ke wilayah hati, sehingga tidak berubah mejadi perselisihan perpecahan (ikhtilafut- tafarruq), yang akan merusak ukhuwah dan melemahkan tsiqoh (rasa kepercayaan) di antara sesama kaum mukminin.

Bagi seorang Muslim mengadopsi satu hukum syariah untuk satu amal adalah suatu keniscayaan.
Islam adalah agama yang sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan baik individu, masyarakat maupun bernegara. Allah menegaskan dalam firman-Nya:
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya dibandingkan dengan Allah bagi orang-orang yang yakin? (5: 50).
Tentang ayat ini al-Hafidz Asy-Syaukani menegaskan,9 Untuk mereka yang masuk kategori ahlul yaqin, tidak ada yang lebih baik daripada hukum Allah. Namun, tidak demikian bagi orang yang bodoh dan pemuja hawa nafsu. Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa hukum syariah yang datang di dalam al-Quran dan as-Sunnah itu, banyak persoalan yang di dalamnya mengandung beberapa makna ditinjau dari sisi bahasa maupun syariah. Karenanya, wajar jika terjadi ikhtilaf di antara kaum Muslim. Namun, ini hanya pada tataran pemikiran atau konsep. Adapun pada tataran implementasi (amal), justru menjadi keharusan dan tidak ada alternatif lain bagi seorang Muslim untuk mengadopsi (tabanni) satu hukum ketika dia harus melakukan suatu aktivitas. Sebab, seorang Muslim wajib terikat dengan hukum Allah dalam seluruh aktivitas yang di lakukan. Hukum Allah atas satu masalah bagi seorang Muslim adalah satu, tidak lebih. Karenanya, setiap Muslim harus menentukan satu hukum atas suatu masalah dan kemudian melaksanakannya. Karena itu, seorang Muslim wajib mengadopsi hukum syariah tertentu ketika melakukan aktivitas, baik ia mujtahid maupun muqallid.
Terkait dengan Khalifah, tabanni atas suatu hukum merupakan hal yang sangat urgen untuk melakukan ri’âyah asy-syu’ûn terhadap masyarakat. Dalil kebolehan Khalifah melakukan tabanni adalan Ijmak Sahabat. Khalifah hendaknya melakukan tabanni atas hukum-hukum tertentu yang sifatnya umum berlaku bagi seluruh kaum Muslim baik terkait dengan urusan pemerintahan, kekuasaan, seperti zakat, pajak, hubungan luar negeri, serta tiap hal yang menyangkut keutuhan negara maupun keutuhan pemerintahan.

Perlunya UKHUWAH DALAM KEMAJEMUKAN

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu,” (QS al-Baqarah [2]: 147).

Agama Islam adalah satu, namun interpretasi terhadap ajaran Islam itu begitu beragam. Munculnya empat arus utama pemikiran (mazhab) dalam bi¬dang fikih; Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi, merupakan contoh tak terbantahkan bahwa dalam memahami ajaran Islam kaum Mus¬lim berbeda-beda. Dalam bidang teologi (ilmu kalam), apalagi dalam politik, juga terjadi hal yang serupa.

Dalam menyikapi perbedaan pemikiran, mazhab, kelompok, umat Islam terpecah pada dua titik ekstrem. Pertama, kelompok yang membenarkan semua ragam pemikiran. Kelompok ini mengibaratkan Islam sebagai pelangi. Menurut mereka, tidak seorangpun berhak mengklaim satu kelompok sesat kare¬na tidak ada seorang pun yang memiliki ke¬wenangan untuk menentukan siapa yang sesat atau tidak. Mereka mengatakan bahwa Allah-lah yang berhak menentukan hal itu, sementara manusia tidak.

Selain itu, mereka tidak mengakui adanya kebenaran mutlak. Mereka mengklaim bah¬wa kebenaran mutlak hanya ada di sisi Allah. mereka merujuk firman Allah Swt berikut ini, “Kebenaran itu adalah dari Tuhan¬mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu,” (QS al-Baqarah [2]: 147).
Karena itu, menurut mereka, di dunia ini tidak ada kebenaran mutlak, semuanya relatif; benar dan salah tergantung dari sudut pandang yang kita gunakan. Benar bagi kelompok A belum tentu benar bagi kelom¬pok B karena disebabkan perbedaan sudut pandang. Pemahaman kelompok ini cende¬rung filosofis.

Kelompok kedua berkebalikan dengan kelompok yang pertama. Kelompok kedua meyakini bahwa kelompoknya sebagai yang paling benar. Guna membenarkan pandangan dan keyakinannya mereka mengutip ayat dan hadits yang sesuai dengan keyakinan mereka. Kelompok kedua ini memandang orang di luar kelompok mereka sebagai kelompok bid’ah, sempalan, bahkan musyrik dan kafir. Pemahaman kelompok kedua ini cenderung simplistis dan menyederhanakan masalah.

Lalu, bagaimana kita mensikapi muncul perbedaan pendapat dan aliran serta kelom¬pok di tubuh umat Islam? Lebih penting lagi, apakah perbedaan pendapat merupakan hal yang terlarang (dalam Islam)? Marilah kita telisik pemikiran intelektual asal Mesir, Muhammad Imarah, dalam bukunya Islam dan Pluralitas: Mensikapi Perbedaan dan Kemaje¬mukan dalam Bingkai Persatuan guna men¬jernih¬kan masalah ini.

Antara Ushul dan Furu’
Menurut Muhammad Imarah, perbedaan bisa menjadi hal yang diperbolehkan (halal) dan bisa juga terlarang (haram). Imarah membangun pondasi pemikirannya pada dua hal, yakni pada masalah prinsip-prinsip Islam (ushul) dan masalah-macalah cabang (furu’).

Berangkat dari hal ini, Imarah berpenda¬pat bahwa perbedaan dalam masalah ushul adalah hal yang terlarang. Menurut Imarah, menyangkut masalah ushul umat Islam hen¬dak-lah menyatukan pemahamannya pada ke¬sepakatan kaum muslim sejak dulu, dari era para sahabat dan tabi’in, sampai sekarang.

Penyimpangan dari The Basic Islamic Mindframe (ushul) tersebut tidak dapat ditole¬ran¬si. Menurut Imarah, penyimpangan yang tidak dapat ditoleransi berkenaan dengan masalah-masalah aqidah, dasar-dasar Ibadah dan dasar-dasar Mu’amalah. Masuk dalam kategori ini, misalnya, mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw.

Ada pun perbedaan pendapat, pemikiran dan aliran pada aspek-aspek cabang-cabang syari’ah maka hal tersebut dibolehkan dan ditolerir oleh Islam, sepanjang masih didasar¬kan pada dalil-dalil yang kuat dan benar, serta metode pengambilan hukumnya (istinbath ad-dalil) juga telah dilakukan secara benar.

Hal-hal ini biasanya berkaitan dengan masalah wasilah (sarana), uslub (metode) dan style/gaya berbagai aliran dalam memahami dalil-dalil yang multi-interpretatif (masalah-masalah ijtihadiyyah), sehingga ada yang menggunakan qiyas (reasoning by analogy), istihsan (preference), mashalih-mursalah (utility), dan lain sebagainya.

Becermin pada Sikap Ali
Saat ini umat Islam terkotak-kotak dalam pelbagai kelompok. Di Indonesia saja, ada NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, dan kelompok-kelompok lainnya dengan ciri khas masing-masing. Per¬bedaan kelompok ini sejatinya tidak diperten¬t¬angkan, tapi disenergikan dalam mewujud¬kan kemuliaan Islam dan umatnya (izzul Islam wa al-muslimin). Dengan lain kata, plura¬litas kelompok ini hendaknya tidak menjadi tembok penghalang menggapai cita-cita tersebut.

Mufti besar Saudi Arabia pernah ditanya mengenai perbedaan berbagai jamaah di negara-negara kaum muslim. Beliau menjawab, “Keberadaan jamaah-jamaah ini adalah baik bagi kaum muslimin dan agar setiap jamah Islam seperti Jama’ah Tabligh, Ittihad Thalabil Muslimin, Al-Ikhwanul Muslimin, Asy-Syub¬banul Muslimin, Anshar as-Sunnah al-Mu¬ham-madiyyah, al-Jami’ah asy-Syar’iyyah dan lain-lain bekerjasama satu dengan lainnya dalam kebenaran yang mereka sepakati dan agar saling memaklumi akan sisi-sisi perbeda¬an diantara mereka”.

Namun, seringkali perbedaan pemikiran dan pandangan serta kelompok tersebut dijadikan ajang untuk saling memusuhi. Ke¬luar¬lah klaim bahwa kelompok sendiri sebagai kelompok yang paling islami, sesuai dengan al-Qur’an dan as-sunnah. Tidak hanya itu saja, muncul klaim bahwa orang yang diluar kelompok mereka sebagai ahlul bid’ah, bah¬kan musyrik dan kafir.
Padahal yang menjadi titik perbedaannya hanya dalam masalah furu’ (cabang), bukan ushul (akidah). Karena itu, cap ahlul bid’ah, musyrik dan kafir, tidak layak disematkan kepada kelompok tertentu sepanjang akidah mereka masih sejalan dengan akidah yang disepakati oleh para ulama salaf (terdahulu).

Mengenai perbedaan pandangan atau pe¬mi¬kiran dalam masalah furu’ (cabang) ini, sikap Ali bin Abi Thalib ra kepada lawan politiknya patut kita contoh. Meskipun per¬selisihan politik ini sampai melahirkan perang saudara yang berdarah-darah, Ali ra tidak menganggap lawan politiknya sebagai kelom¬pok orang munafik, apalagi kafir.

Suatu ketika Ali ra di tanya pandangan¬nya atau sikapnya terhadap lawan politiknya, apakah mereka yang memeranginya adalah orang kafir. Ali menjawab bahwa mereka, lawan politik Ali ra, adalah orang-orang yang lari dari kekafiran. Ia kemudian ditanya lagi apakah lawan politiknya adalah orang muna¬fik atau tidak. Ali ra menjawab, “Orang munafik adalah orang yang tidak menyebut nama Allah Swt kecuali sedikit, tidak men¬diri¬kan shalat kecuali merasa malas dan tidak berinfak kecuali merasa berat”.

Lalu Ali ra ditanya lagi menganai status hukum lawan politiknya dalam pandangan Islam. Beliau menjawab, “Mereka adalah saudara-saudara kita yang sedang mem¬beron¬tak terhadap kita, maka sebab itulah kita memeranginya”.

Lalu khalifah yang adil ini berkhutbah: “Wahai sekalian manusia! Kita telah ber¬hadapan dengan mereka, Tuhan kita satu, nabi kita satu, dan dakwah kita satu. Kita tidak pernah menganggap keimanan kita ke¬pada Allah Swt lebih baik dari mereka, serta pem¬benaran kita kepada Rasulullah Saw lebih baik dari mereka, dan mereka pun tidak beranggapan lebih baik dari kita. Yang men¬jadi masalah kita adalah satu, yaitu per¬bedan pendapat kita tentang darah Utsman, sedang kita bebas dari hal tersebut”.

Dari kisah ini kita bisa mengambil hikmah bahwa apa pun titik perbedaan kita dengan saudara seiman, selama dalam ma¬salah furu’ (cabang), cap ahlul bid’ah, musy¬rik dan kafir tidak semestinya dilontarkan kepada orang yang berbeda pandangan atau kelompok dengan kita. Setiap kelompok hendaknya menghargai dan memaklumi per¬bedaan yang ada sehingga perbedaan ter¬sebut tidak merusak jalinan ukhuwah. Wallahu a’lamu bis shawab.

elegi dan esensi

Bocah Misterius

oleh Victor Novianto pada 01 September 2011 jam 21:45

Beberapa tahun silam saya menemukan di sebuah milis posting menarik dan menggugah bertajuk "Bocah Misterius". Karena itu saya merasa perlu mempublishnya lagi di Ramadhan ini.

Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua.

Sungguh menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Seorang pengurus masjid mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu. Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah. Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma, ya itu tadi, bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar. "Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir, kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.

Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu. Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.

"Ada apa bapak melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu.." Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak kecil itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi, dan tiba tiba berkata dengan lantang.

"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua!

Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?!

Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?

Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?" Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.

Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.

"Ketahuilah pak.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tidak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.

Dan ketahuilah juga, justru bapak dan orang-orang di sekeliling bapak lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Pak.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.

Pak.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami…!

Pak.., sadarkah Bapak akan ketidak abadian harta?

Sadarkah apa yang terjadi bila bapak dan orang-orang sekeliling bapak tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat? Bahkan, berlebihannya bapak dan orang-orang di sekeliling bapak bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat..

Tahukah Bapak akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?

Pak.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi.

Jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, Jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak…."Entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya! Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.

Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang! Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur.

Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya. Sekarang yang ada dipikirannya sekarang, entah mau dipercaya orang atau tidak, ia ingin sekali menjelaskan hikmah perkataan bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.

*maaf ini repost, jadi silahkan kalau mau direpost lagi :D

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons