Selasa, 06 Desember 2016

landasan pedagogik

PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salasatu Tugas Mata Kuliah
Landasan Pedagogik
Dosen Pengampu : Prof. Dr. SYAMSU YUSUF LN.
Oleh :

Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd
NIM : 1603055





PROGRAM DOKTORAL PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
 

BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan adil serta tidak diskriminatif dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka dan multimakna. Selain itu dalam penyelenggaraan pendidikan di lakukan dengan suatu proses pembudayaan serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan budaya CALISTUNG yaitu membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. (Hal ini menjadi sebuah prinsip yang wajib dipegang oleh para Penyelenggara Pendidikan. Diadabtasi dari: UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003). Manusia adalah mahkluk yang memiliki potensi yang terus berkembang. Potensi yang dimiliki ini terus di asah dan di kembangkan hingga akhirnya manusia mampu mengubah perkembangan zaman dari tradisional hingga zaman yang modern. Manusia terus berpikir dan menghasilkan segala Sesuatu dari apa yang telah ia pikirkan sebelumnya, manusia mendapatkann pengetahuan dari pengalaman terdahulu yang terus di kembangkan. Pengalaman –pengalaman terdahulu ini mampu menjadi sesuatu yang baru dalam hidup manusia. Namun untuk mendapatkan suatu pengetahuan hal tersebut tidak hanya bisa di dapatkan dari pengalaman saja namun juga di dapatkan dari adanya suatu proses pendidikan. Pendidikan yang telah diikuti dengan serius akan menghasilkan suatu pengetahuan, pengetahuan yang didapat dari proses pendidikan itulah yang disebut ilmu, Karena ilmu merupakan obyek utama dari pendidikan. Tanpa ilmu, segala sesuatu tidak dapat berjalan dengan baik. B. Target pembahasan makalah : 1. Pengertian Pendidikan sebagai Ilmu? 2. Teori yang mendasari pendidikan sebagai ilmu? 3. Syarat-syarat Pendidikan sebagai ilmu? 
 BAB II PEMBAHASAN 
A. Pengertian Pendidikan sebagai Ilmu Pendidikan adalah suatu usaha untuk membekali peserta didik berupa ilmu, pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan sekitar. Pada dasarnya, pendidikan erat hubunganya dengan ilmu karena obyek utama dari pendidikan adalah ilmu. Pendidikan merupakan suatu kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Ilmu pengetahuan terdiri atas dua unsur besar, yaitu fakta dan teori. Teori mendefinisikan fakta sebagai observasi empiris yang bisa diverifikasi dan mempunyai tugas menempatan hubungan yang terdapat diantara fakta-fakta itu. Ilmu tidak dapat disusun hanya berdasarkan fakta saja, tetapi untuk menjadi ilmu pengetahuan fakta harus disusun dalam suatu sistem dan diinterpretasikan sehingga tanpa metode tersebut suatu fakta tidak akan bisa menjadi ilmu. Ilmu pengetahuan harus bersifat umum (Universal) artinya kebenaran yang dihasilkan ilmu pengetahuan dapat diperiksa oleh para peninjau ilmiah dan dapat dipelajari atau diikuti secara umum serta dapat diajarkan secara umum pula. Kebenaran ilmu tidak bersifat rahasia tetapi memiliki nilai sosial sehingga kewibawaan ilmiah didapat setelah hasil itu diketahui, diselidiki dan dibenarkan veliditasnya oleh sebanyak mungkin ahli dalam bidang ilmu tesebut. Ilmu pengetahuan harus bersifat akumulatif atau saling berkaitan artinya ilmu pengetahuan tersebut harus diketengahkan hubungan antara ilmu dan kebudayaan sebab ilmu merupakan salah satu unsur kebudayaan manusia. Misalnya, untuk dapat belajar manusia mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa. Selain itu, ilmu pengetahuan yang dikenal dewasa ini, merupakan kelanjutan dari ilmu yang ada sebelumnya. Ilmu pendidikan merumuskan kaidah atau pedoman atau ukuran tingkah laku manusia. Sesuatu yang normatif berarti berbicara masalah baik atau buruk dari perilaku manusia. Ilmu pendidikan adalah termasuk ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari pengalaman pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara praktis. Dengan menempatkan kedudukan ilmu pendidikan dalam sistemmatika ilmu pengetahuan. Ilmu pendidikan bersifat normatif berarti pendidikan juga bersifat praktis karena pendidikan sebagai bahan ajar yang patut diterapkan dalam kehidupan. Pendidikan sebagai ilmu praktis adalah suatu praktek pendidikan untuk mendapatkan kemudahan dan kenyamanan dalam mencari pengetahuan. Pendidikan. Sebagai ilmu teoritis adalah pendidikan dilaksanakan berdasarkan teori yang sudah ada untuk mempermudah jalannya pendidikan. Selain itu Ilmu pendidikan juga bersifat historis dan rohaniah karena menguraikan teori sistem pendidikan sepanjang jaman dan kebudayaan serta makna filosofis yang berpengaruh pada jaman tertentu dan juga karena selalu memandang peserta didik sebagai makhluk yang bersusila dan ingin menjadikannya sebagai makhluk yang beradab. B. Teori Yang Mendasari Pendidikan Sebagai Ilmu 1. Ernest E. Bayles (1960 : p.140) mengatakan teori pendidikan adalah berkenaan tidak hanya dengan apa yang ada, bahkan banyak juga dengan apa yang harus ada. Sebagai teori yang dikembangkan secara sadar dalam kaitannya dengan pendidikan, maka teori pendidikan mempnuyai keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan teori penjelas yang seolah memadang teori pendidikan sebagi gejala/fenomena/fakta. Teori pendidikan dikategorikan sebagai teori praktis (practical theory) karena berkaitan antara kegiatan teori dan kegiatan pendidikan. Sependapat dengan hal tersebut, Menurut George F. Kneller (1971 : p.231) kata teori mempunyai 2 makna sentral yaitu: a) Teori dapat menunjuk suatu hipotesis yang telah diverifikasi dengan observasi atau eksperimen, memandang teori dalam artian ini teori pendidikan pengembangan. b) Teori dapat merupakan sinonim umum untuk pemikiran sistematik, memandang teori ini pendidikan telah menghasilkan banyak teori. 2. Driyarkara (1980 : p.66 – 67) : pemikiran ilmiah yang bersifat kritis, metodis, dan sistematis tentang realitas yang disebut pendidikan. 3. J. Langeveld (1955) : ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui namun juga mempelajari bagaimana hendaknya bertindak. 4. Brojonegoro (1966 : p.35) : ilmu pendidikan yaitu teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan, dalam arti luas ilmu pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari persoalan yang timbul dalam praktek pendidikan. 5. Carter V. Good (1945 : p.36) : suatu bangunan yang sistematis mengenai aspek kuantitatif, objektif dan proses belajar, menggunakan instrument secara seksama dalam mengajukan hipotesis pendidikan untuk diuji dan pengalaman seringkali dalam eksperimental. 6. Imam Barnadib (1987 : p.66 – 67) : ilmu yang membicarkan permasalahan umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak. Ilmu pendidikan bercorak teoritis dan bersifat praktis. Suatu proses mentransfer ilmu yang pada umumnya dilakukan melalui tiga cara yaitu lisan, tulisan dan perbuatan. Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia, bagaimanapun juga disitu ada pendidikan (Dwikarya, 1980 : p.32). Ilmu pendidikan adalah suatu bangunan pengetahuan yang sistematis mengenai aspek - aspek kuantitatif dan objektif dan proses belajar, menggunakan instrumen secara seksama dalam mengajukan hipotesis - hipotesis pendidikan untuk diuji dan pengalaman, seringkali dalam bentuk eksperimental. Sependapat dengan hal tersebut diatas menurut Driyarkara (1980: p.66 - 67), Sedangkan menurut M.J Langeveld (1955), paedagogiek (ilmu mendidik atau ilmu pendidikan) adalah suatu ilmu yang bukan saja menelaah obyeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak. Menurut S. Brodjonagoro (1966: p.35), ilmu pendidikan atau paedagogiek adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti luas paedagogiek adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal – soal yang timbul dalam praktek pendidikan. Sedangkan menurut Cater V. Good 1945(dalam; Journal,Stuart A. Anderson.1964), Hasil pendidikan tidak bisa dikontrol dalam jangka waktu yang pendek, seperti eksperimen dalam pertanian atau peternakan. Namun,kita semua yakin seyakin-yakinnya, bahwa hari kemudian suatu bangsa tergantung dari pendidikan, sebab itu teorisasi tentang pendidikan adalah sesuatu yang wajar. Artinya ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah, pemikiran yang bersifat kritis, metodis dan sistematis) tentang realitas yang di sebut pendidikan (mendidik dan matis) tentang realitas yang di sebut pendidikan (mendidik dan dididik). Kritis berarti bahwa orang tidak menerima saja apa yang ditangkap atau muncul dalam benaknya, tetapi semua pernyataan, semua afirmasi harus mempunyai dasar yang kuat. Orang yang bersikap kritis, ingin mengerti betul (tidak hanya membeo). Metodis berarti bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki orang menggunakan suatu cara tertentu. Sistematis berarti bahwa pemikir ilmiah itu dalam prosesnya dijiwai oleh suatu ide yang menyeluruh dan menyatukan, sehingga pikiran – pikiran dan pendapat - pendapat tidak berhubungan, melainkan merupakan satu kesatuan. Berdasarkan definisi - definisi Ilmu pendidikan yang diutarakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa : a. Ilmu pendidikan adalah ilmu yang menelaah fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubung annya dengan pendidikan dalam perpektif yang luas dan integratif. b. Fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan ini bukan hanya merupakan gejala yang melekat pada manusia (gejala yang universal), dalam perpektif yang luas, melainkan juga sekaligus merupakan upaya untuk memanusiakan manusia agar menjadi sebenar-benarnya manusia (insan), yang hal ini secara integratif diperlukan penggunaan berbagai kajian tentang pendidikan (kajian historis, filosofis, psikologis dan sosiolog is tentang pendidikan). Imam Bernadib (1987: p.67), ilmu pendidikan/ paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan, secara meyeluruh dan abstrak, paedagodiek, selain bercorak teoritis, juga bersifat praktis. Untuk yang teoritis diutamakan hal-hal yang bersifat normative, ialah menunjuk standart nilai tertentu; sedangkan yang praktis menunjukkan bagaimana pendidikan itu harus dilaksanakan. Upaya pendidikan mencakup keseluruhan aktivitas pendidikan (mendidik dan dididik) dan pemikiran yang sistematik tentang pendidikan.Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya. Dalam pengertian yang lain, analisis adalah sikap atau perhatian terhadap sesuatu (benda, fakta, fenomena) sampai mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, serta mengenal kaitan antarbagian tersebut dalam keseluruhan. Analisis dapat juga diartikan sebagai kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Artinya dapat disimpulkan bahwa analisis adalah sekumpulan aktivitas dan proses. Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat di interpretasikan. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. C. Syarat-syarat Pendidikan sebagai Ilmu Pengetahuan Pendidikan dikatakan sebagai Ilmu Pengetahuan itu apabila sudah memenuhi kriteria atau persyaratan ilmu pengetahuan yang ada pada umumnya serta mendapatkan persetujuan antara para ahli ilmu pengetahuan, Syarat Pendidikan dikatakan sebagai Ilmu pengetahuan menurut (Dwi Siswoyo,2015:p.60). Adalah suatu pengetahuan yang disusun secara kritis, metodis dan sistematis yang berasal dari observasi, studi dan eksperimentasi untuk menentukan hakikat dan prinsip – prinsip apa yang dipelajari Suatu kawasan studi dapat tampil atau menampilkan diri sebagai suatu disiplin ilmu, dipenuhi ada 3 syarat yaitu : a) Memiliki objek studi (objek material dan objek formal) Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Apabila kita pelajari perilaku manusia sebagai makhluk yang hidup dalam masyarakat maka perilaku itu disamping dapat dilihat dan segi ilmu pendidikan juga dalat dilihat dan segi – segi yang lain seperti segi psikologis, sosiologis, antropologis. Objek formal ilmu pendidikan adalah menelaah fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan dalam perspektif yang luas dan integratif. Jadi, yang membedakan satu ilmu dan ilmu yang lain adalah objeknya.Objek formal adalah objek material yang disoroti oleh suatu ilmu,sudut pandang tertentu yang menentukan macam ilmu. b) Memiliki sistematika Secara teoritik, sistematika ilmu pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga segi tinjauan, yaitu : Melihat pendidikan sebagai gejala manusiawi, dengan melihat pendidikan sebagai upaya sadar, sekaligus upaya sadar dengan mengantisipasi perkembangan sosio budaya di masa depan. c) Syarat ketiga yaitu ilmu harus memiliki metodologi tetentu. Syarat ketiga ini sebenarnya erat sekali hubungannya dengan syarat kedua sebab teratur tidaknya dari hasil penyelidikan tergantung kepada cara-cara mengaturnya, yang mana hal ini termasuk lapangan/ bagian metodologi. Menurut (Mub, Said, 1989;Soedomo, 1990: p.46 – 47) : Syarat yang ke tiga Memiliki Metode – metode yang dapat dipakai untuk ilmu pendidikan sebagai berikut; 1) Metode Normatif Metode normatif berkenaan dengan konsep manusia yang diidealkan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Metode ini juga membawa pertanyaan yang berkenaan dengan masalah nilai baik dan nilai buruk. 2) Metode Eksplanatori Metode eksplanatori bersangkut paut dengan pertanyaan tentang kondisi dan kekuatan apa yang membuat suatu proses pendidikan berhasil. Dalam hal ilmu pendidikan mendapatkan bantuan dari berbagai teori tentang pendidikan yang boleh jadi dihasilkan oleh ilmu – ilmu lain. 3) Metode Teknologis Metode teknologis ini mempunyai fungsi untuk mengungkapkan bagaimana melakukannya dalam menuju keberhasilan pencapaian tujuan - tujuan yang diinginkan. 4) Metode Deskriptif – Fenomenologis Metode ini menciba menguraikan kenyataan - kenyataan pendidikan dan kemudian mengklasifikasikan sehingga ditemukan yang hakiki. 5) Metode Hermeneutis Metode ini mencoba menguraikan kenyataan-kenyataan pendidikan yang konkrit dan historis untuk menjelaskan makna dan struktur dari kegiatan pendidikan. 6) Metode Analisis Kritis (Filosofis) Metode ini menganalisis secara kritis tentang istilah - istilah, pernyataan - pernyataan, konsep - konsep dan teori - teori yang ada atau digunakan dalam pendidikan. Syarat lain bagi disiplin ilmu pendidikan adalah memiliki evidensi empiris. Yang dimaksud dengan evidensi empiris adalah adanya kesesuaian (korespondensi) 4 antara konsepsi teoritisnya dengan permasalahan dalam praktek sehingga disamping dapat menjelaskan kasus - kasus yang timbul, juga sekaligus dapat mendukung diaplikasikannya dalam menjawab permasalahan pendidikan di lapangan, dalam lingkup kajian ilmu pendidikan. Ini sesua dengan sifat ilmu pendidikan, yaitu teoritis dan praktis. BAB III PENUTUP 
A. Kesimpulan Pendidikan adalah proses mengubah diri menjadi lebih baik dan dewasa dalam segala urusan dan tanggung jawab melalui pengajaran dan pelatihan. Sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang di ketahui dan terus di pelajari serta di kembangkan. Ilmu berrsifat normative maksudnya yaitu bersumber dari norma pandangan hidup, bersifat teoritis maksudnya yaitu membahas teori pendidikan itu sendiri dan bersifat praktis yaitu membahas aplikasi praktik pendidikan. Syarat–syarat berdirinya ilmu pengetahuan adalah ilmu tersebut harus memiliki objek yang jelas, bersifat sistematis dan metodologi tertentu. Cabang ilmu pendidikan yaitu Ilmu pendidikan Teoritis , Ilmu pendidikan sistematis, Sejarah pendidikan, Ilmu perbandingan pendidikan, Ilmu pendidikan praktis. Sedangkaan ilmu bantu pendidikan yaitu Ilmu-ilmu biologi, Ilmu jiwa, Ilmu-ilmu sosial B. Saran Dalam Pelaksanaannya disarankan kepada orang yang membaca makalah ini dalam penerapannya lebih memperhatikan aspek-aspek maupun syarat dalam melaksanakan suatu pendidikan harus memperhatikan cara melaksanakan suatu pendidikan seperti memperhatikan praktek, tujuan dari pendidikan itu sendiri serta memperhatikan psikologisnya sebagai ilmu bantu dalam menyampaikan pendidikan. 
DAFTAR PUSTAKA 
Barnadip, I. Sutari, IB. 1976. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) – IKIP Yogyakarta. Barnadib, Imam. 1990. Pendidikan Perbandingan Buku Dua.Yogyakarta : Andi Offset. Bayles, Ernes E. 1960. Democratic Educational Theory. New York: Chaps. 10, 11, dan 12. Harper & Row Danim, Sudarman. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung : Alfabeta Driyarkara, N. 1980. Driyarkara Tentang Pendidikan.Volume 1.University of California:Yayasan Karnisius Mustaqim. Dkk. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta M. J. Langeveld, 1975. Beknopte theoretische pedagogiek.Volume 2. Universitas Michigan: Wolters-Noordhoff Purwanto, Ngalim . 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Siswoyo, Dwi. dkk. 2015. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Sudirman, N. dkk. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Stuart A. Anderson. 1964. Journal of experimental education.vol 17. University of California.

Minggu, 04 Desember 2016

sejarah tana ogi

BUGIS MAKASSAR Informasi Sulawesi Selatan Dan Sekitarnya Beranda · Sejarah · Makassar · Wisata · Adat Istiadat Home » Budaya Makassar » Mistik Bugis Makassar » Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng” Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng” 3:51:00 AM Bugis Makassar - Mengukur Kejantanan dari Hembusan Nafas Assikalaibineng secara harfiah berarti cara berhubungan suami istri. Akar kata serupa juga dipakai masyarakat petani sawah di awal masa tanam. Karena padi dan sawah diibaratkan istri, maka suamilah diberi otoritas untuk menggarap dan menanam. Karena ajaran lahir di masa kuatnya paternalistik dan belum ada gerakan persamaan gender, makanya ajaran Kitab Persetubuhan Bugis ini lebih banyak ditujukan kepada suami. Kitab ini paham betul emosi perempuan dan karena perasaan malunya mereka amat jarang menjadi inisiator. Rahasia Ilmu Seks Inilah yang sekaligus menjelaskan mengapa ilmu tarekat atau tasawuf seks ala Bugis-Makassar ini diajarkan terbatas ke calon mempelai pria, memilih momentum beberapa hari sebelum akad nikah. Setelah pengetahuan mandi, berwudu, dan salat sunah lalu tafakur bersama yang disebut nikah batin, maka sampailah pada tahapan lelaku praktis, cumbu rayu, penetrasi, dan masa pascaberhubungan. Karena konsep Assikalaibineg mengedepankan ideologi dan tata krama, disarankan agar sebelum aktivitas penetrasi dimulai dilakukan dalam satu sarung, atau kain tertutup, atau kelambu. Masyarakat Bugis, seperti dikemukakan Christian Pelras dalam bukunya, Manusia Bugis (Oxford: Blackwell, 2006) memang memiliki sarung khusus yang bisa memuat sepasang suami istri. Sarung jenis ini tentu sangat susah didapat di pasar-pasar sandang kebanyakan. Namun toh, selimut bisa menjadi alternatif. Buku ini menggunakan istilah makkarawa (meraba) dan manyyonyo (mencium) untuk tahap foreplay. Ini dengan asumusi pihak pria sudah mengetahui 12 titik rangsangan, dan rangkaian mantra (paddoangeng). Meraba lengan adalah titik pertama yang disarankan dikarawa, sebelum meraba atau mencium titi-titik lainnya. Pele lima (telapak tangan), sadang (dagu), edda’ (pangkal leher), dan cekkong (tengkuk) adalah sejumlah titik yang dalam buku ini direkomendasikan di-karawa dan dinyoyyo di tahap awal foreplay. Setelah bagian badan tubuh, mulailah masuk di sekitar muka. Titik “rawan” istri dibagian ini disebutkan; buwung (ubun-ubun), dacculing (daun telinga), lawa enning (perantara kening dia atas hidung), lalu inge (bagian depan hidung). Di titik ini juga disebutkan, tahapan di bagian badan sebelum penetrasi langsung adalah pangolo (buah dada) dan posi (pusar). Dalam foreplay berupa makkarawa dan manyonyyo ini, buku menyarankan tetap tenang dan mengatur irama naffaseng (nafas). Karena kitab persetubuhan ini sangat dipengaruhi oleh ajaran fiqhi al’jima atau ajaran berhubungan seks suami istri dalam syariat Islam, maka proses menahan nafas itu direkomendasikan dengan melafalkan zikir dan menyatukan ingatan kepada Allah Taala. Apakah melafalkan zikir itu bersuara? Tentulah tidak. Zikir dan mantra dalam bahasa Bugis itu dilafalkan dalam hati. Dalam komentar penulis buku ini,menyebutkan, ejakuliasi dini oleh pria banyak terjadi karena pikiran suami terlalu fokus ke pelampiasan untuk mencapai klimaks. Perlu diketahui, seperti ajaran agama Islam, kitab Assikalaibineng bukan seperti buku-buku lain yang mengajarkan gaya dan teknis bersenggama dan melampiaskan nafsu belaka. Laiknya ibadah, inti dari ajaran Assikalibineng adalah mengelola nafsu birahi ke arah yang lebih positif dan bermanfaat secara spiritualitas. Bukankah seperti kata Nabi Muhammad SAW usai memenangkan Perang Badar, kepada sahabatnya yang bersuka, diperi peringatan, bahwa Perang Badar belum ada apa-apanya. Perang terbesar manusia Muslim adalah bagaimana menahan hawa nafsu. Dan nafsu yang amat sulit ditahan oleh manusia secara pribadi adalah nafsu birahi setelah nafsu ammarah (emosi kejiwaan). Di bagian lanjutan tulisan ini, nantinya akan mengulas beberapa lafalan teknik menahan nafas. Namun, bagian lain halaman buku itu juga diberikan tips parktis untuk mengetahui apakah seorang suami siap berhubungan seks atau tidak, maka disarankan bagi pria untuk mengangkat tangan kirinya, lalu menghembuskan nafas dari hidung. Jika nafas yang keluar dari lubang hidung kanan lebih kuat berhembus, maka pertanda kejantanan yang bangkit. Namun jika hembusan dari lubang kiri lebih kuat, maka sebaiknya sang suami menunda lebih dulu (hal 141). “.. dalam keyakinan kebatinan Bugis, nafas hidung yang lemah dan kuat berkaitan langsung dengan ilmu kelaki-lakian atau kejantanan seorang pria…”. (thamzil thahir) Pesan singkat salah seorang pembaca Tribun di atas, hanyalah satu dari seratusan pertanyaan dan eskpersi senada yang masuk ke redaksi, sejak tulisan ini muncul pekan lalu. Muhlis Hadrawi, penulis buku ini, senantiasa mengingatkan di bagian awal, tengah, dan mengunci di akhir bab tulisannya, bahwa Assikalaibineng bukanlah ilmu pelampiasan hasrat biologis sebagai wujud paling alamiah sebagai makhluk saja. Penulis menggunakan istilah tasawupe’ allaibinengengnge untuk menjelaskan kedudukan persetubuhan yang lebih dulu disahkan dengan akad nikah dan penegasan kedudukan manusia yang berbeda dengan binatang saat melakukan persetubuhan. Ini juga sekaligus wujud penghormatan dan menjaga martabat keluarga dalam kerangka mendekatkan diri kepada Allah (hal 123). Pada bagian awal bab tata laku hubungan suami-istri, Muhlis mengomentari satu dari tujuh manuskrip Assikalaibineng yang menjadi rujukan utamanya menulis buku ini. Dikatakan ini sebagai pustaka penuntun tata cara hubungan seks untuk suami-istri sebagai ilmu yang dipraktikkan Sayyidina Ali dan Fatimah. Muhlis memulainya dengan kisah perbincangan tertutup Ali dan istrinya, yang juga putri Nabi, di tahun ketiga pernikahan mereka. Perkawinan keduanya menghadapi satu masalah sebab Ali belum mengetahui dengan benar bagaimana tata cara menggauli Fatimah. “Kala itu,” tulis Muhlis, “Fatimah mengeluarkan ucapan yang menyindir Ali, “Apakah kamu mengira baik apabila tidak menyampaikan titipan Tuhan?” Ali kontan merasa malu dan sangat bersalah. “Ali mulai sadar kalau ia belum memberikan apa yang menjadi keinginan Fatimah di kamar tidur. Maka Ali meminta Fatimah memberitahu keinginan Fatimah dan memintanya untuk mempelajarinya.” “Fatimah pun merekomendasikan Muhammad Rasulullah, yang tak lain bapak Fatimah. Datanglah Ali ke Nabi Muhammad dan selanjutnya terjadilah transfer pengetahuan dari bapak mertua kepada anak menantu.” Transfer ilmu atau proses makkanre guru seperti ini amat biasa dalam tradisi Bugis-Makassar, khususnya keluarga yang mengamalkan ajaran tarekat-tarekat. Kisah di atas sekaligus menjelaskan bahwa lelaku dan zikir Assikalaibineng tak terlambat untuk dipelajari. Memang idealnya, tata laku hubungan Assakalaibineng ini diajarkan di awal masa nikah, namun bagi mereka yang ingin mengamalkannya hanya perlu membulatkan tekad, untuk mengubah cara padangnya, bahwa hubungan suami-istri versi Islam yang terangkum dalam lontara ini, berbeda dengan literatur, hasil konsultasi, atau frequent ask and question (FAQ) soal seks yang selama ini sumber dominannya dari ilmu kedokteran Barat. Pada sub bab Teknik Mengendalikan Emosi Seks atau Hawa Nafsu (hal 150), buku ini menyajikan laku zikir untuk mengiringi gerakan seksual dari pihak suami. “lelaku zikir ini menjadi penyeimbang nuansa erotis dan terkesan tidak vulgar.” Teknik mengatur napas adalah inti dari ketahanan pihak suami. Untuk menjaga endurance napas suami agar istrinya bisa mencapai orgasme, misalnya, saat kalamung (zakar) bergerak masuk urapa’na (vagina) disarankan membaca lafal (dalam hati) Subhanallah sebanyak 33 kali disertai tarikan nafas. Narekko mupattamamai kalammu, iso’i nappasse’mu”. Sebaliknya, jika menarik zakar, maka hembuskanlah napasmu (narekko mureddui kalamummu, muassemmpungenggi nappase’mu), dan menyebutkan budduhung. Bahkan bisa dibayangkan karena babang urapa’na (pintu vagina) perempuan ada empat bagian, maka di bagian awal penetrasi, disarankan hanya memasukkan sampai bagian kepala kalamummu lalu menariknya sebanyak 33 dengan tarikan napas dan disertai zikir, hanya untuk menyentuh “timungeng bunga sibollo” (klitoris bagian kiri). Mungkin bagi generasi sekarang, lafalan zikir dalam hati saat bersetubuh akan sangat lucu, namun pelafalan Subhanallah sebanyak 33 kali dan perlahan dan diikuti tarikan napas akan membuat daya tahan suami melebihi ekspektasi istri! “Mmupanggoloni kalamummu, mubacasi iyae/ya qadiyal hajati mufattikh iftahkna/…..! Pada ppuncu’ni katauwwammu pada’e tosa mpuccunna bunga’e (sibolloe)/tapauttmani’ katawwammu angkanna se’kkena, narekko melloko kennai babangne ri atau, lokkongi ajae ataummu mupallemmpui aje; abeona makkunraimmu, majeppu mukennai ritu atau…., na mubacaisi yae wikka tellu ppulo tellu/subhanallah../” Artinya, “….arahkan zakarmu, dan bacalah ini/Ya qadiyyal hajati mufattikh iftakhna/….kemudian cium dadanya,. lalu naikkan panggulnya, … ketika itu mekarlah kelaminnya layaknya mekarnya kelopak bunga, masukkan zakarmu hingga batas kepalanya, dan bacalah subhanallah 33 kali…. Penggunaan kata timungeng bunga sibollo sekaligus menunjukkan bagaimana para orang Bugis-Makassar terdahulu mengemas ungkapan-ungkapan erotis dalam bentuk perumpamaan yang begitu halus dan memuliakan kutawwa makkunraie (alat kelamin perempuan), dan ungkapan kalamummu (untuk zakar). (thamzil thahir) Terapi Kelingking Untuk Tetap Langsing Lapawawoi Karaeng Sigeri, Raja Bone yang terkenal cerdas, termasuk seorang suami yang mempelajari dan mengamalkan ajaran assikalaibineng. Stidaknya fakta ini dikonfirmasikan dari lontara Mangkau Bone Ke-31 ini yang secara rapi terdokumentasikan di Perpustakaan Nasional RI di Jakarta. Manuskrip asli ini pulalah yang menjadi satu dari 44 lontara rujukan utama Muhlis Hadrawi, penulis buku Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis, yang diterbitkan Penerbit Ininnawa, Makassar (2008). Secara teknis buku ini terdiri dari 189 halaman. Sebanyak 64 halaman terdiri dari transliterasi asli “kitab assikalaibineng” lontara ke dalam abjad melayu berikut terjemahannya. Inilah matan asli dari kitab tassawupe allaibainengengeng yang merupakan peninggalan leluhur Bugis-Makassar yang teleh terpengaruh dengan ajaran Islam. Karena buku ini merupakan disertasi untuk meraih gelar magister bidang filologi (ilmu tentang Bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa dalam bentuk manuskrip asli) di Universitas Indonesia, maka 51 halaman di bagian awal lebih banyak mendiskripsikan latar belakang, asal usul naskah, dan metodologi penelitian. Sedangkan di bagian akhir, Tata Laku Hubungan Suami Istri, isinya lebih merupakan ringkasan, analisis, sekaligus komentar penulisnya, yang diperkaya dengan literatur penunjang. Namun, bagi pembaca awam yang tidak lagi mengerti Bahasa-bahasa Bugis terhadulu, justru bab akhir inilah yang membatu mendapatkan intisari dari manuskrip tua, yang hingga awal decade 2000, masih beredar di kalangan elite terbatas, masyarakat kita. Kepemilikan naskah ini oleh Lapawawoi yang kini dimuseumkan di Perpustakaan Nasional, tulis Muhlis, mempertegas sirkulasi ajaran ini selain dimiliki kalangan ulama/cendekia pesantren, pengetahuan ini juga milik bangsawan dan raja-raja Bugis Makassar. Selain pengetahuan bersetubuh ala bugis, Kitab Persetubuhan Bugis, juga mengajarkan sistem rotasi waktu yang baik untuk berhubungan, dan tata cara perawatan tubuh bagi pihak suami dan istri. Tata laku dan tahapan ini semua dilakukan dalam satu rangkaian dan satu tempat Untuk melangsingkan tubuh dan memperhalus kulits istri misalnya, suami tak perlu repot-repot menyisihkan uang dan mengantar pasangannya ke pusat kecantikan tubuh. Seperti spa center, steam room Jacuzzi, atau membayar kapster salon. Di kitab mengajarkan rutinitas kesederhanaan namun tetap dalam bingkai kerahasiaan, tidak diketahui oleh orang banyak. Untuk menjaga kebugaran tubuh, assikalaibineng misalnya merekomendasikan di kamar tidur dan massage (pijitan) rutin pasca-bersetubuh. Sedangkam untuk perawatan kulit, juga tak perlu cream pelembab atau whitening motion, Kitab ini mengajarkan manfaat penggunaan “air mani” sisa yang biasanya meleler di bagian luar babang urapa’ (vagina) istri dan kalamummu (zakar) pihak suami dan sejumlah mantra bugis-Arab, secara subtansial lebih merupakan niat, sekaligus ekspresi kasih-sayang suami kepada istri pasca-berhubungan, Kitab ini menyindir perilaku suami yang langsung tidur lelap atau langsung meninggalkan kamar tidur, sementara istri belum mendapatkan kepuasan, biasanya akan membuat wanita terhina. Di kitab ini. Perlakuan itu diistilahkan dengan, teretta’na narekko le’ba mpusoni (adab setelah persetubuhan). Rekko mangujuni ilao manimmu takabbereno wekka eppa/urape’ni alemu, nupassamangi makkeda; alhamdulillahahi nurung Muhammad habibillah./ nareko purano mualai wae, muteggoi bikka tellu, nareko purano, mualani minyak pasaula, musaularenggi kutawwamu apa napoleammengi dodong mupogaukangeki paimeng/Apa’ nasenggao manginggi’/ Aja mu papinrai gaumu denre purai mupogau, iya na ritu riyaseng temanginggi. Kira, kira artinya bebasnya, jika air manimu sudah keluar maka bertakbirlah empat kali. Kemudian turunkan tubuhmu dan ucamkan hamdalah dan pujian ke nabi Muhammad. Jika engkau sudah melakuklannya, maka lakukanlah perbuatan yang menyenangkan perasaanya. (h.76) sebagai tanda sayang. Jika usai minumlahair dengan tiga tegukan, dan ambilah minyak gosokdan urutlah kelaminmu agar tubuhmu pulih kembali dan agar jagan sampai kalu lelah. Janganlah kamu mengubah perbuatanmu seperti yang kamu lakukan sebelumnya, demikianlah maka kamu akan disebut lelaki yang tidak merasa bosan dengan istrinya,” Sedangkan tahapn selanjutnya, usai berhubungan, ambilah air mani dari liang fajri yang sudah bercampur dengan cairan perempuan. Letakakkanlah di telapak tangan mu, air mani dicampur dengan air liur dari langit-langit (sumur qalqautsar) suami, sebelum mengusap air mani tersebut ke tubuh istri, terlebih dulu membaca doa dengan lafalan bugis, “waddu waddi, mani-manikang”. Mani riparewe, tajang mapparewe, tajang riparewekki…” Aiar mani basuhan ini bisa dipijitkan ke titik-tikik 12 rangsangan agar tidak kembeli berkerut, atau memijit bagian panggul dengan tulang kering di ujung bawah jari kelingking, untuk membuat tubuh istri tidak melar tapi tetap ceking.. (thamzil thahir) Mau Anak Putih, Bersetubuh Setelah Jam 5 Subuh TEKNIK bertahan dalam persetubvuhan menjadi hal yang sangat penting dan mendapat tempat khusus dalam Assikalaibineng. Dan sekali lagi, pihak suami menjadi faktor kunci. Kitab peretubuhan Bugis ini tahu betul bahwa pihak suami senantiasa lebih cepat menyelesaikan hubungan ketimbang perempuan. Menenangkan diri, sabar, konsentrasi, dan memulai dengan kalimat taksim amat disarankan sebelum foreplay. Manuskrip Assikalaibineng amat mementingkan kualitas hubungan badan ketimbang frequensi atau multiorgasme. Assikalaibineng adalah ilmu menahan nafsu, melatih jiwa untuk tetap konsentrasi dan tak dikalahkan oleh hawa nafsu. Namun pada intinya, Assikalaibineng bukanlah lelaku atau taswawwuf untuk berhubungan badan, lebih dari itu assikalaibnineng adalah tahapan awal untuk membuat anak yang cerdas, beriman, memiliki fisik yang sehat. Inti dari ajaran ini adalah bagaimana membuat generasi pelanjut yang sesuai tuntutan agama. Banyak teori seksualitas mengungkapkan bahwa potensi enjakulasi sebagai puncak kenikmatan seksual bagi laki-laki lebih tinggi ketimbang perempuan. Perbandingannya delapan kali untuk suami, dan satu kali bagi istri. Bahkan, dapat saja seorang istri tidak pernah sekalipun merasakan orgasme seteles sekian kali, bahkan sekian lama hidup berumah tangga. “Assikalaibaineng, mengkalim bahwa ini terjadi karena pihak suami sama sekali tak tahu atau bahkan tak mau tahu dengan lelaku seks yang mengedepankan kualitas.” Mengutip sebuah buku lelaku seks sesusi ajaran Islam, yang diterbitkan di Kuala Lumpur, dalam catatan kaki di halaman 164, Muhlis mengomentari “…Hampir 99 persen lemah syahwat (kelemahan nafsu jantan) adalah timbul dari sebab-sebab kerohanian. Emonde Boas, seorang dokter asal Amerika bahkan pernah melakukan penelitian, dari 1400 lelaki yang didata mengidap penyakit lemah syahwat, hanya tujuh yang lemah karena sebab-sebab jasmani, yang lainya karena sebab rohani atau psikologis,” Dia melanjutkan, “kejiwaanlah yang menyebabkan faktir terbesar sekaligus penggerak seseorang melakukan hubungan seks, sedangkan tubuh dan alat reproduksi hanya merupakan alat pemuasan bagi melaksanakan kehidupan kejiwaan seseorang. Sedangkan teknik mengelola nafas dengan zikir, cara penetrasi, dan menutup hubungan dengan pijitan ke sejumlah titik rangsangan perempuan, dan menemani istri tertidur dalam satu selimut atau sarung merupakan bentuk akhir menjaga kualitas hubungan. Pengetahuan praktis seperti waktu yang baik dan kurang baik untuk berhubungan badan juga secara rinci diatur dalam kitab ini. “Tidak sepanjang satu malam menjadi masa yang tepat untuk bersetubuh.” (hal.166) Terdapat keterkaitan waktu bersetubuh dengan kualitas anak yang terbuahi, seperti warna kulit anak. Untuk memperoleh anak yang berkulit putih, peretubuhan dilakukan setelah isya. Untuk anak yang berkulit hitam, persetubuhan dilakukan tengah malam (sebelum shalat tahajjud), anak yang warna klitnya kemwerah-memerahan dilakukan antara Isya dan tengah malam. Sedangkan untuk anak berkulit putih bercahaya, bersetubuhan dilakukan dengan memperkirakan berakhirnya masa terbit fajar di pagi hari. Atau lebih tepatnya dilakukan usai solat subuh, antara pukul 05.15 hingga pukul 06.00 jika itu waktu di Indonesia. Ini sekaligus supaya mempermudah mandi junub. Secara khusus kitab ini adalah menuntut pihak suami sebagai inisiator dan mengingatkan kepada istri, agar menyesuaikan waktu tidur dengan keinginan melakukan persetubuhan. Sebab ternyata, persoalan waktu amat berdampak secara psikologis maupun biologis, terutama pihak istri. Teks assikalaibineng secara spesifik menyebutkan adanya kaitan waktu tidur istri dengan ajakan suami bersetubuh. Assikalaibineng A hal.72-73 menyebutkan, “bila suami mengajak istri berhubungan saat menjelang tidur, maka ia merasakan dirinya diperlakukan [penuh kasih sayang (ricirinnai) dan dihargai (ripakalebbiri). Akan tetapi jika istri sedang tidur pulas, lantas suami membangunkannya untuk bersetubuh, maka istri akan merasa diperlakukan laiknya budak seks, yang disitilahkan dengan ripatinro jemma’. Soal bangun membangunkan istri yang tidur pulas, assikalaibineng juga memberikan cara efektif. Kitab ini sepertinya tahu betul, bahwa jika usai orgasme sang istri biasanya langsung tertidur. Untuk menuntnjukkan kasih sayang, maka usai berhubungan lelaki bisa mengambil air, lalu mercikkan satu dua tetas ke muka istri. Setelah istri terbangun, lelaki memberikan pijitan awal di antara kening, mata, menciumim ubun-ubun, memijit bagian panggul lalu bercakap-cakap sejenak. Percakapan ini bagi istri akan selalu diingat dan membuatnya. (thamzil thahir). Share : FacebookGoogle+Twitter Related Posts : Sejarah Pelaut Bugis Makassar sebagai Pelaut Handal Sejarah Misteri Sulawesi Selatan 7 Makam di Lapangan Karebosi Mistik Bugis Legenda Poppo dan Parakang MELIHAT PARAKANG MANUSIA JADI JADIAN DI SULAWESI SELATAN MENGENAL RIWAYAT POPPO DARI SAWITTO Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng” Watak Orang Bugis Makassar: Manusia Perasa Yang Dikira Kasar Ciri Khas Masyarakat Bugis dengan Gelar Andi Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Bugis 0 Response to "Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng”" › Beranda Copyright 2016 Bugis Makassar.copas

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons