Selasa, 21 Februari 2017

TEORI SOSIAL BUDAYA DAN HUMANIORA

LITERARY THEORY & CRITICAL TEXT ANALYSIS MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salasatu Tugas Mata Kuliah Teori Sosial, Budaya Dan Humaniora Dosen Pengampu : Prof. Dr. Helius Sjamsudin, M.A Oleh : Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd NIM : 1603055 PROGRAM DOKTORAL PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia,masyarakat dan kebudayaan dalam arti yang utuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, manusia merupakan mahluk yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Melalui akalnya manusia dituntut berpikir menggunakan akalnya untuk berkarya menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Sebuah karya yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia adalah seni karena seni merupakan ekspresi manusia terhadap sesuatu, apabila kita mempelajari the humanities maka kita akan menjadi manusia yang berbudaya, dan halus. Sedangkan sastra berasal dari kata castra artinya tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia. Seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan sebagainya. Pemahaman dalam menikmati karya sastra harus didukung pula pemahaman tentang teori sastra yang menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu Humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena kehidupan manusia yang tertuang di dalam teori sastra. Sastra lebih mudah untuk berkomunikasi, karena pada hakekatnya karya sastra merupakan penjabaran abstraksi. Hal ini memunculkan berbagai fenomena dikalangan pakar-pakar yang kritis tentang teori sastra itu sendiri. Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan” (Baribin, 1993). Pradotokusumo (2005) menguraikan bahwa kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni. Sementara Abrams “Pengkajian sastra” (2005) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian dari karya sastra itu. Perkataan kritik dalam artinya yang tajam adalah penghakiman, meskipun kata itu dipergunakan dalam pengertian yang paling luas. Karena itu kritikus sastra pertama kali dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki suatu kepandaian khusus dan pendidikan untuk mengerjakan suatu karya seni sastra. Pekerjaan penulis tersebut memeriksa kebaikan-kebaikan dan cacat-cacatnya dan menyatakan pendapatnya tentang hal itu (Pradopo, 1997). B. Target pembahasan makalah : 1. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Analisis teks kritis dan bagaimana pandangan-pandangannya terhadap teori sastra. 2. Untuk menjelaskan bagaimana menganalisis teks secara kritis terhadap teori sastra berdasarkan konteks sosial. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Teori Sastra Teori sastra, yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang asas-asas, hukum-hukum, prinsip dasar sastra, seperti struktur, sifat-sifat, jenis-jenis, serta sistem sastra yang dimaknai sebagai asas-asas dan prinsip-prinsip dasar mengenai sastra dan kesusastraan. Dalam ilmu Filologi, yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, dan semacamnya dari masyarakat yang memiliki karya sastra. Teori sastra umumnya berupaya menjelaskan kepada pembaca perihal karya sastra sebagai karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Yunus:1990). Karya sastra merupakan ekpresi jiwa dan batin penciptanya (Sastrowardoyo:1988). Karya itu muncul dalam bentuk fisik (bahasa) yang khas. Kekhasan bahasa itu menunjukkan bahwa karya sastra bukanlah komunikasi biasa, melainkan komunikasi yang unik dan dapat menimbulkan multi makna dan penafsiran (A.Teeuw: 1984). Oleh karena itu diperlukan seperangkat teori keilmuan yang mengkaji, membahas, memperkatakan, dan menjelaskan perihal apa, mengapa, dan bagaimana karya sastra itu. Jika disiasati dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khsusunya sastra, teori yang paling menonjol yang dimanfaatkan adalah teori structural. Teori ini melihat sastra sebagai suatu subjek yang otonom yang terdiri dari dua unsur penting yaitu unsur dari luar dan dari dalam. Unsur itulah yang disebut unsur ektrinsik dan unsur intrinsik (Esten:1988). Hal itu tertera di dalam dokumen kurikulum sekolah 1975, 1984, 1987,kurikulum 1994, dan standar isi 2006. Jadi, pada dasarnya teori strukturallah yang mewarnai teori sastra yang digunakan untuk pembelajaran di sekolah. Selain teori struktural, ada sejumlah teori yang ditawarkan oleh para dosen di LPTK, khususnya bahasa dan sastra Indonesia. Teori-teori itu antara lain sosiologi sastra, resepsi sastra, dan psikologi sastra. Teori sosiologi sastra menjelaskan bahwa karya sastra berasal dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada di tengah masyarakat. Kenyataan-kenyataan itu merupakan realitas objektif menjadi tesis dari sebuah karya sastra yang melahirkan keinginan, harapan, dan cita-cita kemudian menjadi realitas imajinatif yang dikenal dengan antitesis. Dari tesis dan antitesis itu lahirlah karya sastra sebagai sintesis. Jadi karya sastra itu dibangun dari realitas objektif dan realitas imajinatif. Teori resepsi sastra berpandangan bahwa makna karya sastra ditentukan oleh pembacanya, Pembaca memiliki kebebasan untuk memberikan makna atau arti sebuah karya sastra. Setiap orang (pembaca) dapat memberikan makna, arti, dan respon terhadap karya sastra yang dibaca atau dinikmatinya. Makna dan arti karya sastra itu dikaitkan dengan pengalaman batin pembaca, pengalaman hidup pembaca, dari situlah makna dibangun. Dengan demikian terjadilah keberanekaragaman makna dari setiap karya sastra. Teori ini dipopulerkan di Indonesia oleh Prof. Umar Yunus, guru besar sastra Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia tahun 80-an. Prof. Rizanur Gani (Guru Besar IKIP/UNP Padang) mengaplikasikan teori itu dalam bukunya “Pembelajaran Sastra, Respon dan Analisis”. Teori psikologi sastra berupaya menjelaskan perkembangan psikologis tokoh atau pelaku-pelaku dalam karya sastra. Selain itu juga berupaya menjelaskan hubungan penulisnya secara psikologis dengan karyanya. Hal itu juga ditawarkan oleh para pakar perguruan tinggi. Jadi, teori-teori sastra tersebut pada dasarnya adalah untuk membantu pembaca mengenal, memahami, dan mengapresiasi karya sastra. Dengan teori itu pembaca akan terbantu menikmati karya-karya sastra yang dibacanya. Karya sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisahan, dan amanah yang dikomunikasikan kepada pembaca agar pembaca mampu mengapresiasikannya. Pengetahuan tentang pengertian sastra belum lengkap bila belum tahu manfaatnya. Horatius mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna dan menyenangkan. Secara lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang ditampilkan. Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah yang disajikan. 2. Karya sastra dapat memperkaya jiwa/emosi pembacanya melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya. 3. Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita, serta kehidupan masyarakat yang digambarkan dalam karya. 4. Karya sastra mengandung unsur pendidikan. Di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi. Karya sastra dapat digunakan untuk menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi pembacanya. 5. Karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat yang digambarkan dalam karya sastra tersebut dalam waktu tertentu. B. Pengertian Analisis Teks Kritis Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya. Dalam pengertian yang lain, analisis adalah sikap atau perhatian terhadap sesuatu (benda, fakta, fenomena) sampai mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, serta mengenal kaitan antarbagian tersebut dalam keseluruhan. Analisis dapat juga diartikan sebagai kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Artinya dapat disimpulkan bahwa analisis adalah sekumpulan aktivitas dan proses. Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat di interpretasikan. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Analisis wacana Kritis (AWK) adalah analisis bahasa dalam penggunaannya dengan menggunakan bahasa kritis. Analisis ini dipandang sebagai oposisi terhadap analisis wacana deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena teks bahasa semata, karena analisis jenis ini selain berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga menghubungkannya dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan domain-domain kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki sudut pandang dan cara analisis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya ditujukan pada satu pokok permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse Analysis). Dari sudut pandang para tokoh Analisis Wacana Kritis, terdapat pandangan bahwa wacana adalah alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Untuk itu, dalam menganalisis wacana juga harus memperhatikan masalah ideologi dan sosio kultural yang melatarbelakangi penulisan suatu wacana. Terdapat banyak tokoh AWK diantaranya adalah : 1. Michel Foucault. Lahir di Poitiers Perancis, tahun 1926. Bidang ilmu yang digelutinya : filsafat, sejarah, psikologi dan psikopatologi. Buku-buku hasil karyanya antara lain : Penyakit Mental dan Kepribadian, Sejarah Kegilaan, The Birth of The Clinic, Archeology of Human Sciences, Disciplines and Punish dan trilogi The History of Sexuality. Karier : Sebagai staf pengajar pada Universitas Uppsala (Swedia) untuk bidang sastra dan kebudayaan Perancis, Dosen di berbagai Universitas di Perancis, dan pendiri Universitas Paris Vincenes. Meninggal dunia dalam usia 57 tahun pada tahun 1984. Inti Pemikiran Foucault : a) Wacana,menurut Foucault Wacana bukan hanya sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi sesuatu yang lain. Sehingga dalam menganalisis wacana hendaknya memperimbangkan peristiwa bahasa dengan melihat bahasa sebagai dua segi yaitu segi arti dan referensi. Wacana merupakan alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Dalam masyarakat, ada wacana yang dominan dan ada wacana yang terpinggirkan. Wacana yang dominan adalah wacana yang dipilih dan didukung oleh kekuasaan, sedangkan wacana lainnya yang tidak didukung akan terpinggirkan (marginalized) dan terpendam (submerged). b) Discontinuitas, Foucault menolak teori mengenai sejarah yang berjalan linier dan kontinyu “contonuous history”,karena itu dia mengajukan konsep discontinuitas sejarah. Foucault lebih tertarik pada kejadian biasa atau peristiwa kecil yang diabaikan oleh ahli sejarah, daripada analisis sejarah tradisional yang cenderung mempertanyakan strata dan peristiwa mana yang harus diisolasi dari yang lain, jenis hubungan yang harus dikonstruksi serta kriteria periodisasi. Biasanya analisis tradisional hanya menyoroti sejarah “orang-orang besar.” c) Kuasa dan Pengetahuan, Menurut Foucault, kekuasaan dan pengetahuan adalah dua hal yang selalu berkaitan. Menurutnya, kekuasaan selalu terakumulasi melalui pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa.Konsep ini membawa konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Foucault meyakini bahwa kuasa tidak bekerja melalui represi, tetapi melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa tidak bekerja secara negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif. d) Episteme, Foucault membedakan tiga jaman episteme yaitu : Abad Renaisan yang menekankan pada resemblance (kemiripan), Abad Klasik yang menekankan pada representation (representasi) dan Abad Modern yang menekankan pada signification (signifikasi) atau pemaknaan. 2. Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk) Fowler, Hodge, Kress dan Trew adalah sekelompok pengajar di Universitas Eart Anglia (aliran Linguistik Eropa Kontinental). Karya mereka adalah sebuah buku yang berjudul Language and Central (1979) dengan pendekatan Critical Linguistic yang memandang bahwa bahasa dikenal sebagai praktik sosial. Pendekatan ini dikembangkan dari teori linguistik para peneliti yang melihat bagaimana tata bahasa (grammar) tertentu menjadikan kata tertentu (diksi) membawa implikasi dan ideologi tertentu (Darma). Dalam membangun model analisisinya, mereka mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa yang menjadi struktur tata bahasa. Praktik penggunaan tata bahasa, maka kosa kata merupakan pilihan kata (diksi) untuk mengetahui praktik ideologi. 3. Theo Van Leeuwen Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarginalisasikan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemakaiannya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus menjadi obyek pemaknaan dan digambarkan secara buruk. Ada dua pusat perhatian dalam analisis Van leeuwen, yaitu : a. Proses pengeluaran (eksklusi) apakah dalam suatu teks berita ada aktor atau kelompok yang dikeluarkan dari pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu. b. Proses pemasukan (inklusi) yaitu proses dimana suatu pihak atau kelompok ditampilkan lewat pemberitaan. 4. Sara Mills Sara Mills menjadikan teori wacana Foucault sebagai ground teori untuk analisis wacana kritis. Konsep dasar pemikiran Mills lebih melihat pada bagaimana aktor ditampilkan dalam teks baik dia berperan sebagai subyek maupun obyek. Ada dua konsep dasar yang diperhatikan yaitu posisi Subyek-Obyek, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting. Bagaimana seseorang, kelompok, pihak, gagasan dan peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana dan memengaruhi makna khalayak. Penekanannya adalah bagaimana posisi dari aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Selain posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis bisa ditampilkan. Posisi pembaca memengaruhi bagaimana seharusnya teks itu dipahami dan bagaimana aktor sosial ditempatkan. Penceritaan dan posisi ini menjadikan satu pihaklegitimate dan pihak lain illegitimate. Karena Sara Mills adalah seorang feminist, maka aktor yang sering dia tampilkan dalam karyanya adalah perempuan. 5. Teun A. Van Dijk Analisis Wakana Kritis Modern van Dijk dikenal dengan model “kognisi sosial” yaitu medel analisis yang tidak hanya mendasarkan pada analisis teks semata, tetapi juga proses produksi wacana tersebut yang dinamakan kognisi sosial. Dijk berusaha untuk menyambungkan wacana dengan konteks sosialnya. Dalam hal ini konteks sosial sebagai elemen besar struktur sosial (stuktur makro) dan elemen wacana seperti gaya bahasa, kalimat dan lain-lain (struktur mikro). Wacana menurut Van Dijk memiliki tiga dimensi : teks, kognisi sosial dan konteks. a. Dalam teks (stuktur mikro)Van Dijk berusaha meneliti dan mamaknai bagaimana struktur teks dan strategi wacana secara kebahasaan (bentuk kalimat, pilihan kata, metafora yang dipakai) b. Pada level kognisi sosial dipelajari bagaimana proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. c. Pada level konteks sosial (struktur makro) mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah 6. Norman Fairclough Analisis Wacana Kritis Model Fairclough disebut dengan model perubahan sosial (social change), yaitu mengitegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial politik terhadap perubahan sosial. Menurut Fairclough bahasa sebagai praktik sosial mengandung implikasi bahwa : 1. Wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat realita. 2. Adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial , kelas, dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dan institusi tertentu seperti pada buku, pendidikan, sosial dan klasifikasi. Fairclough membagi wacana dalam tiga dimensi yaitu teks, discourse practice, dan Sociocultural Practice . a. Teks dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosa kata, semantik dan tata kalimat termasuk keherensi dan kohesivitas yang bertujuan untuk melihat elemen-elemen idesional, relasi dan identitas suatu wacana. b. Discourse practice berhubungan dengan bagaimana proses produksi dan konsumsi teks. c. Sociocultural Practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks seperti konteks situasi, konteks dan praktik institusi dari media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya politik tertentu. C. Bahasa, Teks, dan Konteks Sosial dalam Analisis Wacana Kritis 1. Bahasa Bahasa sebagai Semiotik Sosial salah satu makna dari sejumlah sistem makna, seperti tradisi, mata pencaharian, dan sistem sopan santun, secara bersama-sama membentuk budaya manusia. Dalam proses sosial ini, konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis, di tempat realitas itu dikerjakan. Bahasa tidak berisi kata-kata, klausa-klausa atau kalimat-kalimat, tetapi bahasa berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna. Dalam konteks interpersonal, konteks tempat makna itu dipertahankan, sama sekali bukan tanpa nilai sosial. Melalui tindakan makna sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan mendefinisikan sistem nilai dan pengetahuan. 2. Teks Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang nyata. Halliday (1978:40) menyatakan bahwa teks adalah suatu pilihan semantis data konteks sosial, yaitu suatu cara pengungkapan makna melalui bahasa lisan atau tulis. Semua bahasa hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi dapat disebut teks. Dalam hal ini ada empat catatan mengenai teks yang perlu dikemukakan sebagai berikut: 1). Teks pada hakikatnya adalah sebuah unit semantik. 2). Teks dapat memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi. 3) . Teks pada hakikatnya sebuah proses sosiosemantik. 4). Situasi merupakan faktor penentu teks. 3. Konteks Situasi, Konteks situasi, Menurut Halliday menyatakan bahwa situasi merupakan lingkungan tempat teks datang pada kehidupan. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Jones memandang medan wacana sebagai konteks situasi yang mengacu pada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusional tempat satuan-satuan bahan itu muncul. Dalam medan wacana terdapat tiga hal yang perlu diungkap, yaitu ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Jones melihat bahwa pelibatan wacana sebagai konteks situasi yang mengacu pada hakikat hubungan timbal balik antarpartisipan termasuk pemahaman dan statusnya dalam konteks sosial dan linguistik. Ada tiga hal yang perlu diungkap dalam pelibat wacana, yaitu peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial. Ada tiga wacana tentang realitas sosial, yaitu: 1). Wacana adalah bagian dari aktivitas sosial. 2). Representasi, yaitu suatu proses dari praktik-praktik sosial. 3). Wacana menggambarkan bagaimana sesuatu terjadi dalam identitas-identitas konstitusi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa : Tokoh-tokoh Analisis Wacana yaitu Michel Foucault, Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. Van Dijk, dan Norman Fairclough. Masing-masing dari mereka memiliki cara pendekatan tersendiri dalam menganalisis suatu wacana. Terdapat empat tokoh yang memiliki pandangan dan pendekatan yang sama yaitu Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk). Teks atau wacana sifatnya sangat kompleks, dan karena struktur ideologis dapat dinyatakan dalam berbagai cara, sangat berguna untuk memiliki metode praktis ‘heuristic’ untuk menemukan ideologi dalam teks dan pembicaraan. Setelah diketahui ide dasarnya, maka teks dapat dianalisis melalui : arti (konten ideologis), struktur proposisional, struktur formal, struktur kalimat, retotika, argumentasi, aksi dan reaksi. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. B. Saran Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu masukan-masukan dan kritik yang konstruktif sangat saya perlukan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan ke depan. Namun demikian, Saya sangat mengharapkan bahwa makalah ini nantinya bermanfaat bagi para pembacanya. DAFTAR PUSTAKA Badara, Aris. 2012. Analisis wacana Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Darma, Yoce, A. 2014. Analisis Wacana Kritis. Bandung : PT. Refika Aditama. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Horkheimer, M. Critical Theory (New York: Seabury Press, 1982) http://soddis.blogspot.co.id/2015/03/teori-dan-apresiasi-sastra-dalam.html Lubis, Mochtar. 1997. Sastra dan Tekniknya (hal.87-92). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Luxemburg, Jan Van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. Pradopo, Joko Rachmat. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media. Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional. 2000. Buku Praktis Bahasa Indonesia: Jakarta: Pusat Bahasa.

local wisdom

Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 1 KEARIFAN LOKAL SUKU TIDUNG TARAKAN Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd NIM.1603055 Program Doktoral Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung ABSTRAK Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur kepada siswa. Upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Harapan penulis kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal harus diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Kearifan lokal Suku Tidung yang telah penulis telusuri dan digali kiranya dapat dipelihara serta dilestarikan dengan baik agar dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju bangsa yang beradab, kokoh, dan berkarakter cerdas sosial. Setidaknya Artikel ini dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih membuka seluas-luasnya serta mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung agar bisa menjadi acuan atau referensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya-budaya bangsa Indonesia, terutama dalam rangka pengembangan pendidikan karakter di Indonesia. KataKunci:Kearifan Lokal Suku Tidung Tarakan, PendidikanKarakter Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 2 A. PENDAHULUAN Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung “Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu Tarakan juga merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau. Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di Kalimantan Utara, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, tana lia, Pulau bunyu, Sesayap. Tarakan juga sebagai tempat bermuaranya tiga sungai besar seperti sungai Sesayap/Malinau, Sungai Kayan, dan Sungai Sembakung. Pulau Tarakan yang kecil dikelilingi laut, dalam Bahasa Tidung disebut Tengkayu yang berarti wilayah air asin atau daerah pesisir/pantai. Masuknya Agama dan budaya Islam mempengaruhi tradisi budaya Tidung sejak pemerintahan Bengawan, dan belakangan beliau juga menjadi salah satu penyebar Islam di Kalimantan Utara sehingga dikenal sebagai Syekh Bengawan. Menurut riwayat beliau menjadi raja Tidung pertama yang menganut agama Islam yang memerintah dari tahun 1236-1280. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa dipesisir timur Pulau Tarakan yaitu di kawasan Dusun Binalatung sudah ada Kerajaan Tidung Kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira pada tahun 1076-1156, kemudian berpindah ke pesisir selatan Pulau Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada tahun 1156-1216, lalu bergeser lagi ke wilayah barat yaitu ke kawasan Sungai Bidang kira-kira pada tahun 1216-1394, setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari Pulau Tarakan ke daerah Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, sekitar tahun 1394-1557, dibawah pengaruh Kesultanan Sulu. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 3 Kota Tarakan terdiri dari 4 Kecamatan dan 20 Kelurahan, untuk Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Tengah masing-masing terdiri dari 5 Kelurahan, untuk Tarakan Timur terdiri dari 7 Kelurahan dan 3 Kelurahan untuk Tarakan Utara. Secara geografis Kota Tarakan terletak pada posisi 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur, terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah mencapai 657,33 km². Adapaun batas-batas wilayah sebagai berikut :  Sebelah Utara : Kecamatan Pulau Bunyu  Sebelah Timur : Laut Sulawesi  Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Palas  Sebelah Barat : Kecamatan Sesayap dan Kecamatan Sekatak Suhu udara minimum Kota Tarakan rata-rata 24,1 °C dan maksimum 31,1 °C dengan Kelembabab rata-rata 84,7%. Curah Hujan dalam 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%, telah memberikan julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim. B. Kearifan Lokal di Tarakan Kearifan lokal adalah tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berintraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal berasal dari nenek moyang yang menyatu dalam kehidupan manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salasatu perilaku yang diwariskan nenek moyang dari Tarakan Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 4 adalah Dialek Bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial maupun budayanya, maka dari kelompok-kelompok dimaksud tentulah memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah Kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis. Riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Beberapa sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan lebih kurang dengan tahun Hijriah (qomariah). Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk. Berakhirnya zaman Kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di kawasan itu runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung, diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI. Kelompok-kelompok Suku Tidung pada zaman Kerajaan Menjelutung tidak seperti apa yang terlihat di zaman ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan Suku Tidung yang ada di Kalimantan Utara sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu : 1).Dialek bahasa Tidung Malinau, 2). Dialek bahasa Tidung Sembakung, 3). Dialek bahas Tidung Sesayap, 4). Dialek bahasa Tidung Tarakan, yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin. Ritual dalam Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 5 bentuk pementasan seni ini dilakukan oleh masyarakat tidung. Ritual- ritual ini hampir punah dan telah diusahakan untuk revitalisasi oleh masyarakat dengan dipimpin tetua adat, Ritual itu antara lain: 1. Bebalon Bebalon merupakan pementasan seni dalam rangka ritual pernikahan, yakni membaca syair-syair dengan iringan rebana. Pemain laki dan perempuan duduk berselonjor menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri sambil menepuk tangan ke arah kaki dan tangan pemain di sebelahnya. Syair- yang dibaca seringkali juga shalawat nabi Muhammad untuk mendapatkan berkah dan syafaat di hari akhirat kelak. 2. Bekeparat Bekeparat digelar umumnya untuk menunjukkan bahwa masyarakat Tarakan di Kalimantan utara memiliki keragaman budaya yang istimewa, kekayaan yang saling menguatkan, hidup rukun dan penuh kreativitas. Keragaman bukan menjadi sumber perpecahan tetapi menjadi sumber kekayaan bangsa dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan. Dalam ritual ini digelar pentas seni seperti tari, music, suara, dan gelaran seni rupa, seni lukis, ukir dan sebagainya. Serta dimulai dengan baca doa dan dzikir, diakhiri dengan mujahadah dan doa bersama. 3. “PESTA IRAW TENGKAYU”. Sesuai alam lingkungannya berhubungan dengan laut, terbentuklah budaya turun-temurun dan berkembang di kalangan masyarakat Tidung, baik yang bersifat perayaan (pesta) maupun upacara-upacara ritual yang dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan latar belakang kondisi sosial. Peristiwa bersifat perayaan (pesta) dalam Bahasa Tidung disebut Iraw. Apabila perayaan ada hubungannya dengan laut disebut Iraw Tengkayu. Ritual yang biasa dilaksanakan dalam kegiatan tersebut oleh masyarakat Tidung adalah pakan yang berarti menghaturkan sesaji berupa makanan dan lain-lain. Upacara pakan berupa upacara menghaturkan sesaji Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 6 dihanyutkan ke laut dengan menggunakan Padaw Tuju Dulung yang melambangkan bahwa masyarakat Tidung selalu mengungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas rezeki yang diperoleh dari hasil laut. Harapan selanjutnya agar diperoleh hasil lebih baik dari sebelumnya. Gambar 1 : Padaw Tuju Dulung digunakan untuk melarutkan sesaji kelaut (Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan) Gambar 2 : Padaw Tuju Dulung di Arak ke laut (Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan) Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 7 Gambar 3 dan 4: Padaw Tuju Dulung diarak Ke Laut dan Disambut dengan Tarian (Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan) Haluan perahu bercabang tiga. Haluan tengah bersusun tiga. Haluan kanan dan kiri bersusun dua. Terdapat tujuh haluan bermaksudkan jumlah hari dalam seminggu. Kehidupan manusia berlangsung dari hari Ahad (Minggu) dan seterusnya. Warna perahu terdiri kuning, hijau dan merah. Haluan perahu teratas (tengah) dan perlengkapan di atas perahu berwarna kuning. Warna kuning menurut tradisi budaya Tidung merupakan lambang sesuatu yang ditinggikan dan dimuliakan. Hanya satu haluan berwarna kuning bermakna hanya satu penguasa tertinggi dalam semesta yaitu Yang Maha Kuasa Allah SWT. Acara ini adalah merupakan peristiwa yang bersejarah bagi masyarakat dan penduduk bumi paguntaka dan acara ini biasa diperingati setiap 2 tahun sekali. Berikut Info Lebih lanjut mengenai Iraw Tengkayu : 1) Penurunan padaw tuju dulung. Haluan perahu yang teratas (ditengah) dan perlengkapan lainnya di atas perahu yang berwarna kuning, yang mana warna kuning menurut tradisi budaya suku tidung adalah perlambang suatu kehormatan atau suatu kehormatan atau suatu yang ditinggikan dan dimulyakan. Hanya satu penguasa tertinggi alam semesta yaitu yang maha kuasa Allah SWT. Sang maha pencipta. Diatas perahu terdapat lima buah tiang yang melambangkan sholat lima waktu yang merupakan tiang agama islam. Guna tiang-tiang tersebut adalah tempat mengikat atap dari kain berwarna kuning yang disebut PARI-PARI. Pada tiang kanan depan terpasang kain kuning ke haluan kanan, demikian pula pada tiang kiri depan memanjang turun ke haluan kiri. Diatas padaw tuju dulung dibuat bentuk seperti rumah dengan atap bersusun tiga yang disebut MELIGAY yang terdapat pintu keempat dindingnya. Didalam meligay diletakkan sesaji berupa makanan. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 8 2) Parade nusantara (karnaval budaya) Parade Nusantara atau biasa disebut carnaval budaya adalah iring-iringan atau semacam pawai untuk menghantarkan penurunan padaw tuju dulung. Didalam parade nusantara ini diikuti oleh berbagai macam suku bangsa sebagai wujud kebersamaan dan kekeluargaan yang erat dibumi paguntaka. Padaw tujuh dulung (tuju haluan) adalah merupakan sebuah perahu dengan bentuk yang mana diatas perahu tersebut ditempatkan sesaji yang dihaturkan. Bentuk haluan perahu bercabang tiga. Haluan yang ditengah bersusun tiga, haluan yang kanan dan kiri masing-masing bersusun dua, maka terdapat tujuh haluan yang jumlah hari dalam seminggu dimana kehidupan manusia berlangsung dari hari dan seterusnya. Warna perahu terdiri dari kuning, hijau dan merah. 3) Tarakan expo. Didalam tarakan expo akan diperkenalkan seluruh budaya yang ada di kota Tarakan (Borneo). Beraneka ragam kreatifitas dan produk-produk yang mencerminkan kota Tarakan (Borneo) di pamerkan di tarakan expo ini. 4) Parade musik dan tari. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu, diadakan acara parade musik dan tari, parade musik akan diisi oleh grup-grup band asal bumi paguntaka dan luar tarakan (Borneo) untuk memperlihatkan kualitas mereka dalam bermusik. Sedangkan parade tari akan diramaikan oleh penari-penari lokal (Kota Tarakan) dan luar kota tarakan. 5) Olahraga tradisional. LOMBA SUMPIT. Sumpit adalah senjata khas suku dayak yang juga salah satu suku asli kota tarakan, untuk melestarikan sumpit maka diadakan lomba sumpit. Peserta tidak hanya berasal dari kota tarakan akan tetapi berasal dari luar kota tarakan. PERAHU/KAPAL HIAS. Salah satu acara untuk meramaikan iraw tengkayu, diadakan perahu/kapal hias. 6) Festival masakan laut dan bakar ikan. Dalam acara iraw tengkayu, kuliner juga tidak ikut ketinggalan, masakan laut dan bakar ikan adalah salah satu acara yang menyajikan selera paguntaka dalam seni masakan apalagi kota Tarakan terkenal dengan hasil lautnya. Sehingga kota tarakan kaya akan masakan-masakan yang berasal dari laut. 7) Olahraga prestasi. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu diadakan lomba lari maraton dengan menempuh jarak hingga 10 KM, lomba lari maraton ini nantinya akan diikuti oleh peserta dari berbagai provinsi di indonesia hingga peserta dari luar negeri seperti Negara tetangga kita Malaysia. Lomba ini selain meramaikan acara iraw tengkayu juga dapat menumbuhkan juara-juara baru dalam bidang olahraga atletik khususnya lomba lari. C. Fungsi, Dan Makna Kearifan Lokal Di Tarakan Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam kultur budaya dan kearifan lokal yang beraneka ragam pula. Misalkan saja, Suku Batak kental akan keterbukaan, Jawa identik dengan kehalusan, Sunda identik dengan kesopanan, Madura memiliki harga Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 9 diri yang tinggi, dan Bugis yang terkenal kepiawaiannya dalam mengarungi samudera. Dalam konteks ini, masing-masing etnik memiliki keharmonisan terhadap lingkungan alam yang ikut mengitari segala aktivitasnya. Kearifan lokal tidak secara instan muncul dan menjadi pedoman kebijakan dalam menjalani hidup. Akan tetapi, melalui proses panjang sehingga terbukti dan menjadi pijakan mutlak masyarakat setempat. Dalam tataran kearifan lokal inilah, masyarakat selalu menjaga dan melestarikan agar dapat tetap eksis dan saling pengaruh antara satu dengan lainnya. Hal demikian terjadi pula pada kearifan lokal Suku Tidung. Di samping itu berfungsi sebagai bentuk penguat jati diri kesukuan, kearifan lokal Tidung dapat digunakan sebagai filterisasi terhadap gempuran budaya luar dan dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan nilai-nilai luhur yang akan diinternalisasikan dalam pendidikan karakter. Berdasarkan hasil analisa saya sebagai penulis, ditemukan beberapa nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal Tidung yang dapat ditransmisikan kepada peserta didik dalam rangka pembentukan karakternya. Nilai-nilai itu antara lain: 1. Menjaga ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung adalah sosok masyarakat yang unik dan senantiasa memegang teguh amanat warisan para leluhurnya tentang bagaimana menjaga dan melestarikan ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung senantiasa menyatu dengan alam, dekat dengan alam dan selalu berinteraksi dengan alam sekitarnya. Kepedulian masyarakat Tidung dalam menjaga dan melestarikan ekosistem alam pohon bakau terlihat jelas dalam amanat yaki yadu berikut: “Bebilin yadu yaki, sama muyu ngusik/ngacow de upun bakau, geno baya buyag binatang tanga maupun tad de dumud, upun bakau penyangga timuk bunsuk, bua upun bakau kalap tenugos de uwot, upun bakau no baya buyag kuyad bekare baya no gium buyag dan mangow”. Artinya, berpesan nenek dan kakek, bagi anak-anak keturunan ku, jagalah dan lestarikan hutan bakau, jangan kau ganggu hutan bakau itu, karena pohon bakau itu tempat hidupnya binatang laut dan darat, hutan bakau sebagai penyangga banjir, buah pohon bakau dapat menjadi obat, dan tempat hidupnya kera/monyet bekantan dan tempatnya beradaptasi dan berkembang biak. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 10 2. Suka bekerja sama. Tolong-menolong atau kerja sama merupakan bagian tak terlepaskan dan tak terpisahkan dari masyarakat Suku Tidung. Masyarakat Tidung senantiasa membantu sesamanya dan bekerja sama dalam segala aspek kemasyarakatan. Dalam konteks ini, bekerja sama diartikan dengan istilah “Tenguyun”. Misalkan dalam mencari nafkah di laut mereka saling membantu dalam membuat perahu, dayung, dan alat tangkap ikan. Kemudian mereka dalam mencari hasil tangkapan laut dilakukan dengan cara saling bantu membantu di laut maupun di kegiatan kemasyarakatan di daerah daratan pesisir pantai (tengkayu). 3. Kesederhanaan dan kemandirian. Masyarakat Tidung adalah masyarakat yang menganut pola hidup sederhana. Kebanyakan masyarakat Tidung hidup dengan mencari nafkah di laut, masyarakat Tidung dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka adalah dengan “betamba” yang artinya membuat perangkap ikan atau wadah untuk menjebak ikan. Masyarakat Tidung dalam memperoleh rejekinya di laut tidak dilakukan secara berlebihan. Mereka berfikir tangkapan untuk hari ini hanya di ambil ala kadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk hari ini, mereka mengambil tangkapan ikan hanya secukupnya saja. Masyarakat Tidung sangat menjaga akhlaknya terhadap laut, karena dari lautlah mereka bisa mengambil nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Msayarakat Tidung sangat menjaga habitat ekosistem laut yaitu sangat melarang keras merusak terumbu karang. Karena terumbu karang adalah tempat hidupnya hewan-hewan laut. 4. Kejujuran. Bagi masyarakat Tidung kejujuran adalah harga diri yang telah menjadi harga mati dalam masyarakat Tidung. Dengan kejujuran masyarakat akan dihargai, dihormati, dan dimuliakan. Oleh karena itu, masyarakat Tidung memiliki etika yang sopan dan santun dalam bertutur kata serta menjunjung tinggi kejujuran. Kejujuran dalam bertutur kata dan bersikap merupakan pedoman yang secara generasi ke generasi menjadi panutan/pedoman bagi masyarakat Tidung. Bahkan, telah menjadi pijakan hidup (way of life) yang Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 11 tercermin dari nenek moyang yang telah diterapkan oleh masyarakat Tidung dari zaman dahulu (tempo doloe) hingga sekarang. 5. Masyarakat Tidung sangat religius dalam hubungannya dengan eksistensi penguasa jagad raya (Allah SWT). Masyarakat Tidung sangat percaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keberadaannya alam yang ghaib. Masyarakat Tidung senantiasa bersyukur dengan cara melakukan ritual hajatan yang diistilahkan dengan “PESTA IRAW TENGKAYU” yang diartikan sebagai luapan hati/kegembiraan dan bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada masyarakat Tidung yang biasanya dirayakan pesta rakyat tersebut di pesisir pantai. Masyarakat Tidung meyakini adanya hubungan baik antara Allah SWT, sesama manusia, maupun alam sekitarnya. D. PEMBAHASAN Kearifan lokal tercermin dalam religi, budaya, dan adat istiadat. Masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya dengan mengembangkan suatu kearifan dalam wujud pengetahuanatau ide, nilai budaya, serta peralatan, yang dipadukan dengan nilai dan norma adat dalam aktivitas mengelolah lingkungan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Indonesia kaya akan budaya dan kearifan lokal masyarakat. Suku-suku di Indonesia yang jumlahnya ribuan memiliki kearifan lokal yang menjadi ciri khas masing-masing. Hal ini karena kondisi geografis antarwilayah yang berbeda sehingga penyesuaian kearifan lokal terhadap alam juga berbeda. Namun, pada dasarnya kearifan lokal di setiap wilayah sama, yaitu sebagai aturan, pengendali, rambu-rambu, dan pedoman masyarakat dalam memperlakukan lingkungan alam sekitar. Bentuk-bentuk kearifan lokal juga terlihat pada bangunan rumah adat, yang terlihat lebih modern dan modis karena hasil pengembangan arsitektur Dayak dari Rumah Panjang (Rumah Lamin) yang dihasilkan oleh Masyarakat suku Tidung yang tidak lain merupakan suku di Tarakan Kalimantan Utara yang mempunyai kebudayaan dan model rumah adat sendiri. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 12 Gambar 5: Rumah Adat Baloy Tidung dibangun menghadap ke utara, sedangkan pintu utamanya menghadap ke selatan. Rumah adat baloy terbuat dari bahan dasar kayu ulin. Ada terdapat empat ruang utama di dalam Rumah Baloy yang biasa disebut Ambir 1) Alat Kait atau Ambir Kiri sebagai tempat menerima pengaduan masalah adat maupun perkara-perkara lainnya. 2) Lamin Bantong atau Ambir Tengah sebagai tempat pemutusan perkara adat hasil sidang pemuka adat. 3) Ulat kemagot atau Ambir Kanan sebagai tempat istirahat maupun berdamai setelah selesainya perkara adat. 4) Lamin Dalom sebagai tempat singgasana Kepala Adat Besar Dayak Tidung. Gambar 6 : Rumah Adat Lubung Kilong. Bangunan ini adalah sebuah tempat untuk menampilkan kesenian suku Tidung, seperti Tarian Jepen Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 13 Gambar 7 : Rumah Adat Lubung Intamu dibagian belakang rumah Lubung Kilong yaitu suatu bangunan besar sebagai tempat acara-acara pelantikan maupun musyawarah masyarakat. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Salah satunya yaitu kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam khususnya di Tarakan Kalimantan Utara. Secara umum penduduk asli yang mendiami Kalimantan Utara terkhusus di Tarakan terdiri atas empat jenis suku bangsa, yaitu Suku Tidung, Bulungan, Dayak dan Bugis. Keempat suku tersebut mewakili empat kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan pesisir, kelautan, kesultanan, dan pedalaman. Tarakan yang merupakan pulau kecil dan sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir, banyak didiami oleh kaum Suku Tidung. Suku Tidung inilah yang kemudian dikenal sebagai penduduk asli Tarakan. Suku Tidung merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (Negeri Sabah). Suku Tidung atau Tidong (Malaysia) sebenarnya berasal dari bahasa tideng yang artinya gunung. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman kata tideng berubah menjadi tidung. Suku Tidung, kemungkinan masih berkerabat dengan Suku Dayak Murut (dayak yang ada di Sabah). Namun Suku Tidung ini beragama Islam dan mengembangkan ajaran Islam maka Suku Tidung tidak lagi dianggap sebagai Suku Dayak. Islam masuk ke dalam peradaban masyarakat Suku Tidung pada abad 14 Masehi. Perkembang agama Islam di wilayah Kalimantan Utara dibawa oleh salah Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 14 satu utusan dari tanah suci Makkah yaitu Syarif Marzin Al-Marzaq yang membawa kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam. Dalam masa perjalanannya mengembangkan ajaran agama Islam ia menikah dengan seorang gadis asli Kalimantan yang kemudian memeluk agama Islam dan mendapatkan tiga orang putra yang bernama Syarif Pangeran, Syarif Muda, dan Syarif Hamzah Al-Marjaq. Untuk mengembangkan dakwah Islam Syarif Marzin Al-Marjaq melakukan perjalanan dakwah sehingga meninggalkan anak dan istrinya. Sehingga, yang melanjutkan tugasnya mengembangkan syiar Islam di Kalimantan Utara adalah anaknya yang bernama Syarif Hamzah Al-Marjaq. Orientasi gaya hidup Suku Tidung berbanding lurus dengan aneka ragam budaya yang dimilikinya. Suku Tidung yang tinggal di pantai bekerja sebagai nelayan (betambak/bekelong) juga berdagang karena mereka sudah membaur dengan orang-orang dari kepulauan lain, seperti Bugis, Sulu, Bajau, dan orang-orang laut lainnya. Suku Tidung memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Tidung. Secara umum, bahasa Tidung ini dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung Sembakung. Dialek Sesayap meliputi subdialek Sesayap, Malinau, dan Tarakan. adapun subdialek Tarakan merupakan subdialek yang dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, karena difahami oleh semua warga Tidung. Kebudayaan masyarakat Kota Tarakan yang diwakili oleh masyarakat Etnik Tidung memiliki ciri khas tersendiri; suatu kebudayaan yang lahir sebagai jawaban atas proses adaptasi yang difahami oleh masyarakat tersebut. Memiliki corak ragam budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan kepulauan. Sehingga memunculkan aspek-aspek tradisi lokal yang mencerminkan aktivitas ritual yang berhubungan dengan laut. Tradisi ini merupakan pesta adat yang dilakukan setiap tahun. Masyarakat Suku Tidung memberi nama “PESTA IRAW TENGKAYU”, suatu pesta ritual yang dilakukan sebagai wujud nyata tanda syukur masyarakat Suku Tidung atas hasil laut dan keselamatan mereka dalam melakukan aktivitas sebagai nelayan. Masyarakat Suku Tidung selalu menjaga keselarasan hubungan yang harmonis antara alam (ekosistem flora dan fauna), manusia, dan penguasa jagad raya (Allah SWT). Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 15 Masyarakat Tidung juga memperhatikan resistensi terhadap tradisi-tradisi lama dan tetap melestarikannya hingga sekarang. Tradisi tersebut antara lain; tradisi seni tari “Iluk Bebalen” yang mencerminkan musibah yang menimpa masyarakat Tidung. Seni tari untun belanai yang mencerminkan kegembiraan para remaja dalam pesta adat perkawinan (Anonim, 2001: 9). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman yang dilakukan serta dialami oleh penulis, diantara banyaknya kearifan lokal di Tarakan terkhusus di Provinsi Kalimantan Utara, yang menjadi pusat perhatian saya adalah: Era globalisasi dan reformasi telah berdampak tergerusnya keluhuran bangsa. Tuntutan akan teknologi yang berkembang amat pesat, menyebabkan pemerintah khususnya yang menangani soal pendidikan harus lebih inovatif lagi dan akhirnya memunculkan argument masyarakat yang fenomenal yaitu ganti menteri ganti kurikulum yang selalunya disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi. Orientasi pendidikan dikacaukan oleh prioritas melayani persaingan global ketimbang memelihara dan melestarikan harmoni kearifan lokal. Globalisasi dinilai telah berhasil mendekadentekstualisasikan arah pendidikan menuju visi kapitalisme, yang memunculkan paradigm bahwa pendidikan hanya berorientasi pasar, berlogika kuantitas hingga memunculkan upaya privatisasi pendidikan itulah beberapa contoh dari gejala keterpurukan hakikat pendidikan menuju hasrat kapitalisme global. Lembaga pendidikan formal yang seyogyanya menjadi arena transformasi dan konservasi nilai-nilai budaya pun, kini telah kehilangan kemurniannya. Lembaga pendidikan formal telah terperangkap dalam kepentingan industri kapitalisme. Oleh karena itu, upaya pemurnian yang harus dilakukan agar arah pendidikan nasional menjadi hal yang mutlak. Konsepsi yang mengacu pada kodrat filosofis dan historis perlu di eksplorasi demi membangun karakter kearifan lokal bangsa. Sehingga, penguatan karakter kearifan lokal yang agamis pada peraktik pendidikan akan berujung pada kemajuan suatu bangsa. Pengembangan pendidikan karakter di sekolah ditempuh melalui tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengkondisian, (4) penilaian. Sedangkan strategi dalam pengembangan pendidkan karakter di sekolah merupakan satu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis kepada Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 16 sekolah dan terimplikasi dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan sekolah. Strategi tersebut dapat dilakukan pada tingkatan : (1) kegiatan pembelajaran, (2) pengembangan budaya sekolah sebagai pusat pembelajaran, (3) kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler, dan (4) kegiatan di rumah dan masyarakat. Adapun nilai-nilai karakter yang hendak dikembangkan di sekolah adalah: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab (Anonim: 2011: 3). Delapan belas nilai tersebut bersumber dari agama, falsafah, dan budaya bangsa. Hal itu menjadi sebuah pegangan dalam mengembangkan pendidikan karakter dengan memperhatikan nilai-nilai luhur agama, falsafah, dan budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan hal yang sangat berharga dan tak terniali harganya terutama dalam membangun karakter bangsa (Anonim: 2011: 2-3). Dalam konteks itulah, masyarakat adat masih tetap eksis dalam memelihara local wisdom-nya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan pendidikan karakter. Masih banyak masyarakat adat yang tetap menjunjung tinggi kearifan lokalnya dan hal itu terbukti berhasil dalam pengembangan pendidikan yang dikenal dengan pendidikan tradisi atau pendidikan kebudayaan. Salah satu masyarakat adat yang dimaksud adalah Suku Tidung yang berada di Kota Tarakan wilayah Kalimantan Utara. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Masyarakat Suku Tidung adalah sekelompok masyarakat yang memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dengan suku-suku lainnya yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masyarakat Tidung merupakan masyarakat yang patuh serta taat dalam melaksanakan amanat para leluhurnya, aktivitas keseharian mereka sangat kental dengan adat-istiadat yang memerintahkan mereka untuk selalu senantiasa menjaga dan memelihara lingkungan alam sekitarnya Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 17 (ekosisitem alam) dan tidak mengeksploitasi dan merusaknya. Masyarakat Tidung juga memiliki kesederhanaan dalam hal mencari penghidupan, dan suka tolong-menolong (tenguyun) antara sesama dan senantiasa bertutur kata yang baik dan santun serta berkata jujur dalam iklim ekologis kemasyarakatannya. Masyarakat Tidung juga sangat meyakini eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, masyarakat Tidung sangat memegang teguh agama yang dianutnya yaitu Agama Islam yang secara turun temurun menjadi landasan bagi masyarakat Tidung. Akhirnya, dipenutup penulisan ini penulis merekomendasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia secara umum dan khususnya masyarakat Suku Tidung Tarakan untuk dapat kembali kepada jati diri mereka melalui budaya dan kearifan lokal yang sekarang telah terkikis oleh perkembangan zaman. Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur mereka sendiri. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Dan penulis berharap kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal Suku Tidung dapat diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Semoga kearifan lokal Tidung yang telah ditelusuri, digali, dapat dipelihara dan dilestarikan dengan baik dan nantinya dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju bangsa yang berperadaban, kokoh, dan berkarakter cerdas. Tulisan ini tentunya masih jauh dari sempurna untuk dapat menggambarkan kearifan lokal Suku Tidung yang seutuhnya. Sebenarnya masih banyak nilai-nilai luhur yang dapat ditelusuri dan digali dari kearifan lokal Suku Tidung. Namun, tulisan ini setidaknya dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih mengesplor dan mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung dan pada umumnya bisa menjadi acuan refrensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia, terutama dalam pengembangan pendidikan karakter di Indonesiaalam sekitarnya. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 18 F. DAFTAR PUSTAKA Abudin Nata. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, 2007.Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan,PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI Masagena Press, Makasar. Ayatrohaedi, 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta. Aziz Safa. et. al., 2011. Restorasi Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Anonim. 2001. Tarakan Kota Tengkayu. Anonim. 2010. Profil Seni dan Budaya Kota Tarakan. John M. Echols dan Hassan Syadily.(2005) Kamus Inggris Indonesia Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Nurla Isna Aunillah. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Nurul Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Prayitno dan Belferik Manullang. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Gramedia. Partanto. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. Sartini, Agustus 2004.Jurnal Filsafat,Jilid 37, Nomor 2. Menggali Kearifan Lokal Nusantara,sebuah Kajian Pilsafati.Fakultas Pilsafat UGM Waskito, 2012. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:KawahMedia Sony, Keraf (2002).dalam Y, Bambang (2013).Membangun kesadaran Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan. Dee publish.p.183 Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 19 Suhartini, Kajian Kearifan Lokal Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tarakan

STATISTIKA

STATISTIK AS NIM.1603055 I. DEVINISI PER ITEM A. KONSEP DASAR 1. Data atau variabel berskala nominal Merupakan data dengan level pengukuran yang paling rendah. Misal: Nilai prestasi/hasil belajar,seperti 71,72,73,74 dan seterusnya Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila objek dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. 2. Data atau variabel berskala interval Data Interval mempunyai tingkat pengukuran yang lebih tinggi daripada data nominal. Angka yang digunakan dalam data ini, selain menunjukkan urutan juga dapat dilakukan operasi matematika. Angka nol yang digunakan pada data interval bukan merupakan nilai nol yang nyata. Misal: berat badan yang jaraknya sama,yaitu 1-5,6-10,11-15,16-20 nah hal ini merupakan jarak atau interval yang sama,yaitu lima. jarak yang sama pada pengukuran dinamakan data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala interval dinamakan data interval. 3. Data atau variabel berskala Rasio Data Rasio termasuk dalam kelompok data kuantitatif. Angka yang digunakan pada data rasio menunjukkan angka yang sesungguhnya, bukan hanya sebagai symbol dan memiliki nilai nol yang sesungguhnya. Pada data rasio, Data dapat dilakukan dengan berbagai operasi matematika. Data rasio, yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. 4. Data atau variabel Diskrit variabel diskrit merupakan variabel yang hanya dapat memuat seperangkat nilai terbatas atau nilai bulat tertentu. Artinya data yang terpisah-pisah tidak berhubungan dengan yang lain. contoh : Berat badan 56,57,58 yang merupakan bilangan bulat 5. Data atau variabel kontinyu Sebaliknya variabel kontinu merupakan variabel yang dapat memuat variabel seperangkat nilai yang tidak terbatas antara dua tingkatan variabel. Artinya data variabel kontinu mirip dengan data variabel interval yang mempunyai jarak. Contoh: jumlah benar atau salah dalam suatu tes, skor nilai, ranking, tinggi badan, berat badan, panjang, jarak dll. Data tersebut dapat berubah-ubah atau bervariasi. 6. Statistik deskriptif dan inferensial Statistik deskriptif yaitu statistic yang menggambarkan keadaan data apa adanya melalui parameter-parameter. Contoh: seperti mean, median, modus, distribusi frekuensi dan ukuran statistik lainnya. Statistik Inferensial yaitu Statistik yang sudah pernah diujikan menggunakan taraf signifikansi. Artinya proses pengambilan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data sampel yang lebih sedikit menjadi kesimpulan yang lebih umum untuk sebuah populasi. Contoh: Uji t, Anava,Anova. 7. Harga-harga statistik dan parameter Harga statistik disebut indeks yaitu rasio yang pada umumnya dinyatakan dalam sebuah persentase yang mengukur satu variabel pada suatu waktu tertentu atau lokasi relatif terhadap besarnya variabel yang sama pada waktu atau lokasi lainnya. Indeks harga dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan mengenai berbagai perubahan yang terjadi pada harga dari waktu ke waktu. Parameter adalah bilangan nyata yang menyatakan sebuah karakteristik dari sebuah populasi, contohnya mean populasi, varians populasi dan simpangan baku sampel. Pada umumnya parameter populasi tidak diketahui karena banyaknya anggota populasi yang umumnya sangat besar sehingga peneliti tidak mampu atau tidak mau meneliti seluruh anggota populasi, 8. Metode-metode statistika parametrik Statistik Parametrik adalah statistik induktif untuk populasi yang parameternya telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu (misalnya, sebaran data mengikuti distribusi normal). Misal: Rata-ratanya ketika sudah mengambil sampel itu berarti sudah berbicara statistic atau statistiknya sudah ada uji-uji inferensial antara lain uji normalitas artinya datanya berdistribusi normal. 9. Metode-metode statistika non-parametrik Statistik non parametrik adalah statistik induktif yang berusaha mengambil kesimpulan tentang keseluruhan populasi yang parameternya tidak memenuhi persyaratan, yaitu tidak mengikuti suatu distribusi tertentu. Jadi, statistik non parametrik digunakan untuk populasi yang tidak menetapkan persyaratan-persyaratan parameter populasinya. Misal: Distribusi datanya tidak normal artinya data itu lebih condong kekiri atau kekanan itu disebut non parametrik. B. PENYAJIAN DATA 1. Distribusi Frekuensi Yaitu : Susunan data menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam sebuah daftar. Artinya Sebuah distribusi frekuensi akan memiliki bagian-bagian yang akan dipakai dalam membuat sebuah daftar distribusi frekuensi. 2. Distribusi Frekuensi Berkelompok Yaitu : Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data acak yang dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok. 3. Interval Kelas (rentang dan banyaknya kelas) interval kelas adalah jangkauan atau jarak antara kelas yang satu dengan kelas yang lain nya secara berurutan. Misal: 20 – 25, 26 – 31,32 – 37,dst Interval kelas = (25-20)+1 = 5 + 1 = 6 Interval bukan = 5 tapi dihitunga dari angka 20 → 5 + 1 = 6 Demikian juga dengan yang lainnya memiliki interval kelas sama, yaitu = 6 4. Distribusi Frekuensi Kumulatif Distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif (frekuensi yang dijumlahkan). Distribusi frekuensi kumulatif memiliki kurva yang disebut ogif. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif yaitu distribusi frekuensi kumulatih kurang dari dan distribusi frekuensi lebih dari. 5. Distribusi Persen Nilai frekuensinya tidak dinyatakan dalam bentuk angka mutlak, tapi dalam bentuk angka persentase (%) atau angka relatif. 6. Histogram adalah grafik yang terdiri dari segi empat yang beralaskan sumbu mendatar dengan sisi-sisi yang berdekatan dan saling berimpit. 7. Poligon dan Grafik Poligon adalah titik-titik tengah puncak histogram yang berurutan yang dihubungkan dengan garis dan membentuk sebuah garis. Titik-titik yang dihubungkan dengan garis dan membentuknya itu disebut grafik. Artinya menghubung-hubungkan titik-titik koordinat (pertemuan titik tengah dengan frekuensi tiap kelas) secara berturut-turut. Sebagai contoh, dapat dibuat grafik poligon. 8. Hakekat dan bentuk-bentuk kurve Garis yang terdiri dari persambungan titik-titik sehingga membentuk garis lengkung untuk menggambarkan suatu variabel. Misalnya untuk memperlihatkan perkembangan hasil belajar. 9. Diagram Kue Pai Adalah diagram lingkaran seperti kue pai yang merupakan penyajian statistic data tunggal yang dibagi menjadi beberapa sector, setiap sector menggambarkan banyaknya frekuensi setiap data dalam bentuk sudut dengan satuan derajat atau persen. 10. Berbagai bentuk diagram dan jenis lain penyajian data Diagram garis yaitu Penyajian data statistik dengan memakai diagram berbentuk garis lurus disebut dengan diagram garis lurus yang bertujuan untuk menyajikan data statistik yang didapat berdasarkan pengamatan dari waktu ke waktu secara berurutan. Diagram lingkaran Yaitu Penyajian data statistik dengan memakai gambar yang berbentuk lingkaran. Lalu bagian-bagian dari daerah lingkaran, menunjukkan persen data. Diagram batang Yaitu Pada umumnya digunakan untuk menggambarkan perkembangan nilai-nilai suatu objek penelitian dalam kurun waktu tertentu. Diagram batang daun Yaitu Dapat diajukan sebagai contoh penyebaran data. Di dalam diagram batang daun, data yang telah terkumpul diurutkan terlebih dahulu dari data ukuran terkecil sampai data dengan ukuran yang terbesar. Diagram ini terdiri dari dua bagian, diantaranya yaitu batang dan daun. Pada bagian batang memuat angka puluhan serta bagian daun memuat angka satuan. Diagram kotak garis Yaitu Data statistik yang dipakai untuk menggambarkan diagram kotak garis yaitu statistik Lima Serangkai, terdiri dari data ekstrim (data yang terkecil dan data yang terbesar), Q1, Q2 dan Q3. C. UKURAN-UKURANTENDENSI SENTRAL DAN VARIABILITAS 1. Modus dan Mode Modus adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai yang sedang populer (yang sedang menjadi mode) atau nilai yang sering muncul dalam kelompok tersebut. Mode adalah nilai atau angka-angka yang sedang popular, artinya angka yang sering muncul dalam kelompok data frekuensi. 2. Median Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar, atau sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil. 3. Rata-rata hitung atau mean adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-Rata (mean) ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut. 4. Rata-rata hitung gabungan data tunggal yang berkaitan dengan rataan gabungan,dimana terdapat beberapa kelompok yang memiliki rataan masing-masing dengan banyaknya data masing-masing kelompok, artinya bagaimana menentukan rataan gabungan dari seluruh kelompok tersebut. Misal: Rata-rata tinggi badan 10 siswa di kelas A adalah 170,1 cm, rata-rata tinggi badan 15 siswa di kelas B adalah 173,4 cm. Selanjutnya, rata-rata tinggi badan 5 siswa di kelas C adalah 168,9. Berapakah rata-rata gabungan tinggi badan 30 siswa diketiga kelas tersebut. 5. Rata-rata Pertumbuhan Rata-rata (mean) adalah hasil penjumlahan nilai-nilai anggota sebuah kelompok (∑Xn) dibagi jumlah anggota kelompok tersebut. Ada tiga jenis rata-rata yang dikenal dalam statistik yaitu rata-rata hitung (x ̅), rata-rata ukur (Gm atau U) dan rata-rata harmonik (rh atau H) 6. Kuartil, Desil,Persentil Kuartil adalah nilai yang membagi suatu data terurut menjadi empat bagian yang sama. Kuartil dialmbangkan dengan Q . Jenis kuartil ada 3, yaitu kuartil pertama (Q1) , kuartil kedua (Q2), dan kuartil ketiga (Q3). Desil merupakan nilai yang membagi data menjadi sepuluh bagian sama besar. Desil sering dilambangkan dengan D. jenis ada 6, yairu D1 , D2 , D3, ….,…,…,D9. Persentil merupakan nilai yang membagi data menjadi seratus bagian sama besar. Persentil sering dilambangakan dengan P. jenis persentil ada 99, yaitu P1,P2,P3…P99. 7. Rentang antar Kuartil Rentangan Antar Kuartil adalah selisih antara kuartil ketiga dengan kuartil pertama. 8. Deviasi rata-rata hitung/mean deviation Simpangan rata-rata merupakan penyimpangan nilai-nilai individu dari nilai rata-ratanya. Rata-rata bisa berupa mean atau median. Untuk data mentah simpangan rata-rata dari median cukup kecil sehingga simpangan ini dianggap paling sesuai untuk data mentah. Namun pada umumnya, simpangan rata-rata yang dihitung dari mean yang sering digunakan untuk nilai simpangan rata-rata. 9. Standard Deviation (baku) adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana sebaran data dalam sampel, dan seberapa dekat titik data individu ke mean atau rata-rata nilai sampel. 10. Variance/variansi Varians adalah kuaadrat dari standar deviasi. Biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Yang terdiri dari varians untuk populasi dan varians untuk sampel. 11. Varians Gabungan Gabungan antara varians untuk sampel data tunggal dan varians untuk sampel data distribusi. D. DISTRIBUSI NORMAL dan APLIKASI TEORI PELUANG 1. Uji Normalitas Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak. Uji Normalitas bertujuan untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal, yaitu merumuskan hipotesis. Yaitu Ho : data berdistribusi Normal, Ha : data yang tidak berdistribusi normal. 2. Distribusi Normal (kurve normal) baku adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika. Distribusi normal baku adalah distribusi normal yang memiliki rata-rata nol dan simpangan baku satu. Distribusi ini juga dijuluki kurva lonceng (bell curve) karena grafik fungsi kepekatan probabilitasnya mirip dengan bentuk lonceng. 3. Luas Daerah di bawah Kurva Normal Suatu data membentuk distribusi normal bila jumlah data di bawah mean adalah sama. 4. Skor Baku Z adalah skor standar berupa jarak skor suatu nilai dari mean kelompoknya. 5. Skor baku t adalah angka skala yang menggunakan mean sebesar 50 dan deviasi standar sebesar 10. T score dapat diperoleh dengan jalan memperkalikan z score dengan angka 10, kemudian ditambah dengan 50. Artinya T score = 10z + 50 6. Pemanfaatan Kurva Normal Baku sebagai patokan dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan hasil sampel yang diperoleh. Pengukuran sampel digunakan untuk menafsirkan parameter populasi yang sesuai dengan distribusi empiris, sehingga dapat dikatakan bahwa semua kejadian alami akan membentuk distribusi ini. II. BUAT DATA MENTAH Data mentah (belum di kelompokkan) Daftar nilai ujian mata kuliah PIPS 80 orang mahasiswa 79 49 48 74 81 98 87 80 80 84 90 70 91 93 82 78 70 71 92 38 56 81 74 73 68 72 85 51 65 93 83 86 90 35 83 73 74 43 86 88 92 93 76 71 90 72 67 75 80 91 61 72 97 91 88 81 70 74 99 95 80 59 71 77 63 60 83 82 60 67 89 63 76 63 88 70 66 88 79 75 III. HITUNG MEDIAN 79 49 48 74 81 98 87 80 80 84 90 70 91 93 82 78 70 71 92 38 56 81 74 73 68 72 85 51 65 93 83 86 90 35 83 73 74 43 86 88 92 93 76 71 90 72 67 75 80 91 61 72 97 91 88 81 70 74 99 95 80 59 71 77 63 60 83 82 60 67 89 63 76 63 88 70 66 88 79 75 Tabel Distribusi frekuensi No Interval Frekuensi (F) Jumlah Frekuensi 1 2 3 4 5 6 7 30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 80 – 89 90 – 99 2 3 3 11 24 22 15 2 5 8 19 43 65 80 Jumlah ยต = 80 Me = b + p ( (1/2 n-F)/f) b = Batas bawah kelas median yaitu = 69,5 p = Panjang kelas median yaitu = 10 F = jumlah frekuensi sebelum kelas median = 19 f = Frekuensi kelas median = 24 Me = 69,5 +10 ( (1/2 80-19)/24) = 69,5 + 10 ( 21/24) = 69,5 + 10 (0,875) = 69,5 + 8,75 Me = 78,25 jadi median Me adalah 78,25 Meng urutkan angka yang terkecil ke angka yang terbesar kemudian data ke 40 dan ke 41 di jumlahkan kemudian di bagi 2 maka hasilnya adalah 77.5 Maka nilai tengah (Median) dari data diatas adalah 40 dan 41.Karena, urutanke 40 dari data tersebut adalah 77.5.

Selasa, 10 Januari 2017

tipe pemimpin ideal.

Kepemimpi dapat bermakna sebagai kekuasaan. Dan juga bisa bermakna tanggungjawab, di Saat kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, Allah SWT.mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah pula yang mencabut kekuasaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya (lihat : al-Qur’an surat Ali Imran : 26). Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar "ahli", berkualitas dan memiliki tanggungjawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera dan tenteram. Sebagai pemimpin umat, Nabi SAW memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannnya dan semua orang). 1. Sidq (benar), sebuah sifat dasar yang mesti dimiliki oleh Rasulullah SAW, dan mesti dimiliki pula oleh setiap pemimpin. Ia harus selalu berusaha menempatkan dirinya pada posisi benar, memiliki sifat benar, berada di pihak kebenaran, dan memperjuangkan kebenaran dalam lingkungan yang menjadi tanggungjawabnya. Ia akan selalu berdiri tegak di atas kebenaran, bergerak mulai dari titik yang benar, berjalan di atas garis yang benar, dan menuju titik yang benar, yaitu rida Allah swt. Kebenaran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan awal dari segala kebaikan, dan kebohongan yang dimiliki seorang pemimpin adalah awal dari segala kebokbrokan dan kehancuran. 2. Amanah (penuh tanggungjawab), sebuah sifat dasar kepemimpinan Rasul yang berarti jujur, penuh kepercayaan, dan penuh tanggungjawab. Apabila mendapat suatu tanggungjawab, ia kerahkan segala kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang dipikulnya, ia yakin bahwa dirinya mas-ul (harus mempertanggungjawabkan) kepemimpinannya. Pemimpin yang amanah juga memiliki sifat tabah, sabar dan tawakal kepada Allah swt., ia selalu menghadapkan dirinya kepada Allah melalui doa, dan menerima dengan penuh keridaan terhadap apa pun keputusan akhir yang ditetapkan oleh Allah swt. atas dirinya. 3. Tabligh (menyampaikan yang harus disampaikan). Seorang rasul sebagai pemimpin memiliki keterbukaan dalam berbagai hal, tiada sifat tertutup pada dirinya, karena ketertutupan akan menimbulkan keraguan pihak lain, dan melahirkan fitnah dalam kepemimpinannya. Sebagai pemimpin seorang Rasul senantiasa menyampaikan kebenaran yang diterimanya lewat wahyu, betapa pun beratnya tantangan dan risiko yang akan diterimanya. Ia berpegang pada pedoman “Katakan yang benar itu walaupun pahit kau rasakan”. 4. Fathanah (cerdik), bahwa seorang Rasul sebagai pemimpin memiliki kemampuan berfikir yang tinggi, daya ingat yang kuat, serta kepintaran menjelaskan dan mempertahankan kebenaran yang diembannya. Seorang pemimpin mesti basthah fi al-ilmi (memiliki pengetahuan yang luas) dan pemahaman yang benar mengenai tugasnya, kemampuan managerial yang matang, cepat dan tepat dalam menetapkan suatu keputusan, kemampuan yang tinggi dalam menetapkan makhraj (solusi) dari suatu kemelut dalam lingkup tanggungjawabnya. Sifat-sifat Nabi SAW itu tecermin pada kebijakan dan tingkahlaku beliau sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat dan negara. Sifat kepemimpinan beliau dan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan cermin oleh semua pemimpin. Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh kesah, memfasilitasi, dan siap menjadi "budak" rakyatnya, bukannya menjadi “tuan” bagi masyarakatnya. Ada baiknya juga, jika kita belajar dari isi pidato Khalifah Abu bakar Assiddiq ra ketika beliau dilantik menjadi pemimpin umat sepeninggalnya Rasulullah SAW, yang mana inti dari isi pidato tersebut dapat dijadikan pedoman dalam memilih profil seorang pemimpin yang baik. Isi pidato tersebut diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut : "Saudara-saudara, Aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik diantara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. 'Orang lemah' diantara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. 'Orang kuat' diantara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Janganlah diantara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah Swt. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan Sholat semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua". Ada 7 (tujuh) poin yang dapat diambil dari inti pidato khalifah Abu Bakar ra tersebut, yaitu: 1. Sifat Rendah Hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan kedudukan rakyatnya. Ia bukan orang yang harus terus diistimewakan. Ia hanya sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah pelayan rakyat yang diatas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti dipertanggungjawabkan. Dan seperti seorang "partner" dalam batas-batas yang tertentu bukan seperti "tuan dengan hambanya". Kerendahan hati biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan, sebaliknya keegoan mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri. 2. Sifat Terbuka Untuk Dikritik. Seorang pemimpin haruslah menanggapi aspirasi-aspirasi rakyat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun dan konstruktif. Tidak seyogiayanya menganggap kritikan itu sebagai hujatan atau orang yang mengkritik sebagai lawan yang akan menjatuhkannya lantas dengan kekuasaannya mendzalimi orang tersebut. Tetapi harus diperlakukan sebagai "mitra" dengan kebersamaan dalam rangka meluruskan dari kemungkinan buruk yang selama ini terjadi untuk membangun kepada perbaikan dan kemajuan. Dan ini merupakan suatu partisipasi sejati sebab sehebat manapun seorang pemimpin itu pastilah memerlukan partisipasi dari orang banyak dan mitranya. Disinilah perlunya social-support dan social-control. Prinsip-prinsip dukungan dan kontrol masyarakat ini bersumber dari norma-norma islam yang diterima secara utuh dari ajaran Nabi Muhammad Saw. 3. Sifat Jujur dan Memegang Amanah. Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan simpati rakyat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan amanat rakyat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah didatangi putranya saat dia berada dikantornya kemudian bercerita tentang keluarga dan masalah yang terjadi dirumah. Seketika itu Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu ruangan dan si anak bertanya dari sebab apa sang ayah mematikan lampu sehingga hanya berbicara dalam ruangan yang gelap. Dengan sederhana sang ayah menjawab bahwa lampu yang kita gunakan ini adalah amanah dari rakyat yang hanya dipergunakan untuk kepentingan pemerintahan bukan urusan keluarga. 4. Sifat Berlaku Adil. Keadailan adalah konteks nyata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dengan tujuan demi kemakmuran rakyatnya. Keadilan bagi manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakkan soal penegakan keadilan itu sebagai sikap yang essensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada seorang saja-berat sebelah. Dan orang yang "lemah" harus dibela hak-haknya dan dilindungi, sementara orang yang "kuat" dan bertindak zhalim harus dicegah dari bertindak sewenang-wenangnya. 5. Komitmen dalam Perjuangan. Sifat pantang menyerah dan konsisten pada konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus Istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Pantang tergoda oleh rayuan dan semangat menjadi orang yang pertama di depan musuh-musuh yang hendak menghancurkan konstitusi yang telah di sepakati bersama. Bukan sebagai penonton di kala perang. 6. Bersikap Demokratis. Demokrasi merupakan "alat" untuk membentuk masyarakat yang madani, dengan prinsip-prinsip segala sesuatunya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Dalam hal ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum adanya musyawarah yang mufakat. Sebab dengan keterlibatan rakyat terhadap pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan, sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama. 7. Berbakti dan Mengabdi kepada Allah SWT. Dalam hidup ini segala sesuatunya takkan terlepas dari pantauan Allah SWT, manusia bisa berusaha semampunya dan sehebat-hebatnya namun yang menentukannya adalah tetap Allah SWT. Hubungan seorang pemimpin dengan Tuhannya tak kalah pentingnya; yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah SWT semata. Dengan senantiasa berbakti kepada-Nya terutama dalam menegakkan sholat lima waktu misalnya, seorang pemimpin akan mendapat hidayah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang keji dan tercela. Selanjutnya ia akan mampu mengawasi dirinya dari perbuatan-perbuatan hina tersebut, karena dengan sholat yang baik dan benar menurut tuntunan ajaran Islam dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar (lihat Q.S.Al Ankabuut : 45 ). Sifat yang harus terus ia aktualisasikan adalah ridho menerima apa yang dicapainya. Syukur bila meraih suatu keberhasilan dan memacunya kembali untuk lebih maju lagi, sabar serta tawakkal dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan, serta sabar dan tawakkal juga saat menghadapi kegagalan. Dari rangkaian syarat-syarat pemimpin diatas sedikit dapat kita jadikan acuan dalam memilih sosok pemimpin, dan masih banyak lagi ketentuan-ketentuan pemimpin yang baik dalam perspektif Islam yang bisa kita gali baik yang tersurat maupun tersirat di dalam Al Qur'an dan Hadist-hadist Nabi SAW. Jadi pemimpin seperti apa yang sebaiknya diangkat di era seperti sekarang ini? Secara umum Al-Qur'an sudah memberikan gambaran kriteria pemimpin yag harus dipilih, yaitu seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (sesudah Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh" (QS Al-Ambiya' :105). Jadi yang mendapat mandat mengurusi manusia beserta isinya dimuka bumi ini sesuai rekomendasi Allah SWT ternyata hanyalah orang-orang shaleh, bukan orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi yang pola fikir dan perilakunya tidak diridhai oleh Allah SWT. Sumber:Al- Quranul karim

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons