tag:blogger.com,1999:blog-42836091941120133332024-02-18T19:02:50.974-08:00accank blogAnda boleh mengutip atau mengcopynya selama untuk kebaikan, termasuk mencari nafkah (ini juga kebaikan). Dua saja yang saya minta: itu juga kalau boleh !!!jangan akui sebagai karya Anda dan ucapkan Assalamu alaikum dalam komentar anda.....thanks yah????????Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.comBlogger84125tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-83302040245200846062019-09-19T19:37:00.001-07:002019-09-19T19:37:33.985-07:00perjanjian bongaya<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14.0pt; line-height: 107%;">Perjanjian
Bungaya</span></b></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4283609194112013333" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="193" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg" style="cursor: move;" width="490" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Perjanjian Bungaya
(sering juga disebut Bongaya atau Bongaja) adalah perjanjian perdamaian yang
ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa
yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak VOC yang diwakili oleh Laksamana
Cornelis Speelman.[1] Meski disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya
adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC (Kompeni), serta pengesahan monopoli
oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai
Gowa).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Isi perjanjianSunting</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Perjanjian yang ditandatangani oleh
Karaeng Popo, duet pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta
Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1660, dan antara pemerintahan
Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660
harus diberlakukan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni
berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan
masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana
(Cornelis Speelman).</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan
barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar
dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mereka yang terbukti bersalah atas
pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh
Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raja dan bangsawan Makassar harus membayar
ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seluruh orang Portugis dan Inggris harus
diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di sini atau
melakukan perdagangan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tidak
ada orang Eropa yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di Makassar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang
di Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India),
Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang
dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang
melanggar akan dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kompeni harus dibebaskan dari bea dan
pajak impor maupun ekspor.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh
berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi,
Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus meminta surat izin dari Komandan
Belanda di sini (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan dianggap
musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke
Bima, Solor, Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di utara
atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar
harus menebusnya dengan nyawa dan harta.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seluruh benteng di sepanjang pantai
Makassar harus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi, Mariso,
Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">11.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Benteng Ujung Pandang harus diserahkan
kepada Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi
wilayahnya.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">12.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Koin Belanda seperti yang digunakan di
Batavia harus diberlakukan di Makassar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">13.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raja dan para bangsawan harus mengirim ke
Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael
atau 40 mas emas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada
bulan Juni dan sisanya paling lambat pada musim berikut.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">14.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh
lagi mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">15.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus
diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">16.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Mereka yang diambil dari Sultan Butung
pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka yang telah
meninggal atau tidak dapat dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">17.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bagi Sultan Ternate, semua orang yang
telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan meriam dan
senapan. Gowa harus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar
dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano,
Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan
negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">18.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Gowa harus menanggalkan seluruh
kekuasaannya atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng [La Ténribali]
dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis
lainnya yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita dan
anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">19.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea
serta Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">20.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh
Kompeni dan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea hingga
Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik Kompeni sebagai hak penaklukan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">21.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus
ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan tenaga
manusia, senjata dan lainnya.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">22.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang
menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. Untuk
selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis
atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan
orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang
berwenang.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">23.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pemerintah Gowa harus menutup negerinya
bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu Kompeni melawan
musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">24.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Persahabatan dan persekutuan harus
terjalin antara para raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan,
Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan
penguasa-penguasa lain yang pada masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">25.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Dalam setiap sengketa di antara para
sekutu, Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam) harus
diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak mengacuhkan mediasi ini,
maka seluruh sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">26.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Ketika perjanjian damai ini
ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar
harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama Laksamana ke Batavia untuk
menyerahkan perjanjian ini kepada Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika
perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua pangeran penting
sebagai sandera selama yang dia inginkan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">27.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris
dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke Batavia.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">28.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja
Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh
hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">29.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi
sebesar 250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut, baik dalam
bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">30.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Raja Makassar dan para bangsawannya,
Laksamana sebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan yang termasuk
dalam persekutuan ini harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk
perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November 1667.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Referensi Sunting</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>^ Andaya, Leonard Y. 2004. Warsaw Wrung
Palapa: Sejarah Sulawesi Skelaton Abad Ke-17. Makassar: Ininnawa. ISBN
979-98499-0-X.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Bungaya">https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Bungaya</a></span></div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-17568144316021011822019-09-19T19:26:00.000-07:002019-09-19T19:35:23.543-07:00Sejarah Kesultanan Makassar<div class="fullpost">
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="false"
DefSemiHidden="false" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="377">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="header"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footer"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of figures"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope return"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="line number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="page number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of authorities"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="macro"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="toa heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Closing"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Message Header"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Salutation"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Date"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Note Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Block Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="FollowedHyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Document Map"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Plain Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="E-mail Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Top of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Bottom of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal (Web)"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Acronym"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Cite"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Code"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Definition"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Keyboard"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Preformatted"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Sample"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Typewriter"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Variable"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Table"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation subject"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="No List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Contemporary"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Elegant"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Professional"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Balloon Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Theme"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" QFormat="true"
Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" QFormat="true"
Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" QFormat="true"
Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" QFormat="true"
Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" QFormat="true"
Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" QFormat="true"
Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="41" Name="Plain Table 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="42" Name="Plain Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="43" Name="Plain Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="44" Name="Plain Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="45" Name="Plain Table 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="40" Name="Grid Table Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="Grid Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="Grid Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="Grid Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="List Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="List Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="List Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Mention"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Smart Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hashtag"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Unresolved Mention"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Smart Link"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Smart Link Error"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:8.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:107%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapedefaults v:ext="edit" spidmax="1027"/>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapelayout v:ext="edit">
<o:idmap v:ext="edit" data="1"/>
</o:shapelayout></xml><![endif]-->
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">SEJARAH
KESULTANAN GOWA DI MAKASSAR</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Kesultanan Gowa</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">
atau kadang ditulis <b>Goa</b>, adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Selatan" title="Sulawesi Selatan"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Sulawesi
Selatan</span></a>. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Makassar" title="Suku Makassar"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Suku Makassar</span></a>
yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sulawesi" title="Sulawesi"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Sulawesi</span></a>
bagian selatan. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gowa" title="Kabupaten Gowa"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Kabupaten
Gowa</span></a> dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki
raja yang paling terkenal bergelar <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hasanuddin" title="Sultan Hasanuddin"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Sultan Hasanuddin</span></a>, yang saat itu melakukan
peperangan yang dikenal dengan <a href="https://id.m.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Makassar&action=edit&redlink=1" title="Perang Makassar (halaman belum tersedia)"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Perang Makassar</span></a> (<a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/1666" title="1666"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">1666</span></a>-<a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/1669" title="1669"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">1669</span></a>) terhadap <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/VOC" title="VOC"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">VOC</span></a> yang dibantu oleh <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Bone" title="Kerajaan Bone"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Kesultanan
Bone</span></a> yang dikuasai oleh satu <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Wangsa" title="Wangsa"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">wangsa</span></a>
(dinasti) <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis" title="Suku Bugis"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Suku Bugis</span></a> dengan rajanya, <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Arung_Palakka" title="Arung Palakka"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Arung Palakka</span></a>.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu
dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang
Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya
pada abad ke-17.</span></div>
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="3" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184; width: 290px;">
<tbody>
<tr style="mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0;">
<td colspan="3" style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 14.4pt; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Kesultanan Gowa <br />
<i>Bate Salapang</i></span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 1;">
<td colspan="3" style="border-top: solid #AAAAAA 1.0pt; border: none; mso-border-top-alt: solid #AAAAAA .75pt; padding: 2.4pt 0in 2.4pt 0in;">
<div align="center">
<table border="0" cellpadding="0" cellspacing="3" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184; width: 100%px;">
<tbody>
<tr style="mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 37.5pt;" width="50"><br /></td>
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<b><span style="font-size: 14.0pt;">1300–1946</span></b><span style="font-size: 14.0pt;">
</span></div>
</td>
<td style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 37.5pt;" width="50"><br /></td>
</tr>
</tbody></table>
</div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 2;">
<td colspan="3" style="padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div align="center" style="text-align: center;">
<a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Flag_of_the_Sultanate_of_Gowa.svg" title=""Bendera Kesultanan Gowa" "><span style="color: blue; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;"><span style="mso-ignore: vglayout;"><img border="0" height="193" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg" width="490" /></span></span></a><br />
Bendera </div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 3;">
<td colspan="3" style="padding: .1in 0in .1in 0in;">
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<a href="https://id.m.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Peta_Kerajaan_Kerajaan_di_Makassar.jpg&filetimestamp=20150810153428&"><img align="left" border="0" height="236" hspace="12" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg" title=""Lokasi Kesultanan Gowa"" width="454" /></a><span style="font-size: 11.5pt; line-height: 107%;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 15.0pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Wilayah
kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo pada abad ke-16</span><sup id="cite_ref-1"><span style="font-size: 10.5pt;"><a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Gowa#cite_note-1">[1]</a></span></sup><span style="font-size: 10.5pt;"></span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 4;">
<td colspan="2" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Ibu kota</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 50.0%;" width="50%">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sungguminasa" title="Sungguminasa"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Sungguminasa</span></a>
</span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 5;">
<td colspan="2" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bahasa</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bahasa Resmi</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> : <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Makassar" title="Bahasa Makassar"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Makassar</span></a><br />
<b>Bahasa Lainnya</b> <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Mandar" title="Bahasa Mandar"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Mandar</span></a> </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 6;">
<td colspan="2" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Agama</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam" title="Islam"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Islam</span></a>
</span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 7;">
<td colspan="2" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bentuk pemerintahan</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Monarki Kesultanan </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 8;">
<td colspan="2" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Sultan</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;"><br /></td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 9;">
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0in 0in 0in .1in; width: 12.0pt;" width="16">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> - </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt 0in;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">1300 </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Tumanurung </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 10;">
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0in 0in 0in .1in; width: 12.0pt;" width="16">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> - </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt 0in;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">1653-1669 </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hasanuddin" title="Sultan Hasanuddin"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana</span></a>
</span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 11;">
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0in 0in 0in .1in; width: 12.0pt;" width="16">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> - </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt 0in;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">1946-1978 </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 12;">
<td colspan="2" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Sejarah</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;"><br /></td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 13;">
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0in 0in 0in .1in; width: 12.0pt;" width="16">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> - </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt 0in;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Didirikan </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;" valign="bottom">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">1300 </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 14;">
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: 0in 0in 0in .1in; width: 12.0pt;" width="16">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"> - </span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt 0in;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bergabung dengan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Indonesia" title="Indonesia"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Indonesia</span></a>
</span></div>
</td>
<td style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;" valign="bottom">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">1946 </span></div>
</td>
</tr>
<tr style="mso-yfti-irow: 15; mso-yfti-lastrow: yes;">
<td colspan="3" style="border: solid windowtext 1.0pt; mso-border-alt: solid windowtext .5pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt;"><br /></td>
</tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Sejarah Awal</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pada awalnya di daerah
Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang
(Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo,
Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Samata, Bissei, Sero dan Kalling.
Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung
untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari para pendahulu di Gowa mengatakan
bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.
Tomanurung tersebut dikenal dengan nama Tomanurung Bainea karena sosoknya yang
merupakan seorang perempuan.</span></div>
<h3 style="text-align: justify;">
<span class="mw-headline"><span style="font-size: 12.0pt;">Abad ke-16</span></span><span style="font-size: 12.0pt;"></span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
<span id="Tumapa.27risi.27_Kallonna"></span><span class="mw-headline"><i><span id="Tumapa'risi'_Kallonna">Tumapa'risi' Kallonna</span></i></span></h4>
<div style="text-align: justify;">
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa
bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa
itu salah seorang penjelajah <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Portugis" title="Portugis"><span style="color: windowtext;">Portugis</span></a> berkomentar
bahwa "<i>daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil</i>". Dengan
melakukan perombakan besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah
daerah <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Makassar" title="Makassar"><span style="color: windowtext;">Makassar</span></a> dari sebuah <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konfederasi" title="Konfederasi"><span style="color: windowtext;">konfederasi</span></a> antar-komunitas yang longgar
menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo
kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang
mencoba membuat mereka saling melawan (<i>ampasiewai</i>) akan mendapat hukuman
Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan
sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang
syahbandar untuk mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam
cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika
panen bagus dan penangkapan ikan banyak. </div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam sejumlah penyerangan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Militer" title="Militer"><span style="color: windowtext;">militer</span></a> yang sukses penguasa Gowa ini
mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola
ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa
setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh
Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Bone" title="Kerajaan Bone"><span style="color: windowtext;">Kesultanan Bone</span></a>, walaupun ada yang
menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tunipalangga Ulaweng</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tunipalangga dikenang
karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita
para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng,
Lengkese, Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang
Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan
negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Orang pertama kali yang membawa
orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menciptakan jabatan Tumailalang untuk
menangani administrasi internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus
perdagangan dengan pihak luar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan
pengukuran</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pertama kali memasang meriam yang
diletakkan di benteng-benteng besar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pemerintah pertama ketika orang Makassar
mulai membuat peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Pertama kali membuat dinding batu bata
mengelilingi pemukiman Gowa dan Sombaopu.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Penguasa pertama yang didatangi oleh orang
asing (Melayu) di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di
Makassar.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Yang pertama membuat perisai besar menjadi
kecil, memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">11.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih
banyak dari rakyatnya.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">12.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Penyusun siasat perang yang cerdas,
seorang pekerja keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<h3>
<span class="mw-headline"> </span></h3>
<h3>
<span class="mw-headline"> </span></h3>
<h3>
<span class="mw-headline"> </span></h3>
<h3>
<span class="mw-headline">Abad ke-17</span></h3>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Stamps_of_Indonesia,_053-06.jpg"><span style="color: blue; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;"><span style="mso-ignore: vglayout;"><img border="0" height="213" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.jpg" width="280" /></span></span></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Gambar <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hasanuddin" title="Sultan Hasanuddin"><span style="color: windowtext;">Sultan Hasanuddin</span></a>
dalam perangko yang diterbitkan tahun <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/2006" title="2006"><span style="color: windowtext;">2006</span></a>.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada tahun <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/1666" title="1666"><span style="color: windowtext;">1666</span></a>,
di bawah pimpinan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Cornelis_Speelman" title="Cornelis Speelman"><span style="color: windowtext;">Laksamana Cornelis
Speelman</span></a>, <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/VOC" title="VOC"><span style="color: windowtext;">VOC</span></a> berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan
kecil di <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sulawesi" title="Sulawesi"><span style="color: windowtext;">Sulawesi</span></a>, tetapi belum berhasil menundukkan
Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia
berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian
timur untuk melawan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/VOC" title="VOC"><span style="color: windowtext;">VOC</span></a> (Kompeni). </div>
<div style="text-align: justify;">
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah
kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah
sehingga pada tanggal <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/18_November" title="18 November"><span style="color: windowtext;">18 November</span></a> <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/1667" title="1667"><span style="color: windowtext;">1667</span></a>
bersedia mengadakan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perdamaian_Bungaya" title="Perdamaian Bungaya"><span style="color: windowtext;">Perjanjian Bungaya</span></a>
di <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bungaya,_Gowa" title="Bungaya, Gowa"><span style="color: windowtext;">Bungaya</span></a>. Gowa merasa dirugikan, karena itu <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hasanuddin" title="Sultan Hasanuddin"><span style="color: windowtext;">Sultan Hasanuddin</span></a>
mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Batavia" title="Batavia"><span style="color: windowtext;">Batavia</span></a>. Pertempuran kembali pecah di
berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan
tentara dari luar menambah kekuatan pasukan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/VOC" title="VOC"><span style="color: windowtext;">VOC</span></a>,
hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Benteng" title="Benteng"><span style="color: windowtext;">benteng</span></a> terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu
<a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Benteng_Somba_Opu" title="Benteng Somba Opu"><span style="color: windowtext;">Benteng Somba Opu</span></a>
pada tanggal <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/12_Juni" title="12 Juni"><span style="color: windowtext;">12 Juni</span></a> <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/1669" title="1669"><span style="color: windowtext;">1669</span></a>.
Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada
tanggal <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/12_Juni" title="12 Juni"><span style="color: windowtext;">12 Juni</span></a> <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/1670" title="1670"><span style="color: windowtext;">1670</span></a>.
</div>
<h3 style="text-align: justify;">
<span id="Abad_ke-20"><span class="mw-headline"><span style="font-size: 12.0pt;">Abad ke-20</span></span></span><span style="font-size: 12.0pt;"></span></h3>
<div style="text-align: justify;">
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut
dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak
keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan di bawah
kekuasaan <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Belanda" title="Belanda"><span style="color: windowtext;">Belanda</span></a>. Dalam pada itu, sistem
pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng
Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa
bergabung menjadi bagian <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Republik_Indonesia" title="Republik Indonesia"><span style="color: windowtext;">Republik Indonesia</span></a>
yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah
Tingkat II <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gowa" title="Kabupaten Gowa"><span style="color: windowtext;">Kabupaten Gowa</span></a>.
Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah
sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati <a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gowa" title="Kabupaten Gowa"><span style="color: windowtext;">Kabupaten Gowa</span></a> pertama. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keadaan Sosial-BudayaSunting</b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<a href="https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Taopere.jpg"><span style="color: blue; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;"><span style="mso-ignore: vglayout;"><img border="0" height="220" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.jpg" width="422" /></span></span></a></div>
<div align="center" style="text-align: center;">
Deretan kapal Pinisi di Pelabuhan
Paotere.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagai negara maritim, maka sebagian besar
masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk
meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau
untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan
untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya
mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma
kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma
tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga
mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan
golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng,
sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah
disebut dengan golongan Ata[2].</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak
menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka
terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal
dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan
rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="mso-no-proof: yes;"><img border="0" height="235" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.jpg" width="408" /></span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo
Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (bertahta 1936-1946)
mendengarkan pidato pengangkatan pejabat gubernur Celebes, Tn. Bosselaar (awal
tahun 1930-an).</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="mso-no-proof: yes;"><img border="0" height="213" src="file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.jpg" width="406" /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Istana
Balla Lompoa di Sungguminasa, Kabupaten Gowa pada tahun 2013.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Para Raja dan Sultan Gowa</b></div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Tumanurung Bainea (±1300)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Tumassalangga Baraya</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Puang Loe Lembang</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>I Tuniatabanri</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Karampang ri Gowa</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Tunatangka Lopi (±1400)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Pakere Tau Tunijallo ri Passukki</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span>Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad
ke-16)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">11.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">12.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">13.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">14.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai
tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang
memeluk agama Islam</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">15.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri
Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga
wafatnya 6 November 1653</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">16.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga
ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Januari 1631, berkuasa mulai tahun 1653
sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">17.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'; Lahir 31 Maret
1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">18.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>Sultan
Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654,
berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">19.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri
Lakiyung. (1677-1709)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">20.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>La
Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">21.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">22.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Manrabbia Sultan Najamuddin</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">23.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya
pada tahun 1735</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">24.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">25.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">26.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>Amas
Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">27.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">28.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging
(1770-1778)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">29.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">30.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka
(1816-1825)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">31.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>La
Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">32.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri
Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">33.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna
(1893 - wafat 18 Mei 1895)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">34.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na;
Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5
Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19
Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April
1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal
25 Desember 1906[3]</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">35.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>I
Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin
Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="mso-list: Ignore;">36.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span>Andi
Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin
(1946-1978)[3] sekaligus menjadi Kepala Daerah TK II Gowa (bupati Gowa) pertama
dan mendeklarasikan diri sebagai Raja Gowa terakhir setelah Kerajaan Gowa
dinyatakan bergabung dengan NKRI</div>
<div style="margin-left: .5in; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
SUMBER: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Gowa </div>
</div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-8781759252099345872019-01-08T16:08:00.000-08:002019-01-08T16:08:00.869-08:00DEVELOPMENT OF OPEND-ENDED APPROACH IN IPS LEARNING TO IMPROVE STUDENTS’HIGH LEVEL SKILL OF THINKING
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .75in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none; text-indent: -.75in;">
<span lang="EN-GB">Abstract:<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 9.0pt; mso-ansi-language: IN;">Open-ended approach is a learning approach that
emphasizes more on students' efforts to arrive at answers rather than the
correctness or accuracy of answers, students are who faced with a problem have
more than one correct answer</span><span lang="EN-GB" style="font-size: 9.0pt;">, </span><span lang="IN" style="font-size: 9.0pt; mso-ansi-language: IN;">the teacher does not limit
the way students solve, even the teacher provide flexibility to find various
approaches to problems</span><span lang="EN-GB" style="font-size: 9.0pt;">. In
social studies learning, the Open-ended approach is very appropriate to apply
to develop high level thinking skill or <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">HOT</b>
(high order thinking skill) of students. By high order thinking, learning
process becomes complex and profound</span><span lang="EN-GB" style="font-size: 9.0pt; mso-fareast-font-family: TimesNewRomanPSMT;">. This is very much in line
with the purpose <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>and the essence of the
open-ended approach. The facts in the field show that a </span><span lang="IN" style="font-size: 9.0pt; mso-ansi-language: IN;">a teacher emphasizes students more
about giving material and how students can master the material in the learning
process, so students do not get the opportunity to develop the potential to
think especially in high cognitive such as analysis (C4) evaluation (C5) and
Create (C6) , but they only move at a low cognitive level such as knowledge
(C1) understanding (C2) and application (C3). Students who have a better
understanding of the learning process will experience conceptual changes when
needed. Characteristics of students should be a main concern for teachers.
Students' reasoning abilities need to be developed by applying active, creative,
inovative, and interesting learning methods.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .75in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none; text-indent: -.75in;">
<br /></div>
<div class="Abstract" style="margin-bottom: 12.0pt; margin-left: .75in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; text-align: justify; text-indent: -.75in;">
<span lang="EN-GB">Keywords:<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>High level thinking skill, open-ended
approach, social studies learning</span></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="false"
DefSemiHidden="false" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="375">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="header"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footer"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of figures"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope return"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="line number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="page number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of authorities"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="macro"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="toa heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Closing"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Message Header"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Salutation"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Date"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Note Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Block Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="FollowedHyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Document Map"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Plain Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="E-mail Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Top of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Bottom of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal (Web)"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Acronym"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Cite"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Code"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Definition"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Keyboard"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Preformatted"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Sample"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Typewriter"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Variable"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Table"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation subject"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="No List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Contemporary"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Elegant"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Professional"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Balloon Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Theme"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" QFormat="true"
Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" QFormat="true"
Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" QFormat="true"
Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" QFormat="true"
Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" QFormat="true"
Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" QFormat="true"
Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="41" Name="Plain Table 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="42" Name="Plain Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="43" Name="Plain Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="44" Name="Plain Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="45" Name="Plain Table 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="40" Name="Grid Table Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="Grid Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="Grid Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="Grid Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="List Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="List Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="List Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Mention"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Smart Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hashtag"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Unresolved Mention"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:8.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:107%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><div class="fullpost">
</div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-9954395839742342542019-01-06T05:49:00.002-08:002019-01-06T05:49:18.651-08:00tugas kuliah.teori sosbud dan humaniora
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">UJIAN
AKHIR SEMESTER</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">TEORI
SOSIAL, BUDAYA, DAN HUMANIORA</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">PROGRAM
DOKTORAL PIPS SPs UPI 2016</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">DOSEN:
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Prof. Helius Sjamsuddin, Ph.D., MA</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Apa
yang membedakan semiotika ferdinand de<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Saussure (1857-1913) dengan semiotika Charles Sanders Peirce (1839-1914)?
Apa nilai guna (usevalue) dari kajian semiotika ini bagi IPS? </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jawaban:</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Yang membedakan semiotika </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">ferdinand de<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Saussure <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dengan semiotika Charles Sanders Peirce adalah
“<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">OBJEK</b>”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Objek bagi <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Saussure</b>
disebut <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">“Referent”.</b> Hampir serupa
dengan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Peirce</b> yang mengistilahkan
interpretant untuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">signified </i>dan<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> object</i> untuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">signifier</i>, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan
menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika
orang menyebut kata “anjing” Penanda(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">signifier</i>)
dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan Tinanda(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">signified</i>). Begitulah, menurut Saussure,
“Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua
sisi dari sehelai kertas”. Sedangkan Semiotika bagi <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Pierce</b> adalah suatu tindakan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">action</i>),
pengaruh (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">influence</i>) atau kerja sama
tiga subyek yaitu tanda (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">sign</i>), obyek
(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">object</i>) dan penafsir (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">interpretant</i>).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Semiotika (semiotics) adalah salah satu dari ilmu yang oleh
beberapa ahli/pemikir dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan,
sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadap teori dusta ini serta beberapa
teori lainnya yang sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah
kecenderungan semiotika, yang kemudian disebut juga sebagai hipersemiotika
(hyper-semiotics). Dalam semiotika, bila segala sesuatu yang dalam terminologi
semiotika disebut sebagai tanda (sign), semata alat untuk berdusta, maka setiap
tanda akan selalu mengandung muatan dusta; setiap makna (meaning) adalah dusta;
setiap pengguna tanda adalah para pendusta; setiap proses pertandaan
(signification) adalah kedustaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">USEVALUE</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>kajian Semiotika bagi IPS adalah:
Semiotika berperan penting dalam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kajian
IPS terkhusus dalam kajian Ilmu Sosial Budaya secara umum yang merupakan sumber
ilham bagi sebuah paham pemikiran sosial yang dinamakan strukturalisme dalam Prinsip-prinsip
linguistic, seperti:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">a)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bahasa adalah sebuaha fakta sosial.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">b)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sebagai fakta sosial, bahasa
bersifat laten, bahasa bukanlah gejala-gejala permukaan melainkan sebagai
kaidah-kaidah yang menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut sengai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">langue. </i>Langue tersebut
termanifestasikan sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">parole, </i>yakni
tindakan berbahasa atau tuturan secara individual.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">c)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bahasa adalah suatu sistem atau
struktul tanda-tanda. Karena itu, bahasa mempunyai satuan-satuan yang
bertingkat-tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, hingga wacana.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">d)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Unsur-unsur dalam setiap tingkatan
tersebut saling menjalin melalui cara tertentu yang disebut dengan hubungan
paradigmatik dan sintakmatik.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">e)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Relasi atau hubungan-hubungan antara
unsur dan tingkatan itulah yang sesungguhnya membangun suatu bahasa. Relasi
menentuka nilai, makna, pengertian dari setiap unsur dalam bangunan bahasa
secara keseluruhan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 28.35pt; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">f)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Untuk memperoleh pengetahuan tentang
bahasa yang prinsip-prinsipnya yang telah disebut diatas, bahasa dapat dikaji
melalui suatu pendekatan sikronik, yakni pengkajian bahasa yang membatasi
fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam
perkembangan dari waktu ke waktu (diakronis).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Referensi
:</span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Agus
S. Ekomadyo, 1999, Pendekatan Semiotika dalam Kajian Terhadap Arsitektur <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tradisional di Indonesia Kasus :
Sengkelan Memet dalam Arsitektur Jawa, <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Surabaya,
Makalah Seminar Nasional Naskah Arsitektur Nusantara: Jelajah <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Penafsiran Arsitektural.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Apa
yang dimaksud oleh Jean Baudrillard dengan simulacra dan simulation? Beri
beberapa contoh yang relevan dengan kajian IPS?</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jawaban:</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Simulacra dan Simulasi paling
dikenal ketika diskusi membahas tentang<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>simbol, tanda-tanda, serta bagaimana mereka berhubungan dengan kelompok
sosial/masyarakat (eksistensi simultan). Baudrillard menyatakan bahwa realitas
dan makna di masyarakat telah diganti dengan simbol dan tanda-tanda, suatu
pengalaman manusia yang merupakan simulasi realitas. Selain itu, simulacra
tidak hanya menjadi mediasi realitas, tetapi juga mediasi yang menipu realitas;
pemikirannya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tidak berbasis pada
kenyataan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tetapi juga tidak
menyembunyikan kenyataan, sesuatu yang di sembunyikan hanyalah realitas relevan
terhadap pemahaman kita tentang kehidupan. Simulacra menurut Baudrillard adalah
suatu media signifikasi dan simbolisme budaya<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>yang dibangun dalam realitas, pemahaman yang diakuisisi dalam
kehidupan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam keberadaan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di lingkungan masyarakat.</span> <span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Konsep
Baudrillard mengenai simulasi adalah tentang penciptaan kenyataan melalui model
konseptual atau sesuatu yang berhubungan dengan “mitos” yang tidak dapat
dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Model ini menjadi faktor penentu
pandangan kita tentang kenyataan. Segala yang dapat menarik minat manusia <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>seperti seni, rumah, kebutuhan rumah tangga
dan lain-lain ditayangkan melalui berbagai media dengan model-model yang ideal,
disinilah batas antara simulasi dan kenyataan menjadi tercampur aduk sehingga
menciptakan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">hyperreality</i> dimana yang
nyata dan yang tidak nyata menjadi tidak jelas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kebudayaan industri menyamarkan
jarak antara fakta dan informasi, antara informasi dan entertainment, antara
entertainment dan akses-akses politik. Masyarakat tidak sadar akan pengaruh
simulasi dan tanda(signs/simulacra), hal ini membuat mereka kerap kali berani
dan ingin mencoba hal yang baru yang ditawarkan oleh keadaan simulasi membeli,
memilih, bekerja dan lain-lain. Baudrillard mengartikan Simulacra dengan
realitas tiruan yang tidak lagi mengacu pada realitas sesungguhnya. Artinya
realitas sesungguhnya sudah dibelokkan yang kemudian benar-benar ditutup dari
acuannya. Akan tetapi, realitas ini belum sepenuhnya sempurna dikatakan sebagai
suatu realitas yang benar-benar real. Karena, hubungan timbal balik /
interaktif belum terjadi. Atau biasa disebut sebagai semi-realitas. Sedangkan,
Simulasi berarti tiruan. Maksudnya adalah realitas tiruan yang masih mengacu
pada realitas yang sesungguhnya.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l4 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">ü<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Contoh
yang relevan dengan kajian IPS</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>realitas simulasi/simulacra yang
dihasilkan oleh berbagai teknologi baru micro processor, memory bank, remote
control, televise,telecard, laser disc, optic cable, drone – telah mampu
mengalahkan realitas yang sesungguhnya dan bahkan menjadi model acuan yang baru
bagi masyarakat. Citra lebih meyakinkan ketimbang fakta dan mimpi lebih
dipercaya ketimbang kenyataan sehari-hari. Inilah dunia hiperrealitas: realitas
yang lebih nyata dari yang nyata, semu dan meledak-ledak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 28.35pt; margin-right: 30.8pt; margin-top: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">“Tekonologi media
Televisi, yang menayangkan berita tentang aksi 411 dan 212 yang ditayangkan
berulang-ulang serta disisipi advertising/ iklan yang seolah-olah
mendiskreditkan aksi yang super damai itu menjadi aksi yang seolah-olah menjadi
aksi gerombolan untuk makar”. Objek-objek asli yang merupakan hasil produksi
bergumul menjadi satu/menyatu dengan objek-objek hiperreal yang merupakan hasil
reproduksi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Dengan televisi dan media massa,
realitas buatan (citra-citra) seolah menjadi lebih real dibanding realitas
aslinya. Lebih jauh, realitas buatan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>(citra-citra)
kini tidak lagi memiliki asal-usul, referensi ataupun kedalaman <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>makna. Tokoh-tokoh film Star Wars,
Spiderman, boneka Barbie, Jurrasic <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Park,
atau bahkan minions yang semuanya merupakan citra-citra buatan adalah realitas
tanpa referensi, namun nampak seolah lebih dekat dan nyata <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>ketimbang keberadaan saudara atau
teman kita sendiri. Dalam kondisi seperti ini, realitas, kebenaran, fakta dan
objektivitas kehilangan eksistensinya. Hiperrealitas adalah realitas itu
sendiri. Yakni, era yang dituntun oleh model-<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>model
realitas tanpa asal-usul dan referensi, dimana yang nyata tidak sekedar <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>dapat direproduksi, namun selalu dan
selalu direproduksi. Realitas-realitas hiper, seperti online media, Facebook,
Twitter, Disneyland, shopping mall dan televisi nampak lebih real daripada
kenyataan yang sebenarnya, dimana model, citra-citra dan kode hiperrealitas
bermetamoforsa sebagai pengontrol pikiran dan tindak-tanduk manusia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Referensi:</span></i></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jean Baudrillard. 1981, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Simulacres et Simulasi</i>.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> Éditions Galilée:French.France. <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh: Sheila Glaser
1994 bentuk <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>(Paperback): University
of Michigan Press. (On my collection of google book <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>library).</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Aziz, Imam,
2001, Galaksi Simulacra, LkiS: Yogyakarta.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Gunawan,
Arief, 2006, Membaca Baudrillard <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>[http://ariefgunawan.blogspot.com/2016/26
Akses/membaca-baudrillard.html]</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Utoyo,
Bambang, 2001, Perkembangan pemikiran Jean Baudrillard: dari realitas ke <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>simulakrum, Perpustakaan Universitas
Indonesia: Jakarta.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ibnu
Khaldun di dalam Muqaddimahnya mencoba menampilkan hukum-hukum yang berlaku
umum (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">general laws</i>) untuk masyarakat
dan sejarah. Bagaimana teorinya tentang bangkit dan runtuhnya peradaban?
Selanjutnya Bagaimana pendapatnya tentang masalah Ekonomi?</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jawaban:</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .55pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Teori Ashabiyah </span><span class="fullpost"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Teori ini merupakan piranti yang membuat suatu masyarakat atau
kelompok solid dan indepeden, dan membuat kelompok lain menjadi lemah dan
tunduk padanya. Kelompok yang memiliki asabiyah yang kuat akan lebih unggul dibanding
kelompok yang lain.</span></span><a href="https://www.blogger.com/null" name="_ftnref8"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3703265675054219371#_ftn8"><span style="mso-bookmark: _ftnref8;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="color: black; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; text-decoration: none; text-underline: none;">(</span></span></span><span style="mso-bookmark: _ftnref8;"><span style="color: #222222; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; text-decoration: none; text-underline: none;"> Ibnu Khaldun,<span class="apple-converted-space"> </span><i>The Muqaddimah,<span class="apple-converted-space"> </span></i>(United Kingdom: Princeton Press,
1989), h. XI</span></span><span style="mso-bookmark: _ftnref8;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="color: black; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; text-decoration: none; text-underline: none;">)</span></span></span><span style="mso-bookmark: _ftnref8;"></span></a><span style="mso-bookmark: _ftnref8;"></span><span class="apple-converted-space"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> </span></span><span class="fullpost"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Asabiyah berfungsi memberi perlindungan, memunkinkan menciptakan
pertahanan bersama, sanggup menggalang aspirasi, dan berbagai kegiatan lainnya.</span></span><span style="color: #222222; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;">
<span class="fullpost"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"> <span style="mso-tab-count: 2;"> </span>Menurut Ibnu Khaldun, semua orang
memiliki kebanggaan akan keturunannya. Rasa saling sayang dan saling cinta
antara mereka dan rasa malu merupakan anugerah Allah pada setiap manusia.
Itulah yang melahirkan motivasi saling mendukung dan saling membantu.
Sebaliknya, sama-sama merasa terhina dan terluka tatkala dilecehkan dan
diperlakukan tidak adil. Adanya solidaritas yang kuat merupakan suatu keharusan
bagi bangunnya suatu dinasti atau negara. </span></span><span style="color: #222222; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
teorinya ‘ashabiyah, Ibn Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul
tenggelamnya suatu Negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap sebagai
berikut</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">:<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>1.<span style="color: #222222;">Tahap sukses
atau tahap konsolidasi, 2. Tahap tirani, 3. Tahap sejahtera, 4. Tahap kepuasan
hati, tentram dan damai, 5. Tahap hidup boros dan berlebihan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Ibnu Khaldun juga menuturkan bahwa
sebuah Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan
kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Keinginan hidup dengan makmur
dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah diantara mereka
membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan
perjuangan yang keras. Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah
peradaban baru. Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan
kemunduran suatu peradaban lain. Tahapan-tahapan diatas kemudian terulang lagi,
dan begitulah seterusnya hingga teori ini disebut <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Teori Siklus.</b>(
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-left: 28.35pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
</div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" style="width: 100%px;">
<tbody>
<tr>
<td>
<div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: white; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 10.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-themecolor: background1;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: white; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-themecolor: background1;">Jangan
menegakkan negara di mana pemahaman syari’ah belum mantap dan ekonomi ummat
belum kuat.</span></b><span style="color: white; font-size: 12.0pt; mso-themecolor: background1;"></span></div>
</div>
</td>
</tr>
</tbody></table>
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-no-proof: yes;">
</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span>
<div class="MsoListParagraph" style="background: white; line-height: 14.85pt; margin-left: 36.55pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">ü<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Pendapat
Ibnu Khaldun tentang masalah Ekonomi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Ibnu Khaldun adalah raksasa
intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi
juga Bapak ilmu Ekonomi<b>, </b>karena banyak teori ekonominya yang jauh
mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad
mendahului para pemikir Barat modern tersebut. Muhammad Hilmi Murad
telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul <i>Abul Iqtishad : Ibnu Khaldun. </i>Artinya
<u>Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun</u><i>. </i>Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun
dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara
empiris. Tulisan ini menurut Zainab Al-Khudairi, disampaikannya pada
Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978. Sebelum teori Ibnu Khaldun muncul,
kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif, adakalanya dikaterkadang
pengkajiannya dari perspektif hukum, moral bahkan dari perspektif
filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti ilmuwan
Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman
pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sedangkan
Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia
menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy,
menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi
dalam bahasa Inggris yang artinya :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-left: 28.35pt; margin-right: 30.8pt; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">(Ibn Khaldun membahas aneka ragam
masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja,
sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang,
pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan
pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak
milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang
dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham
dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya
berjenjang mundur).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; margin-left: 28.35pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: #222222; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Referensi: </span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Azyumardi Azra, 2002.Historiografi
Islam Kontemporer; Wacana, Aktualitas, <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>dan
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Aktor Sejarah, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Gramedia Pustaka Utama.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Haroon
Khan Sherwani,<span class="apple-converted-space"> </span><i>Studies in
Muslim Political Thought and <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Administration,<span class="apple-converted-space"> </span></i>Lahore: S. H. Muhammad Ashraf,
1970</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 14.85pt; text-align: justify;">
<span class="MsoHyperlink"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun</span></a>
(diakses 29-10-<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>2016.konten belum
memenuhi standar Wikipedia)</span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 14.85pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Ibnu
Khaldun, 1989.<span class="apple-converted-space"> </span><i>The Muqaddimah,<span class="apple-converted-space"> </span></i>United Kingdom: Princeton Press. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Munawir
Sjadzali, 1993.<span class="apple-converted-space"> </span><i>Islam dan Tata
Negara; Ajaran Sejarah dan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pemikiran,<span class="apple-converted-space"> </span></i>Jakarta: UI Pres, </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jelaskan
teori <i style="mso-bidi-font-style: normal;">social structuration</i> dari
Anthony Giddens, Berilah sebuah contoh?</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jawaban:</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Constitution
of Society</i>, Giddens menekankan peran interpretasi dan sistem makna dalam
hidup manusia. Manusia adalah subjek dan pelaku sebagai dualitas yang saling
mendukung. Manusia adalah subjek yang aktif dan kreatif. Giddens menolak
pendapat bahwa manusia adalah boneka ciptaan aturan-aturan dan struktur-struktur
eksternal. Menurutnya struktur berada diluar individu. Struktur memiliki
keberadaan yang sebenarnya dalam pola-pola pikir, berisi aturan-aturan dan
sumber-sumber (pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan praktis) yang diperoleh
seseorang melalui sosialisasi. Struktur sebagai medium dan hasil dari tindakan.
Struktur menjadi medium karena seseorang tidak dapat bertindak tanpa kemampuan
dan pengetahuan yang sudah terbatinkan. Struktur menjadi hasil karena pola
budaya yang luas direproduksi ketika digunakan. Strukturalisasi menangkap
gambaran tentang hidup sisal sebagai proses timbal balik antara
tindakan-tindakan individual dan kekuatan-kekuatan sosial.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Teori strukturasi menunjukkan bahwa agen manusia secara
kontinyu mereproduksi struktur sosial – artinya individu dapat melakukan
perubahan atas struktur sosial. Struktur mengacu tidak hanya pada aturan-aturan
yang disiratkan dalam produksi dan reproduksi sistem-sitem sosial namun juga
pada sumberdaya-sumberdaya. Giddens berpandangan perubahan itu dapat terjadi
bila agen dapat mengetahui gugus mana dari struktur yang bisa ia masuki dan
dirubah, gugus tersebut antara lain gugus signifikansi, dominasi, dan
legitimasi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Struktur<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penandaan atau signifikansi yang menyangkut
sekamata simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. Struktur<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>penguasaan atau dominasi yang mencakup
skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang atau hal (ekonomi).
Sedangkan struktur pembenaran (legitimasi) yang menyangkut skemata peraturan
normative yang terungkap dalam tata hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Menurut teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu
sosial bukanlah pengalaman<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>aktor ataupun
keberadaan setiap bentuk totalitas kemasyarakatan, melainkan praktik-praktik
sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu. Aktivitas sosial memiliki
tujuan bahwa aktivitas-aktivitas sosial tidak dilaksanakan oleh aktor sosial
melainkan secara terus menerus mereka ciptakan melalui alat-alat yang digunakan
untuk mengekspresikan dirinya sendiri sebagari aktor. Teori Strukturasi
memusatkan pada praktik sosial yang berulang itu pada dasarnya adalah sebuah
teori yang menghubungkan antara agen dan struktur yang tidak dapat dipisahkan
karena keduanya seperti dua mata uang logam<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>yang memiki hubungan rangkap dua. Tolok ukur analisisnya ada pada
tindakan manusia,artinya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>aktivitas
“tidak dibuat sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus tercipta
secara berulang-ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka
menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktornya dalam segala aktifitas, agen
menciptakan kondisi yang memungkinkan aktivitas ini berlangsung”. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Aktivitas tidak dihasilkan melalui kesadaran, melalui
konstruksi tentang realitas, atau tidak diciptakan oleh struktur sosial dan
melalui praktik sosial itulah <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kesadaran
maupun struktur diciptakan. Gidden memusatkan pada kesadaran atau
refleksivitas. Dalam merenung (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">reflexive</i>)
manusia tak hanya merenungi diri sendiri, tetapi juga terlibat dalam memonitor
aliran terus-menerus dari aktivitas dan kondisi struktural. Secara umum Giddens
memusatkan perhatian pada proses dialektika dimana praktik sosial, struktur,
dan kesadaran diciptakan. Yang menjelaskan bahwa masalah agen-struktur secara
historis, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">processual</i>, dan dinamis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk
menyelesaikan tujuan-tujuan mereka, pada saat yang sama, tindakan manusia
memiliki <i style="mso-bidi-font-style: normal;">unintended consequences </i>(konsekuensi
yang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan
manusia selanjutnya. Manusia menurut teori ini yaitu agen pelaku bertujuan yang
memiliki alasan-alasan atas aktivitas-aktivitasnya dan mampu menguraikan alasan
itu secara berulang-ulang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Contoh:</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Gelaran
Ningrat “ANDI” di Suku Bugis. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Gelar
ANDI pada suku Bugis biasanya disematkan di depan nama orang yang dalam
silsilahnya adalah keturunan dari Raja,penyebutan kepada orang yang mempunyai
gelaran itu adalah PUANG. Contoh Strukturasi Sosial:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Andi
Ahsan : Adalah keturunan Raja,tapi pekerjaannya kuli bangunan,Ekonominya <span style="mso-tab-count: 2;"> </span>pas-pasan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sofyan<span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;">
</span>: Bukan keturunan Raja,pekerjaannya sebagai Kepala Desa,Ekonominya <span style="mso-tab-count: 2;"> </span>berlebih,suka membantu
orang miskin.Karena berwibawa,Kaya dan <span style="mso-tab-count: 2;"> </span>Dermawan,Masyarakat
memanggil/menyebutnya PUANG.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l5 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">ü<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sofyan adalah individu yang dapat
melakukan perubahan atas struktur sosial, karena ada pengalaman praktik-praktik
sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Referensi:</span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Giddens,
A. 1979. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Central Problems in Social
Theory.</i> London and <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Basingstoke:
The Macmillan Press Ltd.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Giddens,
A.1984. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The constitutionof
society-Outline of The Theory of <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Structuration,Polity
Press</i></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Catatan:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">ü<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Serahkan
sepuluh hari setelah penyerahan soal ini.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">ü<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sebutkan
sumber-sumber kutipan dari setiap jawaban soal-soal</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: Wingdings; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">ü<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Selamat
bekerja sendiri!</span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: right;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bandung, 26 Desember 2016</span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: 45.0pt; margin-top: 0in; text-align: right;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Penyusun</span></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: right;">
<br /></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
</div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: right;">
<br /></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: right;">
<u><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd</span></u></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 0in; margin-right: 52.05pt; margin-top: 0in; text-align: right;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Nim. 1603055 </span></div>
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="false"
DefSemiHidden="false" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="375">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="header"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footer"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of figures"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope return"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="line number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="page number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of authorities"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="macro"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="toa heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Closing"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Message Header"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Salutation"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Date"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Note Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Block Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="FollowedHyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Document Map"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Plain Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="E-mail Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Top of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Bottom of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal (Web)"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Acronym"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Cite"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Code"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Definition"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Keyboard"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Preformatted"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Sample"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Typewriter"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Variable"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Table"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation subject"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="No List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Contemporary"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Elegant"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Professional"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Balloon Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Theme"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" QFormat="true"
Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" QFormat="true"
Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" QFormat="true"
Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" QFormat="true"
Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" QFormat="true"
Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" QFormat="true"
Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="41" Name="Plain Table 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="42" Name="Plain Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="43" Name="Plain Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="44" Name="Plain Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="45" Name="Plain Table 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="40" Name="Grid Table Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="Grid Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="Grid Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="Grid Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="List Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="List Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="List Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Mention"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Smart Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hashtag"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Unresolved Mention"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapedefaults v:ext="edit" spidmax="1027"/>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapelayout v:ext="edit">
<o:idmap v:ext="edit" data="1"/>
</o:shapelayout></xml><![endif]--><div class="fullpost">
</div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-24383113298312033682019-01-06T05:35:00.001-08:002019-09-19T19:31:39.209-07:00tugas makalah lokal wisdom
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">KEARIFAN
LOKAL SUKU TIDUNG TARAKAN</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes;">
</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Ahsan Sofyan,
S.E., M.Pd</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">NIM.1603055</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Program Doktoral
Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">ABSTRAK</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Perlu adanya penanaman
dan rekonstruksi nilai-nilai luhur kepada siswa. Upaya yang perlu dilakukan
adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk
membangun pendidikan karakter. Harapan penulis kurikulum muatan lokal khususnya
budaya lokal harus diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan
pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Kearifan lokal Suku
Tidung yang telah penulis telusuri dan digali kiranya dapat dipelihara serta
dilestarikan dengan baik agar dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia
Indonesia menuju bangsa yang beradab, kokoh, dan berkarakter cerdas sosial.
Setidaknya Artikel ini dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi
penulis agar kedepannya nanti bisa lebih membuka seluas-luasnya serta<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung agar
bisa menjadi acuan atau referensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan
kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya-budaya bangsa
Indonesia, terutama dalam rangka pengembangan pendidikan karakter di Indonesia.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">KataKunci:Kearifan Lokal Suku Tidung Tarakan,
Pendidikan Karakter</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">A. PENDAHULUAN</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung
“Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan
“Tempat para nelayan untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter
hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu Tarakan juga merupakan tempat
pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.
</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kerajaan Tidung atau dikenal pula
dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tidung" title="Suku Tidung"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Suku
Tidung</span></a> di Kalimantan Utara, yang berkedudukan di <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Tarakan" title="Pulau Tarakan"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Pulau
Tarakan</span></a> dan berakhir di Salimbatu, </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">tana lia, Pulau
bunyu, Sesayap. Tarakan juga sebagai tempat bermuaranya tiga sungai besar
seperti sungai Sesayap/Malinau, Sungai Kayan, dan Sungai Sembakung. Pulau
Tarakan yang kecil dikelilingi laut, dalam Bahasa Tidung disebut Tengkayu yang
berarti wilayah air asin atau daerah pesisir/pantai. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Masuknya Agama dan budaya Islam
mempengaruhi tradisi budaya Tidung sejak pemerintahan Bengawan, dan belakangan
beliau juga menjadi salah satu penyebar Islam di Kalimantan Utara sehingga
dikenal sebagai Syekh Bengawan. Menurut riwayat beliau menjadi raja Tidung
pertama yang menganut agama Islam yang memerintah dari tahun 1236-1280.</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> Sebelumnya terdapat dua kerajaan di
kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Bulungan" title="Kesultanan Bulungan"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Kesultanan Bulungan</span></a> yang berkedudukan di
Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genealogy</i>)
yang ada bahwa dipesisir timur <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Tarakan" title="Pulau Tarakan"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Pulau
Tarakan</span></a> yaitu di kawasan Dusun Binalatung sudah ada Kerajaan Tidung
Kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">(The Ancient Kingdom of Tidung)</i>,
kira-kira pada tahun 1076-1156, kemudian berpindah ke pesisir selatan Pulau
Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada tahun 1156-1216, lalu bergeser lagi ke
wilayah barat yaitu ke kawasan Sungai Bidang kira-kira pada tahun 1216-1394,
setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari Pulau Tarakan ke daerah
Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, sekitar tahun 1394-1557, dibawah
pengaruh <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Sulu" title="Kesultanan Sulu"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Kesultanan Sulu</span></a>. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kota
Tarakan terdiri dari 4 Kecamatan dan 20 Kelurahan, untuk Kecamatan Tarakan
Barat dan Tarakan Tengah masing-masing terdiri dari 5 Kelurahan, untuk Tarakan
Timur terdiri dari 7 Kelurahan dan 3 Kelurahan untuk Tarakan Utara.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Tarakan.png"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;">
</span></a><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Secara geografis Kota Tarakan
terletak pada posisi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>3°14'23" -
3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur,
terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah
mencapai 657,33 km².</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Adapaun batas-batas wilayah sebagai
berikut :</span></div>
<ul style="margin-top: 0in;" type="disc">
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-list: l0 level1 lfo2; tab-stops: list .5in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sebelah Utara : Kecamatan Pulau Bunyu</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-list: l0 level1 lfo2; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list .5in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sebelah Timur : Laut Sulawesi</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-list: l0 level1 lfo2; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list .5in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Palas</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-list: l0 level1 lfo2; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: list .5in;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sebelah Barat : Kecamatan Sesayap dan Kecamatan Sekatak</span></li>
</ul>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Suhu
udara minimum Kota Tarakan rata-rata 24,1 °C dan maksimum 31,1 °C dengan
Kelembabab rata-rata 84,7%. Curah Hujan dalam 5 tahun terakhir rata-rata
sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%, telah memberikan
julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">B. Kearifan
Lokal di Tarakan</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kearifan lokal
adalah tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berintraksi dengan
lingkungan tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal berasal dari nenek
moyang yang menyatu dalam kehidupan manusia yang diturunkan dari generasi ke
generasi. Salasatu perilaku yang diwariskan nenek moyang dari Tarakan adalah </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dialek <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Tidung" title="Bahasa Tidung"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Bahasa
Tidung</span></a> yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial
maupun budayanya, maka dari kelompok-kelompok dimaksud tentulah memiliki
pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah
Kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang
selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang
dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di
Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin
(raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Riwayat-riwayat
yang terdapat dikalangan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tidung" title="Suku Tidung"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">suku Tidung</span></a> tentang kerajaan yang pernah ada
dan dapat dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari
Menjelutung di <a href="https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sungai_Sesayap&action=edit&redlink=1" title="Sungai Sesayap (halaman belum tersedia)"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Sungai Sesayap</span></a>
dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Beberapa sumber didapatkan
riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim.
Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama)
yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat
disamakan lebih kurang dengan tahun Hijriah (qomariah). Apabila dirangkaikan
dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama
masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk. Berakhirnya zaman <a href="https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Menjelutung&action=edit&redlink=1" title="Kerajaan Menjelutung (halaman belum tersedia)"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Kerajaan Menjelutung</span></a>
karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat
dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di kawasan itu runtuh dan tenggelam
kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tidung" title="Suku Tidung"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">suku
Tidung</span></a> disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos
tentang Benayuk dari Menjelutung, diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut
terjadi pada sekitaran awal abad XI.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Kelompok-kelompok Suku Tidung pada zaman Kerajaan Menjelutung tidak
seperti apa yang terlihat di zaman ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tidung" title="Suku Tidung"><span style="mso-color-alt: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">Suku
Tidung</span></a> yang ada di Kalimantan Utara sekarang terdapat 4 (empat)
kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu : 1).Dialek bahasa Tidung Malinau,
2). Dialek bahasa Tidung Sembakung, 3). Dialek bahas Tidung Sesayap, 4). Dialek
bahasa Tidung Tarakan, yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan
bermukim di daerah air asin. </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ritual dalam bentuk pementasan seni
ini dilakukan oleh masyarakat tidung. Ritual- ritual ini hampir punah dan telah
diusahakan untuk revitalisasi oleh masyarakat dengan dipimpin tetua adat,
Ritual itu antara lain: </span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: 0in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Bebalon</span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bebalon
merupakan pementasan seni dalam rangka ritual pernikahan, yakni membaca
syair-syair dengan iringan rebana. Pemain laki dan perempuan duduk berselonjor
menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri sambil menepuk tangan ke arah kaki
dan tangan pemain di sebelahnya. Syair- yang dibaca seringkali juga shalawat
nabi Muhammad untuk mendapatkan berkah dan syafaat di hari akhirat kelak. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: 0in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bekeparat
</span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bekeparat
digelar umumnya untuk menunjukkan bahwa masyarakat Tarakan di Kalimantan utara
memiliki keragaman budaya yang istimewa, kekayaan yang saling menguatkan, hidup
rukun dan penuh kreativitas. Keragaman bukan menjadi sumber perpecahan tetapi
menjadi sumber kekayaan bangsa dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan. Dalam
ritual ini digelar pentas seni seperti tari, music, suara, dan gelaran seni
rupa, seni lukis, ukir dan sebagainya. Serta dimulai dengan baca doa dan
dzikir, diakhiri dengan mujahadah dan doa bersama.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: 0in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“PESTA
IRAW TENGKAYU”.</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sesuai
alam lingkungannya berhubungan dengan laut, terbentuklah budaya turun-temurun
dan berkembang di kalangan masyarakat Tidung, baik yang bersifat perayaan
(pesta) maupun upacara-upacara ritual yang dilaksanakan pada waktu tertentu
sesuai dengan latar belakang kondisi sosial. Peristiwa bersifat perayaan
(pesta) dalam Bahasa Tidung disebut Iraw. Apabila perayaan ada hubungannya
dengan laut disebut Iraw Tengkayu. Ritual yang biasa dilaksanakan dalam
kegiatan tersebut oleh masyarakat Tidung adalah pakan yang berarti menghaturkan
sesaji berupa makanan dan lain-lain. Upacara pakan berupa upacara menghaturkan
sesaji dihanyutkan ke laut dengan menggunakan Padaw Tuju Dulung yang
melambangkan bahwa masyarakat Tidung selalu mengungkapan rasa syukur dan ucapan
terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas rezeki yang diperoleh dari hasil laut.
Harapan selanjutnya agar diperoleh hasil lebih baik dari sebelumnya.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes;">
</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Gambar
1 :<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Padaw
Tuju Dulung </i>digunakan untuk melarutkan sesaji kelaut</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">(Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan)</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes;">
</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Gambar 2 : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Padaw
Tuju Dulung </i>di Arak ke laut</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>(Pesta Rakyat
Iraw Tengkayu di KotaTarakan)</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes;">
</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes;">
</span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Gambar 3 dan 4: Padaw Tuju Dulung diarak Ke Laut dan
Disambut dengan Tarian</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">(Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan)</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Haluan perahu bercabang tiga. Haluan
tengah bersusun tiga. Haluan kanan dan kiri bersusun dua. Terdapat tujuh haluan
bermaksudkan jumlah hari dalam seminggu. Kehidupan manusia berlangsung dari
hari Ahad (Minggu) dan seterusnya. Warna perahu terdiri kuning, hijau dan
merah. Haluan perahu teratas (tengah) dan perlengkapan di atas perahu berwarna
kuning. Warna kuning menurut tradisi budaya Tidung merupakan lambang sesuatu
yang ditinggikan dan dimuliakan. Hanya satu haluan berwarna kuning bermakna
hanya satu penguasa tertinggi dalam semesta yaitu Yang Maha Kuasa Allah SWT.
Acara ini adalah merupakan peristiwa yang bersejarah bagi masyarakat dan
penduduk bumi paguntaka dan acara ini biasa diperingati setiap 2 tahun sekali.
Berikut Info Lebih lanjut mengenai Iraw Tengkayu :</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Penurunan
padaw tuju dulung. Haluan perahu yang teratas (ditengah) dan perlengkapan
lainnya di atas perahu yang berwarna kuning, yang mana warna kuning menurut
tradisi budaya suku tidung adalah perlambang suatu kehormatan atau suatu
kehormatan atau suatu yang ditinggikan dan dimulyakan. Hanya satu penguasa
tertinggi alam semesta yaitu yang maha kuasa Allah SWT. Sang maha pencipta.
Diatas perahu terdapat lima buah tiang yang melambangkan sholat lima waktu yang
merupakan tiang agama islam. Guna tiang-tiang tersebut adalah tempat mengikat
atap dari kain berwarna kuning yang disebut PARI-PARI. Pada tiang kanan depan
terpasang kain kuning ke haluan kanan, demikian pula pada tiang kiri depan
memanjang turun ke haluan kiri. Diatas padaw tuju dulung dibuat bentuk seperti
rumah dengan atap bersusun tiga yang disebut MELIGAY yang terdapat pintu
keempat dindingnya. Didalam meligay diletakkan sesaji berupa makanan.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Parade
nusantara (karnaval budaya) Parade Nusantara atau biasa disebut carnaval budaya
adalah iring-iringan atau semacam pawai untuk menghantarkan penurunan padaw
tuju dulung. Didalam parade nusantara ini diikuti oleh berbagai macam suku
bangsa sebagai wujud kebersamaan dan kekeluargaan yang erat dibumi paguntaka.
Padaw tujuh dulung (tuju haluan) adalah merupakan sebuah perahu dengan bentuk
yang mana diatas perahu tersebut ditempatkan sesaji yang dihaturkan. Bentuk
haluan perahu bercabang tiga. Haluan yang ditengah bersusun tiga, haluan yang
kanan dan kiri masing-masing bersusun dua, maka terdapat tujuh haluan yang
jumlah hari dalam seminggu dimana kehidupan manusia berlangsung dari hari dan
seterusnya. Warna perahu terdiri dari kuning, hijau dan merah.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Tarakan
expo. Didalam tarakan expo akan diperkenalkan seluruh budaya yang ada di kota
Tarakan (Borneo). Beraneka ragam kreatifitas dan produk-produk yang mencerminkan
kota Tarakan (Borneo) di pamerkan di tarakan expo ini.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Parade
musik dan tari. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu, diadakan acara parade
musik dan tari, parade musik akan diisi oleh grup-grup band asal bumi paguntaka
dan luar tarakan (Borneo) untuk memperlihatkan kualitas mereka dalam bermusik.
Sedangkan parade tari akan diramaikan oleh penari-penari lokal (Kota Tarakan)
dan luar kota tarakan. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Olahraga
tradisional. LOMBA SUMPIT. Sumpit adalah senjata khas suku dayak yang juga
salah satu suku asli kota tarakan, untuk melestarikan sumpit maka diadakan
lomba sumpit. Peserta tidak hanya berasal dari kota tarakan akan tetapi berasal
dari luar kota tarakan. PERAHU/KAPAL HIAS. Salah satu acara untuk meramaikan
iraw tengkayu, diadakan perahu/kapal hias.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">6)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Festival
masakan laut dan bakar ikan. Dalam acara iraw tengkayu, kuliner juga tidak ikut
ketinggalan, masakan laut dan bakar ikan adalah salah satu acara yang
menyajikan selera paguntaka dalam seni masakan apalagi kota Tarakan terkenal
dengan hasil lautnya. Sehingga kota tarakan kaya akan masakan-masakan yang
berasal dari laut. </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">7)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Olahraga
prestasi. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu diadakan lomba lari maraton
dengan menempuh jarak hingga 10 KM, lomba lari maraton ini nantinya akan
diikuti oleh peserta dari berbagai provinsi di indonesia hingga peserta dari
luar negeri seperti Negara tetangga kita Malaysia. Lomba ini selain meramaikan
acara iraw tengkayu juga dapat menumbuhkan juara-juara baru dalam bidang
olahraga atletik khususnya lomba lari.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">C. Fungsi,
Dan Makna Kearifan Lokal Di Tarakan</span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bangsa
Indonesia memiliki beraneka ragam kultur budaya dan kearifan lokal yang
beraneka ragam pula. Misalkan saja, Suku Batak kental akan keterbukaan, Jawa
identik dengan kehalusan, Sunda identik dengan kesopanan, Madura memiliki harga
diri yang tinggi, dan Bugis yang terkenal kepiawaiannya dalam mengarungi
samudera. Dalam konteks ini, masing-masing etnik memiliki keharmonisan terhadap
lingkungan alam yang ikut mengitari segala aktivitasnya. Kearifan lokal tidak
secara instan muncul dan menjadi pedoman kebijakan dalam menjalani hidup. Akan
tetapi, melalui proses panjang sehingga terbukti dan menjadi pijakan mutlak
masyarakat setempat. Dalam tataran kearifan lokal inilah, masyarakat selalu
menjaga dan melestarikan agar dapat tetap eksis dan saling pengaruh antara satu
dengan lainnya.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Hal demikian terjadi pula pada
kearifan lokal Suku Tidung. Di samping itu berfungsi sebagai bentuk penguat
jati diri kesukuan, kearifan lokal Tidung dapat digunakan sebagai filterisasi
terhadap gempuran budaya luar dan dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam
pengembangan nilai-nilai luhur yang akan diinternalisasikan dalam pendidikan
karakter. Berdasarkan hasil analisa saya sebagai penulis, ditemukan beberapa
nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal Tidung yang dapat ditransmisikan kepada
peserta didik dalam rangka pembentukan karakternya. Nilai-nilai itu antara
lain:</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menjaga
ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung adalah sosok masyarakat yang unik dan
senantiasa memegang teguh amanat warisan para leluhurnya tentang bagaimana
menjaga dan melestarikan ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung senantiasa
menyatu dengan alam, dekat dengan alam dan selalu berinteraksi dengan alam
sekitarnya. Kepedulian masyarakat Tidung dalam menjaga dan melestarikan
ekosistem alam pohon bakau terlihat jelas dalam amanat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">yaki yadu</i> berikut:</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 42.55pt; margin-right: 16.65pt; margin-top: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">“<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bebilin yadu yaki</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sama muyu ngusik/ngacow de upun bakau, geno baya buyag binatang tanga
maupun tad de dumud, upun bakau penyangga timuk bunsuk, bua upun bakau kalap
tenugos de uwot, upun bakau no baya buyag<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>kuyad bekare baya no gium buyag dan mangow</i>”. Artinya, berpesan nenek
dan kakek, bagi anak-anak keturunan ku, jagalah dan lestarikan hutan bakau,
jangan kau ganggu hutan bakau itu, karena pohon bakau itu tempat hidupnya
binatang laut dan darat, hutan bakau sebagai penyangga banjir, buah pohon bakau
dapat menjadi obat, dan tempat hidupnya kera/monyet bekantan dan tempatnya
beradaptasi dan berkembang biak.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Suka
bekerja sama. Tolong-menolong<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>atau kerja
sama merupakan bagian tak terlepaskan dan tak terpisahkan dari masyarakat Suku
Tidung. Masyarakat Tidung senantiasa membantu sesamanya dan bekerja sama dalam
segala aspek kemasyarakatan. Dalam konteks ini, bekerja sama diartikan dengan
istilah “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tenguyun</i>”. Misalkan dalam
mencari nafkah di laut mereka saling membantu dalam membuat perahu, dayung, dan
alat tangkap ikan. Kemudian mereka dalam mencari hasil tangkapan laut dilakukan
dengan cara saling bantu membantu di laut maupun di kegiatan kemasyarakatan di
daerah daratan pesisir pantai (tengkayu).</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kesederhanaan
dan kemandirian. Masyarakat Tidung adalah masyarakat yang menganut pola hidup
sederhana. Kebanyakan masyarakat Tidung hidup dengan mencari nafkah di laut,
masyarakat Tidung dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka adalah dengan
“betamba” yang artinya membuat perangkap ikan atau wadah untuk menjebak ikan.
Masyarakat Tidung dalam memperoleh rejekinya di laut tidak dilakukan secara
berlebihan. Mereka berfikir tangkapan untuk hari ini hanya di ambil ala
kadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk hari ini, mereka mengambil
tangkapan ikan hanya secukupnya saja. Masyarakat Tidung sangat menjaga
akhlaknya terhadap laut, karena dari lautlah mereka bisa mengambil nikmat yang
diberikan oleh Allah SWT. Msayarakat Tidung sangat menjaga habitat ekosistem
laut yaitu sangat melarang keras merusak terumbu karang. Karena terumbu karang
adalah tempat hidupnya hewan-hewan laut.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kejujuran.
Bagi masyarakat Tidung kejujuran adalah harga diri yang telah menjadi harga
mati dalam masyarakat Tidung. Dengan kejujuran masyarakat akan dihargai,
dihormati, dan dimuliakan. Oleh karena itu, masyarakat Tidung memiliki etika
yang sopan dan santun dalam bertutur kata serta menjunjung tinggi kejujuran.
Kejujuran dalam bertutur kata dan bersikap merupakan pedoman yang secara
generasi ke generasi menjadi panutan/pedoman bagi masyarakat Tidung. Bahkan,
telah menjadi pijakan hidup (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">way of life</i>)
yang tercermin dari nenek moyang yang telah diterapkan oleh masyarakat Tidung
dari zaman dahulu (tempo doloe) hingga sekarang.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; mso-list: l3 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masyarakat
Tidung sangat religius dalam hubungannya dengan eksistensi penguasa jagad raya
(Allah SWT). Masyarakat Tidung sangat percaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran dan keberadaannya alam yang ghaib. Masyarakat Tidung senantiasa
bersyukur dengan cara melakukan ritual hajatan yang diistilahkan dengan “<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PESTA IRAW TENGKAYU</b>” yang diartikan sebagai
luapan hati/kegembiraan dan bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada
masyarakat Tidung yang biasanya dirayakan pesta rakyat tersebut di pesisir
pantai. Masyarakat Tidung meyakini adanya hubungan baik antara Allah SWT,
sesama manusia, maupun alam sekitarnya.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="margin-left: 21.3pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">D.
PEMBAHASAN</span></b></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kearifan
lokal tercermin dalam religi, budaya, dan adat istiadat. Masyarakat melakukan
adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya dengan mengembangkan suatu
kearifan dalam wujud pengetahuanatau ide, nilai budaya, serta peralatan, yang
dipadukan dengan nilai dan norma adat dalam aktivitas mengelolah lingkungan
untuk mencukupi kebutuhan hidup. <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Indonesia
kaya akan budaya dan kearifan lokal masyarakat. Suku-suku di Indonesia yang
jumlahnya ribuan memiliki kearifan lokal yang menjadi ciri khas masing-masing.
Hal ini karena kondisi geografis antarwilayah yang berbeda sehingga penyesuaian
kearifan lokal terhadap alam juga berbeda. Namun, pada dasarnya kearifan lokal
di setiap wilayah sama, yaitu sebagai aturan, pengendali, rambu-rambu, dan
pedoman masyarakat dalam memperlakukan lingkungan alam sekitar. Bentuk-bentuk
kearifan lokal juga terlihat pada bangunan rumah adat, yang terlihat lebih
modern dan modis karena hasil pengembangan arsitektur Dayak dari Rumah Panjang
(Rumah Lamin) yang dihasilkan oleh Masyarakat suku Tidung yang tidak lain
merupakan suku di Tarakan Kalimantan Utara yang mempunyai kebudayaan dan model
rumah adat sendiri.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-margin-top-alt: auto; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDWgW5o20fP6nvkxlqFZDbRzms1Nshf9Kz179lREPMYLxMjUQVrvXCG7HOmAvCoulx2-nqoRagK30yGP4Yv3EWx53lR6VI23x_n3xbJ6ioeFoRkiBKehGaVEqfIw3YI_h8AOWJxirnjG3U/s1600/baloy-tidung-1.jpg"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;">
</span></a><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Gambar
5: Rumah Adat Baloy Tidung dibangun menghadap ke utara, sedangkan pintu
utamanya menghadap ke selatan. Rumah adat baloy terbuat dari bahan dasar kayu
ulin. Ada terdapat empat ruang utama di dalam Rumah Baloy yang biasa disebut
Ambir</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level2 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Alat
Kait atau Ambir Kiri sebagai tempat menerima pengaduan masalah adat maupun
perkara-perkara lainnya.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level2 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Lamin
Bantong atau Ambir Tengah sebagai tempat pemutusan perkara adat hasil sidang
pemuka adat.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level2 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Ulat
kemagot atau Ambir Kanan sebagai tempat istirahat maupun berdamai setelah
selesainya perkara adat.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: normal; margin-left: 21.3pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level2 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4)<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Lamin
Dalom sebagai tempat singgasana Kepala Adat Besar Dayak Tidung.</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-margin-top-alt: auto; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXgfkRk9U8R4xFIUBDSoz38jD3DpSZLgkv0LIr-fBnLs4ApbP6sC8fisg2Yirq9KQ6h-5Px4CM__w6ruJWSVhDwi4BYHYPCvNZDE82ldCMT0FjOBEZ8zW4QwfsYW5DQ5_el_fWPT-ZdDqs/s1600/baloy-tidung-6.jpg"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;">
</span></a><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Gambar
6 : Rumah Adat Lubung Kilong. Bangunan ini adalah sebuah tempat untuk <span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menampilkan kesenian suku Tidung,
seperti Tarian Jepen</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJ1HJb6opxu3Jltx4zYjJJFSbh5YFCH1VbmAfMvgfFjsX0gQ3JNITmuIEen1OoU-QaM6KYYyK71tTeCxf-UPczItXtv7XeDz66ZlEZlw7Yh7wfvNI7ktn-O6rB2dPuHoc6rpLBj3GDVZAk/s1600/220px-Lubung_Intamu.jpeg"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes; text-decoration: none; text-underline: none;">
</span></a><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Gambar
7 : Rumah Adat Lubung Intamu dibagian belakang rumah Lubung Kilong <span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yaitu suatu bangunan besar sebagai
tempat acara-acara pelantikan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>maupun musyawarah masyarakat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus.
Salah satunya yaitu kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam khususnya
di Tarakan Kalimantan Utara<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">. </b>Secara
umum penduduk asli yang mendiami Kalimantan Utara terkhusus di<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tarakan terdiri atas empat jenis suku bangsa,
yaitu Suku Tidung, Bulungan, Dayak dan Bugis. Keempat suku tersebut mewakili
empat kebudayaan yang berbeda,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yaitu
kebudayaan pesisir, kelautan, kesultanan, dan pedalaman. Tarakan yang merupakan
pulau kecil dan sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir, banyak
didiami oleh kaum Suku Tidung. Suku Tidung inilah yang kemudian dikenal sebagai
penduduk asli Tarakan. Suku Tidung merupakan suku bangsa yang terdapat di
Indonesia maupun Malaysia (Negeri Sabah). Suku Tidung atau Tidong (Malaysia)
sebenarnya berasal dari bahasa tideng yang artinya gunung. Kemudian seiring
dengan perkembangan zaman kata tideng berubah menjadi tidung. Suku Tidung,
kemungkinan masih berkerabat dengan Suku Dayak Murut (dayak yang ada di Sabah).
Namun Suku Tidung ini beragama Islam dan mengembangkan ajaran Islam maka Suku
Tidung tidak lagi dianggap sebagai Suku Dayak.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Islam masuk ke dalam peradaban
masyarakat Suku Tidung pada abad 14 Masehi.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Perkembang agama Islam di wilayah Kalimantan Utara dibawa oleh salah
satu utusan dari tanah suci Makkah yaitu Syarif Marzin Al-Marzaq yang membawa
kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam. Dalam masa perjalanannya
mengembangkan ajaran agama Islam ia menikah dengan seorang gadis asli
Kalimantan yang kemudian memeluk agama Islam dan mendapatkan tiga orang putra
yang bernama<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Syarif Pangeran, Syarif
Muda, dan Syarif Hamzah Al-Marjaq. Untuk mengembangkan dakwah Islam Syarif
Marzin Al-Marjaq melakukan perjalanan dakwah sehingga meninggalkan anak dan
istrinya. Sehingga, yang melanjutkan tugasnya mengembangkan syiar Islam di
Kalimantan Utara adalah anaknya yang bernama Syarif Hamzah Al-Marjaq.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Orientasi gaya hidup Suku Tidung
berbanding lurus dengan aneka ragam budaya yang dimilikinya. Suku Tidung yang
tinggal di pantai bekerja sebagai nelayan (betambak/bekelong) juga berdagang
karena mereka sudah membaur dengan orang-orang dari kepulauan lain, seperti
Bugis, Sulu, Bajau, dan orang-orang laut lainnya. Suku Tidung memiliki bahasa
sendiri, yaitu bahasa Tidung. Secara umum, bahasa Tidung ini dibedakan menjadi
dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung Sembakung.
Dialek Sesayap meliputi subdialek Sesayap, Malinau, dan Tarakan. adapun
subdialek Tarakan merupakan subdialek yang dianggap dapat menjembatani
subdialek lainnya, karena difahami oleh semua warga Tidung.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kebudayaan masyarakat Kota Tarakan
yang diwakili oleh masyarakat Etnik Tidung memiliki ciri khas tersendiri; suatu
kebudayaan yang lahir sebagai jawaban atas proses adaptasi yang difahami oleh
masyarakat tersebut. Memiliki corak ragam budaya yang dipengaruhi oleh
lingkungan kepulauan. Sehingga memunculkan aspek-aspek tradisi lokal yang
mencerminkan aktivitas ritual yang berhubungan dengan laut. Tradisi ini
merupakan pesta adat yang dilakukan setiap tahun. Masyarakat Suku Tidung memberi
nama “PESTA IRAW TENGKAYU”, suatu pesta ritual yang dilakukan sebagai wujud
nyata tanda syukur masyarakat Suku Tidung atas hasil laut dan keselamatan
mereka dalam melakukan aktivitas sebagai nelayan. Masyarakat Suku Tidung selalu
menjaga keselarasan hubungan yang harmonis antara alam (ekosistem flora dan
fauna), manusia, dan penguasa jagad raya (Allah SWT). Masyarakat Tidung juga
memperhatikan resistensi terhadap tradisi-tradisi lama dan tetap
melestarikannya hingga sekarang. Tradisi tersebut antara lain; tradisi seni
tari “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Iluk Bebalen</i>” yang mencerminkan
musibah yang menimpa masyarakat Tidung. Seni tari untun belanai yang
mencerminkan kegembiraan para remaja dalam pesta adat perkawinan (Anonim, 2001:
9). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman yang dilakukan serta dialami
oleh penulis, diantara banyaknya kearifan lokal di Tarakan terkhusus di
Provinsi Kalimantan Utara, yang menjadi pusat perhatian saya adalah: </span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Era globalisasi dan reformasi telah
berdampak tergerusnya keluhuran bangsa. Tuntutan akan teknologi yang berkembang
amat pesat, menyebabkan pemerintah khususnya yang menangani soal pendidikan
harus lebih inovatif lagi dan akhirnya memunculkan argument masyarakat yang
fenomenal yaitu ganti menteri ganti kurikulum yang selalunya disesuaikan dengan
tuntutan era globalisasi. Orientasi pendidikan dikacaukan oleh prioritas
melayani persaingan global ketimbang memelihara dan melestarikan harmoni
kearifan lokal. Globalisasi dinilai telah berhasil mendekadentekstualisasikan
arah pendidikan menuju visi kapitalisme, yang memunculkan paradigm bahwa
pendidikan hanya berorientasi pasar, berlogika kuantitas hingga memunculkan
upaya privatisasi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pendidikan itulah
beberapa contoh dari gejala keterpurukan hakikat pendidikan menuju hasrat
kapitalisme global.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Lembaga pendidikan formal yang
seyogyanya menjadi arena transformasi dan konservasi nilai-nilai budaya pun,
kini telah kehilangan kemurniannya. Lembaga pendidikan formal telah
terperangkap dalam kepentingan industri kapitalisme. Oleh karena itu, upaya
pemurnian yang harus dilakukan agar arah pendidikan nasional menjadi hal yang
mutlak.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Konsepsi yang mengacu pada
kodrat filosofis dan historis perlu di eksplorasi demi membangun karakter
kearifan lokal bangsa. Sehingga, penguatan karakter kearifan lokal yang agamis
pada peraktik pendidikan akan berujung pada kemajuan suatu bangsa. Pengembangan
pendidikan karakter di sekolah ditempuh melalui tahap: (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengkondisian, (4) penilaian. Sedangkan strategi dalam
pengembangan pendidkan karakter di sekolah merupakan satu kesatuan dari program
manajemen peningkatan mutu berbasis kepada sekolah dan terimplikasi dalam
pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan sekolah. Strategi tersebut
dapat dilakukan pada tingkatan : (1) kegiatan pembelajaran, (2) pengembangan
budaya sekolah sebagai pusat pembelajaran, (3) kegiatan ko-kurikuler dan
ekstrakurikuler, dan (4) kegiatan di rumah dan masyarakat.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Adapun
nilai-nilai karakter yang hendak dikembangkan di sekolah adalah: (1) religius,
(2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7)
mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11)
cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) komunikatif, (14) cinta damai,
(15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung
jawab (Anonim: 2011: 3). Delapan belas nilai tersebut bersumber dari agama,
falsafah, dan budaya bangsa. Hal itu menjadi sebuah pegangan dalam
mengembangkan pendidikan karakter dengan memperhatikan nilai-nilai luhur agama,
falsafah, dan budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia merupakan hal yang sangat berharga dan tak terniali harganya terutama
dalam membangun karakter bangsa (Anonim: 2011: 2-3). Dalam konteks itulah,
masyarakat adat masih tetap eksis dalam memelihara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">local wisdom</i>-nya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
pengembangan pendidikan karakter. Masih banyak masyarakat adat yang tetap
menjunjung tinggi kearifan lokalnya dan hal itu terbukti berhasil dalam
pengembangan pendidikan yang dikenal dengan pendidikan tradisi atau pendidikan
kebudayaan. Salah satu masyarakat adat yang dimaksud adalah Suku Tidung yang
berada di Kota Tarakan wilayah Kalimantan Utara.</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; margin-left: 21.3pt; text-align: justify; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">E</span></b><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Kesimpulan dan Rekomendasi</b></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Masyarakat Suku Tidung adalah sekelompok
masyarakat yang memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dengan suku-suku
lainnya yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Masyarakat Tidung merupakan masyarakat yang patuh serta taat dalam melaksanakan
amanat para leluhurnya, aktivitas keseharian mereka sangat kental dengan
adat-istiadat yang memerintahkan mereka untuk selalu senantiasa menjaga dan
memelihara lingkungan alam sekitarnya (ekosisitem alam) dan tidak
mengeksploitasi dan merusaknya. Masyarakat Tidung juga memiliki kesederhanaan
dalam hal mencari penghidupan, dan suka tolong-menolong (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">tenguyun</i>) antara sesama dan senantiasa bertutur kata yang baik dan
santun serta berkata jujur dalam iklim ekologis kemasyarakatannya. Masyarakat
Tidung juga sangat meyakini eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
masyarakat Tidung sangat memegang teguh agama yang dianutnya yaitu Agama Islam
yang secara turun temurun menjadi landasan bagi masyarakat Tidung.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Akhirnya, dipenutup penulisan ini
penulis merekomendasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia secara umum dan
khususnya masyarakat Suku Tidung Tarakan untuk dapat kembali kepada jati diri
mereka melalui budaya dan kearifan lokal yang sekarang telah terkikis oleh
perkembangan zaman. Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur
mereka sendiri. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan
dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan
karakter. Dan penulis berharap kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal Suku
Tidung dapat diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan
sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Semoga kearifan lokal Tidung
yang telah ditelusuri, digali, dapat dipelihara dan dilestarikan dengan baik
dan nantinya dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju
bangsa yang berperadaban, kokoh, dan berkarakter cerdas. Tulisan ini tentunya
masih jauh dari sempurna untuk dapat menggambarkan kearifan lokal Suku Tidung
yang seutuhnya. Sebenarnya masih banyak nilai-nilai luhur yang dapat ditelusuri
dan digali<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari kearifan lokal Suku
Tidung. Namun, tulisan ini setidaknya dapat menjadi pelajaran yang berarti
khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih mengesplor dan mengembangkan
kearifan lokal Suku Tidung dan pada umumnya bisa menjadi acuan refrensi bagi
para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai
bagian integral dari budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia, terutama dalam
pengembangan pendidikan karakter di Indonesiaalam sekitarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">F. DAFTAR PUSTAKA</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Abudin
Nata. 2001. Peta Keragaman Pemikiran <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Islam
Indonesia. Jakarta: PT. <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Raja Grafindo <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Persada. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>2007.Mengungkap Kearifan Lingkungan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sulawesi Selatan,PPLH Regional
Sulawesi, <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Maluku dan Papua, <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kementerian Negara <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Lingkungan Hidup RI Masagena Press, <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Makasar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Ayatrohaedi, 1986. Kepribadian
Budaya Bangsa <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">local Genius</i>), Pustaka <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Jaya,
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Jakarta.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Aziz
Safa. et. al., 2011. Restorasi Pendidikan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Indonesia.
Jogjakarta: Ar-Ruzz <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Media.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Anonim.
2001. Tarakan Kota Tengkayu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Anonim.
2010. Profil Seni dan Budaya Kota Tarakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">John M. Echols dan Hassan Syadily.(2005)
Kamus <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Inggris Indonesia Jakarta : <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Gramedia <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pustaka Utama</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Nurla
Isna Aunillah. 2011. Panduan Menerapkan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pendidikan
Karakter di Sekolah. <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Jogjakarta:
Laksana.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Nurul
Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pekerti
dalam Perspektif <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Prayitno
dan Belferik Manullang. 2011. Pendidikan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Karakter
dalam Pembangunan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bangsa.
Jakarta: Gramedia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Partanto.
1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Arkola.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-style: italic;">Sartini, Agustus 2004.Jurnal Filsafat,Jilid 37, Nomor 2. Menggali
Kearifan Lokal <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Nusantara,sebuah
Kajian Pilsafati.Fakultas <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pilsafat UGM</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;">Waskito, 2012.
Kamus Praktis Bahasa Indonesia. <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Jakarta:KawahMedia</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sony, Keraf (2002).dalam
Y, Bambang (2013).Membangun kesadaran Warga Negara <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>dalam Pelestarian Lingkungan. Dee publish.p.183</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Suhartini, Kajian
Kearifan Lokal Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>dan <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Mei <span style="mso-tab-count: 1;"> </span>2009</span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<span class="MsoHyperlink"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"><a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tarakan">https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tarakan</a></span></span><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:RelyOnVML/>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="false"
DefSemiHidden="false" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="375">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="header"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footer"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="index heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of figures"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="envelope return"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="footnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="line number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="page number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="endnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="table of authorities"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="macro"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="toa heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Bullet 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Number 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Closing"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="List Continue 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Message Header"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Salutation"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Date"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text First Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Note Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Body Text Indent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Block Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="FollowedHyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Document Map"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Plain Text"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="E-mail Signature"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Top of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Bottom of Form"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal (Web)"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Acronym"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Address"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Cite"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Code"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Definition"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Keyboard"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Preformatted"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Sample"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Typewriter"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="HTML Variable"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Normal Table"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="annotation subject"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="No List"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Outline List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Simple 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Classic 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Colorful 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Columns 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Grid 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 4"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 5"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 7"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table List 8"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table 3D effects 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Contemporary"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Elegant"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Professional"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Subtle 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 2"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Web 3"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Balloon Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Table Theme"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" QFormat="true"
Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" QFormat="true"
Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" QFormat="true"
Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" QFormat="true"
Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" QFormat="true"
Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" QFormat="true"
Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" SemiHidden="true"
UnhideWhenUsed="true" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="41" Name="Plain Table 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="42" Name="Plain Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="43" Name="Plain Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="44" Name="Plain Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="45" Name="Plain Table 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="40" Name="Grid Table Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="Grid Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="Grid Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="Grid Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="Grid Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="Grid Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="Grid Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="Grid Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="Grid Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="Grid Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="Grid Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46" Name="List Table 1 Light"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51" Name="List Table 6 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52" Name="List Table 7 Colorful"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="46"
Name="List Table 1 Light Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="47" Name="List Table 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="48" Name="List Table 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="49" Name="List Table 4 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="50" Name="List Table 5 Dark Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="51"
Name="List Table 6 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="52"
Name="List Table 7 Colorful Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Mention"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Smart Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Hashtag"/>
<w:LsdException Locked="false" SemiHidden="true" UnhideWhenUsed="true"
Name="Unresolved Mention"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri",sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><div class="fullpost">
</div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-4733889009208194562017-02-21T18:24:00.001-08:002019-09-19T19:31:39.306-07:00TEORI SOSIAL BUDAYA DAN HUMANIORALITERARY THEORY & CRITICAL TEXT ANALYSIS
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salasatu Tugas Mata Kuliah
Teori Sosial, Budaya Dan Humaniora
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Helius Sjamsudin, M.A
Oleh :
Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd
NIM : 1603055
PROGRAM DOKTORAL PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia,masyarakat dan kebudayaan dalam arti yang utuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, manusia merupakan mahluk yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Melalui akalnya manusia dituntut berpikir menggunakan akalnya untuk berkarya menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Sebuah karya yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia adalah seni karena seni merupakan ekspresi manusia terhadap sesuatu, apabila kita mempelajari the humanities maka kita akan menjadi manusia yang berbudaya, dan halus. Sedangkan sastra berasal dari kata castra artinya tulisan. Dari makna asalnya dulu, sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia. Seperti catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci, surat-surat, undang-undang, dan sebagainya.
Pemahaman dalam menikmati karya sastra harus didukung pula pemahaman tentang teori sastra yang menjelaskan kepada kita tentang konsep sastra sebagai salah satu disiplin ilmu Humaniora yang akan mengantarkan kita ke arah pemahaman dan penikmatan fenomena kehidupan manusia yang tertuang di dalam teori sastra. Sastra lebih mudah untuk berkomunikasi, karena pada hakekatnya karya sastra merupakan penjabaran abstraksi. Hal ini memunculkan berbagai fenomena dikalangan pakar-pakar yang kritis tentang teori sastra itu sendiri. Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan” (Baribin, 1993). Pradotokusumo (2005) menguraikan bahwa kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni. Sementara Abrams “Pengkajian sastra” (2005) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berkaitan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian dari karya sastra itu. Perkataan kritik dalam artinya yang tajam adalah penghakiman, meskipun kata itu dipergunakan dalam pengertian yang paling luas. Karena itu kritikus sastra pertama kali dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki suatu kepandaian khusus dan pendidikan untuk mengerjakan suatu karya seni sastra. Pekerjaan penulis tersebut memeriksa kebaikan-kebaikan dan cacat-cacatnya dan menyatakan pendapatnya tentang hal itu (Pradopo, 1997).
B. Target pembahasan makalah :
1. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Analisis teks kritis dan bagaimana pandangan-pandangannya terhadap teori sastra.
2. Untuk menjelaskan bagaimana menganalisis teks secara kritis terhadap teori sastra berdasarkan konteks sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Sastra
Teori sastra, yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang asas-asas, hukum-hukum, prinsip dasar sastra, seperti struktur, sifat-sifat, jenis-jenis, serta sistem sastra yang dimaknai sebagai asas-asas dan prinsip-prinsip dasar mengenai sastra dan kesusastraan. Dalam ilmu Filologi, yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, dan semacamnya dari masyarakat yang memiliki karya sastra. Teori sastra umumnya berupaya menjelaskan kepada pembaca perihal karya sastra sebagai karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Yunus:1990). Karya sastra merupakan ekpresi jiwa dan batin penciptanya (Sastrowardoyo:1988). Karya itu muncul dalam bentuk fisik (bahasa) yang khas. Kekhasan bahasa itu menunjukkan bahwa karya sastra bukanlah komunikasi biasa, melainkan komunikasi yang unik dan dapat menimbulkan multi makna dan penafsiran (A.Teeuw: 1984). Oleh karena itu diperlukan seperangkat teori keilmuan yang mengkaji, membahas, memperkatakan, dan menjelaskan perihal apa, mengapa, dan bagaimana karya sastra itu. Jika disiasati dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khsusunya sastra, teori yang paling menonjol yang dimanfaatkan adalah teori structural. Teori ini melihat sastra sebagai suatu subjek yang otonom yang terdiri dari dua unsur penting yaitu unsur dari luar dan dari dalam. Unsur itulah yang disebut unsur ektrinsik dan unsur intrinsik (Esten:1988). Hal itu tertera di dalam dokumen kurikulum sekolah 1975, 1984, 1987,kurikulum 1994, dan standar isi 2006. Jadi, pada dasarnya teori strukturallah yang mewarnai teori sastra yang digunakan untuk pembelajaran di sekolah. Selain teori struktural, ada sejumlah teori yang ditawarkan oleh para dosen di LPTK, khususnya bahasa dan sastra Indonesia.
Teori-teori itu antara lain sosiologi sastra, resepsi sastra, dan psikologi sastra. Teori sosiologi sastra menjelaskan bahwa karya sastra berasal dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada di tengah masyarakat. Kenyataan-kenyataan itu merupakan realitas objektif menjadi tesis dari sebuah karya sastra yang melahirkan keinginan, harapan, dan cita-cita kemudian menjadi realitas imajinatif yang dikenal dengan antitesis. Dari tesis dan antitesis itu lahirlah karya sastra sebagai sintesis. Jadi karya sastra itu dibangun dari realitas objektif dan realitas imajinatif.
Teori resepsi sastra berpandangan bahwa makna karya sastra ditentukan oleh pembacanya, Pembaca memiliki kebebasan untuk memberikan makna atau arti sebuah karya sastra. Setiap orang (pembaca) dapat memberikan makna, arti, dan respon terhadap karya sastra yang dibaca atau dinikmatinya. Makna dan arti karya sastra itu dikaitkan dengan pengalaman batin pembaca, pengalaman hidup pembaca, dari situlah makna dibangun. Dengan demikian terjadilah keberanekaragaman makna dari setiap karya sastra. Teori ini dipopulerkan di Indonesia oleh Prof. Umar Yunus, guru besar sastra Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia tahun 80-an. Prof. Rizanur Gani (Guru Besar IKIP/UNP Padang) mengaplikasikan teori itu dalam bukunya “Pembelajaran Sastra, Respon dan Analisis”.
Teori psikologi sastra berupaya menjelaskan perkembangan psikologis tokoh atau pelaku-pelaku dalam karya sastra. Selain itu juga berupaya menjelaskan hubungan penulisnya secara psikologis dengan karyanya. Hal itu juga ditawarkan oleh para pakar perguruan tinggi. Jadi, teori-teori sastra tersebut pada dasarnya adalah untuk membantu pembaca mengenal, memahami, dan mengapresiasi karya sastra. Dengan teori itu pembaca akan terbantu menikmati karya-karya sastra yang dibacanya. Karya sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya. Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisahan, dan amanah yang dikomunikasikan kepada pembaca agar pembaca mampu mengapresiasikannya. Pengetahuan tentang pengertian sastra belum lengkap bila belum tahu manfaatnya. Horatius mengatakan bahwa manfaat sastra itu berguna dan menyenangkan. Secara lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Karya sastra dapat membawa pembaca terhibur melalui berbagai kisahan yang disajikan pengarang mengenai kehidupan yang ditampilkan. Pembaca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah yang disajikan.
2. Karya sastra dapat memperkaya jiwa/emosi pembacanya melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya.
3. Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita, serta kehidupan masyarakat yang digambarkan dalam karya.
4. Karya sastra mengandung unsur pendidikan. Di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi. Karya sastra dapat digunakan untuk menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi pembacanya.
5. Karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat yang digambarkan dalam karya sastra tersebut dalam waktu tertentu.
B. Pengertian Analisis Teks Kritis
Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya. Dalam pengertian yang lain, analisis adalah sikap atau perhatian terhadap sesuatu (benda, fakta, fenomena) sampai mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, serta mengenal kaitan antarbagian tersebut dalam keseluruhan. Analisis dapat juga diartikan sebagai kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Artinya dapat disimpulkan bahwa analisis adalah sekumpulan aktivitas dan proses. Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat di interpretasikan. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti.
Analisis wacana Kritis (AWK) adalah analisis bahasa dalam penggunaannya dengan menggunakan bahasa kritis. Analisis ini dipandang sebagai oposisi terhadap analisis wacana deskriptif yang memandang wacana sebagai fenomena teks bahasa semata, karena analisis jenis ini selain berupaya memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga menghubungkannya dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan domain-domain kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki sudut pandang dan cara analisis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya ditujukan pada satu pokok permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse Analysis). Dari sudut pandang para tokoh Analisis Wacana Kritis, terdapat pandangan bahwa wacana adalah alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Untuk itu, dalam menganalisis wacana juga harus memperhatikan masalah ideologi dan sosio kultural yang melatarbelakangi penulisan suatu wacana.
Terdapat banyak tokoh AWK diantaranya adalah :
1. Michel Foucault. Lahir di Poitiers Perancis, tahun 1926. Bidang ilmu yang digelutinya : filsafat, sejarah, psikologi dan psikopatologi. Buku-buku hasil karyanya antara lain : Penyakit Mental dan Kepribadian, Sejarah Kegilaan, The Birth of The Clinic, Archeology of Human Sciences, Disciplines and Punish dan trilogi The History of Sexuality. Karier : Sebagai staf pengajar pada Universitas Uppsala (Swedia) untuk bidang sastra dan kebudayaan Perancis, Dosen di berbagai Universitas di Perancis, dan pendiri Universitas Paris Vincenes. Meninggal dunia dalam usia 57 tahun pada tahun 1984.
Inti Pemikiran Foucault :
a) Wacana,menurut Foucault Wacana bukan hanya sebagai rangkaian kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang memproduksi sesuatu yang lain. Sehingga dalam menganalisis wacana hendaknya memperimbangkan peristiwa bahasa dengan melihat bahasa sebagai dua segi yaitu segi arti dan referensi. Wacana merupakan alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Dalam masyarakat, ada wacana yang dominan dan ada wacana yang terpinggirkan. Wacana yang dominan adalah wacana yang dipilih dan didukung oleh kekuasaan, sedangkan wacana lainnya yang tidak didukung akan terpinggirkan (marginalized) dan terpendam (submerged).
b) Discontinuitas, Foucault menolak teori mengenai sejarah yang berjalan linier dan kontinyu “contonuous history”,karena itu dia mengajukan konsep discontinuitas sejarah. Foucault lebih tertarik pada kejadian biasa atau peristiwa kecil yang diabaikan oleh ahli sejarah, daripada analisis sejarah tradisional yang cenderung mempertanyakan strata dan peristiwa mana yang harus diisolasi dari yang lain, jenis hubungan yang harus dikonstruksi serta kriteria periodisasi. Biasanya analisis tradisional hanya menyoroti sejarah “orang-orang besar.”
c) Kuasa dan Pengetahuan, Menurut Foucault, kekuasaan dan pengetahuan adalah dua hal yang selalu berkaitan. Menurutnya, kekuasaan selalu terakumulasi melalui pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya efek kuasa.Konsep ini membawa konsekuensi untuk mengetahui bahwa untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Foucault meyakini bahwa kuasa tidak bekerja melalui represi, tetapi melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa tidak bekerja secara negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif.
d) Episteme, Foucault membedakan tiga jaman episteme yaitu : Abad Renaisan yang menekankan pada resemblance (kemiripan), Abad Klasik yang menekankan pada representation (representasi) dan Abad Modern yang menekankan pada signification (signifikasi) atau pemaknaan.
2. Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk)
Fowler, Hodge, Kress dan Trew adalah sekelompok pengajar di Universitas Eart Anglia (aliran Linguistik Eropa Kontinental). Karya mereka adalah sebuah buku yang berjudul Language and Central (1979) dengan pendekatan Critical Linguistic yang memandang bahwa bahasa dikenal sebagai praktik sosial. Pendekatan ini dikembangkan dari teori linguistik para peneliti yang melihat bagaimana tata bahasa (grammar) tertentu menjadikan kata tertentu (diksi) membawa implikasi dan ideologi tertentu (Darma). Dalam membangun model analisisinya, mereka mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa yang menjadi struktur tata bahasa. Praktik penggunaan tata bahasa, maka kosa kata merupakan pilihan kata (diksi) untuk mengetahui praktik ideologi.
3. Theo Van Leeuwen
Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarginalisasikan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemakaiannya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus menjadi obyek pemaknaan dan digambarkan secara buruk.
Ada dua pusat perhatian dalam analisis Van leeuwen, yaitu :
a. Proses pengeluaran (eksklusi) apakah dalam suatu teks berita ada aktor atau kelompok yang dikeluarkan dari pemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai untuk itu.
b. Proses pemasukan (inklusi) yaitu proses dimana suatu pihak atau kelompok ditampilkan lewat pemberitaan.
4. Sara Mills
Sara Mills menjadikan teori wacana Foucault sebagai ground teori untuk analisis wacana kritis. Konsep dasar pemikiran Mills lebih melihat pada bagaimana aktor ditampilkan dalam teks baik dia berperan sebagai subyek maupun obyek. Ada dua konsep dasar yang diperhatikan yaitu posisi Subyek-Obyek, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting. Bagaimana seseorang, kelompok, pihak, gagasan dan peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana dan memengaruhi makna khalayak. Penekanannya adalah bagaimana posisi dari aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Selain posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis bisa ditampilkan. Posisi pembaca memengaruhi bagaimana seharusnya teks itu dipahami dan bagaimana aktor sosial ditempatkan. Penceritaan dan posisi ini menjadikan satu pihaklegitimate dan pihak lain illegitimate. Karena Sara Mills adalah seorang feminist, maka aktor yang sering dia tampilkan dalam karyanya adalah perempuan.
5. Teun A. Van Dijk
Analisis Wakana Kritis Modern van Dijk dikenal dengan model “kognisi sosial” yaitu medel analisis yang tidak hanya mendasarkan pada analisis teks semata, tetapi juga proses produksi wacana tersebut yang dinamakan kognisi sosial. Dijk berusaha untuk menyambungkan wacana dengan konteks sosialnya. Dalam hal ini konteks sosial sebagai elemen besar struktur sosial (stuktur makro) dan elemen wacana seperti gaya bahasa, kalimat dan lain-lain (struktur mikro). Wacana menurut Van Dijk memiliki tiga dimensi : teks, kognisi sosial dan konteks.
a. Dalam teks (stuktur mikro)Van Dijk berusaha meneliti dan mamaknai bagaimana struktur teks dan strategi wacana secara kebahasaan (bentuk kalimat, pilihan kata, metafora yang dipakai)
b. Pada level kognisi sosial dipelajari bagaimana proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan.
c. Pada level konteks sosial (struktur makro) mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah
6. Norman Fairclough
Analisis Wacana Kritis Model Fairclough disebut dengan model perubahan sosial (social change), yaitu mengitegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial politik terhadap perubahan sosial. Menurut Fairclough bahasa sebagai praktik sosial mengandung implikasi bahwa :
1. Wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat realita.
2. Adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial , kelas, dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan relasi spesifik dan institusi tertentu seperti pada buku, pendidikan, sosial dan klasifikasi.
Fairclough membagi wacana dalam tiga dimensi yaitu teks, discourse practice, dan Sociocultural Practice .
a. Teks dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosa kata, semantik dan tata kalimat termasuk keherensi dan kohesivitas yang bertujuan untuk melihat elemen-elemen idesional, relasi dan identitas suatu wacana.
b. Discourse practice berhubungan dengan bagaimana proses produksi dan konsumsi teks.
c. Sociocultural Practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks seperti konteks situasi, konteks dan praktik institusi dari media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya politik tertentu.
C. Bahasa, Teks, dan Konteks Sosial dalam Analisis Wacana Kritis
1. Bahasa
Bahasa sebagai Semiotik Sosial salah satu makna dari sejumlah sistem makna, seperti tradisi, mata pencaharian, dan sistem sopan santun, secara bersama-sama membentuk budaya manusia. Dalam proses sosial ini, konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis, di tempat realitas itu dikerjakan. Bahasa tidak berisi kata-kata, klausa-klausa atau kalimat-kalimat, tetapi bahasa berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna. Dalam konteks interpersonal, konteks tempat makna itu dipertahankan, sama sekali bukan tanpa nilai sosial. Melalui tindakan makna sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan mendefinisikan sistem nilai dan pengetahuan.
2. Teks
Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang nyata. Halliday (1978:40) menyatakan bahwa teks adalah suatu pilihan semantis data konteks sosial, yaitu suatu cara pengungkapan makna melalui bahasa lisan atau tulis. Semua bahasa hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi dapat disebut teks. Dalam hal ini ada empat catatan mengenai teks yang perlu dikemukakan sebagai berikut: 1). Teks pada hakikatnya adalah sebuah unit semantik. 2). Teks dapat memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi. 3) . Teks pada hakikatnya sebuah proses sosiosemantik. 4). Situasi merupakan faktor penentu teks.
3. Konteks Situasi,
Konteks situasi, Menurut Halliday menyatakan bahwa situasi merupakan lingkungan tempat teks datang pada kehidupan. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Jones memandang medan wacana sebagai konteks situasi yang mengacu pada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusional tempat satuan-satuan bahan itu muncul. Dalam medan wacana terdapat tiga hal yang perlu diungkap, yaitu ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang.
Jones melihat bahwa pelibatan wacana sebagai konteks situasi yang mengacu pada hakikat hubungan timbal balik antarpartisipan termasuk pemahaman dan statusnya dalam konteks sosial dan linguistik. Ada tiga hal yang perlu diungkap dalam pelibat wacana, yaitu peran agen atau masyarakat, status sosial, dan jarak sosial. Ada tiga wacana tentang realitas sosial, yaitu: 1). Wacana adalah bagian dari aktivitas sosial. 2). Representasi, yaitu suatu proses dari praktik-praktik sosial. 3). Wacana menggambarkan bagaimana sesuatu terjadi dalam identitas-identitas konstitusi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa : Tokoh-tokoh Analisis Wacana yaitu Michel Foucault, Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. Van Dijk, dan Norman Fairclough. Masing-masing dari mereka memiliki cara pendekatan tersendiri dalam menganalisis suatu wacana. Terdapat empat tokoh yang memiliki pandangan dan pendekatan yang sama yaitu Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler dkk).
Teks atau wacana sifatnya sangat kompleks, dan karena struktur ideologis dapat dinyatakan dalam berbagai cara, sangat berguna untuk memiliki metode praktis ‘heuristic’ untuk menemukan ideologi dalam teks dan pembicaraan. Setelah diketahui ide dasarnya, maka teks dapat dianalisis melalui : arti (konten ideologis), struktur proposisional, struktur formal, struktur kalimat, retotika, argumentasi, aksi dan reaksi. Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.
B. Saran
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu masukan-masukan dan kritik yang konstruktif sangat saya perlukan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan ke depan. Namun demikian, Saya sangat mengharapkan bahwa makalah ini nantinya bermanfaat bagi para pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Badara, Aris. 2012. Analisis wacana Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Darma, Yoce, A. 2014. Analisis Wacana Kritis. Bandung : PT. Refika Aditama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Horkheimer, M. Critical Theory (New York: Seabury Press, 1982)
http://soddis.blogspot.co.id/2015/03/teori-dan-apresiasi-sastra-dalam.html
Lubis, Mochtar. 1997. Sastra dan Tekniknya (hal.87-92). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Pradopo, Joko Rachmat. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.
Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional. 2000. Buku Praktis Bahasa Indonesia: Jakarta: Pusat Bahasa.
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-35836475233124918832017-02-21T18:12:00.001-08:002017-02-21T18:12:41.049-08:00local wisdomKearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
1
KEARIFAN LOKAL SUKU TIDUNG TARAKAN
Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd
NIM.1603055
Program Doktoral Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
ABSTRAK
Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur kepada siswa. Upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Harapan penulis kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal harus diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Kearifan lokal Suku Tidung yang telah penulis telusuri dan digali kiranya dapat dipelihara serta dilestarikan dengan baik agar dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju bangsa yang beradab, kokoh, dan berkarakter cerdas sosial. Setidaknya Artikel ini dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih membuka seluas-luasnya serta mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung agar bisa menjadi acuan atau referensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya-budaya bangsa Indonesia, terutama dalam rangka pengembangan pendidikan karakter di Indonesia.
KataKunci:Kearifan Lokal Suku Tidung Tarakan, PendidikanKarakter
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
2
A. PENDAHULUAN
Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung “Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu Tarakan juga merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau. Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di Kalimantan Utara, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, tana lia, Pulau bunyu, Sesayap. Tarakan juga sebagai tempat bermuaranya tiga sungai besar seperti sungai Sesayap/Malinau, Sungai Kayan, dan Sungai Sembakung. Pulau Tarakan yang kecil dikelilingi laut, dalam Bahasa Tidung disebut Tengkayu yang berarti wilayah air asin atau daerah pesisir/pantai.
Masuknya Agama dan budaya Islam mempengaruhi tradisi budaya Tidung sejak pemerintahan Bengawan, dan belakangan beliau juga menjadi salah satu penyebar Islam di Kalimantan Utara sehingga dikenal sebagai Syekh Bengawan. Menurut riwayat beliau menjadi raja Tidung pertama yang menganut agama Islam yang memerintah dari tahun 1236-1280. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa dipesisir timur Pulau Tarakan yaitu di kawasan Dusun Binalatung sudah ada Kerajaan Tidung Kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira pada tahun 1076-1156, kemudian berpindah ke pesisir selatan Pulau Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada tahun 1156-1216, lalu bergeser lagi ke wilayah barat yaitu ke kawasan Sungai Bidang kira-kira pada tahun 1216-1394, setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari Pulau Tarakan ke daerah Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, sekitar tahun 1394-1557, dibawah pengaruh Kesultanan Sulu.
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
3
Kota Tarakan terdiri dari 4 Kecamatan dan 20 Kelurahan, untuk Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Tengah masing-masing terdiri dari 5 Kelurahan, untuk Tarakan Timur terdiri dari 7 Kelurahan dan 3 Kelurahan untuk Tarakan Utara.
Secara geografis Kota Tarakan terletak pada posisi 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur, terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah mencapai 657,33 km².
Adapaun batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Pulau Bunyu
Sebelah Timur : Laut Sulawesi
Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Palas
Sebelah Barat : Kecamatan Sesayap dan Kecamatan Sekatak
Suhu udara minimum Kota Tarakan rata-rata 24,1 °C dan maksimum 31,1 °C dengan Kelembabab rata-rata 84,7%. Curah Hujan dalam 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%, telah memberikan julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim.
B. Kearifan Lokal di Tarakan
Kearifan lokal adalah tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berintraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal berasal dari nenek moyang yang menyatu dalam kehidupan manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salasatu perilaku yang diwariskan nenek moyang dari Tarakan
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
4
adalah Dialek Bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial maupun budayanya, maka dari kelompok-kelompok dimaksud tentulah memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah Kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis.
Riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Beberapa sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan lebih kurang dengan tahun Hijriah (qomariah). Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk. Berakhirnya zaman Kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di kawasan itu runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung, diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI. Kelompok-kelompok Suku Tidung pada zaman Kerajaan Menjelutung tidak seperti apa yang terlihat di zaman ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan Suku Tidung yang ada di Kalimantan Utara sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu : 1).Dialek bahasa Tidung Malinau, 2). Dialek bahasa Tidung Sembakung, 3). Dialek bahas Tidung Sesayap, 4). Dialek bahasa Tidung Tarakan, yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin. Ritual dalam
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
5
bentuk pementasan seni ini dilakukan oleh masyarakat tidung. Ritual- ritual ini hampir punah dan telah diusahakan untuk revitalisasi oleh masyarakat dengan dipimpin tetua adat, Ritual itu antara lain:
1. Bebalon
Bebalon merupakan pementasan seni dalam rangka ritual pernikahan, yakni membaca syair-syair dengan iringan rebana. Pemain laki dan perempuan duduk berselonjor menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri sambil menepuk tangan ke arah kaki dan tangan pemain di sebelahnya. Syair- yang dibaca seringkali juga shalawat nabi Muhammad untuk mendapatkan berkah dan syafaat di hari akhirat kelak.
2. Bekeparat
Bekeparat digelar umumnya untuk menunjukkan bahwa masyarakat Tarakan di Kalimantan utara memiliki keragaman budaya yang istimewa, kekayaan yang saling menguatkan, hidup rukun dan penuh kreativitas. Keragaman bukan menjadi sumber perpecahan tetapi menjadi sumber kekayaan bangsa dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan. Dalam ritual ini digelar pentas seni seperti tari, music, suara, dan gelaran seni rupa, seni lukis, ukir dan sebagainya. Serta dimulai dengan baca doa dan dzikir, diakhiri dengan mujahadah dan doa bersama.
3. “PESTA IRAW TENGKAYU”.
Sesuai alam lingkungannya berhubungan dengan laut, terbentuklah budaya turun-temurun dan berkembang di kalangan masyarakat Tidung, baik yang bersifat perayaan (pesta) maupun upacara-upacara ritual yang dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan latar belakang kondisi sosial. Peristiwa bersifat perayaan (pesta) dalam Bahasa Tidung disebut Iraw. Apabila perayaan ada hubungannya dengan laut disebut Iraw Tengkayu. Ritual yang biasa dilaksanakan dalam kegiatan tersebut oleh masyarakat Tidung adalah pakan yang berarti menghaturkan sesaji berupa makanan dan lain-lain. Upacara pakan berupa upacara menghaturkan sesaji
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
6
dihanyutkan ke laut dengan menggunakan Padaw Tuju Dulung yang melambangkan
bahwa masyarakat Tidung selalu mengungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih
kepada Yang Maha Kuasa atas rezeki yang diperoleh dari hasil laut. Harapan
selanjutnya agar diperoleh hasil lebih baik dari sebelumnya.
Gambar 1 : Padaw Tuju Dulung digunakan untuk melarutkan sesaji kelaut
(Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan)
Gambar 2 : Padaw Tuju Dulung di Arak ke laut
(Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan)
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
7
Gambar 3 dan 4: Padaw Tuju Dulung diarak Ke Laut dan Disambut dengan Tarian
(Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan)
Haluan perahu bercabang tiga. Haluan tengah bersusun tiga. Haluan kanan dan kiri bersusun dua. Terdapat tujuh haluan bermaksudkan jumlah hari dalam seminggu. Kehidupan manusia berlangsung dari hari Ahad (Minggu) dan seterusnya. Warna perahu terdiri kuning, hijau dan merah. Haluan perahu teratas (tengah) dan perlengkapan di atas perahu berwarna kuning. Warna kuning menurut tradisi budaya Tidung merupakan lambang sesuatu yang ditinggikan dan dimuliakan. Hanya satu haluan berwarna kuning bermakna hanya satu penguasa tertinggi dalam semesta yaitu Yang Maha Kuasa Allah SWT. Acara ini adalah merupakan peristiwa yang bersejarah bagi masyarakat dan penduduk bumi paguntaka dan acara ini biasa diperingati setiap 2 tahun sekali. Berikut Info Lebih lanjut mengenai Iraw Tengkayu :
1) Penurunan padaw tuju dulung. Haluan perahu yang teratas (ditengah) dan perlengkapan lainnya di atas perahu yang berwarna kuning, yang mana warna kuning menurut tradisi budaya suku tidung adalah perlambang suatu kehormatan atau suatu kehormatan atau suatu yang ditinggikan dan dimulyakan. Hanya satu penguasa tertinggi alam semesta yaitu yang maha kuasa Allah SWT. Sang maha pencipta. Diatas perahu terdapat lima buah tiang yang melambangkan sholat lima waktu yang merupakan tiang agama islam. Guna tiang-tiang tersebut adalah tempat mengikat atap dari kain berwarna kuning yang disebut PARI-PARI. Pada tiang kanan depan terpasang kain kuning ke haluan kanan, demikian pula pada tiang kiri depan memanjang turun ke haluan kiri. Diatas padaw tuju dulung dibuat bentuk seperti rumah dengan atap bersusun tiga yang disebut MELIGAY yang terdapat pintu keempat dindingnya. Didalam meligay diletakkan sesaji berupa makanan.
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
8
2) Parade nusantara (karnaval budaya) Parade Nusantara atau biasa disebut carnaval budaya adalah iring-iringan atau semacam pawai untuk menghantarkan penurunan padaw tuju dulung. Didalam parade nusantara ini diikuti oleh berbagai macam suku bangsa sebagai wujud kebersamaan dan kekeluargaan yang erat dibumi paguntaka. Padaw tujuh dulung (tuju haluan) adalah merupakan sebuah perahu dengan bentuk yang mana diatas perahu tersebut ditempatkan sesaji yang dihaturkan. Bentuk haluan perahu bercabang tiga. Haluan yang ditengah bersusun tiga, haluan yang kanan dan kiri masing-masing bersusun dua, maka terdapat tujuh haluan yang jumlah hari dalam seminggu dimana kehidupan manusia berlangsung dari hari dan seterusnya. Warna perahu terdiri dari kuning, hijau dan merah.
3) Tarakan expo. Didalam tarakan expo akan diperkenalkan seluruh budaya yang ada di kota Tarakan (Borneo). Beraneka ragam kreatifitas dan produk-produk yang mencerminkan kota Tarakan (Borneo) di pamerkan di tarakan expo ini.
4) Parade musik dan tari. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu, diadakan acara parade musik dan tari, parade musik akan diisi oleh grup-grup band asal bumi paguntaka dan luar tarakan (Borneo) untuk memperlihatkan kualitas mereka dalam bermusik. Sedangkan parade tari akan diramaikan oleh penari-penari lokal (Kota Tarakan) dan luar kota tarakan.
5) Olahraga tradisional. LOMBA SUMPIT. Sumpit adalah senjata khas suku dayak yang juga salah satu suku asli kota tarakan, untuk melestarikan sumpit maka diadakan lomba sumpit. Peserta tidak hanya berasal dari kota tarakan akan tetapi berasal dari luar kota tarakan. PERAHU/KAPAL HIAS. Salah satu acara untuk meramaikan iraw tengkayu, diadakan perahu/kapal hias.
6) Festival masakan laut dan bakar ikan. Dalam acara iraw tengkayu, kuliner juga tidak ikut ketinggalan, masakan laut dan bakar ikan adalah salah satu acara yang menyajikan selera paguntaka dalam seni masakan apalagi kota Tarakan terkenal dengan hasil lautnya. Sehingga kota tarakan kaya akan masakan-masakan yang berasal dari laut.
7) Olahraga prestasi. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu diadakan lomba lari maraton dengan menempuh jarak hingga 10 KM, lomba lari maraton ini nantinya akan diikuti oleh peserta dari berbagai provinsi di indonesia hingga peserta dari luar negeri seperti Negara tetangga kita Malaysia. Lomba ini selain meramaikan acara iraw tengkayu juga dapat menumbuhkan juara-juara baru dalam bidang olahraga atletik khususnya lomba lari.
C. Fungsi, Dan Makna Kearifan Lokal Di Tarakan
Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam kultur budaya dan kearifan lokal yang beraneka ragam pula. Misalkan saja, Suku Batak kental akan keterbukaan, Jawa identik dengan kehalusan, Sunda identik dengan kesopanan, Madura memiliki harga
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
9
diri yang tinggi, dan Bugis yang terkenal kepiawaiannya dalam mengarungi samudera. Dalam konteks ini, masing-masing etnik memiliki keharmonisan terhadap lingkungan alam yang ikut mengitari segala aktivitasnya. Kearifan lokal tidak secara instan muncul dan menjadi pedoman kebijakan dalam menjalani hidup. Akan tetapi, melalui proses panjang sehingga terbukti dan menjadi pijakan mutlak masyarakat setempat. Dalam tataran kearifan lokal inilah, masyarakat selalu menjaga dan melestarikan agar dapat tetap eksis dan saling pengaruh antara satu dengan lainnya.
Hal demikian terjadi pula pada kearifan lokal Suku Tidung. Di samping itu berfungsi sebagai bentuk penguat jati diri kesukuan, kearifan lokal Tidung dapat digunakan sebagai filterisasi terhadap gempuran budaya luar dan dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan nilai-nilai luhur yang akan diinternalisasikan dalam pendidikan karakter. Berdasarkan hasil analisa saya sebagai penulis, ditemukan beberapa nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal Tidung yang dapat ditransmisikan kepada peserta didik dalam rangka pembentukan karakternya. Nilai-nilai itu antara lain:
1. Menjaga ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung adalah sosok masyarakat yang unik dan senantiasa memegang teguh amanat warisan para leluhurnya tentang bagaimana menjaga dan melestarikan ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung senantiasa menyatu dengan alam, dekat dengan alam dan selalu berinteraksi dengan alam sekitarnya. Kepedulian masyarakat Tidung dalam menjaga dan melestarikan ekosistem alam pohon bakau terlihat jelas dalam amanat yaki yadu berikut:
“Bebilin yadu yaki, sama muyu ngusik/ngacow de upun bakau, geno baya buyag binatang tanga maupun tad de dumud, upun bakau penyangga timuk bunsuk, bua upun bakau kalap tenugos de uwot, upun bakau no baya buyag kuyad bekare baya no gium buyag dan mangow”. Artinya, berpesan nenek dan kakek, bagi anak-anak keturunan ku, jagalah dan lestarikan hutan bakau, jangan kau ganggu hutan bakau itu, karena pohon bakau itu tempat hidupnya binatang laut dan darat, hutan bakau sebagai penyangga banjir, buah pohon bakau dapat menjadi obat, dan tempat hidupnya kera/monyet bekantan dan tempatnya beradaptasi dan berkembang biak.
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
10
2. Suka bekerja sama. Tolong-menolong atau kerja sama merupakan bagian tak terlepaskan dan tak terpisahkan dari masyarakat Suku Tidung. Masyarakat Tidung senantiasa membantu sesamanya dan bekerja sama dalam segala aspek kemasyarakatan. Dalam konteks ini, bekerja sama diartikan dengan istilah “Tenguyun”. Misalkan dalam mencari nafkah di laut mereka saling membantu dalam membuat perahu, dayung, dan alat tangkap ikan. Kemudian mereka dalam mencari hasil tangkapan laut dilakukan dengan cara saling bantu membantu di laut maupun di kegiatan kemasyarakatan di daerah daratan pesisir pantai (tengkayu).
3. Kesederhanaan dan kemandirian. Masyarakat Tidung adalah masyarakat yang menganut pola hidup sederhana. Kebanyakan masyarakat Tidung hidup dengan mencari nafkah di laut, masyarakat Tidung dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka adalah dengan “betamba” yang artinya membuat perangkap ikan atau wadah untuk menjebak ikan. Masyarakat Tidung dalam memperoleh rejekinya di laut tidak dilakukan secara berlebihan. Mereka berfikir tangkapan untuk hari ini hanya di ambil ala kadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk hari ini, mereka mengambil tangkapan ikan hanya secukupnya saja. Masyarakat Tidung sangat menjaga akhlaknya terhadap laut, karena dari lautlah mereka bisa mengambil nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Msayarakat Tidung sangat menjaga habitat ekosistem laut yaitu sangat melarang keras merusak terumbu karang. Karena terumbu karang adalah tempat hidupnya hewan-hewan laut.
4. Kejujuran. Bagi masyarakat Tidung kejujuran adalah harga diri yang telah menjadi harga mati dalam masyarakat Tidung. Dengan kejujuran masyarakat akan dihargai, dihormati, dan dimuliakan. Oleh karena itu, masyarakat Tidung memiliki etika yang sopan dan santun dalam bertutur kata serta menjunjung tinggi kejujuran. Kejujuran dalam bertutur kata dan bersikap merupakan pedoman yang secara generasi ke generasi menjadi panutan/pedoman bagi masyarakat Tidung. Bahkan, telah menjadi pijakan hidup (way of life) yang
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
11
tercermin dari nenek moyang yang telah diterapkan oleh masyarakat Tidung dari zaman dahulu (tempo doloe) hingga sekarang.
5. Masyarakat Tidung sangat religius dalam hubungannya dengan eksistensi penguasa jagad raya (Allah SWT). Masyarakat Tidung sangat percaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keberadaannya alam yang ghaib. Masyarakat Tidung senantiasa bersyukur dengan cara melakukan ritual hajatan yang diistilahkan dengan “PESTA IRAW TENGKAYU” yang diartikan sebagai luapan hati/kegembiraan dan bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada masyarakat Tidung yang biasanya dirayakan pesta rakyat tersebut di pesisir pantai. Masyarakat Tidung meyakini adanya hubungan baik antara Allah SWT, sesama manusia, maupun alam sekitarnya.
D. PEMBAHASAN
Kearifan lokal tercermin dalam religi, budaya, dan adat istiadat. Masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya dengan mengembangkan suatu kearifan dalam wujud pengetahuanatau ide, nilai budaya, serta peralatan, yang dipadukan dengan nilai dan norma adat dalam aktivitas mengelolah lingkungan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Indonesia kaya akan budaya dan kearifan lokal masyarakat. Suku-suku di Indonesia yang jumlahnya ribuan memiliki kearifan lokal yang menjadi ciri khas masing-masing. Hal ini karena kondisi geografis antarwilayah yang berbeda sehingga penyesuaian kearifan lokal terhadap alam juga berbeda. Namun, pada dasarnya kearifan lokal di setiap wilayah sama, yaitu sebagai aturan, pengendali, rambu-rambu, dan pedoman masyarakat dalam memperlakukan lingkungan alam sekitar. Bentuk-bentuk kearifan lokal juga terlihat pada bangunan rumah adat, yang terlihat lebih modern dan modis karena hasil pengembangan arsitektur Dayak dari Rumah Panjang (Rumah Lamin) yang dihasilkan oleh Masyarakat suku Tidung yang tidak lain merupakan suku di Tarakan Kalimantan Utara yang mempunyai kebudayaan dan model rumah adat sendiri.
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
12
Gambar 5: Rumah Adat Baloy Tidung dibangun menghadap ke utara, sedangkan pintu utamanya menghadap ke selatan. Rumah adat baloy terbuat dari bahan dasar kayu ulin. Ada terdapat empat ruang utama di dalam Rumah Baloy yang biasa disebut Ambir
1) Alat Kait atau Ambir Kiri sebagai tempat menerima pengaduan masalah adat maupun perkara-perkara lainnya.
2) Lamin Bantong atau Ambir Tengah sebagai tempat pemutusan perkara adat hasil sidang pemuka adat.
3) Ulat kemagot atau Ambir Kanan sebagai tempat istirahat maupun berdamai setelah selesainya perkara adat.
4) Lamin Dalom sebagai tempat singgasana Kepala Adat Besar Dayak Tidung.
Gambar 6 : Rumah Adat Lubung Kilong. Bangunan ini adalah sebuah tempat untuk menampilkan kesenian suku Tidung, seperti Tarian Jepen
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
13
Gambar 7 : Rumah Adat Lubung Intamu dibagian belakang rumah Lubung Kilong yaitu suatu bangunan besar sebagai tempat acara-acara pelantikan maupun musyawarah masyarakat.
Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Salah satunya yaitu kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam khususnya di Tarakan Kalimantan Utara. Secara umum penduduk asli yang mendiami Kalimantan Utara terkhusus di Tarakan terdiri atas empat jenis suku bangsa, yaitu Suku Tidung, Bulungan, Dayak dan Bugis. Keempat suku tersebut mewakili empat kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan pesisir, kelautan, kesultanan, dan pedalaman. Tarakan yang merupakan pulau kecil dan sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir, banyak didiami oleh kaum Suku Tidung. Suku Tidung inilah yang kemudian dikenal sebagai penduduk asli Tarakan. Suku Tidung merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (Negeri Sabah). Suku Tidung atau Tidong (Malaysia) sebenarnya berasal dari bahasa tideng yang artinya gunung. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman kata tideng berubah menjadi tidung. Suku Tidung, kemungkinan masih berkerabat dengan Suku Dayak Murut (dayak yang ada di Sabah). Namun Suku Tidung ini beragama Islam dan mengembangkan ajaran Islam maka Suku Tidung tidak lagi dianggap sebagai Suku Dayak.
Islam masuk ke dalam peradaban masyarakat Suku Tidung pada abad 14 Masehi. Perkembang agama Islam di wilayah Kalimantan Utara dibawa oleh salah
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
14
satu utusan dari tanah suci Makkah yaitu Syarif Marzin Al-Marzaq yang membawa kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam. Dalam masa perjalanannya mengembangkan ajaran agama Islam ia menikah dengan seorang gadis asli Kalimantan yang kemudian memeluk agama Islam dan mendapatkan tiga orang putra yang bernama Syarif Pangeran, Syarif Muda, dan Syarif Hamzah Al-Marjaq. Untuk mengembangkan dakwah Islam Syarif Marzin Al-Marjaq melakukan perjalanan dakwah sehingga meninggalkan anak dan istrinya. Sehingga, yang melanjutkan tugasnya mengembangkan syiar Islam di Kalimantan Utara adalah anaknya yang bernama Syarif Hamzah Al-Marjaq.
Orientasi gaya hidup Suku Tidung berbanding lurus dengan aneka ragam budaya yang dimilikinya. Suku Tidung yang tinggal di pantai bekerja sebagai nelayan (betambak/bekelong) juga berdagang karena mereka sudah membaur dengan orang-orang dari kepulauan lain, seperti Bugis, Sulu, Bajau, dan orang-orang laut lainnya. Suku Tidung memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Tidung. Secara umum, bahasa Tidung ini dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung Sembakung. Dialek Sesayap meliputi subdialek Sesayap, Malinau, dan Tarakan. adapun subdialek Tarakan merupakan subdialek yang dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, karena difahami oleh semua warga Tidung.
Kebudayaan masyarakat Kota Tarakan yang diwakili oleh masyarakat Etnik Tidung memiliki ciri khas tersendiri; suatu kebudayaan yang lahir sebagai jawaban atas proses adaptasi yang difahami oleh masyarakat tersebut. Memiliki corak ragam budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan kepulauan. Sehingga memunculkan aspek-aspek tradisi lokal yang mencerminkan aktivitas ritual yang berhubungan dengan laut. Tradisi ini merupakan pesta adat yang dilakukan setiap tahun. Masyarakat Suku Tidung memberi nama “PESTA IRAW TENGKAYU”, suatu pesta ritual yang dilakukan sebagai wujud nyata tanda syukur masyarakat Suku Tidung atas hasil laut dan keselamatan mereka dalam melakukan aktivitas sebagai nelayan. Masyarakat Suku Tidung selalu menjaga keselarasan hubungan yang harmonis antara alam (ekosistem flora dan fauna), manusia, dan penguasa jagad raya (Allah SWT).
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
15
Masyarakat Tidung juga memperhatikan resistensi terhadap tradisi-tradisi lama dan tetap melestarikannya hingga sekarang. Tradisi tersebut antara lain; tradisi seni tari “Iluk Bebalen” yang mencerminkan musibah yang menimpa masyarakat Tidung. Seni tari untun belanai yang mencerminkan kegembiraan para remaja dalam pesta adat perkawinan (Anonim, 2001: 9). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman yang dilakukan serta dialami oleh penulis, diantara banyaknya kearifan lokal di Tarakan terkhusus di Provinsi Kalimantan Utara, yang menjadi pusat perhatian saya adalah:
Era globalisasi dan reformasi telah berdampak tergerusnya keluhuran bangsa. Tuntutan akan teknologi yang berkembang amat pesat, menyebabkan pemerintah khususnya yang menangani soal pendidikan harus lebih inovatif lagi dan akhirnya memunculkan argument masyarakat yang fenomenal yaitu ganti menteri ganti kurikulum yang selalunya disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi. Orientasi pendidikan dikacaukan oleh prioritas melayani persaingan global ketimbang memelihara dan melestarikan harmoni kearifan lokal. Globalisasi dinilai telah berhasil mendekadentekstualisasikan arah pendidikan menuju visi kapitalisme, yang memunculkan paradigm bahwa pendidikan hanya berorientasi pasar, berlogika kuantitas hingga memunculkan upaya privatisasi pendidikan itulah beberapa contoh dari gejala keterpurukan hakikat pendidikan menuju hasrat kapitalisme global.
Lembaga pendidikan formal yang seyogyanya menjadi arena transformasi dan konservasi nilai-nilai budaya pun, kini telah kehilangan kemurniannya. Lembaga pendidikan formal telah terperangkap dalam kepentingan industri kapitalisme. Oleh karena itu, upaya pemurnian yang harus dilakukan agar arah pendidikan nasional menjadi hal yang mutlak. Konsepsi yang mengacu pada kodrat filosofis dan historis perlu di eksplorasi demi membangun karakter kearifan lokal bangsa. Sehingga, penguatan karakter kearifan lokal yang agamis pada peraktik pendidikan akan berujung pada kemajuan suatu bangsa. Pengembangan pendidikan karakter di sekolah ditempuh melalui tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengkondisian, (4) penilaian. Sedangkan strategi dalam pengembangan pendidkan karakter di sekolah merupakan satu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis kepada
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
16
sekolah dan terimplikasi dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan sekolah. Strategi tersebut dapat dilakukan pada tingkatan : (1) kegiatan pembelajaran, (2) pengembangan budaya sekolah sebagai pusat pembelajaran, (3) kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler, dan (4) kegiatan di rumah dan masyarakat.
Adapun nilai-nilai karakter yang hendak dikembangkan di sekolah adalah: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab (Anonim: 2011: 3). Delapan belas nilai tersebut bersumber dari agama, falsafah, dan budaya bangsa. Hal itu menjadi sebuah pegangan dalam mengembangkan pendidikan karakter dengan memperhatikan nilai-nilai luhur agama, falsafah, dan budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan hal yang sangat berharga dan tak terniali harganya terutama dalam membangun karakter bangsa (Anonim: 2011: 2-3). Dalam konteks itulah, masyarakat adat masih tetap eksis dalam memelihara local wisdom-nya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan pendidikan karakter. Masih banyak masyarakat adat yang tetap menjunjung tinggi kearifan lokalnya dan hal itu terbukti berhasil dalam pengembangan pendidikan yang dikenal dengan pendidikan tradisi atau pendidikan kebudayaan. Salah satu masyarakat adat yang dimaksud adalah Suku Tidung yang berada di Kota Tarakan wilayah Kalimantan Utara.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
Masyarakat Suku Tidung adalah sekelompok masyarakat yang memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dengan suku-suku lainnya yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masyarakat Tidung merupakan masyarakat yang patuh serta taat dalam melaksanakan amanat para leluhurnya, aktivitas keseharian mereka sangat kental dengan adat-istiadat yang memerintahkan mereka untuk selalu senantiasa menjaga dan memelihara lingkungan alam sekitarnya
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
17
(ekosisitem alam) dan tidak mengeksploitasi dan merusaknya. Masyarakat Tidung juga memiliki kesederhanaan dalam hal mencari penghidupan, dan suka tolong-menolong (tenguyun) antara sesama dan senantiasa bertutur kata yang baik dan santun serta berkata jujur dalam iklim ekologis kemasyarakatannya. Masyarakat Tidung juga sangat meyakini eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, masyarakat Tidung sangat memegang teguh agama yang dianutnya yaitu Agama Islam yang secara turun temurun menjadi landasan bagi masyarakat Tidung.
Akhirnya, dipenutup penulisan ini penulis merekomendasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia secara umum dan khususnya masyarakat Suku Tidung Tarakan untuk dapat kembali kepada jati diri mereka melalui budaya dan kearifan lokal yang sekarang telah terkikis oleh perkembangan zaman. Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur mereka sendiri. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Dan penulis berharap kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal Suku Tidung dapat diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Semoga kearifan lokal Tidung yang telah ditelusuri, digali, dapat dipelihara dan dilestarikan dengan baik dan nantinya dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju bangsa yang berperadaban, kokoh, dan berkarakter cerdas. Tulisan ini tentunya masih jauh dari sempurna untuk dapat menggambarkan kearifan lokal Suku Tidung yang seutuhnya. Sebenarnya masih banyak nilai-nilai luhur yang dapat ditelusuri dan digali dari kearifan lokal Suku Tidung. Namun, tulisan ini setidaknya dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih mengesplor dan mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung dan pada umumnya bisa menjadi acuan refrensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia, terutama dalam pengembangan pendidikan karakter di Indonesiaalam sekitarnya.
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
18
F. DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, 2007.Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan,PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI Masagena Press, Makasar.
Ayatrohaedi, 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta.
Aziz Safa. et. al., 2011. Restorasi Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Anonim. 2001. Tarakan Kota Tengkayu.
Anonim. 2010. Profil Seni dan Budaya Kota Tarakan.
John M. Echols dan Hassan Syadily.(2005) Kamus Inggris Indonesia Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Nurla Isna Aunillah. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana.
Nurul Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Prayitno dan Belferik Manullang. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Gramedia.
Partanto. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.
Sartini, Agustus 2004.Jurnal Filsafat,Jilid 37, Nomor 2. Menggali Kearifan Lokal Nusantara,sebuah Kajian Pilsafati.Fakultas Pilsafat UGM
Waskito, 2012. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:KawahMedia
Sony, Keraf (2002).dalam Y, Bambang (2013).Membangun kesadaran Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan. Dee publish.p.183
Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd
Suku Tidung NIM.1603055
19
Suhartini, Kajian Kearifan Lokal Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_TarakanAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-492743111425819742017-02-21T18:06:00.000-08:002017-02-21T18:06:03.913-08:00STATISTIKASTATISTIK
AS
NIM.1603055
I. DEVINISI PER ITEM
A. KONSEP DASAR
1. Data atau variabel berskala nominal
Merupakan data dengan level pengukuran yang paling rendah.
Misal: Nilai prestasi/hasil belajar,seperti 71,72,73,74 dan seterusnya
Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau diskrit. Data nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila objek dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa.
2. Data atau variabel berskala interval
Data Interval mempunyai tingkat pengukuran yang lebih tinggi daripada data nominal. Angka yang digunakan dalam data ini, selain menunjukkan urutan juga dapat dilakukan operasi matematika. Angka nol yang digunakan pada data interval bukan merupakan nilai nol yang nyata.
Misal: berat badan yang jaraknya sama,yaitu 1-5,6-10,11-15,16-20 nah hal ini merupakan jarak atau interval yang sama,yaitu lima. jarak yang sama pada pengukuran dinamakan data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut dari objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala interval dinamakan data interval.
3. Data atau variabel berskala Rasio
Data Rasio termasuk dalam kelompok data kuantitatif. Angka yang digunakan pada data rasio menunjukkan angka yang sesungguhnya, bukan hanya sebagai symbol dan memiliki nilai nol yang sesungguhnya. Pada data rasio, Data dapat dilakukan dengan berbagai operasi matematika.
Data rasio, yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak tidak dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan titik nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian.
4. Data atau variabel Diskrit
variabel diskrit merupakan variabel yang hanya dapat memuat seperangkat nilai terbatas atau nilai bulat tertentu. Artinya data yang terpisah-pisah tidak berhubungan dengan yang lain.
contoh : Berat badan 56,57,58 yang merupakan bilangan bulat
5. Data atau variabel kontinyu
Sebaliknya variabel kontinu merupakan variabel yang dapat memuat variabel seperangkat nilai yang tidak terbatas antara dua tingkatan variabel. Artinya data variabel kontinu mirip dengan data variabel interval yang mempunyai jarak.
Contoh: jumlah benar atau salah dalam suatu tes, skor nilai, ranking, tinggi badan, berat badan, panjang, jarak dll. Data tersebut dapat berubah-ubah atau bervariasi.
6. Statistik deskriptif dan inferensial
Statistik deskriptif yaitu statistic yang menggambarkan keadaan data apa adanya melalui parameter-parameter. Contoh: seperti mean, median, modus, distribusi frekuensi dan ukuran statistik lainnya.
Statistik Inferensial yaitu Statistik yang sudah pernah diujikan menggunakan taraf signifikansi. Artinya proses pengambilan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data sampel yang lebih sedikit menjadi kesimpulan yang lebih umum untuk sebuah populasi. Contoh: Uji t, Anava,Anova.
7. Harga-harga statistik dan parameter
Harga statistik disebut indeks yaitu rasio yang pada umumnya dinyatakan dalam sebuah persentase yang mengukur satu variabel pada suatu waktu tertentu atau lokasi relatif terhadap besarnya variabel yang sama pada waktu atau lokasi lainnya. Indeks harga dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan mengenai berbagai perubahan yang terjadi pada harga dari waktu ke waktu.
Parameter adalah bilangan nyata yang menyatakan sebuah karakteristik dari sebuah populasi, contohnya mean populasi, varians populasi dan simpangan baku sampel. Pada umumnya parameter populasi tidak diketahui karena banyaknya anggota populasi yang umumnya sangat besar sehingga peneliti tidak mampu atau tidak mau meneliti seluruh anggota populasi,
8. Metode-metode statistika parametrik
Statistik Parametrik adalah statistik induktif untuk populasi yang parameternya telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu (misalnya, sebaran data mengikuti distribusi normal).
Misal: Rata-ratanya ketika sudah mengambil sampel itu berarti sudah berbicara statistic atau statistiknya sudah ada uji-uji inferensial antara lain uji normalitas artinya datanya berdistribusi normal.
9. Metode-metode statistika non-parametrik
Statistik non parametrik adalah statistik induktif yang berusaha mengambil kesimpulan tentang keseluruhan populasi yang parameternya tidak memenuhi persyaratan, yaitu tidak mengikuti suatu distribusi tertentu. Jadi, statistik non parametrik digunakan untuk populasi yang tidak menetapkan persyaratan-persyaratan parameter populasinya.
Misal: Distribusi datanya tidak normal artinya data itu lebih condong kekiri atau kekanan itu disebut non parametrik.
B. PENYAJIAN DATA
1. Distribusi Frekuensi
Yaitu : Susunan data menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam sebuah daftar.
Artinya Sebuah distribusi frekuensi akan memiliki bagian-bagian yang akan dipakai dalam membuat sebuah daftar distribusi frekuensi.
2. Distribusi Frekuensi Berkelompok
Yaitu : Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data acak yang dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok.
3. Interval Kelas (rentang dan banyaknya kelas)
interval kelas adalah jangkauan atau jarak antara kelas yang satu dengan kelas yang lain nya secara berurutan. Misal: 20 – 25, 26 – 31,32 – 37,dst
Interval kelas = (25-20)+1 = 5 + 1 = 6
Interval bukan = 5 tapi dihitunga dari angka 20 → 5 + 1 = 6
Demikian juga dengan yang lainnya memiliki interval kelas sama, yaitu = 6
4. Distribusi Frekuensi Kumulatif
Distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif (frekuensi yang dijumlahkan). Distribusi frekuensi kumulatif memiliki kurva yang disebut ogif. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif yaitu distribusi frekuensi kumulatih kurang dari dan distribusi frekuensi lebih dari.
5. Distribusi Persen
Nilai frekuensinya tidak dinyatakan dalam bentuk angka mutlak, tapi dalam bentuk angka persentase (%) atau angka relatif.
6. Histogram
adalah grafik yang terdiri dari segi empat yang beralaskan sumbu mendatar dengan sisi-sisi yang berdekatan dan saling berimpit.
7. Poligon dan Grafik
Poligon adalah titik-titik tengah puncak histogram yang berurutan yang dihubungkan dengan garis dan membentuk sebuah garis.
Titik-titik yang dihubungkan dengan garis dan membentuknya itu disebut grafik. Artinya menghubung-hubungkan titik-titik koordinat (pertemuan titik tengah dengan frekuensi tiap kelas) secara berturut-turut. Sebagai contoh, dapat dibuat grafik poligon.
8. Hakekat dan bentuk-bentuk kurve
Garis yang terdiri dari persambungan titik-titik sehingga membentuk garis lengkung untuk menggambarkan suatu variabel. Misalnya untuk memperlihatkan perkembangan hasil belajar.
9. Diagram Kue Pai
Adalah diagram lingkaran seperti kue pai yang merupakan penyajian statistic data tunggal yang dibagi menjadi beberapa sector, setiap sector menggambarkan banyaknya frekuensi setiap data dalam bentuk sudut dengan satuan derajat atau persen.
10. Berbagai bentuk diagram dan jenis lain penyajian data
Diagram garis yaitu Penyajian data statistik dengan memakai diagram berbentuk garis lurus disebut dengan diagram garis lurus yang bertujuan untuk menyajikan data statistik yang didapat berdasarkan pengamatan dari waktu ke waktu secara berurutan.
Diagram lingkaran Yaitu Penyajian data statistik dengan memakai gambar yang berbentuk lingkaran. Lalu bagian-bagian dari daerah lingkaran, menunjukkan persen data.
Diagram batang Yaitu Pada umumnya digunakan untuk menggambarkan perkembangan nilai-nilai suatu objek penelitian dalam kurun waktu tertentu.
Diagram batang daun Yaitu Dapat diajukan sebagai contoh penyebaran data. Di dalam diagram batang daun, data yang telah terkumpul diurutkan terlebih dahulu dari data ukuran terkecil sampai data dengan ukuran yang terbesar. Diagram ini terdiri dari dua bagian, diantaranya yaitu batang dan daun. Pada bagian batang memuat angka puluhan serta bagian daun memuat angka satuan.
Diagram kotak garis Yaitu Data statistik yang dipakai untuk menggambarkan diagram kotak garis yaitu statistik Lima Serangkai, terdiri dari data ekstrim (data yang terkecil dan data yang terbesar), Q1, Q2 dan Q3.
C. UKURAN-UKURANTENDENSI SENTRAL DAN VARIABILITAS
1. Modus dan Mode
Modus adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai yang sedang populer (yang sedang menjadi mode) atau nilai yang sering muncul dalam kelompok tersebut.
Mode adalah nilai atau angka-angka yang sedang popular, artinya angka yang sering muncul dalam kelompok data frekuensi.
2. Median
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar, atau sebaliknya dari yang terbesar sampai yang terkecil.
3. Rata-rata hitung atau mean
adalah teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-Rata (mean) ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut.
4. Rata-rata hitung gabungan
data tunggal yang berkaitan dengan rataan gabungan,dimana terdapat beberapa kelompok yang memiliki rataan masing-masing dengan banyaknya data masing-masing kelompok, artinya bagaimana menentukan rataan gabungan dari seluruh kelompok tersebut.
Misal: Rata-rata tinggi badan 10 siswa di kelas A adalah 170,1 cm, rata-rata tinggi badan 15 siswa di kelas B adalah 173,4 cm. Selanjutnya, rata-rata tinggi badan 5 siswa di kelas C adalah 168,9. Berapakah rata-rata gabungan tinggi badan 30 siswa diketiga kelas tersebut.
5. Rata-rata Pertumbuhan
Rata-rata (mean) adalah hasil penjumlahan nilai-nilai anggota sebuah kelompok (∑Xn) dibagi jumlah anggota kelompok tersebut. Ada tiga jenis rata-rata yang dikenal dalam statistik yaitu rata-rata hitung (x ̅), rata-rata ukur (Gm atau U) dan rata-rata harmonik (rh atau H)
6. Kuartil, Desil,Persentil
Kuartil adalah nilai yang membagi suatu data terurut menjadi empat bagian yang sama. Kuartil dialmbangkan dengan Q . Jenis kuartil ada 3, yaitu kuartil pertama (Q1) , kuartil kedua (Q2), dan kuartil ketiga (Q3).
Desil merupakan nilai yang membagi data menjadi sepuluh bagian sama besar. Desil sering dilambangkan dengan D. jenis ada 6, yairu D1 , D2 , D3, ….,…,…,D9.
Persentil merupakan nilai yang membagi data menjadi seratus bagian sama besar. Persentil sering dilambangakan dengan P. jenis persentil ada 99, yaitu P1,P2,P3…P99.
7. Rentang antar Kuartil
Rentangan Antar Kuartil adalah selisih antara kuartil ketiga dengan kuartil pertama.
8. Deviasi rata-rata hitung/mean deviation
Simpangan rata-rata merupakan penyimpangan nilai-nilai individu dari nilai rata-ratanya. Rata-rata bisa berupa mean atau median. Untuk data mentah simpangan rata-rata dari median cukup kecil sehingga simpangan ini dianggap paling sesuai untuk data mentah. Namun pada umumnya, simpangan rata-rata yang dihitung dari mean yang sering digunakan untuk nilai simpangan rata-rata.
9. Standard Deviation (baku)
adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana sebaran data dalam sampel, dan seberapa dekat titik data individu ke mean atau rata-rata nilai sampel.
10. Variance/variansi
Varians adalah kuaadrat dari standar deviasi. Biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Yang terdiri dari varians untuk populasi dan varians untuk sampel.
11. Varians Gabungan
Gabungan antara varians untuk sampel data tunggal dan varians untuk sampel data distribusi.
D. DISTRIBUSI NORMAL dan APLIKASI TEORI PELUANG
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak. Uji Normalitas bertujuan untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal, yaitu merumuskan hipotesis. Yaitu Ho : data berdistribusi Normal, Ha : data yang tidak berdistribusi normal.
2. Distribusi Normal (kurve normal) baku
adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika.
Distribusi normal baku adalah distribusi normal yang memiliki rata-rata nol dan simpangan baku satu. Distribusi ini juga dijuluki kurva lonceng (bell curve) karena grafik fungsi kepekatan probabilitasnya mirip dengan bentuk lonceng.
3. Luas Daerah di bawah Kurva Normal
Suatu data membentuk distribusi normal bila jumlah data di bawah mean adalah sama.
4. Skor Baku Z
adalah skor standar berupa jarak skor suatu nilai dari mean kelompoknya.
5. Skor baku t
adalah angka skala yang menggunakan mean sebesar 50 dan deviasi standar sebesar 10. T score dapat diperoleh dengan jalan memperkalikan z score dengan angka 10, kemudian ditambah dengan 50.
Artinya T score = 10z + 50
6. Pemanfaatan Kurva Normal Baku
sebagai patokan dalam mengambil suatu kesimpulan berdasarkan hasil sampel yang diperoleh. Pengukuran sampel digunakan untuk menafsirkan parameter populasi yang sesuai dengan distribusi empiris, sehingga dapat dikatakan bahwa semua kejadian alami akan membentuk distribusi ini.
II. BUAT DATA MENTAH
Data mentah (belum di kelompokkan) Daftar nilai ujian mata kuliah PIPS 80 orang mahasiswa
79 49 48 74 81 98 87 80
80 84 90 70 91 93 82 78
70 71 92 38 56 81 74 73
68 72 85 51 65 93 83 86
90 35 83 73 74 43 86 88
92 93 76 71 90 72 67 75
80 91 61 72 97 91 88 81
70 74 99 95 80 59 71 77
63 60 83 82 60 67 89 63
76 63 88 70 66 88 79 75
III. HITUNG MEDIAN
79 49 48 74 81 98 87 80
80 84 90 70 91 93 82 78
70 71 92 38 56 81 74 73
68 72 85 51 65 93 83 86
90 35 83 73 74 43 86 88
92 93 76 71 90 72 67 75
80 91 61 72 97 91 88 81
70 74 99 95 80 59 71 77
63 60 83 82 60 67 89 63
76 63 88 70 66 88 79 75
Tabel Distribusi frekuensi
No Interval Frekuensi (F) Jumlah Frekuensi
1
2
3
4
5
6
7 30 – 39
40 – 49
50 – 59
60 – 69
70 – 79
80 – 89
90 – 99 2
3
3
11
24
22
15 2
5
8
19
43
65
80
Jumlah µ = 80
Me = b + p ( (1/2 n-F)/f)
b = Batas bawah kelas median yaitu = 69,5
p = Panjang kelas median yaitu = 10
F = jumlah frekuensi sebelum kelas median = 19
f = Frekuensi kelas median = 24
Me = 69,5 +10 ( (1/2 80-19)/24)
= 69,5 + 10 ( 21/24)
= 69,5 + 10 (0,875)
= 69,5 + 8,75
Me = 78,25 jadi median Me adalah 78,25
Meng urutkan angka yang terkecil ke angka yang terbesar kemudian data ke 40 dan ke 41 di jumlahkan kemudian di bagi 2 maka hasilnya adalah 77.5
Maka nilai tengah (Median) dari data diatas adalah 40 dan 41.Karena, urutanke 40 dari data tersebut adalah 77.5.
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-26054442186372548332017-01-10T05:44:00.001-08:002017-01-10T05:44:16.062-08:00tipe pemimpin ideal.Kepemimpi dapat bermakna sebagai kekuasaan. Dan juga bisa bermakna tanggungjawab, di Saat kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, Allah SWT.mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang memberi kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah pula yang mencabut kekuasaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya (lihat : al-Qur’an surat Ali Imran : 26).
Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar "ahli", berkualitas dan memiliki tanggungjawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera dan tenteram.
Sebagai pemimpin umat, Nabi SAW memiliki empat ciri kepemimpinan: shidiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannnya dan semua orang).
1. Sidq (benar), sebuah sifat dasar yang mesti dimiliki oleh Rasulullah SAW, dan mesti dimiliki pula oleh setiap pemimpin. Ia harus selalu berusaha menempatkan dirinya pada posisi benar, memiliki sifat benar, berada di pihak kebenaran, dan memperjuangkan kebenaran dalam lingkungan yang menjadi tanggungjawabnya. Ia akan selalu berdiri tegak di atas kebenaran, bergerak mulai dari titik yang benar, berjalan di atas garis yang benar, dan menuju titik yang benar, yaitu rida Allah swt. Kebenaran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan awal dari segala kebaikan, dan kebohongan yang dimiliki seorang pemimpin adalah awal dari segala kebokbrokan dan kehancuran.
2. Amanah (penuh tanggungjawab), sebuah sifat dasar kepemimpinan Rasul yang berarti jujur, penuh kepercayaan, dan penuh tanggungjawab. Apabila mendapat suatu tanggungjawab, ia kerahkan segala kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang dipikulnya, ia yakin bahwa dirinya mas-ul (harus mempertanggungjawabkan) kepemimpinannya. Pemimpin yang amanah juga memiliki sifat tabah, sabar dan tawakal kepada Allah swt., ia selalu menghadapkan dirinya kepada Allah melalui doa, dan menerima dengan penuh keridaan terhadap apa pun keputusan akhir yang ditetapkan oleh Allah swt. atas dirinya.
3. Tabligh (menyampaikan yang harus disampaikan). Seorang rasul sebagai pemimpin memiliki keterbukaan dalam berbagai hal, tiada sifat tertutup pada dirinya, karena ketertutupan akan menimbulkan keraguan pihak lain, dan melahirkan fitnah dalam kepemimpinannya. Sebagai pemimpin seorang Rasul senantiasa menyampaikan kebenaran yang diterimanya lewat wahyu, betapa pun beratnya tantangan dan risiko yang akan diterimanya. Ia berpegang pada pedoman “Katakan yang benar itu walaupun pahit kau rasakan”.
4. Fathanah (cerdik), bahwa seorang Rasul sebagai pemimpin memiliki kemampuan berfikir yang tinggi, daya ingat yang kuat, serta kepintaran menjelaskan dan mempertahankan kebenaran yang diembannya. Seorang pemimpin mesti basthah fi al-ilmi (memiliki pengetahuan yang luas) dan pemahaman yang benar mengenai tugasnya, kemampuan managerial yang matang, cepat dan tepat dalam menetapkan suatu keputusan, kemampuan yang tinggi dalam menetapkan makhraj (solusi) dari suatu kemelut dalam lingkup tanggungjawabnya.
Sifat-sifat Nabi SAW itu tecermin pada kebijakan dan tingkahlaku beliau sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat dan negara. Sifat kepemimpinan beliau dan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan cermin oleh semua pemimpin. Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh kesah, memfasilitasi, dan siap menjadi "budak" rakyatnya, bukannya menjadi “tuan” bagi masyarakatnya.
Ada baiknya juga, jika kita belajar dari isi pidato Khalifah Abu bakar Assiddiq ra ketika beliau dilantik menjadi pemimpin umat sepeninggalnya Rasulullah SAW, yang mana inti dari isi pidato tersebut dapat dijadikan pedoman dalam memilih profil seorang pemimpin yang baik. Isi pidato tersebut diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut :
"Saudara-saudara, Aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik diantara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. 'Orang lemah' diantara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. 'Orang kuat' diantara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Janganlah diantara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah Swt. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan Sholat semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua".
Ada 7 (tujuh) poin yang dapat diambil dari inti pidato khalifah Abu Bakar ra tersebut, yaitu:
1. Sifat Rendah Hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan kedudukan rakyatnya. Ia bukan orang yang harus terus diistimewakan. Ia hanya sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah pelayan rakyat yang diatas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti dipertanggungjawabkan. Dan seperti seorang "partner" dalam batas-batas yang tertentu bukan seperti "tuan dengan hambanya". Kerendahan hati biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan, sebaliknya keegoan mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri.
2. Sifat Terbuka Untuk Dikritik. Seorang pemimpin haruslah menanggapi aspirasi-aspirasi rakyat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun dan konstruktif. Tidak seyogiayanya menganggap kritikan itu sebagai hujatan atau orang yang mengkritik sebagai lawan yang akan menjatuhkannya lantas dengan kekuasaannya mendzalimi orang tersebut. Tetapi harus diperlakukan sebagai "mitra" dengan kebersamaan dalam rangka meluruskan dari kemungkinan buruk yang selama ini terjadi untuk membangun kepada perbaikan dan kemajuan. Dan ini merupakan suatu partisipasi sejati sebab sehebat manapun seorang pemimpin itu pastilah memerlukan partisipasi dari orang banyak dan mitranya. Disinilah perlunya social-support dan social-control. Prinsip-prinsip dukungan dan kontrol masyarakat ini bersumber dari norma-norma islam yang diterima secara utuh dari ajaran Nabi Muhammad Saw.
3. Sifat Jujur dan Memegang Amanah. Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan simpati rakyat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan amanat rakyat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah didatangi putranya saat dia berada dikantornya kemudian bercerita tentang keluarga dan masalah yang terjadi dirumah. Seketika itu Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu ruangan dan si anak bertanya dari sebab apa sang ayah mematikan lampu sehingga hanya berbicara dalam ruangan yang gelap. Dengan sederhana sang ayah menjawab bahwa lampu yang kita gunakan ini adalah amanah dari rakyat yang hanya dipergunakan untuk kepentingan pemerintahan bukan urusan keluarga.
4. Sifat Berlaku Adil. Keadailan adalah konteks nyata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dengan tujuan demi kemakmuran rakyatnya. Keadilan bagi manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakkan soal penegakan keadilan itu sebagai sikap yang essensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada seorang saja-berat sebelah. Dan orang yang "lemah" harus dibela hak-haknya dan dilindungi, sementara orang yang "kuat" dan bertindak zhalim harus dicegah dari bertindak sewenang-wenangnya.
5. Komitmen dalam Perjuangan. Sifat pantang menyerah dan konsisten pada konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus Istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Pantang tergoda oleh rayuan dan semangat menjadi orang yang pertama di depan musuh-musuh yang hendak menghancurkan konstitusi yang telah di sepakati bersama. Bukan sebagai penonton di kala perang.
6. Bersikap Demokratis. Demokrasi merupakan "alat" untuk membentuk masyarakat yang madani, dengan prinsip-prinsip segala sesuatunya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Dalam hal ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum adanya musyawarah yang mufakat. Sebab dengan keterlibatan rakyat terhadap pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan, sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama.
7. Berbakti dan Mengabdi kepada Allah SWT. Dalam hidup ini segala sesuatunya takkan terlepas dari pantauan Allah SWT, manusia bisa berusaha semampunya dan sehebat-hebatnya namun yang menentukannya adalah tetap Allah SWT. Hubungan seorang pemimpin dengan Tuhannya tak kalah pentingnya; yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah SWT. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah SWT semata. Dengan senantiasa berbakti kepada-Nya terutama dalam menegakkan sholat lima waktu misalnya, seorang pemimpin akan mendapat hidayah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang keji dan tercela. Selanjutnya ia akan mampu mengawasi dirinya dari perbuatan-perbuatan hina tersebut, karena dengan sholat yang baik dan benar menurut tuntunan ajaran Islam dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar (lihat Q.S.Al Ankabuut : 45 ). Sifat yang harus terus ia aktualisasikan adalah ridho menerima apa yang dicapainya. Syukur bila meraih suatu keberhasilan dan memacunya kembali untuk lebih maju lagi, sabar serta tawakkal dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan, serta sabar dan tawakkal juga saat menghadapi kegagalan.
Dari rangkaian syarat-syarat pemimpin diatas sedikit dapat kita jadikan acuan dalam memilih sosok pemimpin, dan masih banyak lagi ketentuan-ketentuan pemimpin yang baik dalam perspektif Islam yang bisa kita gali baik yang tersurat maupun tersirat di dalam Al Qur'an dan Hadist-hadist Nabi SAW.
Jadi pemimpin seperti apa yang sebaiknya diangkat di era seperti sekarang ini? Secara umum Al-Qur'an sudah memberikan gambaran kriteria pemimpin yag harus dipilih, yaitu seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (sesudah Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh" (QS Al-Ambiya' :105). Jadi yang mendapat mandat mengurusi manusia beserta isinya dimuka bumi ini sesuai rekomendasi Allah SWT ternyata hanyalah orang-orang shaleh, bukan orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi yang pola fikir dan perilakunya tidak diridhai oleh Allah SWT.
Sumber:Al- Quranul karimAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-57495203930749108012016-12-06T20:23:00.001-08:002016-12-06T20:23:57.207-08:00landasan pedagogik<div style="text-align: justify;">
<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--></div>
<div style="text-align: justify;">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 115%;">PENDIDIKAN
SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 115%;">MAKALAH</span></b></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Diajukan Untuk Memenuhi
Salasatu Tugas Mata Kuliah</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Landasan
Pedagogik</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dosen Pengampu :
Prof. Dr. SYAMSU YUSUF LN.</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="margin: 3.0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-no-proof: yes;"><img alt="" src="data:image/png;base64,iVBORw0KGgoAAAANSUhEUgAAAIUAAAB/CAIAAABOsZYUAAAgAElEQVR4nO19ebgUxdX36a7quVwWF0RxIWgEN2RzF0UU44aiRiIKoqJEjUZFUaOgoCSiJkTQzyiJed0wcUE0rgguuCAmCiKLG4oQhLvNvXOXmd6nu+t8f1R3TU33zNzLIsn7PO95eHR6rzq/Omudqgv4f/TfRPCfbsD/URH978aDIWPoIXMZyzMWMGQMA8QA0UUM/tOt2xr6X44H81iAPmKAIRQ+Q2SIyPi5/3QDt5j+Y3gEQYBsK/nFgoAxRIZBgB6rzQdLXG+RnX/TDpa6wQ8MA8YwCALGOiQirLgZAYuf2ZG0Q/HwA+YHLGAsYMxDdBFdxLbW5vTnH2c3buwwEwI/yAceet7GvHur7Qw07S62nbIczXS72u4Btnub66/zGeYZMvSRMYZ+uXcxxvJ+0Pz1l82fLm1N17vo5YVkMR+ZF3QM1O1FOxSPvM9cRB/RQmzdvDn99BOtF49pOLTf5k7V6bl/8zr2kgDRCdDNv244A20bHBdsB1xHdRxwHbAdyLlgOgfk8y8FASLz+Igv9zaG6CM23Hl7Wqtq6Lt/w8hT2+6alvnw/Zyj5xHziB5zGNtxArND8XAQdeZlF7/deOUVdb33agVoBXABWgEaFyzoYJcZQyv/pm73tC1wXI6H4jjEthXbVmxHc5yqvAuWs4uXn8fyyFglQ8KtTuvM+9oAXAADQAdIV5H6owY3zLgzs+5ra8daoR8LD4bIGAuY7zDfR4aIrue2/OO52hGnZ2hKB7ABchRMquRUaOrWOfvJx5W7zY10gMiCf9vOAMcB29FsV3Uc1bFVx1EdR3Vc1XWI62hmXnUdsJyDPX8F47a+POURWx77cw7AVklOIyYhtqJkAdoA6vbcve7aa4zVK7gS89FngR/8mNLyo+ERBPnAdQIvj2gha170WsNpw5tUyAFYAKamWpSYVLUJ0RWo233X7NdfVn5hgD5j+XyAtvtH2wbHAcdRXI6HQxxH5Yeuqzqu4jiK64DpguneySqpK0REHzH94rwWAEcBS6OWRmyiGlQ1qGIB6AAN3XdOT7yxbf06C9HDwGF5/0dzpn8sPALEPKKL2LJqZf1FY5qIyjtsUjVHFYOqFlVNotqUmAC1++yV2bi+PfkIGObdwDXdcx0HHEe1bdVx1AiSxD9btRzIOSf5vl7WmiMyxnzE9OI3mzXqApgasSixqGpQRddUI0VMTdMB2gAaeu+bfujPuuf4iO6PJiHbGQ8RjzFEw2irvXdGusduOQBdVdpSvJ+qQVWHqCZVDaJaVDUAGg49ONucqcA1DEM/5rI62znCscG2VdtWbLsAgG2H//ihZamODaazv5dvquApcDxaP/2ouWtXG8DUqEVViygGVXWqGBoxNaprRNeoBZABqD1zZMvqT4JQfW1/07I98QgClvdtD30HMbP0XxtOGt4KYAFYVLU0YhHVisTCpKquEZ2quqYaAI3HH5V3zcp4BBgwFgRBjeX2d2xwHMVxFElZcUEpIGTbYNvgOL3zfm1QkW0BYu7LlQ277W4COJRYlJhEMUkovjZVTaqYVLUoaaOQBWjYY4/6vzxiI8sj5lkHvcKO0vbBg3HzzVge0crb6T/+vmmX7gaAThVdS9mUWFQ1qWpyPGiEh6YamqoDNJ3xszz6lVVygF4QoBfYpnumbYOsmiIMFMdRbVuJziuOA7Z9shuYlQ0wQ9Q3ftfYu7cNYFNqaarAg+su/s+mxKREr1J0gDQoNRMuzzY2bGc0thEP0Uvf9/yABYj6D+vrzh/dAmAAGBptS1GDUifCo9A9jRgpamjE0FQDoGHMaBuxstll6AdBPs/QsWc5NtiOwu22JCLA5SO0KC44NuSdO1yGjOUrvDlAzDbXN/Q7xAGwKLW0wqDh5p3LtKWpNldfKWKqahvApmOObvv804gP20d1bT0eUYaIBejlme8gZt5/u6b/IU0AlgomJaZGTE01tFDYTaGvqGpS1dCIrqm6RnIA6V//yu1Qh/yABb7/re0c4jjg2lV2kQ1XbFt1bOq61MmrtguGvW8+v9pFZBW1SoCoG3rNkYfnAXSNGlxqqapT1dCIoRGLi0vYZpJNqTlKDKo0A9TsvUfm9fl57t9vD0i2ST4CZDbm8xjkEev/59GGXXY2ARyimFQxNdVIEc50WU0V4UFVg6o5gJZpt/sd6g9jLB8gOt4beXM314YIDyI0le0Qx9UcFyy7i+09k0f00MOgki5kiKbrbh42zAUwBB6aqoddUCM8iBnJtEUUmygWVXWAxi7dGv86x9pO+eRtwYP56HuIru/UTftNs0LbAMwU5ew2NVXXCG+9GekoLiUmUUwaomVSNQvQcv99AWLQDh6hQAYYuIw5+TdM5yDHgcI/G1wXbAcsB2z3J07+WTdAHxliO0qeIbqI6fNGWQCmRjkG3LaZVdTUuHlXLKqaGjFSRNdUI9RmxKIkC9BASO09d1f2RzpIW44HYwxZgOgx30e0jLbNV1zWDJBTwaTUoJRz2dSIrhEu+EbYE2oW/CvCu21Q0AFyj85BRLcD8oGIiEGAQYDoB+tcZ7JpDzLtTo6lOrZiOJ1N52DbvSHIf+n56GG+I1l3D9FH1K+8tA3ApBqXj+gfMUL7oZiR+jI0NRdKDzU0YlDVBmgCqJ98m8M8HxHLpy/bpS3GI0CGjAXI8ohmW6Zm9KgWAEsFnXKtGgbeEccjSDRV14gZ+Sp8oBkaMVVoUZSWhW+4iD7zOqyBGaLHGLqIDqtzvCVu/mU3/6KTX5L3f/AYegF6zMX2nFHud3H5aLv11hyApQnDxkWEmBIeplbUIyNF+VWLqg5AK0DNLZPyzNsWxbUVeKDHAoZopus2jTwzB2ASyGmqTlUzRcyCtlVD9ykyj0aKCNk3aXjeJNCqqjUz7spZRnt5plgrAuTTHwwxQMbQZ+gz9Bh6GPjoBMxt93VBEASIHmJm2T/rjzneUBSDFoy5rvEeEZP7V1KPdKroNMSDqzKLqqYCjQB1t/7GYztKPhhjQeDZiFZjbc3pJ+sABlWyKWKE40WSgIIHFcl+dJXjIVkXpQ1g0/CTmj94n8+y+u1PObDof4xx1yb8yZB5iF6UKCiBR4DMQx9ZEKDrIVqWXn/P3fW77KwDmMKS08IYivSVapLC1RAPjZiaahLFoopJSVYjlgIZgIY7p7nIAmwvpCpFW4ZHwIIAMZtN15xzZg4gTPJE3ZDxsEKOS7q4GC2d8qtE11SLgAPQ2LlL/W/vMvPOdjGMJYkh+uj70WxY5qs1NaefnAWweF9SYdZAtJk7VCKnIMtHwbpE8mFQVddUCyCjkJqHZoWTx1tIW4IHY4ho2Nn60aNaAUyqhBJAlchBlC2EGroiBcAktKLOmJrqqEpLFTFSapsKLQAN5/+8tTGNiWnU7UQMA99FNBCbX3i6ce+ftAIU/I7Q4EVGQjSS50u0xNUUMUL5UC2NGDSy9go0paqbnnnK3fL2dRQPjwU+osvcmuuubgEwCZduYkh4GFqxvirgQeJoSWPQ0BSdahZN6SliEGgDqDlpaLbm3wwxYFsh8aUpQMYwCFjgItroN8y4K01TWQA9RXQet/IxlOC4Wci8lUKLqiZViq+qJk2ZALW77dq4+F0P0WcBYx0VlQ7iwXzGdMTa+37bBGCqEGJAiyRAtN4kCm+fSFKF8hFdNSODWexZRhYeYNPJw3JNNT5iB2sS2mk9Mh99br31vFl33cQ0z+hQxeA+SJFHK8XnqUL8YRJFMuaKzrtPVSvEQ3gBikFoW0qxAWr6HpD95ksH0Wf5DkbvHcCDIUOWR2ycPy9dVa2rYESsDP3CsHGqrqlFHNeKmK6H3pdqSXgUZCsSJl1TTUp0gLrzzs3a5naSjwAZ0xENS6//5RUtALqq6CkaZtTlrLPoWviDGhwqonD9LJwrnRvI8GpoPwxN1TXFJiSnqXpKyQLUDx9q5Fo8ROzYwGoHD8ZnXRHbvvi8ttc+BkBO43LNP090wXeq6jTSSHHrp0beCEdLypcU/Bmiizen1KxGsgC10+5wo6nfbTEmAfNdRCOw6675VQOApSq6RnIpVadKmBGJcjmFoUYVQ1NNHiTx4DyMP4rteeQKy/oql1IsyrEkLQC1119jIosSEO30oyIeLHCZ5yGauZZNJ5+YBbAI8Cy0SXiGiurCGY/aJ9sPI0KO2w9DRitV5MmIZ02iWITkqkgeoKGqquHNNx1E12dbrbgYQz/Im4jpu6e1AhgKGCLVTxXONTNKPBthWiEaZ9yeE3G1oFoje07M8PGCXdFT4ZttSgwFGgg0/f0xH9FHFmC+cjcq4RFg3mOBh7jxjpuaASwKWS3KmRdiCNWgkWLVRFanGI9S1j7mWeoFPFSbkmyVmktRB6B28OBcY52DGLCt8FY4HsxHbHrpuUYtZaiKkbB5RjRHG+FRkHsu0yIzbVBJ4oW9pLJ8SPGvRkyq5jSiA9T12rPtu1U2YhD4ldN0lfDIY+AhtnywsLFr5yyBXIrkNI2nQ6xojk+SX6KLDG54VY31PDYfJUHFbU/4bBhdUk3XoAWgcfqdeZ4eaZf1Jc4FiGj+e+PmA/bXAbIpTS8SDlWy54U2RwpWeCiFnELhhgJaCnexjPApRcrVq7pGLUJaAerOHmHapsfa8VAq4eEhtunZ+qHHGQCGphqUSDpHkSVA8F3GI8y3Fwx7UXxuFqmF8A2hJpS4YwOk996recP6oFRE4gdB89ovWt5/P7Pko+bPl7t5hwWe8GT8wM+j4yLWTriiDSAaB5H/HeFhRP6VkA/hQRkpItlz+Sr3Yrg2i54NB1l4VciWQVVXVZoB0n+enUf0A7+CNayEh49Y98CDzQAGVcwonOajKYZHaMpS8fijpL4yE1gmr4pR7KipFoDGm2/JIwaJbrgYrL1kbJOqZgj5/ohBZmu9bDPzgeciNix5J13dyVRAjzguuUlKlFVTTcKn/2IZKmLQAscLY0jKJ4pnI9ujCH0lqWjiANT26tn23SqX1y5vBR7GDxsaevfKAegpkkuJGKIIj8gG0LCfpePB0tZej/RYzLpYkadgaKpBaRagvncvY/PG5KCyEH84/wIHwAJoPOjgXHMmwEJW0keWD7y688/RAXJaWGRUrOU5HpT7rLYU7hWsi2Tto/wuEfYjtOdEjeKtgjcs8Ii0NM0C1F4+1sJKBXUl8GDMDwLLQaybdnsWwFRVM8oZiLmmyIbLNjn0TMzIEy/hQQmPVnpWl69ySaeqyZP2muoQsAnUA9TN/oOL6AcBkybiLMQNYy8wAQyAxv6HmK2NQVjFiIjIEFv+9VGmuiqrFo3ZYh1baLMp4SGkNry/ONle8CdDvz+c79E1YhTjYYRvVnWN2oqS7tS55r23/LC8r4SUlMAjQM9DP1PzQ/1+vUyAcBxFeMQMhuzvhp6iZA/k8cLdR3G18IaCdiIitxphrxhUcQhkARqOPS7rZH2GgZTNthE3jr3ABDAB0gMOttoa5dICG7Hm1t/kAHKSAZcjPqkLqjQ4iKGpOa7NCgGvYqakxvNOcQyk6NiI8DBEd4Szo9FcleIA1J85wvBtj6+W6BgeLI/YMOsPbQAGAZmDcZepyADw6KmAVuGQhodh5o5bmqKbiZgl5f67kSJ6StU1JUc1g6oWQJvWqe3jd32M4/HvCI+G/kV4MMRcS1PtoIEGgJ4iPBWtaypPWIm0gpkq+rSZktROdLXQ8ajZBX9XmtwVvYhkiESZ+VCX5KrUHIFGjTYuet0rY0USeDAWIOYcveaEo7PcrUoRI0VyVMlpak4rDF6j4K2rpqaG8zaaGsl+kaYW/0z+j3MhRQpnNNXi2ozXBqZUPUX0FNUp5bxoAWiYdpcdzYYV8Bgz2gSwANIDDrHamiJrzhAx9+476apUjoKeEpo2rHoxJR0lNz5ss+SnmFG20ZDjQaoINSU9W1Biwt8NeaKRtirVpMQg1ARIj77QCYKS89Ml8MgjNi9ZUts5ZSogskx6mL0hBlEtqSaBM8uiqq0RSyMW9/DUyDuMUmx6lJgyiWIUfEeiU8UI5w8K0z6WJnxlIgaXDrD5pJ8ZruVJcYaN+O+xER4D+1ltGRbWPfgeYtO9M9oALE3NpdQoy6lahfklRdQkFKosQuGIhnah3kcxiQgpRJpEepZw5RZpMDEfqka1EJTolOhEtRRo3KVH09erSk4mx/Hgk8nNk2/TAWwFeBlrTgg7H2WyP05VnSiWKOWLz/4X9JUu5qIjOxTKFuHuRxQkk7gXxO+0ARp32SW3ZnU+Gv6yvorkI8OQL/EMXMTG0RfYADYhhhYGsCHwRBUfsqLvihlZOVosZA2oyO/ysFceQwp3doRtDxOshWyjYhHVIKpBVFMBA6ANIH3P9JLzlyXwcDynfuTIDEAzQBYgB8A7bCtg8PwVEf4VzWmqTsAQrldkhy2J48IwFsUfsusiV2fFI+EoAayqOYDGp57ySuFhAjT0D+UjQBYg6q2tNYcNNgFMSuU3y43kGswS8TkhcpsLOieUgMhhoVGbxXwtISZVdU3JptScRgxKLKJYKlgANoABkAPIAbQCNAE0a6RJI/XnXeD4JeqKS9jzvOfqq1bUvf5C5i+PNtx+R8O4izJDj8307pXu1KkVIAugA+gAbRSyVYpFSU5L6ULtyhVvRcYt1LaF/K4UnQgjVDwzKhQxN1pEB6i/6QZ5JTP3rywAC6Chf3+rNcMQPfR8xOy3X9TttYcJIGJYqcaw4PtJV5VCDCHbczmjXuQTho3UCdVpJ0sjOU0zFcUCyAFkAVpU0thjt8zAg9NnndFw1dWZ3/0289hf0i8827R4ofXJR8bXX1hBiYxcyfgj4Ks38ogOoocsb+u52g1t//pI//vcutt+UzfyrHSfvs1VWg6gDcDm9T6aYqSk0KnY2Y9sYyGzHcsnGoXKmhjXQrvlUNUG+OGUE628KZpajMehVmsmQPSYFyC2fvhOY6cqUwGR9ZMzIoUcrRbmE00qx4OibVKMXbiqcItopIilEVcBAyAL0AyQ6do1fdjh9ZeObbj/nta3FmTWfmG1Nngs7yAaiA6iw9ck8rWspSY/S+GBgcv4WljX9j0PAz96ixeusvHshprmpR80PjA7Pe7C+oP6tBLV4GpNAZOAQVWL0miOAUSQUWF2PUQrZploQY+bmqoDpH/6E7Nmg4yH0Ffp/odarU0Boh94PmLmhWdaAAwVpBqRwptlL8iMTLqUTSEiB2VE84N2GOTyaR5iqWAC6ACtAM19+jSOv6Tlz3OyKz7R9TY/4lUQFVXmkeWZ7zMvQM/HfIAeC9DzSxRulM6XFHJA0f8YX1NQbII8xDwyoymdefvNxmlTGocNbdy5WyuACWCqEIbZGpWjvKJ8u6SsQqVMEvpKihmzqtrUpbrtk49L4zGgv9XaxBAD5vmITX/6UzOASUAv1oSiMXEvI5zjK0itGArcgXQJn+oAC6AFoBGg9pB+6WuuaP7H8y2N9W60VLd4zJfYloCV/FkZj44QQ+aj56HPB4KFaObd1pXL0/fPSJ84tLFr5zbuC0jVJ0X5K5EvEbE9Z5mqmrRgPKKpQ6JrqqGSDEDr8/NkPArxef/+XD7y6HuI2bum5wB0ouiaKmZW+JtDjkuBdEFPUmE/RFwtxgqEC9d237Nh7IWZl57LZtKOpDb4eqFtLIvZejyCaCx4iC4GPG62EV1E2zNz//pnespv6g/p1wSg8zWcKWJSvlRSkaPF2NxOpOVlpvDQV+XFy7l7/hDDI2Y/Agw8xLabJ/EFQZGFiHvhRiGfWKhANAs2T8lpqqlRrppyXCAGDqy/597sd+vsyBL4GHiM+cz3A3+71Cdt0/oPVvjNwlkHFvBpCr68zmppSv/tqfozTm9OpbIAusJzhaqREsVO8Xx7xBR5SkfhJtfQVBMgc8NNog1y/NE4IPSvAmQeYst11xgAJlFMreBlSDZZjINCDa6oCjM0NaeRbIoYhOQAWgDqTzq+6ekn8q2tQvswFgTRqo/2p8U7TD/efgABr920Ec3AzXzwYd2lF7d065IN1zsTvdhCGBotrs6KMS5MlBoAdePGiW8Ux4MhHj4yDzHzywkmgEUUK5yOjaoIY/ldUYEoz9dSRSeU2+pNJw9Pv/SS5dr5HbJj0I+3HwALWIB+4AUsj8xDtBCbVyytu/qK9M478xhTzrNKWp5XAxXiZK64cinVoCQH0HjqKSIT5yD+e+wF3LVrHDBAxIN5xKZLLrUBTCI5EVxfiVSuiKJlPUmJThUToAWg7thjGp973shb3Lf0fW+7rICqTD/ufhkBBj4GAcOABT6yANFEzKz45+bxF9V1rubW3tQUEaLHsynSTENOUw1KdICmY45wLJ0DYiFuHHthpK8GcPvBvfPMmLEGQJgxpIW4xyhK5Cg8a8BzZSYlrSq0AtT37dvw8P8zzDY7rO9mjHlbvx3RltAO3m/J566IjqzpvXfrTzs1A+AA6BroqZRJtMjvJLK1D6MTSgyNmACZQf3tbLhY3ULceNGFlrAfbZkg8naazh+thwt8JY9WK9RQRR4taUtRg1ZZRG0DqOvaqf7Ga1s3/RAm+0I/f8fRjt1vCRkLAuYzF9FDtP1c+oknNx9wQLh1g0bsIpMux/bUompOUy2A5r4HmA2bPUTEwEbcOPZCniZqHNDf5vE511e/OF8HMBIRX7QUSJgQaqRIDiAD0HDCsJYP3jU5or6c198RxJVwAY/HHnvsnHPOueyyy6677rrp06c//vjjb7/99oYNGyzL2o5fZcg89H30AxbkEX3E1s3/3jRxYiupagXg8ZqlKYZGi5cr8Fom1QJo2ndfvbFeyMeGiy/KARgADYMGGq7O9ZWDWDP2QgN4FocWR3w0kgy+8JfqALXdu9fNvMc2chguOGI+24LVQVtEuVxu/fr177777rPPPvvggw/efvvtV1111cKFC/nVEA/f94cMGQLFpChK9+7dBw0aNHr06HvuuWfRokU1NTXbsWWMMT8I+HZYtW8uaBp8eAbABdC1qlws7y3KAwAa9ujR+NL83PKPjU8+bvr0o3VnDGsFyCmQ2f+gxrdeb/p0adOyD7MfL6k9+SRephSrixTJzWyKmgroAJtPPK75X0t4ZPdjWOxcLrds2bK5c+dOnDjxrLPOOuSQQ7p3764oiszqsWPH8ptDPNatW9e9e3cAoBERQmLPAMA+++xz9tlnz5w585NPPnEcZ9vbyhA95vIFMnpT/eZrr21WicPnJaX8rlzEpmtqaxXJVNPmTqlMVSc++5tLEVMjTVXVzZ1SjdVaU3VVtko1C3vCyJnK0FMwARpStO62W4xcM9efAfO3Fx6u637++edz5sy5+OKL+/Xr16lTp+RYV1WVEEIpBYDDDjvMtm0UeLz22mv8Jo4Ev49SqmmaOKOqqnhdKpU6/PDDb7311sWLF28jMIwFHrKAMZ7+rH/+b5v37aUDmBpI1QJR/MFrNQgYChiKklP5DH9YRGsoYClgKGCqYNFo/lEjBlXtyKPVU0QnRAeo6fPTpn/M40h4zPMx2LoNMOUEiWVZ77zzzi233HLUUUd17txZBoBzXzBW/OB47Lnnnhs3bizg8fDDDwMA576MhKZp/C2apomrsugoijJ48OCpU6cuX758G1M3PvoM0URs/mrF5tNPzQJkCQh7Ls1SqGaK8LWjkXNMhcW2KTE1TU71mykqlvVblOQItAE0nHJa9tuvUSqe35amO46zePHiSZMmHXroobIEyKOZM5PzU1VVLSJCCABUVVX961//KuBx0003cTz4kzJ6MqryIf+vAKZz584/+9nPHnvssXQ6vXW98tBjvpf3AxfRMPXaSTc1K4oBUIja+GRcISUeVXXKM6Pxmk+Fxy7ZlMoXimcBGideb1hZB9HdmhWXRbR27dp77733iCOOkAeoGMEVlI3MTP7sa6+9VsDjwgsvFMaDRMQPk4Imzojfsirbd999b7nlltWrV29p3wJkeQyCIMgHgYtoIqb/5y+Zrt1MAKOKWBq1CbHlvZqkKltTKlEQSdlcWBdCTEJMquYAmqo7Nf/pARuDgIPBGLIg2PI8iO/7b7zxxpgxY3bddVfRcVKeZCTEaFZVVXASAB555JECHmeddRZ/oxCrmJTEJCMmg/JtvHFdunS56KKL3nvvvS1SYlF1CPODcGPj1nfebuyznw5gUS2bohbRbE3Vo1ykIXLD3H2SLbam5jTFImo2pVmU5ADq9/lJ06svhcvVt3Y1STabffzxx4cOHSpgkAd+jF2y8q98FQB+97vfhXgEQXDiiSfKzpV4JvYlGXNanjjg3IiNGDFiwYIFW21aHMS2L1fVH3l0FsDUoLk6rHrWpRxt5NGSWI2IparZlGJq0AZQ1+/QzLLl9jbYiZaWlgcffLBfv36ia8kxShP6vCQAyXsA4I477gjxyOfzxx13HLcfYrDL9pyWEhr5TExKhLESKvW000576623toILgR/kEbM1GzePONMAsCjonagZlm8XcrSmnKPlZedU1TWqa6ADbDxhWHbd1y6i53tbMTKy2exDDz100EEHxTwlmQNJfa5pWiqVEhwT1rvkswBw2223hXi4rnv00Udz+UgOf+Emyx8TJ0veTErZK0VRzjvvvE8++WSLeMEw8BkGiFZbS9P5F7QCmAQMTbUJNTQlpxWt4xNFaTahOUr4ZjWbRpyuN9T64VZdWxZh+L7/zDPPDB48WKimJPdjHIsxpORhjJ9cPm655RYU8sGD8wofiMljyUOSsC7yGd6l6urqX/3qV+vXrw/Z3eHR6iOaVlv9hCvaAByAnEZNQiNrUcDDosQiJJdSDAI5gM2jzm1tS/uILNjiNaFLliw55ZRThK0u5x1xhnYEG/keYcyFvpoyZUqIh+/7J5xwgsA/qZdoMcnfiGkqWUL51ZjM8u7ttddes2fP5hFpB4lvSOLYVu1119cBGAQK07pFu/CQXIq6KrQB1F40xsi1+Ihbuq1AbW3tddddx4NqwW65F0k+lJNPfUoAABWlSURBVIQqybSYrIjfADB16tQQD8bYaaedFhsFFbBp9zDW7lizhHM8dOjQJUuWdBQPxICxPKLvOPW/vqENwFGAr47VNWJRktPUrKbkeMU/wA+XXGIY2SCxZKRdevbZZ/v27Sv7Tu3qnJgyKAdS7Fk52gOAGTNmoPB3zzvvPNnfFQ/z0V1yOMQkQ2Ap31DyUBbS6urqyZMnG4bRcX4xvoXpNb9uDssVqK5Ri9JsihiUOAo0Amy8dJxjtG5p/iOdTl955ZVCQdGEF1NywCXHX8mrMUiS9vzhhx8u4DF27FjZlaalZDM5KCq0r5xgxgYI7/yxxx770UcfdRQPFuQRLS9fc+WENIBOVJOnqlLUJmoWoHb0eYbFJaPSyskYvf3228KXLTmo5cYnZaLcYTmSr3KF8fLLL2MsX5LkaUkWy7aISL5WUgKSzZJje36Vt6Zbt26zZs2KOF6JiQEy3/fziIadqx13QSuASTWTpHRNyQDUnz3Cam1y+aZ+HYQCcebMmcJakMjYyr5iBb6X6538hpIk+MZzvR988EEBjwceeEAIaeyrMabLeCRfHbs5xvrkVf4qGkX148aNa2pq6jAb0cy1NJx1ZhYgp5EswOYTjm1N12A419YhyWhpaRk/fnzMnY157XLvYiooiUQ5GOT7Yy4ZAOyyyy5ffvllAY+5c+cKPGIUe2NJ/VPu5thVQeXEDgCOPvrojue+fESjoaHxuCNbADYdflhuwzdb9He8vv/++2HDhslOVEnfqWQfK99cgQP8jGw/AKBPnz6NjY0FPBYvXkwIic1/kGJxkb8t31NyvHQcj+Rg6dWr15tvvtkhPJjvI7Z++eW6n49s+/QjF5Gxju5y/9lnnx1yyCFiFMb82ljL5exISRbHRphMyQCFFofrAHD88cfn8/kCHt99993OO+8M0RRIR7gsH8b0VZIqD58Y8XTk008/3S5PAxYwxjxEO+9GOHQIjCVLluy9996y6Y61NsnTclq6AiUT4SXZAgATJkzgDQvxyOVyfC4lJgflnDZ5mCcpiYG4P9bncjfzlvz5z39ul7Ms+utOHY++ly5dutdeeyXzp3K/ynW5g1TyWSKNQpl1APD73/++CA9EPPfcc+UmcoES8YeWICpFNOIw1qvYYSznGLsUi/P54J0zZ05H2dwxWr58uQCDEJJKpcR3eX/l3lW4yhsp80e+Wb4qOBl7lv/mVnPBggVxPG6++ebkkCkpH/J4p+VtRjnpiRGR9GnsW1x//v3vf8fttL3lunXreOwtviWzO2mfYwmIJGf4iIw9SxL6OdlZcQkAevbsuWnTpjgeTz31VHKSK8burbAuyf5UvjkJSZcuXd5+++1tB6OlpYVPK8jaslwLabF6SZ5JBs7yVfGjZBmDrLd53siP1koV8Fi5cmXnzp3F9C8n+cl2D5P4yYcdiTRjL6GROO+3337ffvvttoDBGLvsssuSAy7W5gpuUvKpctKQfK18RgaPEAIAN954o2hnAY9sNjtgwIAKVk6mdsWzXWVVUhPGIi9BADB8+PBtqZTkBTTCbU12RBzKDRMqXnQqafbE22I9il2lxTLEr/LR9uKLL5bAAxEvvfRSOesua8+YyS1pgeWulmx6SS6QSP/GehK7GQDuuuuurQNj1apVvNpPttVUmg6INVLuZpLFFTqlJWYAKzCE+yw9e/bcvHlzaTweffTRmEQLlpUTAlkM5auxM7HuUYliIlXuW4qidO3addmyZVsKhuM4P/vZz2LZh5JSWI5kPlS4GjvDWy5LvCa5oyRy688++2zZVSnC46uvvuratatsQkryiJYCQP5djqclu1fy8eSzmqYBwBlnnOF5W/ZHtP76179CcXlg5e5UgGFL8SjXdy2qigOAmENfhIeYKCwnAVpxQJcU5xgesZvLXU0CELNP/FBRFEVRhKveEWpoaOAObgWkk/CUHCUlf8ucqQxPEg+eRly3bl1ZPBBx+vTp8kShoJj6S55JNihp62KPx3At9yEqqXsu4BX2H4zRb3/723IeSvLTsV6QUk6tfBgLAOWWEynSFM/GbgaAM888M9bgOB6ffvppVVWVMH0xAx5ruviefHO5z5d8ttxh7Ieqqlw4+Fjhpa7t0qZNm3bbbTeQSKjiCp2Sv1uO4+Ww7EiXxdcB4LHHHmsHD8/zePFdSQUlqILOqXBzu4ckKkMpSZqmVVdXV1VV3X///R3BY+3atZMmTfrlL3951lln9e/fv2fPntylkSlmb2mC5JMl9VsHOSPfxpvRq1ev+vr6dvDAYle9Ah7y50viUdL7ahcATdN69uw5cODA008//aqrrrr99tsfeeSR+fPnL1q06OOPP161atXXX3+9FSXbhmHU1tb+85///Nvf/jZ16tRf/OIX/fv3505wTHpKDqkKeCQ7WK6n8iUAmDhxYrKdJfD44YcfevbsKaxIOZ7S9jzUcsZfLr4GgKqqqgMPPPCcc865/fbbn3rqqaVLl27YsGGLKhy2jnRdX7t27csvvzxjxoxRo0YdeOCBMemJVYRWAKAc35PnSeS7V1dXlywNLL2e86qrroqZQa7+SrYsxm5xf6xx8mqrXXbZ5Zhjjrn66quffPLJFStWNDc3/8jMb5+am5uXLVs2Z86c8ePHDxgwoLq6OqnTYjYgaV1ktpS0H5xdybBDUGk8li1bVl1dzZeNxKShMtNjn5dhIIQcdNBB48ePf+qpp9auXcunw7aFfN/3PC+fz4uIJJ/Pu67r+75faiujjpNpmitWrJgzZ87o0aP3228/WaHJHCiJR9IZiRFXD6+88krJT5dd73zxxRdDmYremJlK2g/uDgl7cNRRR02ZMuW9997LZrMd5Eg+n0+n099+++3SpUsXLFjwxBNP3HfffZMnT7722msvvfTSn//856eccsqwYcOGDBly5JFHvvvuu/ypJ5544ogjjhg6dOjQoUNPPfXUUaNGXXbZZddee+0dd9wxa9asefPmvf/++2vWrKmrq+t4UNnU1LRgwYLJkycfc8wxWlSgBFK0X2F0kmKikb0cNmxYuQaUxeOzzz7jsTotZSFECbccRgjwuYwfeeSRU6dO/fjjj1230p+KCIKgsbFx9erVL7/88oMPPjhx4sRf/OIXhx9++E9/+tMePXrEjE1Jev755/mrePBUmbp06dK7d++jjjpqzJgxkydPfvLJJz/++OP6+vp2YxrXdT/99NP77rtv+PDhXbt2lYGRlXmMLUKS+G8+TF966aVyX6m0H8DEiRNlEaHFNpkW23PRvn333ff6669fvHhxhfLcxsbGpUuXPvLII9dcc83w4cP322+/bt26leOgvBRVHm6apvHuifzoPffcAwlPPTaJnXx/KpXq1avXsGHDrrvuurlz565evbpyIpkxtnr16vvvv3/YsGE8VuNcklMymqbFDgWXTjzxxAq6uhIedXV1ffr0gWLDzpWmDA9vUHV19RlnnDF37txyzmg6nX7rrbfuvPPOM844o3fv3uJBeaAljVBS/8oKmvN3/vz5/BP33nsvJKpeaanErSzrsWXdnTt3HjRo0IQJEx577LGvvvqqgmZjjK1YsWLq1KmDBw8WL4lpqlhISymtPLfWzn4Z8+fPh8RaXSEivAW9e/eeOHHiZ599VvINNTU1zz333Pjx43/605/K3RaVcDEYtuiQc0HgIctHkkpawdibSXE81K1btyFDhtxxxx1J4yd7R6ZpvvXWW+PHj99jjz2ETMc+xN98wQUXVGZ4+/uX3HDDDbFOiuYOGjTogQceqKurSz7V1tb2j3/8Y9y4cbysRrQyZtxkpsQOqaQYS94svIYYHmI8Vnh57EOxebDkIlVFUfr16/frX/96wYIFra2t5Xi1YcOGBx988JhjjokJPQeje/fuX3311bbiYZrmyJEjeT+FVJ544onPPPNMyaht+fLlkydPPvDAA2VRiHEhGUgmz1RAS9xc0n5UjlJjaMk3ixuSV2Wh6du378SJE9955x25+7K45PP511577fzzzxdGkbfz7rvvbpfbHdrfp6mpiU/pAMBpp5326quvJrVqLpebN2/eiBEjRCQlG+GOsLikBJAEUWkukn9IuCvcfog3J2uOZXioFLWV+7T4kGikLDSDBg26884716xZU45va9asueGGG7gSO+aYY3Rd3z54IGI6nb755pvnz5+fjCo3bdo0c+bMgQMHxoS05CCVY92Sh7G8Wcnia3FzTD4EHkmexoa8aJsWzZDLHmNJ6aHF7qVQFV27dj3zzDPnzp1brhJ83bp1d9xxx4cfftgRPm/T/ldr1qy56aabhIVI6qXYwK+gSeSr4lK5nDyJfPyYfzVjxgwxGuSJcdGM2JtJsbYsmRCSSUZFkBiF+++//2233VbOr+kgbQ0ejLGPPvrosssu4yW/IDlgMcVCyygiWlGJyT0vySBxtVz8QYrTR7J2KteMGKPlViXFPTaeqKQ8O3fuPHLkyBdeeGHrUqJbjIfjOOPHjxefF62pTLFOyiQ0UslVF+IeKE/PPfccb9u0adMq3JYcN3KrSoac5WqoRXoi9qwsLgMHDpw5c+aWorLFeARBwD3gJItLHiaHtnw1WWYgDmOspJTuuuuuffv2Peqoo04//fRLL7302muvvfHGG2+66SaxXuS9997jZ6677rrx48ePHDlyyJAh/fr122OPPUQgLUjMdpSU0XKtou35ZiQaWwAwYsSILa0Z2xp91dLSwvcPENYvKbxJ9ZI8k+yJzK9u3boNGDBg1KhRU6ZMefzxxz/88MN169aVc1HKZZ+CIDAMY9OmTcuWLZs3b95999132WWXHXfccbvvvntMbqikBmXVVBmtWI+ExgOAAw44gG9ptUW0lfZ85cqVvEq83BgRh0kjLG7jhzJfevToccIJJ0yaNOn5559fs2ZNMhGp6/rGjRuXL1++cOHCefPmPfXUU3/961+///577vWtXLnyySefXLhw4erVqzdt2lRBV6xfv/6NN96YPn36GWec0atXr5ggJm1PSabLvZCvAsBOO+3UQYcqRlvvX7399ts77bQTAFRQO7K4lJRorjcOPvjgq6+++rnnnlu/fn3Mn968efM777wza9asK6+88uSTT+7bt2+PHj3kySLZfoj8bteuXffcc8/+/fuffvrpV1xxxT333DN//vzVq1e3tLQkO1JfX//aa69df/31/fr1S25jJctKyX7FiI/RefPmJT/UEdomf/fVV18VkMhUYeGQPD11+OGHT548+f3338/lcvJrN2zY8MILL9x4443HH3/87rvvXs6Yi1fF/Kvkto+cunTpsv/++59yyimTJk2aO3fuihUrYgKk6/rixYtvueWWWCzVwd4JMJJVIx2nbd1/94033pA3wkyOIDGIRA8POOCASZMmffDBB3JC3nXdTz755A9/+MNpp50WU+7yHEzszSX93ZJaPglqVVVV//79L7/88ieeeIKvbRWk6/qbb775y1/+UoRWsVIH+c3ikL9zW8DA7bIf8ocffti7d+8YI2IiDACpVGrEiBF///vfM5mM/PiyZcumTp167LHHyi4QKaUKZJUtczkWn5d8NtaqGDw77bTTySefPHv27LVr18pt27Rp08MPP3zssceKO2nCftDIZnTt2vXZZ5/dRmZun/2pv/76a+5xxVLovA+77bbblVde+emnn8qPfPfddw888MCwYcNEVUdMDmiZWFK+GpMPHp/z9ySfFUiUHNoCmLPPPjs2aPL5/KJFiy688MIuXboIVGKP77PPPh1cE1yZttt+4ZlMZsyYMWJ08x+77rrrpEmT5BJV13UXLlw4duzYHj16JKUhycHkuE7qwJLzg7JmE6+ipYyzjJZoUp8+fX7zm9+sWrVK7uPKlSuvueYaUbVFIx998ODBK1eu3C5s3M77t8+cOZPvO1tVVXXVVVd9/fXX4lJDQ8NDDz0k74JdckaTU8lEHk24NJXzifKzFT6kJSqJ5Vzh+eef//rrr8te39q1a2+99dY999yT3zNq1KiSM0BbR9t/P/133nnn4osvFjUfiLhu3bpp06aJ+UF5Y1q65STP1/LhWXK+lpZR9LHf5apyxNjnNHz48Hnz5snx0IYNGyZNmjR9+vQtXf9QmX7cv2/w+eef33jjjcJfksd4csiXZE05zOSBXHJ+UJ7kj8WhJYFJvjxmpQBg6NChixYtSnZzu6z95fQj4uF53oQJE5IWQp5poMWr80iZVF1s0oJG5QH85QKPu+++G6RQruSzJQ9j6osm7BaRIqcJEyaYplm571tNP658tLa2XnPNNbwbMYcneUjLaHnOEShPsfmPkiQCCHnGSUiPfEiLM4aiJRyPHj16zJ49e7v8LYGStCP+HsszzzwjjAdNeD6y6BCpgIEWa/Cddtpp0KBB559//l133TVnzpxnnnnm9ddff+uttxYtWlRfX881xvr16xcsWPDGG2/Mmzfv0UcfnTFjxiWXXDJkyBA5wIyBLU/5lRMX0YxRo0Z98803PyqvdtDfx6mtrb3++utj/ntSUwstL1iw9957jxs37umnn668/rxydeGmTZtefvnl66+/XuyhK+pxYoYkadv4/YMGDRJZsh+VdujfK1q2bNnYsWOF8omZBKG7+dVDDz30T3/6U0NDg3h83bp1r7766uzZs2+++eYxY8aMHDnyrLPOGjFihNgU8/nnnz/11FPPOeecyy+/fNq0aQ899NDChQu///578QbLsl588UW+eads+eVxEENi//33v//++zteebyNtIP/nhci4tKlS8eNGydkJTYvBAC77777rFmzxFTHkiVLJk2adPTRR4vp4RiJkXvnnXcmr3bv3v3II4+86qqrXnrpJcHWV155RWx+FbNV4sHDDjts9uzZ8oDYAbRD8ZD9wpUrV9500028HpUTzykdd9xxYr7vpZdeOumkk2J1abIBqJBPTNa08cE+ZcqUH374ARHr6+t//vOfl8Rv1KhRWz0Bvo30H5APmTKZzLPPPnvBBRfwTOpJJ53Eq2bq6ur4n8CA4nVKMWesQvxR0mLzF+61115PPvkkIvq+P2XKFC4Te++997nnnvvII4/EFiDvYPoP4yFo8+bNr7zyCp/g3Lhx48EHHyzLjWx7hZnRytRTy1ZB/iHewF/74IMP8qcWLVr02muv1dbW/sc6L9F/Cx4y1dXV/fGPfxw9evSBBx4YmwqUFZcI0MRkHI8H1WJKTk9pmtanT5/p06dvx7h6e9F/Ix6Cmpubly9f/txzz91+++0XX3zxCSec0L9//7333ru6ulrWP+3Gg1VVVfvtt9+QIUMuueSSWbNmffTRR9ywd3xfgR1G/9V4JMlxnEwms2HDhm+++eaLL75YtWrV559/3tLSwkd6Q0PD4sWLX3nllRdeeGH+/PmvvPLK4sWLP/vss++//75CUfp/Ff1/fJRwFRQdIjsAAAAASUVORK5CYII=" /></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Oleh :</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ahsan Sofyan,
S.E., M.Pd</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">NIM : 1603055</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">PROGRAM DOKTORAL
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">SEKOLAH
PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">BANDUNG</span></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">2016</span></div>
<br /><br />
<div style="text-align: justify;">
BAB I
PENDAHULUAN </div>
<div style="text-align: justify;">
A. Latar Belakang
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan adil serta tidak diskriminatif dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka dan multimakna. Selain itu dalam penyelenggaraan pendidikan di lakukan dengan suatu proses pembudayaan serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan budaya CALISTUNG yaitu membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. (Hal ini menjadi sebuah prinsip yang wajib dipegang oleh para Penyelenggara Pendidikan. Diadabtasi dari: UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003).
Manusia adalah mahkluk yang memiliki potensi yang terus berkembang. Potensi yang dimiliki ini terus di asah dan di kembangkan hingga akhirnya manusia mampu mengubah perkembangan zaman dari tradisional hingga zaman yang modern. Manusia terus berpikir dan menghasilkan segala Sesuatu dari apa yang telah ia pikirkan sebelumnya, manusia mendapatkann pengetahuan dari pengalaman terdahulu yang terus di kembangkan. Pengalaman –pengalaman terdahulu ini mampu menjadi sesuatu yang baru dalam hidup manusia. Namun untuk mendapatkan suatu pengetahuan hal tersebut tidak hanya bisa di dapatkan dari pengalaman saja namun juga di dapatkan dari adanya suatu proses pendidikan. Pendidikan yang telah diikuti dengan serius akan menghasilkan suatu pengetahuan, pengetahuan yang didapat dari proses pendidikan itulah yang disebut ilmu, Karena ilmu merupakan obyek utama dari pendidikan. Tanpa ilmu, segala sesuatu tidak dapat berjalan dengan baik.
B. Target pembahasan makalah :
1. Pengertian Pendidikan sebagai Ilmu?
2. Teori yang mendasari pendidikan sebagai ilmu?
3. Syarat-syarat Pendidikan sebagai ilmu? </div>
<div style="text-align: justify;">
BAB II
PEMBAHASAN </div>
<div style="text-align: justify;">
A. Pengertian Pendidikan sebagai Ilmu
Pendidikan adalah suatu usaha untuk membekali peserta didik berupa ilmu, pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan sekitar. Pada dasarnya, pendidikan erat hubunganya dengan ilmu karena obyek utama dari pendidikan adalah ilmu. Pendidikan merupakan suatu kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Ilmu pengetahuan terdiri atas dua unsur besar, yaitu fakta dan teori. Teori mendefinisikan fakta sebagai observasi empiris yang bisa diverifikasi dan mempunyai tugas menempatan hubungan yang terdapat diantara fakta-fakta itu. Ilmu tidak dapat disusun hanya berdasarkan fakta saja, tetapi untuk menjadi ilmu pengetahuan fakta harus disusun dalam suatu sistem dan diinterpretasikan sehingga tanpa metode tersebut suatu fakta tidak akan bisa menjadi ilmu.
Ilmu pengetahuan harus bersifat umum (Universal) artinya kebenaran yang dihasilkan ilmu pengetahuan dapat diperiksa oleh para peninjau ilmiah dan dapat dipelajari atau diikuti secara umum serta dapat diajarkan secara umum pula. Kebenaran ilmu tidak bersifat rahasia tetapi memiliki nilai sosial sehingga kewibawaan ilmiah didapat setelah hasil itu diketahui, diselidiki dan dibenarkan veliditasnya oleh sebanyak mungkin ahli dalam bidang ilmu tesebut.
Ilmu pengetahuan harus bersifat akumulatif atau saling berkaitan artinya ilmu pengetahuan tersebut harus diketengahkan hubungan antara ilmu dan kebudayaan sebab ilmu merupakan salah satu unsur kebudayaan manusia. Misalnya, untuk dapat belajar manusia mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa. Selain itu, ilmu pengetahuan yang dikenal dewasa ini, merupakan kelanjutan dari ilmu yang ada sebelumnya. Ilmu pendidikan merumuskan kaidah atau pedoman atau ukuran tingkah laku manusia. Sesuatu yang normatif berarti berbicara masalah baik atau buruk dari perilaku manusia.
Ilmu pendidikan adalah termasuk ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari pengalaman pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara praktis. Dengan menempatkan kedudukan ilmu pendidikan dalam sistemmatika ilmu pengetahuan. Ilmu pendidikan bersifat normatif berarti pendidikan juga bersifat praktis karena pendidikan sebagai bahan ajar yang patut diterapkan dalam kehidupan. Pendidikan sebagai ilmu praktis adalah suatu praktek pendidikan untuk mendapatkan kemudahan dan kenyamanan dalam mencari pengetahuan. Pendidikan. Sebagai ilmu teoritis adalah pendidikan dilaksanakan berdasarkan teori yang sudah ada untuk mempermudah jalannya pendidikan. Selain itu Ilmu pendidikan juga bersifat historis dan rohaniah karena menguraikan teori sistem pendidikan sepanjang jaman dan kebudayaan serta makna filosofis yang berpengaruh pada jaman tertentu dan juga karena selalu memandang peserta didik sebagai makhluk yang bersusila dan ingin menjadikannya sebagai makhluk yang beradab.
B. Teori Yang Mendasari Pendidikan Sebagai Ilmu
1. Ernest E. Bayles (1960 : p.140) mengatakan teori pendidikan adalah berkenaan tidak hanya dengan apa yang ada, bahkan banyak juga dengan apa yang harus ada. Sebagai teori yang dikembangkan secara sadar dalam kaitannya dengan pendidikan, maka teori pendidikan mempnuyai keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan teori penjelas yang seolah memadang teori pendidikan sebagi gejala/fenomena/fakta. Teori pendidikan dikategorikan sebagai teori praktis (practical theory) karena berkaitan antara kegiatan teori dan kegiatan pendidikan. Sependapat dengan hal tersebut, Menurut George F. Kneller (1971 : p.231) kata teori mempunyai 2 makna sentral yaitu:
a) Teori dapat menunjuk suatu hipotesis yang telah diverifikasi dengan observasi atau eksperimen, memandang teori dalam artian ini teori pendidikan pengembangan.
b) Teori dapat merupakan sinonim umum untuk pemikiran sistematik, memandang teori ini pendidikan telah menghasilkan banyak teori.
2. Driyarkara (1980 : p.66 – 67) : pemikiran ilmiah yang bersifat kritis, metodis, dan sistematis tentang realitas yang disebut pendidikan.
3. J. Langeveld (1955) : ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui namun juga mempelajari bagaimana hendaknya bertindak.
4. Brojonegoro (1966 : p.35) : ilmu pendidikan yaitu teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan, dalam arti luas ilmu pendidikan yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari persoalan yang timbul dalam praktek pendidikan.
5. Carter V. Good (1945 : p.36) : suatu bangunan yang sistematis mengenai aspek kuantitatif, objektif dan proses belajar, menggunakan instrument secara seksama dalam mengajukan hipotesis pendidikan untuk diuji dan pengalaman seringkali dalam eksperimental.
6. Imam Barnadib (1987 : p.66 – 67) : ilmu yang membicarkan permasalahan umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak. Ilmu pendidikan bercorak teoritis dan bersifat praktis.
Suatu proses mentransfer ilmu yang pada umumnya dilakukan melalui tiga cara yaitu lisan, tulisan dan perbuatan. Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia, bagaimanapun juga disitu ada pendidikan (Dwikarya, 1980 : p.32). Ilmu pendidikan adalah suatu bangunan pengetahuan yang sistematis mengenai aspek - aspek kuantitatif dan objektif dan proses belajar, menggunakan instrumen secara seksama dalam mengajukan hipotesis - hipotesis pendidikan untuk diuji dan pengalaman, seringkali dalam bentuk eksperimental. Sependapat dengan hal tersebut diatas menurut Driyarkara (1980: p.66 - 67), Sedangkan menurut M.J Langeveld (1955), paedagogiek (ilmu mendidik atau ilmu pendidikan) adalah suatu ilmu yang bukan saja menelaah obyeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa hendaknya bertindak.
Menurut S. Brodjonagoro (1966: p.35), ilmu pendidikan atau paedagogiek adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti luas paedagogiek adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal – soal yang timbul dalam praktek pendidikan. Sedangkan menurut Cater V. Good 1945(dalam; Journal,Stuart A. Anderson.1964), Hasil pendidikan tidak bisa dikontrol dalam jangka waktu yang pendek, seperti eksperimen dalam pertanian atau peternakan. Namun,kita semua yakin seyakin-yakinnya, bahwa hari kemudian suatu bangsa tergantung dari pendidikan, sebab itu teorisasi tentang pendidikan adalah sesuatu yang wajar. Artinya ilmu pendidikan adalah pemikiran ilmiah, pemikiran yang bersifat kritis, metodis dan sistematis) tentang realitas yang di sebut pendidikan (mendidik dan matis) tentang realitas yang di sebut pendidikan (mendidik dan dididik). Kritis berarti bahwa orang tidak menerima saja apa yang ditangkap atau muncul dalam benaknya, tetapi semua pernyataan, semua afirmasi harus mempunyai dasar yang kuat. Orang yang bersikap kritis, ingin mengerti betul (tidak hanya membeo). Metodis berarti bahwa dalam proses berpikir dan menyelidiki orang menggunakan suatu cara tertentu. Sistematis berarti bahwa pemikir ilmiah itu dalam prosesnya dijiwai oleh suatu ide yang menyeluruh dan menyatukan, sehingga pikiran – pikiran dan pendapat - pendapat tidak berhubungan, melainkan merupakan satu kesatuan. Berdasarkan definisi - definisi Ilmu pendidikan yang diutarakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa :
a. Ilmu pendidikan adalah ilmu yang menelaah fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubung annya dengan pendidikan dalam perpektif yang luas dan integratif.
b. Fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan ini bukan hanya merupakan gejala yang melekat pada manusia (gejala yang universal), dalam perpektif yang luas, melainkan juga sekaligus merupakan upaya untuk memanusiakan manusia agar menjadi sebenar-benarnya manusia (insan), yang hal ini secara integratif diperlukan penggunaan berbagai kajian tentang pendidikan (kajian historis, filosofis, psikologis dan sosiolog is tentang pendidikan).
Imam Bernadib (1987: p.67), ilmu pendidikan/ paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan masalah-masalah umum pendidikan, secara meyeluruh dan abstrak, paedagodiek, selain bercorak teoritis, juga bersifat praktis. Untuk yang teoritis diutamakan hal-hal yang bersifat normative, ialah menunjuk standart nilai tertentu; sedangkan yang praktis menunjukkan bagaimana pendidikan itu harus dilaksanakan. Upaya pendidikan mencakup keseluruhan aktivitas pendidikan (mendidik dan dididik) dan pemikiran yang sistematik tentang pendidikan.Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya. Dalam pengertian yang lain, analisis adalah sikap atau perhatian terhadap sesuatu (benda, fakta, fenomena) sampai mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, serta mengenal kaitan antarbagian tersebut dalam keseluruhan. Analisis dapat juga diartikan sebagai kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Artinya dapat disimpulkan bahwa analisis adalah sekumpulan aktivitas dan proses. Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat di interpretasikan. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti.
C. Syarat-syarat Pendidikan sebagai Ilmu Pengetahuan
Pendidikan dikatakan sebagai Ilmu Pengetahuan itu apabila sudah memenuhi kriteria atau persyaratan ilmu pengetahuan yang ada pada umumnya serta mendapatkan persetujuan antara para ahli ilmu pengetahuan, Syarat Pendidikan dikatakan sebagai Ilmu pengetahuan menurut (Dwi Siswoyo,2015:p.60). Adalah suatu pengetahuan yang disusun secara kritis, metodis dan sistematis yang berasal dari observasi, studi dan eksperimentasi untuk menentukan hakikat dan prinsip – prinsip apa yang dipelajari Suatu kawasan studi dapat tampil atau menampilkan diri sebagai suatu disiplin ilmu, dipenuhi ada 3 syarat yaitu :
a) Memiliki objek studi (objek material dan objek formal) Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Apabila kita pelajari perilaku manusia sebagai makhluk yang hidup dalam masyarakat maka perilaku itu disamping dapat dilihat dan segi ilmu pendidikan juga dalat dilihat dan segi – segi yang lain seperti segi psikologis, sosiologis, antropologis. Objek formal ilmu pendidikan adalah menelaah fenomena pendidikan dan semua fenomena yang ada hubungannya dengan pendidikan dalam perspektif yang luas dan integratif. Jadi, yang membedakan satu ilmu dan ilmu yang lain adalah objeknya.Objek formal adalah objek material yang disoroti oleh suatu ilmu,sudut pandang tertentu yang menentukan macam ilmu.
b) Memiliki sistematika Secara teoritik, sistematika ilmu pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga segi tinjauan, yaitu : Melihat pendidikan sebagai gejala manusiawi, dengan melihat pendidikan sebagai upaya sadar, sekaligus upaya sadar dengan mengantisipasi perkembangan sosio budaya di masa depan.
c) Syarat ketiga yaitu ilmu harus memiliki metodologi tetentu. Syarat ketiga ini sebenarnya erat sekali hubungannya dengan syarat kedua sebab teratur tidaknya dari hasil penyelidikan tergantung kepada cara-cara mengaturnya, yang mana hal ini termasuk lapangan/ bagian metodologi.
Menurut (Mub, Said, 1989;Soedomo, 1990: p.46 – 47) : Syarat yang ke tiga Memiliki Metode – metode yang dapat dipakai untuk ilmu pendidikan sebagai berikut;
1) Metode Normatif
Metode normatif berkenaan dengan konsep manusia yang diidealkan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Metode ini juga membawa pertanyaan yang berkenaan dengan masalah nilai baik dan nilai buruk.
2) Metode Eksplanatori
Metode eksplanatori bersangkut paut dengan pertanyaan tentang kondisi dan kekuatan apa yang membuat suatu proses pendidikan berhasil. Dalam hal ilmu pendidikan mendapatkan bantuan dari berbagai teori tentang pendidikan yang boleh jadi dihasilkan oleh ilmu – ilmu lain.
3) Metode Teknologis
Metode teknologis ini mempunyai fungsi untuk mengungkapkan bagaimana melakukannya dalam menuju keberhasilan pencapaian tujuan - tujuan yang diinginkan.
4) Metode Deskriptif – Fenomenologis
Metode ini menciba menguraikan kenyataan - kenyataan pendidikan dan kemudian mengklasifikasikan sehingga ditemukan yang hakiki.
5) Metode Hermeneutis Metode ini mencoba menguraikan kenyataan-kenyataan pendidikan yang konkrit dan historis untuk menjelaskan makna dan struktur dari kegiatan pendidikan.
6) Metode Analisis Kritis (Filosofis)
Metode ini menganalisis secara kritis tentang istilah - istilah, pernyataan - pernyataan, konsep - konsep dan teori - teori yang ada atau digunakan dalam pendidikan. Syarat lain bagi disiplin ilmu pendidikan adalah memiliki evidensi empiris. Yang dimaksud dengan evidensi empiris adalah adanya kesesuaian (korespondensi) 4 antara konsepsi teoritisnya dengan permasalahan dalam praktek sehingga disamping dapat menjelaskan kasus - kasus yang timbul, juga sekaligus dapat mendukung diaplikasikannya dalam menjawab permasalahan pendidikan di lapangan, dalam lingkup kajian ilmu pendidikan. Ini sesua dengan sifat ilmu pendidikan, yaitu teoritis dan praktis.
BAB III
PENUTUP </div>
<div style="text-align: justify;">
A. Kesimpulan
Pendidikan adalah proses mengubah diri menjadi lebih baik dan dewasa dalam segala urusan dan tanggung jawab melalui pengajaran dan pelatihan. Sedangkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang di ketahui dan terus di pelajari serta di kembangkan. Ilmu berrsifat normative maksudnya yaitu bersumber dari norma pandangan hidup, bersifat teoritis maksudnya yaitu membahas teori pendidikan itu sendiri dan bersifat praktis yaitu membahas aplikasi praktik pendidikan. Syarat–syarat berdirinya ilmu pengetahuan adalah ilmu tersebut harus memiliki objek yang jelas, bersifat sistematis dan metodologi tertentu. Cabang ilmu pendidikan yaitu Ilmu pendidikan Teoritis , Ilmu pendidikan sistematis, Sejarah pendidikan, Ilmu perbandingan pendidikan, Ilmu pendidikan praktis. Sedangkaan ilmu bantu pendidikan yaitu Ilmu-ilmu biologi, Ilmu jiwa, Ilmu-ilmu sosial
B. Saran
Dalam Pelaksanaannya disarankan kepada orang yang membaca makalah ini dalam penerapannya lebih memperhatikan aspek-aspek maupun syarat dalam melaksanakan suatu pendidikan harus memperhatikan cara melaksanakan suatu pendidikan seperti memperhatikan praktek, tujuan dari pendidikan itu sendiri serta memperhatikan psikologisnya sebagai ilmu bantu dalam menyampaikan pendidikan. </div>
<div style="text-align: justify;">
DAFTAR PUSTAKA </div>
<div style="text-align: justify;">
Barnadip, I. Sutari, IB. 1976. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) – IKIP Yogyakarta.
Barnadib, Imam. 1990. Pendidikan Perbandingan Buku Dua.Yogyakarta : Andi Offset.
Bayles, Ernes E. 1960. Democratic Educational Theory. New York: Chaps. 10, 11, dan 12. Harper & Row
Danim, Sudarman. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung : Alfabeta
Driyarkara, N. 1980. Driyarkara Tentang Pendidikan.Volume 1.University of California:Yayasan Karnisius
Mustaqim. Dkk. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
M. J. Langeveld, 1975. Beknopte theoretische pedagogiek.Volume 2. Universitas Michigan: Wolters-Noordhoff
Purwanto, Ngalim . 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Siswoyo, Dwi. dkk. 2015. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sudirman, N. dkk. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Stuart A. Anderson. 1964. Journal of experimental education.vol 17. University of California.
</div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-16700586509058862312016-12-04T06:31:00.002-08:002016-12-04T06:33:48.790-08:00sejarah tana ogiBUGIS MAKASSAR
Informasi Sulawesi Selatan Dan Sekitarnya
Beranda · Sejarah · Makassar · Wisata · Adat Istiadat
Home » Budaya Makassar » Mistik Bugis Makassar » Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng”
Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng”
3:51:00 AM
Bugis Makassar - Mengukur Kejantanan dari Hembusan Nafas Assikalaibineng secara harfiah berarti cara berhubungan suami istri. Akar kata serupa juga dipakai masyarakat petani sawah di awal masa tanam. Karena padi dan sawah diibaratkan istri, maka suamilah diberi otoritas untuk menggarap dan menanam.
Karena ajaran lahir di masa kuatnya paternalistik dan belum ada gerakan persamaan gender, makanya ajaran Kitab Persetubuhan Bugis ini lebih banyak ditujukan kepada suami. Kitab ini paham betul emosi perempuan dan karena perasaan malunya mereka amat jarang menjadi inisiator.
Rahasia Ilmu Seks
Inilah yang sekaligus menjelaskan mengapa ilmu tarekat atau tasawuf seks ala Bugis-Makassar ini diajarkan terbatas ke calon mempelai pria, memilih momentum beberapa hari sebelum akad nikah.
Setelah pengetahuan mandi, berwudu, dan salat sunah lalu tafakur bersama yang disebut nikah batin, maka sampailah pada tahapan lelaku praktis, cumbu rayu, penetrasi, dan masa pascaberhubungan.
Karena konsep Assikalaibineg mengedepankan ideologi dan tata krama, disarankan agar sebelum aktivitas penetrasi dimulai dilakukan dalam satu sarung, atau kain tertutup, atau kelambu.
Masyarakat Bugis, seperti dikemukakan Christian Pelras dalam bukunya, Manusia Bugis (Oxford: Blackwell, 2006) memang memiliki sarung khusus yang bisa memuat sepasang suami istri.
Sarung jenis ini tentu sangat susah didapat di pasar-pasar sandang kebanyakan.
Namun toh, selimut bisa menjadi alternatif.
Buku ini menggunakan istilah makkarawa (meraba) dan manyyonyo (mencium) untuk tahap foreplay.
Ini dengan asumusi pihak pria sudah mengetahui 12 titik rangsangan, dan rangkaian mantra (paddoangeng).
Meraba lengan adalah titik pertama yang disarankan dikarawa, sebelum meraba atau mencium titi-titik lainnya. Pele lima (telapak tangan), sadang (dagu), edda’ (pangkal leher), dan cekkong (tengkuk) adalah sejumlah titik yang dalam buku ini direkomendasikan di-karawa dan dinyoyyo di tahap awal foreplay.
Setelah bagian badan tubuh, mulailah masuk di sekitar muka.
Titik “rawan” istri dibagian ini disebutkan; buwung (ubun-ubun), dacculing (daun telinga), lawa enning (perantara kening dia atas hidung), lalu inge (bagian depan hidung).
Di titik ini juga disebutkan, tahapan di bagian badan sebelum penetrasi langsung adalah pangolo (buah dada) dan posi (pusar).
Dalam foreplay berupa makkarawa dan manyonyyo ini, buku menyarankan tetap tenang dan mengatur irama naffaseng (nafas).
Karena kitab persetubuhan ini sangat dipengaruhi oleh ajaran fiqhi al’jima atau ajaran berhubungan seks suami istri dalam syariat Islam, maka proses menahan nafas itu direkomendasikan dengan melafalkan zikir dan menyatukan ingatan kepada Allah Taala.
Apakah melafalkan zikir itu bersuara? Tentulah tidak. Zikir dan mantra dalam bahasa Bugis itu dilafalkan dalam hati.
Dalam komentar penulis buku ini,menyebutkan, ejakuliasi dini oleh pria banyak terjadi karena pikiran suami terlalu fokus ke pelampiasan untuk mencapai klimaks.
Perlu diketahui, seperti ajaran agama Islam, kitab Assikalaibineng bukan seperti buku-buku lain yang mengajarkan gaya dan teknis bersenggama dan melampiaskan nafsu belaka.
Laiknya ibadah, inti dari ajaran Assikalibineng adalah mengelola nafsu birahi ke arah yang lebih positif dan bermanfaat secara spiritualitas.
Bukankah seperti kata Nabi Muhammad SAW usai memenangkan Perang Badar, kepada sahabatnya yang bersuka, diperi peringatan, bahwa Perang Badar belum ada apa-apanya.
Perang terbesar manusia Muslim adalah bagaimana menahan hawa nafsu.
Dan nafsu yang amat sulit ditahan oleh manusia secara pribadi adalah nafsu birahi setelah nafsu ammarah (emosi kejiwaan).
Di bagian lanjutan tulisan ini, nantinya akan mengulas beberapa lafalan teknik menahan nafas.
Namun, bagian lain halaman buku itu juga diberikan tips parktis untuk mengetahui apakah seorang suami siap berhubungan seks atau tidak, maka disarankan bagi pria untuk mengangkat tangan kirinya, lalu menghembuskan nafas dari hidung.
Jika nafas yang keluar dari lubang hidung kanan lebih kuat berhembus, maka pertanda kejantanan yang bangkit.
Namun jika hembusan dari lubang kiri lebih kuat, maka sebaiknya sang suami menunda lebih dulu (hal 141).
“.. dalam keyakinan kebatinan Bugis, nafas hidung yang lemah dan kuat berkaitan langsung dengan ilmu kelaki-lakian atau kejantanan seorang pria…”. (thamzil thahir)
Pesan singkat salah seorang pembaca Tribun di atas, hanyalah satu dari seratusan pertanyaan dan eskpersi senada yang masuk ke redaksi, sejak tulisan ini muncul pekan lalu.
Muhlis Hadrawi, penulis buku ini, senantiasa mengingatkan di bagian awal, tengah, dan mengunci di akhir bab tulisannya, bahwa Assikalaibineng bukanlah ilmu pelampiasan hasrat biologis sebagai wujud paling alamiah sebagai makhluk saja.
Penulis menggunakan istilah tasawupe’ allaibinengengnge untuk menjelaskan kedudukan persetubuhan yang lebih dulu disahkan dengan akad nikah dan penegasan kedudukan manusia yang berbeda dengan binatang saat melakukan persetubuhan.
Ini juga sekaligus wujud penghormatan dan menjaga martabat keluarga dalam kerangka mendekatkan diri kepada Allah (hal 123).
Pada bagian awal bab tata laku hubungan suami-istri, Muhlis mengomentari satu dari tujuh manuskrip Assikalaibineng yang menjadi rujukan utamanya menulis buku ini.
Dikatakan ini sebagai pustaka penuntun tata cara hubungan seks untuk suami-istri sebagai ilmu yang dipraktikkan Sayyidina Ali dan Fatimah.
Muhlis memulainya dengan kisah perbincangan tertutup Ali dan istrinya, yang juga putri Nabi, di tahun ketiga pernikahan mereka.
Perkawinan keduanya menghadapi satu masalah sebab Ali belum mengetahui dengan benar bagaimana tata cara menggauli Fatimah.
“Kala itu,” tulis Muhlis, “Fatimah mengeluarkan ucapan yang menyindir Ali, “Apakah kamu mengira baik apabila tidak menyampaikan titipan Tuhan?”
Ali kontan merasa malu dan sangat bersalah. “Ali mulai sadar kalau ia belum memberikan apa yang menjadi keinginan Fatimah di kamar tidur. Maka Ali meminta Fatimah memberitahu keinginan Fatimah dan memintanya untuk mempelajarinya.”
“Fatimah pun merekomendasikan Muhammad Rasulullah, yang tak lain bapak Fatimah. Datanglah Ali ke Nabi Muhammad dan selanjutnya terjadilah transfer pengetahuan dari bapak mertua kepada anak menantu.”
Transfer ilmu atau proses makkanre guru seperti ini amat biasa dalam tradisi Bugis-Makassar, khususnya keluarga yang mengamalkan ajaran tarekat-tarekat.
Kisah di atas sekaligus menjelaskan bahwa lelaku dan zikir Assikalaibineng tak terlambat untuk dipelajari.
Memang idealnya, tata laku hubungan Assakalaibineng ini diajarkan di awal masa nikah, namun bagi mereka yang ingin mengamalkannya hanya perlu membulatkan tekad, untuk mengubah cara padangnya, bahwa hubungan suami-istri versi Islam yang terangkum dalam lontara ini, berbeda dengan literatur, hasil konsultasi, atau frequent ask and question (FAQ) soal seks yang selama ini sumber dominannya dari ilmu kedokteran Barat.
Pada sub bab Teknik Mengendalikan Emosi Seks atau Hawa Nafsu (hal 150), buku ini menyajikan laku zikir untuk mengiringi gerakan seksual dari pihak suami.
“lelaku zikir ini menjadi penyeimbang nuansa erotis dan terkesan tidak vulgar.”
Teknik mengatur napas adalah inti dari ketahanan pihak suami.
Untuk menjaga endurance napas suami agar istrinya bisa mencapai orgasme, misalnya, saat kalamung (zakar) bergerak masuk urapa’na (vagina) disarankan membaca lafal (dalam hati) Subhanallah sebanyak 33 kali disertai tarikan nafas.
Narekko mupattamamai kalammu, iso’i nappasse’mu”.
Sebaliknya, jika menarik zakar, maka hembuskanlah napasmu (narekko mureddui kalamummu, muassemmpungenggi nappase’mu), dan menyebutkan budduhung.
Bahkan bisa dibayangkan karena babang urapa’na (pintu vagina) perempuan ada empat bagian, maka di bagian awal penetrasi, disarankan hanya memasukkan sampai bagian kepala kalamummu lalu menariknya sebanyak 33 dengan tarikan napas dan disertai zikir, hanya untuk menyentuh “timungeng bunga sibollo” (klitoris bagian kiri).
Mungkin bagi generasi sekarang, lafalan zikir dalam hati saat bersetubuh akan sangat lucu, namun pelafalan Subhanallah sebanyak 33 kali dan perlahan dan diikuti tarikan napas akan membuat daya tahan suami melebihi ekspektasi istri!
“Mmupanggoloni kalamummu, mubacasi iyae/ya qadiyal hajati mufattikh iftahkna/…..! Pada ppuncu’ni katauwwammu pada’e tosa mpuccunna bunga’e (sibolloe)/tapauttmani’ katawwammu angkanna se’kkena, narekko melloko kennai babangne ri atau, lokkongi ajae ataummu mupallemmpui aje; abeona makkunraimmu, majeppu mukennai ritu atau…., na mubacaisi yae wikka tellu ppulo tellu/subhanallah../”
Artinya, “….arahkan zakarmu, dan bacalah ini/Ya qadiyyal hajati mufattikh iftakhna/….kemudian cium dadanya,. lalu naikkan panggulnya, … ketika itu mekarlah kelaminnya layaknya mekarnya kelopak bunga, masukkan zakarmu hingga batas kepalanya, dan bacalah subhanallah 33 kali….
Penggunaan kata timungeng bunga sibollo sekaligus menunjukkan bagaimana para orang Bugis-Makassar terdahulu mengemas ungkapan-ungkapan erotis dalam bentuk perumpamaan yang begitu halus dan memuliakan kutawwa makkunraie (alat kelamin perempuan), dan ungkapan kalamummu (untuk zakar). (thamzil thahir)
Terapi Kelingking Untuk Tetap Langsing
Lapawawoi Karaeng Sigeri, Raja Bone yang terkenal cerdas, termasuk seorang suami yang mempelajari dan mengamalkan ajaran assikalaibineng. Stidaknya fakta ini dikonfirmasikan dari lontara Mangkau Bone Ke-31 ini yang secara rapi terdokumentasikan di Perpustakaan Nasional RI di Jakarta.
Manuskrip asli ini pulalah yang menjadi satu dari 44 lontara rujukan utama Muhlis Hadrawi, penulis buku Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis, yang diterbitkan Penerbit Ininnawa, Makassar (2008).
Secara teknis buku ini terdiri dari 189 halaman. Sebanyak 64 halaman terdiri dari transliterasi asli “kitab assikalaibineng” lontara ke dalam abjad melayu berikut terjemahannya. Inilah matan asli dari kitab tassawupe allaibainengengeng yang merupakan peninggalan leluhur Bugis-Makassar yang teleh terpengaruh dengan ajaran Islam.
Karena buku ini merupakan disertasi untuk meraih gelar magister bidang filologi (ilmu tentang Bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah suatu bangsa dalam bentuk manuskrip asli) di Universitas Indonesia, maka 51 halaman di bagian awal lebih banyak mendiskripsikan latar belakang, asal usul naskah, dan metodologi penelitian.
Sedangkan di bagian akhir, Tata Laku Hubungan Suami Istri, isinya lebih merupakan ringkasan, analisis, sekaligus komentar penulisnya, yang diperkaya dengan literatur penunjang. Namun, bagi pembaca awam yang tidak lagi mengerti Bahasa-bahasa Bugis terhadulu, justru bab akhir inilah yang membatu mendapatkan intisari dari manuskrip tua, yang hingga awal decade 2000, masih beredar di kalangan elite terbatas, masyarakat kita.
Kepemilikan naskah ini oleh Lapawawoi yang kini dimuseumkan di Perpustakaan Nasional, tulis Muhlis, mempertegas sirkulasi ajaran ini selain dimiliki kalangan ulama/cendekia pesantren, pengetahuan ini juga milik bangsawan dan raja-raja Bugis Makassar.
Selain pengetahuan bersetubuh ala bugis, Kitab Persetubuhan Bugis, juga mengajarkan sistem rotasi waktu yang baik untuk berhubungan, dan tata cara perawatan tubuh bagi pihak suami dan istri. Tata laku dan tahapan ini semua dilakukan dalam satu rangkaian dan satu tempat
Untuk melangsingkan tubuh dan memperhalus kulits istri misalnya, suami tak perlu repot-repot menyisihkan uang dan mengantar pasangannya ke pusat kecantikan tubuh. Seperti spa center, steam room Jacuzzi, atau membayar kapster salon.
Di kitab mengajarkan rutinitas kesederhanaan namun tetap dalam bingkai kerahasiaan, tidak diketahui oleh orang banyak.
Untuk menjaga kebugaran tubuh, assikalaibineng misalnya merekomendasikan di kamar tidur dan massage (pijitan) rutin pasca-bersetubuh. Sedangkam untuk perawatan kulit, juga tak perlu cream pelembab atau whitening motion,
Kitab ini mengajarkan manfaat penggunaan “air mani” sisa yang biasanya meleler di bagian luar babang urapa’ (vagina) istri dan kalamummu (zakar) pihak suami dan sejumlah mantra bugis-Arab, secara subtansial lebih merupakan niat, sekaligus ekspresi kasih-sayang suami kepada istri pasca-berhubungan,
Kitab ini menyindir perilaku suami yang langsung tidur lelap atau langsung meninggalkan kamar tidur, sementara istri belum mendapatkan kepuasan, biasanya akan membuat wanita terhina. Di kitab ini. Perlakuan itu diistilahkan dengan, teretta’na narekko le’ba mpusoni (adab setelah persetubuhan).
Rekko mangujuni ilao manimmu takabbereno wekka eppa/urape’ni alemu, nupassamangi makkeda; alhamdulillahahi nurung Muhammad habibillah./ nareko purano mualai wae, muteggoi bikka tellu, nareko purano, mualani minyak pasaula, musaularenggi kutawwamu apa napoleammengi dodong mupogaukangeki paimeng/Apa’ nasenggao manginggi’/ Aja mu papinrai gaumu denre purai mupogau, iya na ritu riyaseng temanginggi.
Kira, kira artinya bebasnya, jika air manimu sudah keluar maka bertakbirlah empat kali. Kemudian turunkan tubuhmu dan ucamkan hamdalah dan pujian ke nabi Muhammad. Jika engkau sudah melakuklannya, maka lakukanlah perbuatan yang menyenangkan perasaanya. (h.76) sebagai tanda sayang. Jika usai minumlahair dengan tiga tegukan, dan ambilah minyak gosokdan urutlah kelaminmu agar tubuhmu pulih kembali dan agar jagan sampai kalu lelah. Janganlah kamu mengubah perbuatanmu seperti yang kamu lakukan sebelumnya, demikianlah maka kamu akan disebut lelaki yang tidak merasa bosan dengan istrinya,”
Sedangkan tahapn selanjutnya, usai berhubungan, ambilah air mani dari liang fajri yang sudah bercampur dengan cairan perempuan. Letakakkanlah di telapak tangan mu, air mani dicampur dengan air liur dari langit-langit (sumur qalqautsar) suami, sebelum mengusap air mani tersebut ke tubuh istri, terlebih dulu membaca doa dengan lafalan bugis, “waddu waddi, mani-manikang”. Mani riparewe, tajang mapparewe, tajang riparewekki…”
Aiar mani basuhan ini bisa dipijitkan ke titik-tikik 12 rangsangan agar tidak kembeli berkerut, atau memijit bagian panggul dengan tulang kering di ujung bawah jari kelingking, untuk membuat tubuh istri tidak melar tapi tetap ceking.. (thamzil thahir)
Mau Anak Putih, Bersetubuh Setelah Jam 5 Subuh
TEKNIK bertahan dalam persetubvuhan menjadi hal yang sangat penting dan mendapat tempat khusus dalam Assikalaibineng. Dan sekali lagi, pihak suami menjadi faktor kunci.
Kitab peretubuhan Bugis ini tahu betul bahwa pihak suami senantiasa lebih cepat menyelesaikan hubungan ketimbang perempuan. Menenangkan diri, sabar, konsentrasi, dan memulai dengan kalimat taksim amat disarankan sebelum foreplay.
Manuskrip Assikalaibineng amat mementingkan kualitas hubungan badan ketimbang frequensi atau multiorgasme. Assikalaibineng adalah ilmu menahan nafsu, melatih jiwa untuk tetap konsentrasi dan tak dikalahkan oleh hawa nafsu.
Namun pada intinya, Assikalaibineng bukanlah lelaku atau taswawwuf untuk berhubungan badan, lebih dari itu assikalaibnineng adalah tahapan awal untuk membuat anak yang cerdas, beriman, memiliki fisik yang sehat. Inti dari ajaran ini adalah bagaimana membuat generasi pelanjut yang sesuai tuntutan agama.
Banyak teori seksualitas mengungkapkan bahwa potensi enjakulasi sebagai puncak kenikmatan seksual bagi laki-laki lebih tinggi ketimbang perempuan. Perbandingannya delapan kali untuk suami, dan satu kali bagi istri.
Bahkan, dapat saja seorang istri tidak pernah sekalipun merasakan orgasme seteles sekian kali, bahkan sekian lama hidup berumah tangga.
“Assikalaibaineng, mengkalim bahwa ini terjadi karena pihak suami sama sekali tak tahu atau bahkan tak mau tahu dengan lelaku seks yang mengedepankan kualitas.”
Mengutip sebuah buku lelaku seks sesusi ajaran Islam, yang diterbitkan di Kuala Lumpur, dalam catatan kaki di halaman 164, Muhlis mengomentari “…Hampir 99 persen lemah syahwat (kelemahan nafsu jantan) adalah timbul dari sebab-sebab kerohanian.
Emonde Boas, seorang dokter asal Amerika bahkan pernah melakukan penelitian, dari 1400 lelaki yang didata mengidap penyakit lemah syahwat, hanya tujuh yang lemah karena sebab-sebab jasmani, yang lainya karena sebab rohani atau psikologis,”
Dia melanjutkan, “kejiwaanlah yang menyebabkan faktir terbesar sekaligus penggerak seseorang melakukan hubungan seks, sedangkan tubuh dan alat reproduksi hanya merupakan alat pemuasan bagi melaksanakan kehidupan kejiwaan seseorang.
Sedangkan teknik mengelola nafas dengan zikir, cara penetrasi, dan menutup hubungan dengan pijitan ke sejumlah titik rangsangan perempuan, dan menemani istri tertidur dalam satu selimut atau sarung merupakan bentuk akhir menjaga kualitas hubungan.
Pengetahuan praktis seperti waktu yang baik dan kurang baik untuk berhubungan badan juga secara rinci diatur dalam kitab ini. “Tidak sepanjang satu malam menjadi masa yang tepat untuk bersetubuh.” (hal.166)
Terdapat keterkaitan waktu bersetubuh dengan kualitas anak yang terbuahi, seperti warna kulit anak. Untuk memperoleh anak yang berkulit putih, peretubuhan dilakukan setelah isya. Untuk anak yang berkulit hitam, persetubuhan dilakukan tengah malam (sebelum shalat tahajjud), anak yang warna klitnya kemwerah-memerahan dilakukan antara Isya dan tengah malam.
Sedangkan untuk anak berkulit putih bercahaya, bersetubuhan dilakukan dengan memperkirakan berakhirnya masa terbit fajar di pagi hari. Atau lebih tepatnya dilakukan usai solat subuh, antara pukul 05.15 hingga pukul 06.00 jika itu waktu di Indonesia. Ini sekaligus supaya mempermudah mandi junub.
Secara khusus kitab ini adalah menuntut pihak suami sebagai inisiator dan mengingatkan kepada istri, agar menyesuaikan waktu tidur dengan keinginan melakukan persetubuhan. Sebab ternyata, persoalan waktu amat berdampak secara psikologis maupun biologis, terutama pihak istri.
Teks assikalaibineng secara spesifik menyebutkan adanya kaitan waktu tidur istri dengan ajakan suami bersetubuh.
Assikalaibineng A hal.72-73 menyebutkan, “bila suami mengajak istri berhubungan saat menjelang tidur, maka ia merasakan dirinya diperlakukan [penuh kasih sayang (ricirinnai) dan dihargai (ripakalebbiri). Akan tetapi jika istri sedang tidur pulas, lantas suami membangunkannya untuk bersetubuh, maka istri akan merasa diperlakukan laiknya budak seks, yang disitilahkan dengan ripatinro jemma’.
Soal bangun membangunkan istri yang tidur pulas, assikalaibineng juga memberikan cara efektif. Kitab ini sepertinya tahu betul, bahwa jika usai orgasme sang istri biasanya langsung tertidur. Untuk menuntnjukkan kasih sayang, maka usai berhubungan lelaki bisa mengambil air, lalu mercikkan satu dua tetas ke muka istri. Setelah istri terbangun, lelaki memberikan pijitan awal di antara kening, mata, menciumim ubun-ubun, memijit bagian panggul lalu bercakap-cakap sejenak. Percakapan ini bagi istri akan selalu diingat dan membuatnya. (thamzil thahir).
Share : FacebookGoogle+Twitter
Related Posts :
Sejarah Pelaut Bugis Makassar sebagai Pelaut Handal
Sejarah Misteri Sulawesi Selatan 7 Makam di Lapangan Karebosi
Mistik Bugis Legenda Poppo dan Parakang
MELIHAT PARAKANG MANUSIA JADI JADIAN DI SULAWESI SELATAN
MENGENAL RIWAYAT POPPO DARI SAWITTO
Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng”
Watak Orang Bugis Makassar: Manusia Perasa Yang Dikira Kasar
Ciri Khas Masyarakat Bugis dengan Gelar Andi
Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Bugis
0 Response to "Rahasia Ilmu Seks Ala Lontara Bugis “Assikalaibineng”"
›
Beranda
Copyright 2016 Bugis Makassar.copasAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-3441981962330649762016-08-20T23:46:00.003-07:002016-08-20T23:46:58.797-07:00Bandung,21 Agustus 2016
DIADAPTASI DAN DISADUR DARI http://www.p2kp.org/forumdetil.asp?mid=47187&catid=05 NOVEMBER 2011
Diperbarui : 26 Juni 2015 00:02:42
Mobil Dinas Ukuran Universitas Agar Terpandang???
Saya agak terkaget dan setengah tidak percaya saat mendengar kata sbb : "Apa jabatannya si ANU kok bisa2nya mendapat MOBIL DINAS sekelas jabatan DEKAN yang terpandang".Apa urusannya mobil dinas dengan terpandang atau tidaknya suatu lembaga pendidikan seperti universtas.
Bukankah sebuah lembaga pendidikan itu akan terpandang tentulah manakala outputnya adalah mahasiswa yang berprestasi hebat, kualitas hasil penelitian para dosennya mampu menjawab tantangan masyarakat saat ini, dan pengabdian sosialnya sungguh bermanfaat bagi masyarakat luas. Jelas bukan soal berapa mewah mobil dinas pejabatnya.
Saya pikir memang zaman sekarang penilaian akan wibawa /prestasi suatu lembaga nampaknya tidak jelas. Orang cenderung terhanyut oleh kuatnya arus budaya materialisme. Sehinga wajar tercetus pendapat seperti rekan rekan tersebut . Mobil dinas mewah lebih dipercaya bisa memberi efek terpandang daripada apa sebenanya yang harus fokus dilakukan universitas agar bisa menjadi terpandang. Semakin banyak orang percaya bahwa atribut yang mereka kenakan atau pakai lebih penting dari pada substansi yang dihasilkan oleh paradikma pemikirannya.
Dulu saya berpikir pola budaya materialisme ini hanya banyak melanda golongan kurang terdidik. Namun dengan pernyataan di atas saya jadi semakin prihatin. Lengkaplah sudah parahnya mental dan pola pikir para akademisi itu. Ternyata pejabat di bidang pendidikan pun sama saja. Betapa budaya mengaggungkan pangkat, eselon dan jabatan serta fasilitasnya sangat kuat dari pada pemahaman dan pelaksanaan esensi pokok jabatan tsb.
Kalaulah jabatan dianggap amanah maka orang pasti bisa lebih sadar diri dan banyak berserah pada pertolonganNYA. Manakala jabatan dimaknai sebagai ketiban anugerah maka jabatan bisa diperlakukan sebagai sapi perah.
• Mobil operasional atau mobil Pribadi (M. Aryo, 15 Maret 2012, jam 21:14:20).
Untuk Menyikapi fenomena paradigma pemikiran yg saya katakan agak sedikit melenceng ini sebaiknya kita kembali pada devinisi operasional tentang pejabat dalam suatu program yg berskala besar dari sisi pendapatan.
Dalam khasanah perundang-undangan di republik ini. Secara umum dpt dijelaskan sebagai berikut:
Pejabat dalam suatu program adalah orang orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.
Sedangkan !!!
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Berdasar dasar diatas menurut hemat kami pejabat suatu program besar adalah pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan sebuah program nasional dalam naungan satuan kerja Departemen yang memang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disisi lain menurut UU NO. 31 Tahun 1999 Tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2 butir c,d,e. Secara mendasar bahwa jabatan itu include dalam penjelasan pasal tersebut. Detailnya sbb:
• c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
• d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
• e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Hal ini mungkin bisa menjadi referensi buat rekan rekan akademisi,
Namun demikian saya berharap ada suatu perubahan mendasar bagi teman2, untuk kembali pada persoalan mendasar. Saya yakin apa yg saya hadapi , menjadi ujung tombak untuk perubahan paradikma pemikiran kita semua sebagai insan akademisi. Amin
Thanks,
Barakallah fik.
A.SAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-52233808642987009562014-04-07T23:54:00.001-07:002014-04-07T23:54:26.411-07:00HAKEKAT BELAJARHAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Tugas pokok seorang guru membelajarkan siswa. Masalah utama yang dihadapi dan perlu dipecahkan ialah apakah yang dapat dan harus dilaksanakan, selanjutnya bagaimana ia harus melakukannya. Sehubungan dengan itu, seorang guru perlu memahami dan menghayati kinerja belajar dan pembelajaran. Bagian ini mencoba menjelaskan kedua kinerja itu secara umum.
Dengan adanya pemahaman tentang kedua kinerja tersebut, akan memban-tu mahasiswa dalam mampelajari materi berikutnya. Pada gilirannya nanti akan akan terdapat pemahaman yang lebih terorganisasi dan komprensif tentang meteri mata kuliah ini.
Secara lebih khusus tujuannya ialah bahwa setelah mempelajari bagian ini mahasiswa dapat memahami :
1. Apa yang dimaksud dengan belajar pada umumnya, terutama menyangkut bata-san, ciri-ciri, unsur-unsur dan kapan dimulai.
2. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran secara umum. Terutama menyangkut latar belakang dan pengertiannya.
B. Hakekat Belajar
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendorong, maka berikut ini akan di-bahas beberapa batasan, ciri-ciri, unsur-unsur, dan kapan seorang mulai belajar.
Batasan tentang belajar.
Rumusan tentang apa yang dimaksud dengan belajar cukup bervariasi. Perbe-daan tersebut tentu saja diwarnai atas perbedaan pandangan dan tekanan mas-ing-masing.
1) W. H. Buston memandang belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu dan individu dengan lingkungannya.
Buston berpendapat bahwa unsur utama dalam belajar adalah terjadinya perubahan pada seseorang. Perubahan tersebut menyangkut aspek kepri-badian yang tercermin dari perubahan yang bersangkutan, yang tentu juga bersamaan dengan interaksinya dengan lingkungan dimana dia berada.
2) J. Neweg melihat dari dimensi yang dapat berbeda. Dia menganggap bahwa belajar adalah suatu proses dimana prilaku seseorang menga-lami perubahan sebagai akibat pengalaman unsur.
Paling tidak ada tiga unsur yang terkadang pemberian Neweg. Pertama dia melihat belajar itu sebagai suatu proses yang terajadi dalam diri seseo-rang.sebagai suatu proses berarti ada tahap-tahap yang dilalui seseorang. Unsur kedua ialah pengalaman. Belajar itu baru akan terjadi kalau proses seperti yang disebutkan terdahulu dialami sendiri oleh yang bersangkutan. Belajar itu pada dasarnya mengalami, learning by experiensi. Unsur ketiga ialah perubahan prilaku. Muara dari proses yang dialami seseorang itu ialah terjadinya perubahan prilaku pada yang bersangkutan.
Skiner berpendapat agak lain, dia berpandangan bahwa belajar adalah suatu prilaku. Pada seseorang yang belajar maka responnya akan menjadi lebih baik. Sebaliknya bila tidak belajar, responya menjadi menurun. Dalam hal ini dia menemukan :
1) Adanya kesempatan peristiwa yang menimbulkan respon si pembelajar.
2) Respon si pembelajar.
3) Konsekwensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa Skiner menekankan belajar pada penguasaan ke-terampilan oleh seseorang melalui latihan.
b. Lain lagi pendapat Sogne, dia berpendapat bahwa belajar adalah proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi men-jadi kopabilitas baru, berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Dia melihat, bahwa timbulnya kopibilitas baru itu sebagai hasil dari :
a. Stimulasi yang berasal dari lingkungan.
b. Proses kognitif yang dilakukan oleh individu.
Ada beberapa proses pikiran yang patut di kemukakan sehubungan den-gan pandangan Sagne ini, yaitu:
Pertama: Belajar itu menyangkut aktifitas individu berupa pengolahan in-formasi yaitu stimulasi dari lingkungan.
Kedua : Pengolahan stimulasi tersebut menghasilkan kopabilitas yang baru berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.
Sebenarnya masih banyak para ahli yang mecoba mejelaskan apa yang dimaksud dengan belajar menurut pandangannya. Namun untuk kepentin-gan pembahasan kita, rasanya cukup 4 pandangan itu yang dikemukakan.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bah-wa paling tidak ada 2 unsur penting yang terkandung dalam konsep belajar yaitu : mengalami dan perubahan.
1. Mengalami.
Belajar adalah suatu atau serangkaian aktifitas yang dialami seseorang melalaui interaksinya dengan lingkungan.
Interaksi tersebut mungkin berawal dari faktor yang berasal dalam atau dari luar diri sendiri. Dengan terjadinya interaksi dengan lingkungan, akan menyebabkan munculnya proses penghayatan dalam diri individu tersebut, akan memungkinkan terjadinya perubahan pada yang ber-sangkutan.unsur mengalami ini perlu mendapatkan perhatian yang be-sar, karena dia merupakan salah satu prinsip utama dalam proses belajar dan pembelajaran, paling tidak menurut pandangan para ahli modern.
2. Perubahan dalam diri seseorang.
Proses yang dialami seseorang baru dikatakan mempunyai makna be-lajar, akan menghasilkan perubahan dalam diri yang bersangkutan, esensi dari perubahan ialah adanya yang baru. Dia mungkin bahagia dapat menyelesaikan diri dengan lebih baik, dapat menjaga kesehatan dengan lebih baik, atau dapat menulis dan berbicara dengan efectif. Perlu dicatat perubahan yang dimaksud harus bersifat normatif. Peru-bahan dalam belajar harus mengarah kepada dan sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai yang berhubungan dianut oleh masyarakat.
Dari unsur diatas dapat disimpulkan bahwa belajar secara umum diru-muskan sebagai :
Perubahan dalam diri seseorang yang dapat dinyatakan dengan adanya penguasaan pola sambutan yang baru, berupa pemahaman, keterampilan dan sikap sebagai hasil proses hasil pengalaman yang dialami.
c. Ciri-ciri dari belajar.
Berdasarkan rumusan diatas dapat dikatakan bahwa belajar itu diartikan dalam arti yang luas, meliputi keseluruhan proses perubahan pada individu. Perubahan itu meliputi keseluruhan topik kepribadian, intelek maupun sikap, baik yang tampak maupun yang tidak. Oleh karena itu tidaklah tepat kalau belajar itu diartikan sebagai “ungkapan atau membaca pelajaran” maupun menyimpulkan pengetahuan atau informasi. Selain dari itu, belajar juga tidak dapat diartikan sebagai terjadinya perubahan dalam diri in-dividu sebagai akibat dari kematangan, pertumbuhan atau insting. Untuk mendapatkan pengalaman yang lebih lengkap tentang pengertian belajar tersebut, maka berikut ini dikemukakan beberapa ciri-ciri penting dari konsep tersebut :
1. Perubahan yang bersifat fungsional.
Perubahan yang terjadi pada ospek kepribadian seseorang mempu-nyai dampak terhadap perubahan selanjutnya. Karena belajar anak dapat membaca, karena membaca pengetahuannya bertambah, ka-rena pengetahuannya bertambah akan mempengaruhi sikap dan prilakunya.
2. Belajar adalah perbuatan yang sudah mungkin sewaktu terjadinya prioritas.
Yang bersangkutan tidak begitu menyadarinya namun demikian paling tidak dia menyadari setelah peristiwa itu berlangsung. Dia menjadi sadar apa yang dialaminya dan apa dampaknya. Kalau orang tua sudah dua kali kehilangan tongkat, maka itu berarti dia tidak belajar dari pengalaman yang terdahulu.
3. Belajar terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual.
Belajar hanya terjadi apabila dialami sendiri oleh yang bersangku-tan, dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Cara memahami dan menerapkan bersifat individualistik, yang pada gilirannya juga akan menimbulkan hasil yang bsersifat pribadi.
4. Perubahan yang terjadi bersifat menyeluruh dan terintegrasi.
Yang berubah bukan bagian-bagian dari diri seseorang, namun yang berubah adalah kepribadiannya.kepandaian menulis bukan di-lokalisir tempat saja. Tetapi di menyangkut ospek kepribadian lainnya, dan pengaruhnya akan terdapat pada perubahan prilaku yang bersangkutan.
5. Belajar adalah proses interaksi.
Belajar bukanlah proses penyerapan yang berlangsung yang ber-langsung tanpa usaha yang aktif dari yang bersangkutan. Apa yang diajarkan guru belum tentu menyebabkan terjadinya perubahan, apabila yang belajar tidak melibatkan diri dalam situasi tersebut. Perubahan akan terjadi kalau yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi.
6. Perubahan berlangsung dari yang sederhana ke arah yang lebih kompleks.
Seorang anak baru akan dapat melakukan operasi bilangan kalau yang bersangkutan sedang menguasai simbol-simbol yang berkaitan dengan operasi tersebut.
d. Unsur-unsur dalam belajar.
Prilaku belajar merupakan prilaku yang konplek, karena banyak unsur yang terlibat didalamnya, diantaranya :
1. Tujuan.
Dasar dari aktifitas belajar ialah untuk memenuhi kebutuhan yang dira-sakan oleh yang bersangkutan. oleh karena itu prilaku belajar mempu-nyai tujuan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Seorang anak yang merasa lapar akan belajar bagai mana caranya untuk mendapatkan makanan.
2. Pola respon dan kemampuan yang dimiliki.
Setiap individu memiliki pola respon yang dapat digunakan saat meng-hadapi situasi belajar, dia mempunyai cara merespon tersendiri dan hal itu berkaitan erat dengan kesiapannya.
Kurangnya kesiapan yang bersangkutan menghadapi situasi yang diha-dapi dapat menyebabkannya gagal dalam mencapai tujuan.
3. Situasi belajar.
Situasi yang dihadapi mengandung berbagai alternatif yang dapat dipi-lih. Alternatif yang dipilih dapat memberikan kepuasan atau tidak. ka-dang-kadang situasi mengandung ancaman atau tantangan bagi indivi-du dalam rangka mencapai tujuan.
4. Penafsiran terhadap situasi.
Dalam menghadapi situasi, individu harus menentukan tindakan , mana yang akan diambil, mana yang harus dihindari dan mana yang paling aman. Mana yang akan diambil tentu saja didasarkan pada penafsiran yagn bersangkutan terhadap situasi yang dihadapi. Andaikan dia salah dalam penafsiran situasi yang dihadapi, dia akan gagal mencapai tujuan yang ingin dicapainya.
5. Reaksi atau respon.
Setelah pilihan dinyatakan, maka yang dapat dilakukan seseorang da-lam memenuhi kebutuhannya yaitu :
a. Situasi dihadapi secara instinktif.
Yang dimaksud dengan instinktif cara-cara bertindak atau kepan-daian yang dimiliki seseorang yang diperoleh dari kredity (wau-san). Prilaku yang demikian tidak diperoleh melalui usaha belajar atau pengalaman dan oleh karena itu tidak mengalami perubahan seperti halnya makhluk lain, mausia juga telah dilengkapi dengan berbagai instink yang untuk hal-hal tertentu sudah dapat memban-tu yang bersangkutan dalam memenuhi kebutuhannya. Andaikan suatu ketika benda kecil masuk kedalam mata anda, maka secara instinktif akan keluar air mata, atau kalau suatu benda masuk ke-dalam hidung, maka anda akan bersin. Keluarnya air mata dan bersin merupakan mekanisme pertahanan diri yang diperoleh seca-ra instink untuk memecahkan masalah adanya benda kecil dalam mata dan hidung.
b. Situasi dihadapi secara kapitual.
Adakalanya tindakan instinktif tidak mangkus, sehingga persoalan tidak terpecahkan. Dalam keadaan yang demikian maka muncul mekanisme yang kedua, yaitu situasi dihadapi dengan prilaku ke-biasaan. Sifat kebiasaan ialah seragam dan berlangsung secara otomatis. karena sifatnya yang seragam dan berlangsung secara otomatis, jadi tidak terjadi perubahan, maka pada tahap ini prilaku yang bersangkutan tidak merupakan aktifitas belajar, namun de-mikian tidak disangkal proses terbentuknya kebiasaan pada awal-nya memang melalui proses belajar.
Kembali kepada contoh masuknya benda kecil kedalam mata. Se-benarnya air mata yang keluar secara instinktif tidak berhasil mengeluarkan benda tersebut, maka mungkin anda akan menggo-sok-gosoknya. Tindakan menggosok-gosok tersebut anda lakukan karena cara yang demikian pernah dicoba dan ternyata mangkus. Karenanya sekarang anda ingin mengulang kembali cara tersebut.
c. Situasi dihadapi secara rasional.
Andaikata dengan cara menggosok-gosok tersebut benda kecil itu dapat keluar, maka anda merasa puas, persoalan terpecahkan. Na-mun sering terjadi bahwa cara yang sudah terbiasa tersebut tidak dapat memecahkan persoalan. Kalau demikian yang terjadi maka muncul mekanisme yang ketiga. Situasi akan dihadapi secara ra-sional dalam keadaan yang seperti itu perlu dicari cara pemecahan yang baru. Untuk itu yang bersangkutan perlu lebih memahami si-tuasi yang dihadapi. Kemudian alternatif lain akan perlu diinven-tarisis. Sebagai alternatif perlu dikaji kelebihan dan kekurangan-nya. Kemudian dari alternatif yang ada dipilih mana yang lebih efektif dan efisien, yagn untuk selanjutnya diimplementasikan. Pada tahap inilah prilaku belajar mulai terjadi.
d. Situasi dihadapi secara emosional.
Dapat terjadi bahwa cara-cara yang telah dikemukakan diatas ti-dak mangkus dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Dalam keadaan yang demikian maka situasi akan dihadapi secara emo-sional.
Apakah prilaku emosional diperoleh melalui usaha belajar? Ya. Sesungguhnya kita perlu belajar untuk mencintai seseorang dan menumbuh kembangkannya. Kita perlu belajar bagaimana caranya untuk menyenangi seseorang dan untuk mendapatkan belas kasi-han dari orang lain.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan yang umum apabila, cara-cara bertindak yang sudah dimiliki tidak lagi memuaskan yang bersangkutan dalam memenuhi kebutuhan, maka yang bersangkutan mulai belajar.
C. Hakekat Pembelajaran
Salah satu perubahan yang cukup mendasar dalam dunia pendidikan pada dasa warsa terakir ini ialah dalam fungsi guru. Perubahan yang dimaksud ialah guru sebagai pengajar menjadi sebagai pembelajar. Perubahan tersebut telah menimbulkan inplikasi dan implementasi yang cukup besar dalam dunia pen-didikan. Oleh karena itu semua calon guru – tentu juga guru – sangat diha-rapkan untuk dapat memahami dan mengikuti perubahan tersebut. Untuk da-pat memahami konsep pembelajaran itu dengan baik, maka pada bagian ini akan dibahas, latar belakang pengertian dan ciri-cirinya.
a. Latar belakang.
Terjadinya perubahan fungsi guru seperti telah dikemukakan diatas, ber-kaitan erat dengan munculnya perubahan pandangan para ahli. Perubahan pandangan yang dimaksud terutama dalam hal :
1. Pandangan terhadap manusia.
Pandangan orang terhadap manusia berkaitan erat dengan aliran psi-kologi yang berkembang. Dalam sejarah perkembangannya psikologi banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam, yang menghasilkan aliran behaviorisme.
Seperti halnya ilmu pengetahuan, mereka memandang manusia se-perti makhluk alam lainnya. Prilaku manusia dikendalikan oleh pe-rubahan-perubahan yang terjadi diluar dirinya. Prilaku manusia dije-laskan dengan teori Stimulus (S) – Respon (R) kalau ada rangsangan (S) yang mempengaruhinya. Tanpa ada rangsangan mustahil ada respon. Oleh karena itu antara stimutus dan respon terdapat hubungan yang kuat (stimulus – respon boud).
Implikasi pandangan tersebut terdapat hubungan guru dengan murid diperbinakan. Dalam hubungan tersebut guru-lah yang lebih domi-nan, lebih aktif. Dipihak lain murid lebih bersifat pasif dan meneri-ma. Munculah istilah yang dikenal dengan “guru mencerek murid mencawan”. Tugas murid disekolah dapat digambarkan dengan D3 yaitu duduk, dengar, dan diam.
Kelemahan pandangan tersebut mudah dilihat, memang diakui bah-wa manusia terdiri dari unsur pisik. Oleh karena itu tidak dapat dis-angkal bahwa, adakalanya prilakunya ditentukan oleh faktor-faktor diluar dirinya. Namun demikian unsur pisik bukan satu-satunya unsur dari makluk yang dinamakan manusia. Dia juga terdiri dari unsur lain, yaitu kemauan, perasaan, dan pikiran. Bahkan unsur-unsur itulah yang lebih lebih berperan dalam kehidupannya. Prilaku manusia lebih banyak ditentukan oleh pikiran, perasaan, kemauan, dan kesa-darannya, hal ini yang dimungkin oleh aliran behavionisme. Cara pandang yang demikian di dalam psikologi dikenal dengan aliran humanisme. Amplikasi cara pandang yang demikian terhadap hubn-gan guru murid mudah diperkirakan. Faktor murid merupakan hal yang paling dominan. Mereka harus dipandang sebagai objek yang harus dihargai, baik dari segi perasaan, pikiran dan kemauan. Hasil bekerja akan lebih banyak ditentukan oleh bagai mana perlakuan guru terhadap unsur-unsur tersebut. Tugas guru bukan lagi sebagai pengajar, namun sebagai pembelajar.
2. Pandangan terhadap tujuan pendidikan.
Salah dampak dari perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat pada dasa warsa terakhir ini ialah ter-jadinya akselerasi perubahan dalam masyarakat.
Dalam masyarakat agroris dan tradisional perubahan-perubahan ber-langsung secara perlahan-lahan, dan dalam rintang waktu puluhan ta-hun. Apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dapat dianti-sipasi obsernasi yang sangat tinggi. Karena itu kemampuan dan kete-rampilan apa yang akan diperlukan dan karenanya perlu dimiliki oleh anak sudah dapat ditentukan. Oleh karena itu tujuan pendidikan pada masyarakat tersebut ialah membentuk manusia yang siap pakai.
Dalam masyarakat industri yang terjadi malah sebaliknya. Perubahan berlangsung dengan sangat cepat. Dia berlangsung tidak dalam ren-tangan puluhan tahun malah dalam hitungan bulan, bahkan harian. Apa yang akan terjadi dan bagaimana wujud masyarakat yang akan datang sangat sukar untuk diprediksi, kecuali terjadinya perubahan makin cepat. Akibatnya ialah bahwa adalah sangat sukar bagi kita un-tuk menentukan kemampuan dan keterampilan yang bagai mana yang kan diperlukan dan dimiliki oleh anak.
Menghadapi situasi yang demikian, kebijaksanaan mendidik anak menjadi siap pakai merupakan kebijaksanaan yang tidak dapat diper-tanggung jawabkan. Oleh karena itu perlu diambil kebijaksanaan lain yaitu mendidik anak menjadi manusia yang mandiri yaitu yang mam-pu menganalisis situasi yang dihadapi, mencari dan memiliki alternatif pemecahan secara mandiri.
3. Peranan guru.
Dampak lain dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat ialah munculnya eraglobalisasi dan informasi. Dunia dimana kita hidup sekarang ini, menjadi bertambah kecil. Jarak yang begitu jauh yang dulunya ditempuh dalam hitungan bulan sekarang malah dapat dijangkau dalam hitungan hari, bahkan jam. Dewasa ini orang dapat makan pagi di jakarta, makan siang di kairo, makan malam di london. Hal yang tidak dapat dibayangkan pada masa-masa yang la-lu. Salah satu akibatnya ialah bahwa batas-batas antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya menjadi lebih kabur.
Era informasi ditandai dengan terjadinya ledakan informasi yang dahsyat dan dikomunikasikan secara cepat dan lancar keseluruh pen-juru angin. Hal yang dimungkinkan dengan adanya perkembangan teknologi media komunikasi, baik cetak maupun elektronik yang canggih. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain dapat kita ketahui hanya dalam jarak waktu bilangan jam. Apa yag seka-rang ini kita anggap benar dan baru besoknya dapat berubah menjadi salah dan outdate.
Salah satu implikasi dari era globalisasi dan informasi seperti dike-mukakan diatas ialah bahwa, adalah mustahil bagi seseorang untuk dapat mengikuti dan menguasai semua perkembangan informasi yang terjadi, namun demikian perkembangan informasi tersebut dapat dikemas dan disimpan dalam berbagai bentuk media yang nantinya dapat dipandang sebagai sumbu informasi. Ini berarti kalau dulunya gur dianggap sebagai satu-satunya sumbu informasi bagi murid, maka sekarang anggapan demikian tidak dapat dipertahankan lagi, sekarang ini guru hanya merupakan salah satu sumbu informasi, disamping sumbu lain yang sangat banyak jenis dan jumlahnya. De-wasa ini guru tidak dapat dipandang sebagai orang yang serba tahu, harus dianggap sebagai orang yang serba terbatas. Cara diatas telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam peranan gur dari sebagai pengajar sebagai fasilitator.
b. Pengertian
Perubahan pandangan seperti yang telah dijelaskan diatas juga telah mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan hubungan antara guru dan mu-rid. Pada awalnya guru dipandang sebagai pengajar, yang berupaya untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid. Istilah mengajar pada waktu itu sangat populer. Munculnya pandangan yang lebih menghargai anak se-bagai manusia (objektif) yang mempunyai perasaan, pikiran dan kemauan, maka prialku guru dipandang sebagai mempunyai nuansa mencekoki anak ddengan berbagai pengetahuan, suatu tindakan dari untuk guru. Padahal para ahli mulai menyadari bahwa sesungguhnya dalam pendidikan dan pengajaran semua usaha dilakukan untuk kepentingan anak bukan untuk guru.
Bersamaan dengan pemikiran diatas, maka istilah mengajar diubah menjadi proses belajar-mengajar, yang lebih menekankan adanya suatu proses intrabsi antara siswa dan guru dimana guru mengajar dan siswa be-lajar. Esensi dari konsep tersebut ialah bahwa siswa telah dihargai kebera-daannya.
Namun demikian lama kelamaan para ahli melihat dan merasakan bahwa istilah diatas mempunyai konotasi yang negatif. Guru cenderung untuk terperosok kepada penataan kegiatan balajar-mengajar secara terpi-sah. Satu pihak ada kegiatan guru dan dipihak lain ada kegiatan siswa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran pada sebagain ahli jangan-jangan istilah tersebut pada gilirannya akan menghasilkan cara mengajar gaya lama.
Misi utama seorang guru ialah mendorong atau menyebabkan siswa belajar. Jadi mengajar sekarang diartikan sebagai upaya guru untuk mem-bangkitkan hasrat siswa untuk belajar. Membangkitkan berarti menyebab-kan seseorang bangkit. Istilah ini dianalogikan “membelajarkan”.
Berdasarkan uraian diatas, maka pembelajaran dapat diartikan sebagai:
Upaya pembimbingan terhadap siswa agar yang bersangkutan secara sadar dan terarah berkeinginan untuk belajar dan memproleh hasil be-lajar seoptimal mungkin sesuai dengan keadaan dan kemampuannya.
Dari rumusan diatas ada beberapa pokok pikiran yang perlu dikemukakan:
1. Tugas guru sekarang ini bukanlah mengajar dalam arti mencurahkan atau menyampaikan ilmu pengetahuan namun lebih ditekankan pada memberikan bimbingan, dorongan dan arah pada siswa. Masalah utama yang dihadapi guru ialah apa harus dilakukan agar siswa mau dan berkeinginan untuk bela-jar. Adanya kemauan dan keinginan saja bukanlah cukup, namun perlu dibina dan diarahkan agar kegiatan mereka tetap pada jalan yang benar, sehingga tujuan yang sudah ditetapkan dapat tercapai.
2. Dalam kontek mau dan berkeinginan untuk belajar, diartikan bahwa siswa harus terlibat secara aktif dalam proses perubahan tersebut. Dalam hal ini mereka mungkin mencari, mengamati, membaca, memcatat, merumukan dan mengambil kesimpulan sendiri, pengalaman yang sudah dirancang dengan baik oleh guru. Agar aktivitas mereka berlangsung secara efektif dan efisien, maka pengendalian dari guru sangat penting. Mereka selalu diarahkan, apa yang harus mereka lakukan, mengapa harus dilakukan dan bagai mana mela-kukannya.
3. Sekiranya dengan bimbingan guru kemauan dan keinginan siswa untuk bela-jar sudah tumbuh dan berkembang, maka peluang untuk berhasil dengan baik sudah terbuka lebar. Mereka akan belajar secara serius dan dengan me-manfaatkan fasilitas yang ada sebaik-baik mungkin, dan yang lebih penting lagi ialah bahwa mereka akan menggunakan setiap kesempatan untuk belajar seoptimal mungkin. Kalau situasi yang demikian sudah tumbuh dalam diri siswa, maka hasil belajar yang optimal akan mudah dicapainya. Hasil optimal yang dimaksud disini tentu saja dalam batas-batas keadaan dan kemampuan yang dimilikinya.
Tugas dan latihan.
Mahasiswa diminta untuk mencari dan membuat laporan tertulis tentang bata-san dan pengertian belajar dan penbelajaran menurut beberapa ahli selain yang sudah dikemukakan diatas.
Rangkuman.
Tugas utama seorang guru sekarang ini tidak lagi ditekankan untuk mengajar, tetapi untuk membelajarkan. Yang dimaksud dengan membelajarkan ialah memberi-kan dorongan, bimbingan pada siswa agar mereka secara sadar dan terarah berkeingi-nan untuk belajar, untuk mendapatkan hasil seoptimal mungkin sesuai dengan kea-daan dan kemampuannya masing-masing.
Belajar tidak lagi ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, namun diar-tikan sebagai perubahan dalam diri seseorang, berupa adanya pola sambutan yang baru yang dapat dilihat pada perubahan kognitif, afektif, psikomotor.
Daftar Pustaka.
Diningrat dan Mudjiono (1994) Belajar Dan Pembelajaran , Jakarta : P2LPTK.
Witherington, H. Caul (1952) Educational Psychology New York Srina and Compe-nyAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-82199411163873522892014-04-07T23:44:00.001-07:002014-04-07T23:44:11.137-07:00TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
MENURUT BEBERAPA ALIRAN TEORI BELAJAR
Pengertiaan belajar dan pembelajaran menurut beberapa aliran dan teori. Bila anda mempelajari isi bab ini dengan baik anda diha-rapkan memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Mampu menjelaskan arti teori belajar, perbedaan dan persamaan teori-teori belajar behavioristik, kognitif, humanistik, sibernisik gestalt dan sosial berkenaan dengan
a. Makna belajar
b. Proses belajar
c. Kekuatan dan kelemahan
2. Dapat memberikan contoh konkrit penerapan setiap teori belajar di dalam melak-sanakan pembelajaran
B. Teori Belajar
Teori belajar adalah teori yang pragmatik dan eklektif, teori dengan sifat de-mikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim, tidak ada teori belajar yang secara ekstrim khusus menekankan kepada aspek siswa, guru, kurikulum saja.
Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang le-bih mementingkan proses belajar, ada pula yang lebih mementingkan sistem informasi yang diolah dalam proses belajar. Namun faktor–faktor lain di luar titik fokus itu selalu diperhatikan dan diperlukan untuk menjelaskan seluruh persoalan belajar yang dibahas.
Konsekwensi lain, taksonomi (penggolongan) teori–teori tentang belajar sering kali bervariasi antara penulis satu dengan lainnya, ada yang mengelompokkan teori belajar menurut berbagai aliran psikologi yang mempengaruhi teori–teori tersebut, ada pula yang mengelompokkannya menurut titik fokus dari teori–teori tersebut, bahkan ada juga yang menggolong–golongkan teori belajar menurut nama–nama ahli yang mengembangkan teori–teori itu. Pada prinsipnya tidaklah penting taksonomi mana yang akan kita ikuti, yang penting kita menyadari bahwa sebuah taksonomi adalah tak lebih dari suatu usaha untuk menyederhanakan permasalahan serta mempermudah pembahasannya. Untuk mempermudah pemahaman kita, dibagian akhir dari bab ini akan disajikan ringkasan isi/rangkuman dari pembahasan teori belajar yang akan dijelaskan berikut ini. Dalam ringkasan tersebut diberikan deskripsi tentang aplikasi setiap teori di dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokan menjadi enam go-longan atau aliran, yaitu aliran tingkah laku, (Behavioristik), kognitif, humanistik, gestalt, dan sosial, Sibernetik. Aliran behavioristik (tingkah laku) menekankan kepada proses belajar aliran humanistik menekankan kepada isi “atau apa yang dipelajari aliran psikologi gestal menekankan kepada pemahaman menyeluruh yang berstruktur bukan terpisah–pisah sedangkan Aliran sibernetik menekankan kepada “sistem in-formasi” yang dipelajari, semuanya aliran di atas menekankan kepada proses belajar iru sendiri.
Aliran sibernetik menekankan kepada “sistem informasi” yang dipelajari, un-tuk memahami lebih jauh marilah kita kaji teori ini satu persatu.
C. Pengertian Belajar Menurut Teori
1 Aliran Behavioristik/Tingkah Laku
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh beberapa pakar psikologi behavioristik. Mereka ini sering Contemporasi behavioristik yang dikenal dengan S—R Psikologis. Mereka berpendapat tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (Reinforcement) dari lingkungan. Perkembangan teori ini dipelopori oleh Thorndike, Ivand Povlov, Watson, dan Guthris.
Jadi belajar menurut teori ini adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara Stimulus dan Respon atau lebih tepat perubahan yang diala-mi siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara baru se-bagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Meskipun semua penganut ini setuju dalam premis dasar namum mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal penting. Berikut ini kita kaji hasil karya dari beberapa penganut aliran ini yang paling penting yaitu THORNDIKE, WATSON, HUL, GUTHRIE dan SKINNER
a. THORNDIKE
Menurut Thorndike, salah satu pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara Stimulus dan Respon (mungkin berupa pikiran, pera-saan atau gerakan) dan respon (bisa berbentuk pikiran, perasaan atau gerakan, jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku itu berupa wujud sesuatu yang kongkrit (dapat diamati) atau yang non konkret (tidak bisa diamati).
Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku yang non konkrit itu ( pengukuran adalah suatu hal yang menjadi obsesi semua penganut aliran tingkah laku) tetapi teori Thorndike ini telah banyak memberikan insprirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya, teori Thorndike ini disebut sebagai aliran koneksionis (Connectionisme)
b. WATSON
Menurut Watson, pelopor lain yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respon, tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable) dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menggabungnya sebagai faktor yang tak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang mungkin terjadi dalam benak siswa tidak penting, semua itu penting tapi, faktor – faktor terse-but tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
Hanya dengan asumsi demikian, kata watson kita bisa meramalkan perubahan yang bakal terjadi pada siswa, dan hanya dengan demikianlah psikologi dan ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmu – ilmu lainnya seperti fi-sika, atau biologi yang sangat berorientasi kepada alam empirik.
Penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal-hal yang bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua itu pent-ing, teori watson ini juga disebut sebagai aliran tingkah laku (behaviorism) Tiga pakar lainnya adalah CLARK HULL, EDWIN GUTHRIE dan B.F. SKINNER. Ketiga pakar terakhir ini menggunakan variabel S-R. Untuk men-jelaskan teori – teori mereka, meskipun tiga pakar ini disebut tokoh Behavi-oristik namun pendapat mereka satu sama lainnya secara prinsip tetap berbeda
c. CLARK HULL
Clark Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusinya, Charles Darwin. Bagi Hull, seperti dalam teori evolusi semua fungsi tingkah laku bermanfaat teru-tama untuk menjaga kelangsungan hidup, karena itu dalam teori Hull kebutu-han biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral sti-mulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respon mungkin bermacam – macam bentuknya.
Teori ini, terutama setelah SKINNER memperkenalkan teori ternyata tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berba-gai bidang eksperimen dalam laboratorium.
d. EDWIN GUTHRIE
Menurut Edwin Guthrie, stimulus tidak berbentuk kebutuhan biologis, yang terpenting dalam teori Guthrie adalah, bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung bersifat sementara. Karena itu diperlukan pemberian stimu-lus yang sering agar hubungan ini menjadi labih langsung. Selain itu, suatu respon berhubungan dengan bermacam stimulus.
Contohnya kenapa kebiasaan merokok, sulit ditinggalkan. Seringkali terjadi, perbuatan merokok tidak hanya berhubungan dengan satu macam, stimulus (kenikmatan menorok), tetapi juga dengan stimulus lainnya (seperti minum kopi, teh, dan lain – lain, berkumpul dengan teman-teman, ingin nampak ga-gah dan lain–lain). Maka setiap kali salah satu atau lebih stumulus itu muncul maka segera pula keinginan merokok itu muncul.
Guthrie percaya bahwa “hukuman” memegang peranan penting dalam proses balajar. Menurut Guthrie suatu hukuman yang diberikan pada saat yang te-pat,untuk tujuan yang tepat, akan mampu merobah kebiasaan seseorang dima-sa yang akan datang. Faktor hukuman ini tidak lagi dominan dalam teori – teori tingkah laku, terutama setelah SKINNER yakni mempopulerkan ide ten-tang “penguatan” (Reinforcement)
e. B.F. SKINNER
B.F. Skinner adalah tokoh yang datang kemudian, mempunyai pendapat lain, yang ternyata mempumyai pamor teori – teori, Hull dan Guthrie. Hal ini mungkin karena kemampuan Skinner dalam “menyederhanakan kerumitan teorinya serta menjelaskan konsep – konsep yang ada dalam teorinya itu.
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara Stimulus dan Respon untuk me-nyelesaikan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) menurut versi Watson deskripsi belum lengkap, kalau respon yang diberikan oleh siswa sederhana sekali. Sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberi-kan berintegrasi satu sama lainnya, dan interaksi itu akhirnya mempengaruhi respon yang dihasilkan dengan berbagai konsekwen, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
Karena itu, untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas kita harus me-mahami hubungan antar satu stimulus dengan stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri, dan berbagai konsekwen yang diakibatkan oleh respon ter-sebut.
Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan–perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala se-suatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dije-laskan lagi. Misalnya, bila kita mengatakan bahwa” seseorang siswa yang berprestasi rendah/buruk mungkin ia sedang mengalami frustasi “akan menun-tut kita akan menjelaskan” apa itu frustasi “ dan penjelasan frustasi itu besar kemungkinan akan memerlukan penjelasan lain, begitu seterusnya.
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkin teori Skinnerlah yang pal-ing besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti TEACHING Mach INE” Mathetic” atau program– rogram lain yang memakai konsep stimulus–respon, dan faktor penguat (REINFORCEMENT) adalah sebagian contoh program yang memanfaatkan teori. SKINNER ini. Ada enam solusi yang melandasai teori kondisioning operand B.H. SKINNER adalah
1. Belajar itu adalah TL
2. Perubahan TL (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya peru-bahan dalam kejadian dilingkungan.
3. Hubungan antara TL dengan hukum lingkungan
4. TL merupakan sumber informasi
5. TL. Organisme secara individu merupakan sumber data yang cocok
6. Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan itu sama.
2. Aliran Kognitif
Teori kognitif, sebaliknya lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil bela-jar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini belajar itu tidak sekedar melibatkan hu-bungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu, belajar melibatkan proses ber-pikir yang sangat komplek, teori ini sangat erat hubungannya dengan teori siber-nitik.
Pada masa–masa awal mulai diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba men-jelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat disini). Namun lambat laun, perhatian ini mulai bergeser, saat ini perhatian mereka terpu-sat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu me-lalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan, proses ini tidak berjalan terpatah–patah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak memakai not–not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang secara utuh masuk kepikiran dan perasaannya. Seperti ketika anda membaca tulisan ini, bukan alfa-bet–alfabet yang terpisah–pisah yang anda serap dan kunyah dalam pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragraf, semuanya itu seolah-olah menjadi satu, mengalir, menyerbu secara total bersamaan. Dalam praktek, teori ini antara lain terwujud dalam tahap–tahap perkembangan yang diusulkan oleh Jean Peaget “belajar ber-maknanya” Ausubel dan belajar penemuan yang bebas” (Free discovery learning) oleh Jerome Bruner.
Jadi menurut aliran Kognitif ini tingkah laku individu senantiasa didasarkan ke-pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi, di dalam situasi belajar individu harus terlibat langsung yang pada akhirnya ini akan memperoleh insight untuk memecahkan masalah.
Para penganut aliran kognitif ini adalah PIAGET , AUSUBEL dan BRUNER.
a. JEAN PIAGET
Menurut Jean Piaget proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahap yakni asimilasi, akomudasi, equilibrasi (penyambungan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru, kestruktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kog-nitif kedalam situasi yang baru. Equalibrasi adalah penyesuaian berkesenam-bungan antara asimilasi dengan akomodasi.
Suatu contoh, seorang siswa yang sdah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses Pengintegrasian an-tara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dibenak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) disebut proses asimilasi, jika siswa diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, ini berarti pema-kaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut terjadi dalam situasi yang baru dan spesifik.
Agar siswa tersebut dapat berkembang dan menambah ilmunya, harus tetap menjaga stabilitas mental dalam dirinya diperlukan proses penyeimbangan, proses inilah yang disebut equalibrasi. Proses penyeimbangan antara “dunia luar” dengan “dunia dalam” tanpa proses ini perkembangan kognitif seseo-rang akan tersendat–sendat dan berjalan tak teratur (Dis Organizet).
Dua orang yang mempunyai jumlah informasi yang sama di otaknya mungkin mempunyai kemampuan equilibrasi yang baik yang berbeda. Seseorang dengan kemampuan equilibrasi dan baik akan mampu menata informasi da-lam urutan yang baik, jernih, dan logis. Sedangkan rekannya yang tidak me-miliki kemampuan equilibrasi sebaik itu cenderung menyimpan semua in-formasi yang ada secara kurang teratur, karena itu orang ini cendrung mem-punyai alur berfikir ruwet, tidak logis, dan berbelit–belit. Menurut Piaget proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dialami siswa. Dalam hal ini Piaget membagi empat tahap yaitu tahap sensoris motor ketika anak berumur 1,5–2 tahun, tahap pra operasional 2/3–7/8 tahun, tahap operasi konkrit 7/8–12/14 tahun dan tahap operasi formal 14 tahun keatas.
Proses belajar yang dialamai seorang anak pada tahap sensoris motor tentu lain yang dialami seorang anak yang sudah tahap kedua, begitu juga pada ta-hap–tahap berikutnya.
Oleh karena itu semakin tinggi tingkat kognitif semakin teratur cara berfikir-nya, maka guru seyogyanya memahami tahap–tahap perkembangan anak di-diknya serta memberikan meteri pelajaran dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap–tahap tersebut. Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan – tahapan perkembangan anak didiknya ini akan cenderung menyulitkan para siswa.
b. AUSUBEL
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pen-gatur kemajuan balajar (Advance Organizeis), didefenisikan dan dipresentasi-kan dengan baik dan tepat kepada siswa, pengatur kemajuan balajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Ausubel percaya bahwa “advance Organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat yakni :
1. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
2. dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari olah siswa “saat itu” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa sedemikian rupa sehingga
3. mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mu-dah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pelajaran harus sangat baik, hanya dengan demikian sorang guru akan mampu menemukan informasi, yang me-nurut Ausubel sangat abstrak, umum dan inklusif “yang mewadahi apa yang akan diajarkan itu. Selain itu logika berpikir guru juga dituntut sebaik mung-kin, tenpat memiliki logika berfikir yang baik, maka guru akan kesulitan me-milah–milah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat, serta mengurutkan materi demi meteri itu kedalam struktur urutan logis serta mudah dipahami.
c. BRUNER
Bruner mengusulkan teorinya disebut Free Discovery Learning. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh – contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya.
Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu ke-banaran umum, untuk memahami konsep “kejujuran” misalnya siswa tidak pertama – tama menghafal definisi kata itu, tetapi mempelajari contoh – con-toh konkrit tentang kejujuran, dan dari contoh – contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata kejujuran.
Lawan pendekatan ini disebut “balajar ekspositori” (belajar dengan cara men-jelaskan), dalam hal ini, siswa di sodori sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh–contoh konkrit. Dalam con-toh–contoh di atas maka siswa pertama–tama diberi definisi tentang kejujuran dan dari definisi itulah siswa diminta untuk mencari contoh–contoh konkrit yang dapat mengambarkan makna kata tersebut, proses belajar ini berjalan se-cara deduktif.
3. Aliran Humanistik
Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dari beberapa teori belajar, teori humanistik inilah yang paling abstrak yang paling mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan.
Teori ini menekankan kepada pentingnya “isi” dari proses belajar dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar, dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini bersifat eklektik, teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk memuliakan kemanusiaan ma-nusia (mencapai aktualisasi dan sebagainya) itu dapat tercapai.
Dalam praktek, teori ini antara lain terwujud dalam pendekatan yang diusulkan oleh Ausubel yang disebut “belajar bermakna” atau meaningfull learning (sebagai catatan, teori Ausubel ini juga dimasukkan kedalam aliran kognitif). Teori ini juga terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk taksonomi Bloom yang terkenal itu, selain itu empat tokoh lain yang termasuk kedalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey dan Mumford serta Habermas.
a. BLOOM DAN KRATHWOHL
Bloom dan krathwohl, menunjukan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa yang tercakup dalam tiga kawasan yaitu: kawasan kognitif, affek-tif, psikomotor.
1. Kognitif ada enam tingkatan
a. pengetahuan (mengingat, menghafal)
b. pemahaman (menginterpretasikan)
c. aplikasi (penggunaan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
d. analisis (menjabarkan suatu konsep)
e. sintesis (menggabungkan bagian–bagian konsep menjadi suatu konsep yang untuh)
f. evaluasi (membandingkan nilai–nilai, ide, metode, dan sebagainya)
2. Affektif terdiri dari lima tingkatan
a. pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
b. merespon (aktif berpartisipasi)
c. penghargaan (menerima nilai–nilai, setia kepada nilai–nilai tertentu).
d. Pengorganisasian (menghubung–hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
e. Pengamalan (menjadikan nilai–nilai sebagai bagian dari pola hidup)
3. Psikomotor terdiri dari lima tingkatan
a. peniruan (menirukan gerak)
b. penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
c. ketetapan (melakukan gerak dengan benar)
d. perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
e. naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
Taksonomi Bloom ini telah berhasil memberikan inspirasi kepada banyak pakar lain untuk menyumbangkan teori–teori belajar dan pembelajaran pada tingkat praktis, bahkan telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan – tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur dari beberapa taksonomi belajar. Mungkin bloom ini yang paling populer khususnya di Indonesia. Selain itu teori bloom ini bayak dipakai untuk membuat kisi – kisi soal ujian.
b. KOLB
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu :
1) pengalaman konkrit
2) pengamatan aktif dan replektif
3) konseptualisasi
4) ekspermentasi aktif
Pada tahap yang paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mam-pu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, dia belum memahami hakikat ke-jadian tersebut. Dia belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu, inilah yang terjadi pada tahap pertama proses balajar. Pada tahap kedua siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahami, inilah yang sering terjadi pada tahap pengamatan aktif dan replektif.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstrak atau teori ten-tang suatu hal yang pernah diamati. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu untuk membuat aturan – aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh ke-jadian yang meskipun tampak berbeda – beda, tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
Pada tahap terakhir (ekspermentasi aktif) siswa sudah mampu mengaplikasi-kan suatu akurat umum kesituasi yang baru. Dalam dunia matematika misal-nya, “siswa tidak banyak memami kami asal usul” sebuah rumus, tetapi ia juga nampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Menurut Kolb, siklus belajar semacam ini terjadi secara berkenambungan dan berlangsung diluar kesadarn sipelajar, meskipun dalam teorinya kita mampu membuat garis tegas antar tahap satu dengan tahap lainnya, namun dalam praktek peralihan dari satu tahap ke ta-hap lainnya itu sering terjadi begitu saja, sulit kita tentukan kapan berakhir-nya.
c. HONEY DAN MUMFORD
Berdasarkan teori Kolb, Honey dan Mumford mebuat penggolongan siswa. Menurut mereka, ada empat macam atau tipe siswa, yakni aktivis, reflektor, teoris, pragmatis.
Siswa tipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman–pengalaman baru, mereka cenderung berfikiran terbuka dan mudah diajak berdialog, namun siswa semacam ini biasanya kurang skeptis menghadap se-suatu. Kadang kala indentik dengan sifat mudah percaya, dalam proses balajar mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal – hal baru, seperti Brain Stroming, problem Solving, tetapi mereka cepat me-rasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam Inflementasi.
Siswa tipe refleksi, sebaliknya, cenderung sangat hati-hati mengambil langkah, dalam proses pengambilan keputusan, siswa seperti ini cenderung konservatif, dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat baik buruk suatu keputusan.
Siswa tipe teoris, biasanya sangat kritis, senang menganalisis dan menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif bagi mereka, berfikir secara rasional adalah sesuatu yang sangat penting mereka biasanya juga sangat se-lektif dan tidak menyukai hal- hal yang bersifat spekulatif.
Siswa tepe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek aspek dari segala hal, teori memang penting, kata mereka, namun bila teori tak bisa dipraktek-kan, untuk apa ? mereka tidak bisa betele-tele, sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktekan.
d. HABERMAS
Habermas percaya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi baik den-gan lingkungan maupun dengan sesama manusia. dengan asumsi ini, dia membagi tipe belajar menjadi tiga macam yaitu :
1). Belajar teknis (technical Learning)
2). Belajar praktis (practical learning)
3). Belajar emansifatoris (emancifatory learning)
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam se-kelilingnya, mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Dalam belajar praktis, siswa juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini lebih dipentingkan adalah interaksi dia dengan orang – orang sekelilingnya, pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kurang dan terlepas kaitannya dengan manusia, tetapi pe-mahaman terhadap alam itu justru relevan jika berkaitan dengan kepentingan manusia.
Sedangkan dalam belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemaha-man dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) kultural dari suatu lingkungan. Bagi Habermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural ini dianggap tahap belajar yang paling tinggi
4. Aliran Psikologi GESTALT
Tokoh Psikologi Gestalt adalah Wertheimer, Kohler, Kooffka. Wertheimer den-gan gejala “phi-phenomenom-nya” merupakan penemuan yang penting, oleh ka-rena melahirkan gejala penghayatan yang berbeda dengan unsur – unsur yang membentuknya. Gejala tersebut tidak dapat dijelaskan melalui analisis atas unsun-unsur, meskipun hasil gejala tersebut adalah dari unsur-unsur bagian tersebut. Jadi penghayatan psikologis adalah hasil bentukan dari unsur – unsur pengindraan, ia berbeda antar pengalaman phenomenologis dengan pengalaman pengindraan yang membentuknya. Gestalt mengatakan bahwa organisme menambahkan sesuatu pa-da penghayatan yang tidak terdapat didalam pengindraannya, maka sesuatu ada-lah organisme.
Dari sumber lain dengan gaya bahasa yang berbeda dapat dibaca pendapat gestalt sebagai berikut, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan yang terorganisir, bukan dalam bagian – bagian yang terpisah.
Menurut gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan – hubungan, antara bagian atau keseluruhan, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih mening-katkan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan jajaran.
5. Aliran / Teori Sosial Albert Bandura
Teori belajar sosial diawali dengan kepercayaan bahwa proses dan isu psikologi yang penting telah diabaikan atau hanya dipelajari sebagian–sebagian saja oleh teori–teori lain. Soal–soal yang diabaikan itu termasuk kapasitas orang sebagai sibelajar untuk berfikir simbolik, kecenderungan orang untuk belajar dengan arah sendiri dan luasnya faktor–faktor sosial yang dapat mempengaruhi perbuatan in-isiatif (peniruan).
Menurut terori belajar siswa, hal yang amat penting ialah kemampuan individu untuk mengambil sari informasi dari tangkah laku orang lain, memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil. Teori belajar sosial Bandura oleh Albert. Bandura berusaha menjelaskan hal belajar dalam latar yang wajar. Asumsi yang menjadi dasar teori ini bahwa belajar sosial memberikan makna (a) hakekat belajar dalam latar alami (b) hubungan belajar dengan lingkungan (c) definisi dari apa yang dipelajari.
Hakekat proses belajar menurut teori sosial bandura ini bermula dari kupasan atas balajar munatif (peniruan) sebagaimana diperiksa oleh teori – teori terdahulu.
Tingkah laku dari lingkungan itu keduanya dapat diobah dan tak satupun meru-pakan penentuan utama dari terjadinya perubahan tingkah laku, Buku tidak akan mempengaruhi orang kecuali seseorang menulisnya, dan orang lain memilih serta membacanya, ganjaran dan hukuman tetap tidak berpengaruh sampai dibang-kitkan oleh performance yang cocok. (Bandura, 1974). Bandura berpendapat “pa-ham belajar sosial orang tidak didorong oleh tenaga dari dalam demikianpun tidak digencet stimulus–stimulus yang berasal dari lingkungan, alih – alih fungsi psi-kologi orang tidak dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus terjadi antara faktor–faktor penentu pribadi dan lingkungannya (1977).
Oleh karena itu Bandura mengajukan hubungan segi tiga yang saling berkaitan antara tingkah laku (T) hubunhan (L) dan kejadian Internal yang memepengaruhi pessepsi (P) seperti Bagan ini :
Bagan hubungan segi tiga antara
Lingkungan, faktor pribadi, tingkah laku
(P)
Ekspektasi dan mulai Ciri – ciri fisik tampak menarik
mempengaruhi TL suku bangsa, perawakan, jenis
kelamin dan atribut sosial
mengaktifkan reakasi lingkungan yang berlainan
Tingkah laku sering
dimulai tanpa memper
hatikan balikan dari
lingkungan, dengan
mengubah kesan pribadi
Tingkah Laku (T) (L)
mengaktifkan kontengensi kontingensi yang diaktifkan
lingkungan dapat mengubah intensif
atau arah kegiatan
6. Aliran Sibernetik
Teori belajar jenis ke 6 mungkin paling baru dari semua teori belajar yang kita kenal, adalah teori Sibenertik. Teori ini berkembang sejalan dengan perkemban-gan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi.
Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun yang lebih penting adalah “sistem informasi” yang diproses itu.
Asumsi lain dari teori sibenertik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa, Maka sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses be-lajar dan informasi yang sama itu mungkin akan di pelajari Siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Dalam bentuk yang lebih praktis, teori ini telah dikembangkan oleh Lauda (dalam pendekatan yang disebut “algoritmik” dan “heuristik”) Pas dan Scott (dengan pembagian siswa tipe “menyeluruh” atau Wholist” dan tipe “serial” atau “se-rialis”) atau pendekatan – pendekatan lain yang berorientasi pada pengolahan in-formasi.
a) Landa
Menurut Landa ada dua macam proses berfikir yang pertama disebut proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir linear, konvergan, lurus menuju kesatu terget tertentu, Jenis kedua adalah cara berfikir heuristik, yakni cara berfikir divergan menuju beberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu/masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri – cirinya. Satu hal lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linear sekuensial, satu hal lain lebih tepat bila disajikan dalam bentuk terbuka dan memberi keleluasaan pada siswa – siswa untuk berimajinasi dan berfikir.
Misalnya agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus ini disajikan secara algorirmik. Alasanya adalah sebuah rumus matematikan biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu.
b) Pask dan Scott
Pendekatan serialis yang diurutkan oleh Pask dan Scott itu sama dengan pen-dekatan algoritmik. Namun cara berfikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heusristik. Cara berfikirnya menyeluruh adalah cara berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan bebe-rapa hal seperti ingatan jangka pendek (short termmemory) ingatan jangka panjang (long termmemory) dan sebagainya.
Teori pengelolaan informasi sesuatu deskripsi (Wittrock 1978) otak itu bukan konsumen yang pasif dari informasi, ia secara aktif memilih, menunjukan perhatian, mengorganisaikan mempersepsi, mengubah menjadi sandi, dan mendapatkan kembali simpanan informasi, kadang–kadang otak menghasilkan gambaran yang lengkap dari stimulus setengah angan–angan pada kali yang lain, otak mengupas pula runag yang komplek menjadi pola yang lebih sederhana operasi–operasi, interpretasi dan inferensi yang banyak jumlah dan ragamnya menyifatkan kenyataan rumit yang dibentuk oleh otak.
Rangkuman
A. Teori Belajar Behaviorisme (Tingkah Laku)
Menurut teori ini belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang-dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukan perubahan tingkah laku.
Misalnya : seorang siswa belum bisa membaca maka iapun keras belajar, betapa-pun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan ia sudah hafal huruf A sampai Z diluar kepala, namun bila siswa itu gagal mendemonstrasikan ke-mampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa dianggap telah belajar. Ia dianggap telah belajar bila ia telah menunjukan sesuatu perubahan dalam ting-kah laku.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan / input yang berupa stimulus dan keluaran /output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respon itu dianggap tak penting di perhatikan sebab tidak bisa di-amati. Yang bisa diamati hanyalah stimulus respon.
Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan maka respon akan menjadi kuat. Begitupun bila penguatan dikurangi, responpun akan tetap dikuatkan.
Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah Parlov, Watson, Skinner, Hull dan Gethrie.
Pengaplikasian teori belajar behaviorisme didalam instruksional
Secara umum aplikasi teori behavoirisme biasanya meliputi bebrapa langkah berikut ini :1. Mementukan tujuan – tujuan instruksional
2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal mahasiswa.
3. Menentukan materi pelajaran
4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil–kecil (pokok bahasan, SPB, Sub topik dan sebagainya)
5. Menyajikan materi pelajaran
6. Memberikan stimulus yang mungkin berupa pertanyaan (lisan, tertulis, tes, la-tihan, tugas–tugas)
7. Mengamati dan melengkapi respon yang diberikan
8. Memberikan penguatan/reimforcement (mungkin penguatan positif atau nega-tif)
9. Memberikan stimulus baru
10. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan
11. Memberikan penguatan dan seterusnya.
B. Teori Belajar kognitivisme
Menurut teori ini, balajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, Peruba-han persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perilaku tingkah laku yang bisa diamati (bandingkan dengan teori Bahaviorisme)
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan penge-tahuan di/dalam dirinya, pengalaman dan pengetahuan ini tertera dalam bentuk struk-tur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara klop dengan struktur kognitif yang su-dah dimiliki oleh mahasiswa.
Dalam perkembangannya setidak – tidaknya ada tiga teori belajar yag bertitik tolak dari teori kognitisme ini, teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner dan teori bermakna Ausabel.
Aplikasi teori ini dalam kegiatan instruksional
Piaget : seperti teori Bruner dan ausubel, teori piaget ini dalam aplikasi praktisinya sangat mementingkan keterlibatan mahasiswa secara aktif dalam proses belajar, hanya dengan mengaktifkan mahasiswa proses asimilasi / akomudasi, pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
Aplikasi teori ini sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan –tujuan instruksional
2. Memilih materi palajaran
3. Menentukan topik – topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh mahasiswa.
4. Menentukan dan merancang KBM yang cocok
5. Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kratifitas mahasiswa untuk berdiskusi dan bertanya
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Bruner : secara umum teori ini diaplikasikan dalam PBM sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan instruksional
2. Memilih materi palajaran
3. Menentukan topik – topik yang bisa dipelajari secara indifidu atau ke-lompok
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi, yang dapat digunakan
5. Mengatur topik-topik pembalajaran sedemikian rupa sehingga urutan topik itu bergerak dari yang paling konkrit ke abstrak dari sederhana ke komplek dari tahap enaktif, ekonik, sampai ke tahap sembolik dan seterusnya.
6. Mengevaluasi PBM
Ausubel : secara umum teori ini diaplikasikan dalam PBM sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan – tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan baik melalui tes awal interview dan lain – lain
3. Memilih materi pelajaran dalam bentuk konsep – konsep kunci.
4. Mengidentifikasikan prinsip yang harus dikuasai siswa
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yanag dipelajari
6. Membuat dan menggunakan ADVANCE ORGANIZER
7. Mengajar mahasiswa memahami konsep – konsep dan prinsip – prinsip yang sudah ditentukan
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
C. Teori Belajar Humanistik
Menurut teori Humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manu-sia. PBM dianggap berhasil jika pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain sibelajar dalam proses pembelajaran harus berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik – baiknya.
Menurut Krathwole dan B. Bloom ada 3 kawasan tujuan belajar yang bisa dicapai mahasiswa yang dikenal dengan kognitif, affektif, psikomotor
Menurut Kolb ada 4 tahap proses balajar yaitu :
1. Pengalaman konkrit mahasiswa
2. Pengalaman aktif dab reflektif
3. Konsep tualisis berteori
4. Eksperimentasi aktif mahasiswa
Honey dan Mumford membagi mahasiswa menjadi 4 macam
1. Aktifis (melibatkan diri pada pengalaman baru)
2. Reflektor (hati – hati sebelum bertindak)
3. Teoris (kecendrungan berfikir rasional)
4. Pragmatis (menaruh perhatian kepada aspek praktis)
H.abernas : ada tiga tipe belajar menurut Habernas ini
1. Belajar teknis menekankan interaksi manusia dengan lingkungan
2. Belajar praktis
3. Belajar emansipatoris menekankan kepada transpormasi dan perubahan
Aplikasi teori Humanistik dalam kegiatan instruksional sebagai berikut
1. Menentukan tujuan instruksional
2. Menentukan materi pelajaran
3. Mengidentifikasi entry behavionis mahasiswa
4. Mengidentifikasi topik–topik yang memungkinkan mahasiswa mempelajari se-cara aktif.
5. Mendesain wahana
6. Membimbing mahasiswa belajar aktif
7. Membimbing mahasiswa memahami hakekat makna dan pengalaman belajar mereka
8. Membimbing mahasiswa membuat konseptualisme pengalaman tersebut
9. Membimbing mahasiswa mengaplikasikan konsep baru kesituasi yang baru
10. Mengevalusi proses dan hasil belajar mahasiswa.
D. Teori Belajar Sibernitik
Teori Sibernitik adalah teori yang relatif baru bila dibandingkan dengan ketiga teori belajar sebelumnya, teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi, Menurut teori ini adalah pengelolaan informasi.
Teori ini menekankan pentingnya sistem informasi dari apa yang akan dipela-jari mahasiswa, sedangkan bagaimana PBM berlangsung sangat dipengaruhi oleh sis-tem informasi tersebut. Oleh karena itu teori ini berasumsi, bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini dikembangkan oleh Landa den-gan pendekatan ALGORITMIK dab HEURISTIK serta PAST dan SCOTT dengan pembangian tipe siswa dikenal dengan tipe Wholist dan tipe Scrialist Pendekatan be-lajar “Algoritmik” menuntut mahasiswa berpikir linear, lurus menuju target tertentu seperti matematika, fisika dan lain – lain.
Pendekatan Heuristik menuntut mahasiswa berfikir secara divergen, menyebar beberapa target sekaligus memahami suatu konsep yang penuh arti ganda dan penaf-siran biasanya menuntut cara berfikir Heuristik.
Aplikasi teori sebernitik ini kedalam kegiatan instruksional
Beberapa langkah umum yang biasa kita temui dalam implemantasi teori Sibernitik adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan – tujuan Instruksional
2. Menentukan materi pelajaran
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
5. Menyajikan materi dan membimbing mahasiswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran
E. Ciri – Ciri Belajar Dan Pembelajaran
1. Pengaruh “Kematangan” individu terhadap proses dan hasil belajar
a. Kematangan (maturity) ialah keadaan atau kondisi baik yang berkaitan dengan aspek bentuk, struktur maupun fungsi yang lengkap pada suatu organisme
b. Kematangan membentuk sifat dan kekuatan dalam diri individu yang ber-sangkutan untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disebut kesiapan (readines) kesiapan artinya seseorang individu telah siap betingkah laku, baik/tingkah laku yang bersifat instingtif maupun tingkah laku yang dipelajari.
c. Kematangan dapat mendukung terjadinya proses belajar yang effektif dan efesien akan tetapi kematangan dicapai tidak mesti melalui proses balajar.
2. Kondisi fisik dan mental dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar
a. Diantara kondisi fisik dan mental yang mempengaruhi kegiatan belajar adalah
1. perubahan alat dria
2. kelelahan fisik (alat organisme)
3. kesehatan badan terganggu
4. fostur tubuh tidak memenuhi tuntutan tugas – tugas akademik
b. Perubahan kondisi mental berkaitan dengan
1. motivasi
2. minat
3. sikap
4. kematangan meliputi intelektual, emosional, sosial
5. keseimbangan pribadi (balance personality)
6. perhatian (konsentrasi)
7. kepribadian
8. percaya diri (self confidence)
9. disiplin diri (self diciplin)
10. dorongan ingin tahu (natural curriosity)
Daftar Pustaka
Bel – Gredler, ME, Learning and Instruction : Theory Into Practice, Macmilan Pub-lishing Company, New York, 1986, dikutip oleh Dr. Prasetya Irawan (1995) dalam : Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar
Romiszowski A.J. Developing Auto Instructional Materials : From Programmed Texts, Cal and Interaktive Vedio Kogan Page, London, 1986
Suppos. P. The Place of Theory in Educational Research, dalam jurnal Educational Recearher No.3 (6) Hal 3-10-1974
E. Bell, Gredler M, Belajar dan Membelajarkan seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.11 Universitas terbuka Rajawali Pers (1991) Jakarta
Uzim. S. Winata Putra : Belajar dan pembelajaran,Modul 1-6 PGSM (Dirjen pendidi-kan dasar dan menengah proyek peningkatan Mutu Guru SLTP Setara D III 1994/95 Jakarta
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Teknologi Instruksional,Buku III-C Dep-dikbud Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi 1981 Jakar-ta.
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-25450012341268166192014-03-27T22:27:00.000-07:002014-03-27T22:27:01.898-07:00sosial kebangsaan4 PILAR KEBANGSAAN atau 3 PILAR KEBANGSAAN
Opini tentang 4 Pilar Kebangsaan Indonesia
Berbicara tentang Pancasila mungkin dianggap sudah begitu klasik dan membosankan bagi sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia. Sejak runtuhnya kekuasaan rezim otoritarian Orde Baru oleh gerakan reformasi yang memuncak di pertengahan Mei 1998 lalu, Pancasila memang nyaris dilupakan dan secara sadar mulai dikubur dalam-dalam dari ingatan kita sendiri. Termasuk pada peringatan kelahirannya yang ke-68 tahun ini, pun terasa begitu biasa-biasa saja, seakan tidak ada urgensinya sama sekali untuk dirayakan atau sekedar direfleksikan dan menjadi perhatian bersama.
Bila dicermati, kini muncul pula permasalahan baru tentang pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Maret 2013 lalu, ketua MPR RI Taufiq Kiemas mewakili lembaga negara yang dipimpin, memperoleh gelar kehormatan doctor honoris causa (H.C) dari Universitas Trisakti atas jasanya telah melahirkan gagasan sosialisasi empat pilar kebangsaan Indonesia, yakni :
1. Pancasila,
2. Bhineka Tunggal Ika,
3. Undang Undang Dasar (UUD) 1945, dan
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gagasan yang gencar disosialisasikan sejak 3 tahunan lalu oleh lembaga MPR RI tersebut dinilai sangat efektif guna menanamkan kembali nilai-nilai luhur yang perlu dijadikan acuan dan pedoman bagi setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut almarhum Pak Taufi Kemas, Empat Pilar Bangsa harus dijabarkan dan menjiwai semua peraturan perundangan, institusi pendidikan, pertahanan serta semua sendi kehidupan bernegara.
Namun belakangan ini, gagasan 4 Pilar Kebangsaan ini digugat oleh sejumlah kalangan yang tidak setuju penempatan Pancasila sebagai Pilar Kebangsaan. Menurut mereka, Pancasila adalah pondasi dasar, bukan salah satu pilar dalam kehidupan kebangsaan. Selain itu, penggunaan kata Empat Pilar tidak tepat dan rentan penyimpangan anggaran APBN melalui kewenangan MPR dan pelanggaran hukum.
Menyikapi sejumlah permasalahan itu, sudah selayaknya 4 Pilar Kebangsaan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, Empat Pilar Kebangsaan itu harus dilihat sebagai pemahaman dan upaya pemimpin untuk meyakinkan masyarakat bahwa ada prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh dalam menjalani kehidupan berbangsa dan negara.
Bangsa kita sedang terkoyak, dari luar kita dijadikan sasaran penghisapan oleh kepentingan asing, sementara di dalam, kita masih terpuruk dengan benang kusut budaya korupsi anggaran negara, kerusuhan sosial dan konflik horizontal, lemahnya taraf hidup masyarakat, minimnya akses pendidikan dan kesehatan, juga belitan persoalan lainnya. Pancasila sebagai gagasan pencerah semestinya dapatlah kembali menginsprasi jiwa kita secara utuh sebagai Bangsa merdeka yang punya kemampuan untuk mewujudkan cita-cita nasional tentang Bangsa Indonesia yang berdaulat, mandiri, berkepriadian, adil dan makmur.
Upaya memperkokoh pilar-pilar negara haruslah didukung aktif seluruh komponen bangsa terutama keteladanan dari para penyelenggara negara dengan memahami dan melaksanakan nilai-nilai luhur bangsa yang terangkum dalam 4 Pilar dalam segala aspek. Kita berharap para pimpinan MPR RI bisa meneruskan gagasan 4 Pilar Kebangsaan yang sudah dijalankan oleh Pak Taufiq
KONTROVERSI tentang Pancasila yang diposisikan sebagai salah satu pilar kebangsaan berujung pada uji materi UU Parpol dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Senin 17 Februari. Uji materi UU Parpol itu dimohonkan oleh Masyarakat Pengawal
Pancasila Jogja, Solo dan Semarang (Joglosemar). Penyebutan Pancasila sebagai pilar pada Pasal 34 ayat (3) huruf b Undang-Undang No 2 Tahun 2011 itu menggelisahkan banyak kalangan, terutama para akademisi. Argumen yang dibangun untuk mempertahankannya dengan mengatakan keberadaan pilar kebangsaan tidak mereduksi kedudukan Pancasila sebagai
dasar/ideologi negara. Jadi sama sekali tidak menyamakan kedudukan Pancasila dengan pilar-pilar lain (KR, 18/2). Pernyataan ini justru membingungkan masyarakat. Bagaimana mungkin, pilar-pilar bangunan berbangsa dan bernegara itu berbeda-beda kapasitasnya. Seyogianya dengan lapang dada, lembaga yang berwenang meninjau kembali pasal itu.
Pancasila adalah suatu fundamen, di atasnya dibangun Negara Indonesia yang berdaulat. Sebagai sebuah bangunan, butuh fundamen yang kokoh dan di atasnya dipancangkan pilar-pilar sebagai tulang punggung untuk menyangga kerangka atap bangunan, sehingga pilar-pilar itu harus memiliki bentuk dan kekuatan sama. Pilar utama bangunan rumah Joglo tradisi Jawa
berjumlah empat dan dinamakan saka guru. Rumah Jawa ini sarat nilai-nilai filosofis, yang membentuk struktur kosmologi. Maka struktur dan filosofi ini dapat dimanfaatkan sebagai inspirasi analogi pada bangunan kosmologi politik Negara Indonesia.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar dan sekaligus sebagai ideologi negara tentunya tidak dibenarkan berkedudukan sebagai pilar. Jelas, bahwa fundamen bangunan itu bukan dan berbeda dengan pilar. Pancasila adalah dasar dan ideologi negara, sementara UUD 1945 adalah dimensi normatifnya, dan NKRI adalah kesatuan geo-politik dan 'Bhinneka Tuggal Ika'
semboyan kesatuan berbangsa dari keanekaan. Ketiga pilar terakhir ini memiliki kapasitas dan kekuatan sama, sementara Pancasila melebihi ketiganya.
Sebagai dasar negara Pancasila adalah meja statis yang mempersatukan Bangsa Indonesia, sementara sebagai ideologi bangsa, Pancasila menjadi tuntunan dinamis, yang memandu Bangsa Indonesia menuju cita-cita sejahtera, adil dan makmur di masa depan. Panduan itu kemudian diurai menjadi '4 Pilar' yang secara utuh harus terdiri empat tiang pancang. Ketika
Pancasila tidak dibenarkan berkedudukan sebagai pilar, muncullah permasalahan yang kelihatannya dilematis, karena hanya menyisakan '3 Pilar'. Lantas, nilai etika normatif apa dalam budaya Indonesia yang berskala nasional dan layak diangkat untuk melengkapi '4 Pilar' itu.
Sebagai pemecahan, sebaiknya lembaga yang berwenang menugasi para akademisi dan pakar lainnya agar menggali nilai-nilai etika normatif yang berlaku dan mengakar dalam budaya dan masyarakat di Indonesia. Salah satunya yang dapat ditawarkan dalam tulisan ini adalah nilai 'gotong-royong'. Diharapkan nilai ini layak dan sepadan mendampingi UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Bahkan pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2001-2004, nilai gotong-royong diangkat sebagai nama kabinet. Dalam kedudukan ini, filosofi gotong-royong diserap maknanya sebagai semangat kerja sama sinergitas. Sementara gotong-royong dalam kedudukannya sebagai salah satu pilar adalah tataran praksis, yang merupakan etika
normatif yang menjadi tuntunan warga Negara Indonesia dalam bertindak.
Dari studi-studi yang dilakukan, gotong-royong dalam berbagai jenis kegiatan dan istilahistilah lokalnya, merupakan realitas objektif yang masih berlaku dan mengakar dalam budaya- budaya dan masyarakat Indonesia. Jenis kegiatannya yang beragam mewarnai aktivitas kehidupan masyarakat, dan justru mampu menjadi pemersatu kelompok-kelompok kelas sosial dan agama. Masalah kemasyarakatan yang mereka hadapi diselesaikan dengan kerja bersama, saling membantu.
Sistem gotong-royong sesungguhnya bukan kegiatan keguyuban komunitas kedesaan dan perkampungan kota semata, melainkan juga berupa kerja sama sinergitas antara unit-unit berbeda yang memiliki kepentingan sama, seperti 'Pela-Gandong' di Maluku, atau 'Desa Manca-Pat' di Jawa klasik. Maka nilai gotongroyong dapat dimaknai secara lebih luas yang meliputi kerja bersama keguyuban yang merupakan ciri khas kehidupan komunitas pedesaan dan perkampungan perkotaan dan kerja sama sinergitas patembayan antara lembaga-lembaga berbeda-beda pada urusan target pembangunan yang sama.
(Ahsan Sofyan,Pemerhati Sosial tinggal di Tarakan)
diadaptasi dari kompasiana...repostAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-29621214681393866022014-03-20T21:14:00.002-07:002014-03-20T21:14:40.944-07:00PIPSlTEORI TEORI SOSIAL
Pendahuluan
Ilmu social dinamakan demikian, karena ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehiduapan bersama sebagai objek yang dipelajari. Ilmu ilmu social belum memiliki kaidah dan dalil yang tetap dimana oleh bagian yang terbesar masyarakat, oleh karena itu ilmu social belum lama berkembang, sadangkan yang menjadi objeknya masyarakat terus berubah. Sifat masyarakat terus berubah-ubah, hingga belum dapat diselidiki dianalisis secara tuntas hubungan antara unsure-unsur dalam kehidupan masyarakat yang lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang, sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, dikarenakan objeknya bukan manusia. Ilmu social yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika artinya baru dalam datara tentang analisis dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar).
Ditengah kehidupan masyarakat, banyak sumber pengetahuan yang bersifat taken for granted, sumber tanpa perlu diolah lagi tetapi diyakini akan membantu memahami realitas kehidupan ini. Masyarakat dapat langsung begitu saja memakai pengetahuan taken for granted tersebut sebagai sebuah pegangan yang diyakini benar atau berguna untuk meemmahami dunia dimana ia hidup. Jenis pengetahuan tanpa diolah lagi tentu saja banyak dan tersebar, mulai dari system keyakinan, tradisi agama, pandangan hidup ideology, paradigma dan juga teori, dan termasuk didalamnya teori social. Dalam masyarakat intelektual, terutama dalam tradisi positivisme lazim untuk mengambil sumber pengetahuan taken forr granted tersebut dari ranah paradigma dan teori. Kendati demikian, teori sebenarnnya bukan hanya untuk kalangan intelektual atau kalangan expert, mesti tidak sedikit yang berpandaangan hanya kalangan intelektual atau akademisi saja yang membaca realitas social tidak dengan telanjang, melainkan dengan kacamata teori tertentu. Memanga telah menjadi tradisi dikalangan intelektual dalam membaca realitas social dengan menggunakan kacamata atau teori tertentu. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)
Dalam beberapa hal, teori ilmiah berbeda dengan asumsi-asumsi yang telah ada dalam kehidupan sehari-hari dan secara tidak sadar telah dimiliki orang. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi suatu teori yang merupakan bagaian dari kegaitan ilmiah. Dalam memamasuki era pelahiran ini merupakan kajian dari teori yang eksplisit, sehingga menjadi objektif, kritis, dan lebih abastrak dari pada yang dilakasanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pemebentukan teori tidak pernah muncul dari awal, tidak mungkin bagi ahli teori social untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh pengalaman social pribadinya, tau pengaruh dari pengalaman ini cara pandang dunia social. Proses pembentukan teori berlandaskan pada images fundamenatal tertentu mengenai kenyataan social. Gambaran tersebut dapat melingkupi asumsi filosofis, dasar mengenai sifat manusia dan masyarakat, atau sekurang-kurangnya pandangan yang mengatakan bahwa keterturan tertentu akan dapat diramalkan dalam dunia social. Teori ilmiah lebih menggunakan metodologi dan bersifat empiris. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Modern)
Pengklasifikasian dalam ilmu social terdapat tiga perfektif besar yang berkembang selama ini, yakni perfektif structural fungsional, structural konflik serta konstruksionisme. Ketiga aliran tersebut masing-masing mengkritik dengan mematahkan proposisi, konsep maupun teori yang ditawarkan satu sama lain. Namun kritik tersebut tidak dapat menggoyahkan hegemoni mereka masing-masing dan ketiganya masih memiliki pengikut yang setia. Ketiga teori social tersebut, merupakan upaya dalam memahami realitas kehidupan. Dengan teori social diharapkan orang dapat menghimpunddan memaknai informasi secara sistematik bukan sja untuk menyumbang pengembangan teori, tetapi ebih penting lagi untuk memecahkan persolan dan untuk tujuan keberhasilan dalam mengarungi pergumulan kehidupan. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)
Micheal Root dalam philosophy of social science, membedakan jenis ilmu social, yakni ilmu social yang bercorak liberal dan ilmu social bercorak perfeksionis. Ilmu social liberal dikarenakan ia tidak berusaha mempromosikan suatu cita-cita social, nilai keajikan tertentu. Akar dari gagasan liberal ialah liberalisme dalam politik. Peneliti dalam ilmu ini bersifat neutralisme, tetapi tidak pernah terjadi dalam ilmu social. Lain halnya dengan ilmu social yang bercorak perfeksionis berusaha mencari wahana dari cita-cita mengenai kebajikan, jadi dalam ilmi ini bersifat partisipan. Ilmu social ini bersifat tidak bebas nilai, menghargai objek-objek ubjek yang diteliti dan bahkan menjadikannya sebagai subjek. Data yang baik dalam pandangan cita-cita liberal merupakan yang bebas dari muatan nilai, moral dan kebajikan objek penelitiannya, tetapi hal ini tidak akan pernah terjadi walaupun dalam penelitiannya bekerja keras. Contoh dari ilmu osial perfeksiois marxisme dan feminisme. Marxisme mencita-citakan masyarakat tanpa kelas, sedangkan feminisme masyarakat tanpa eksploitasi seksual. Keduanya memiliki persamaan anti eksploitasi dan dominasi. Selanjutnya Root mengusulka agar dalam cita-cita ilmu social liberal diganti dengan ilmu social perfeksionis yang communitarian, yakni ilmui sosial yang memperhatikan nilai-nilai pada sebuah objek penelitian, komunitas. Ilmu social communitarian adalah ilmu social jenis partisipatory reseach, bukan ilmu osial empiris analitis dan bukan juga ilmu social terapan. (Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid)
Paradigma Ilmu Sosial
Paradigma dapat didefinisikan bermacam-macam sesuai dengan sudut pandang masing-masing orang. Ada yang menyatakan paradigma merupakan citra yang fundamental dari pokok permasalahan suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan-pernyataan yang seharusnya dikemukan dan kaidah-kaidah apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya. Paradigma diibaratkan sebuah jendela tempat orang mengamati dunia luar, tempat orang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya (world view). (Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Social). George Ritzer mendefisikan tentang paradigma gambaran fundamental mengenai subjek ilmu pengetahuan. Ia memberikan batasan apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus diajukan, bagaimana harus dijawab, dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan unit consensus yang amat luas dalam ilmu pengetahuan dan dipakai untuk memalakukan pemilihan masyarakat ilmu pengetahuan (sub-masyarakat) yang satu dengan masyarakat pengetahuan yang lain. Dengan paradigma menjadikan suatu pengetahuan akan mendapatkan informasi teori yang dapat mengkoordinasikan pengetahuan dan memberikannya makna. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)
Sebagai suatu konsep paradigma pertama kali dikenalkan oleh Thomas Kuhn dalam karyanya the structure of scientific revolution, kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs melalui bukuya socilology of sociology 1970. Tujuan utama dalam bukunya Kuhn; ia menentang asumsi yang berlaku secara umum dikalangan ilmuan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Kalangan ilmuan pada umumnya berdiri bahwa perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi secara komulatif. Kuhn menilai pandangan demikian merupakan mitos yang harus dihilangkan. Sedangkan tesisnya bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukan terjadi secara komulatif tetapi secara revolusi. Perubahan yang utama dan penting dalam ilmu pengetahuan terjadi akibat dari revolusi, bukan karena perkembangan secara komulatif. (George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda).
Paradigama social mengacu pada orientasi perceptual dan kognitif yang dipakai oleh masyarakat komunikatif untuk memahami dan menjelaskan aspek tertentu dalam kehidupan social. Paradigma social terbatas pada pandangan dua hal; pertama, paradigma social yang hanya dimiliki oleh kalangan terbatas dan tidak memlulu diterima oleh anggota masyarakat. Masyarakat yang menerima paradigma ini masyarakat ilmiah, terciptanya komunikasi guna menciptakan paradigma social. Kedua, paradigma sosial yang berlaku dalam aspek tertentu dari kehidupan dan bukan aspek yang menyeluruh. Paradigma social lebih terbatas dalam ruang lingkung penerimaan dari pada pandangan dunia yang berlaku, sebagai element dasar dari paradigma social merupakan pandangan dunia baik dalam komponen dasar, keyakinan atau system keyakinan dan nilai-nilai yang terkait. Sebagaimana dalam pandangan Stephen Cotgrove paradigma memberikan kerangka makna, sehingga pengalaman memberikan makna dan dapat dipahami. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)
Ilmu Sosial Posivistik
Positivistic merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan.keyakinan faham aliran ini pada ontology realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dlam kenyataan berjalan sesuai dengan hokum alam (natural lows). Upaya penelitian untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana sesungguhnya realitas itu berjalan. Positivis muncul pada abad 19 yang dipelopori oleh Auguste Comte. Dalam pencapai kebenaran maka harus menanyakan lagsung pada objek yang diteliti, dan objek dapat memberikan jawaban langsung pada peneliti yang bersangkutan. Metodologi yang digunakan eksperiment empiris atau metodologi yang lain agar temuan yang diperoleh benar-benar objektif dan menggambarkan yang sebenar-benarnya. (Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Social).
Kaum positivistic mempercayai masyarakat merupakan bagian dari alam dan bahwa metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukumnya. Comte mempercayai penemuan dalam hukum-hukum alam akan membukakan batas-batas yang pasti yang melekat dalam kenyataan social, dan ia menilai masyarakat bagaikan suatu kesatuan organic yang kenyataanya lebih dari jumlah bagian yang saling tergantung, tetapi tidak mengerti kenyataan ini. Oleh karena itu, metode penelitian empiris harus digunakan dalam kenyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagaian seperti halnya gejala fisik. Perkembangan ilmu tentang masyarakat bersifat ilmiah sebagai puncak dari proses kemajuan intelektual yang logis sebagaimana ilmu-ilmu telah melewatinya. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Modern)
Ilmu social positivistic digali dari beberapa pemikiran dari tokoh-tokohnya yakni Saint Simon (Prancis), Auguste Comte (Prancis), Herbert Spencer (Inggris), Emile Durkheim (Prancis), Vilfredo Pareto (Italia). Saint Simon menggunakan metodologi ilmu alam dalam membaca realitas sosial masyarakat, ia mengatakan bahwa dalam mempelakjari masyarakat harus menyeluruh dikarenakan gejala sosial saling berhubungan satu dengan yang lain dan sejarah perkembangan masyarakat sebennarnya menunjukan suatu kesamaan. Ilmu pengetahuan bersifat positif yang dicapai melalui metode pengamatan, eksperimentasi dan generalisasi sebagaimana digunakan dalam ilmu alam. Semua sejarah perkembagan social selalui disertai kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang menggambarkan perkembangan masyarakat disertai dengan perkembangan cara berfikir manusia. Cara berfikir manusia mulanya bersifat teologis, spekulatif tetapi kemudian berkembang mendekati kenyataan bersifat konkreat, oleh karena itu bersikap positif dan ilmiah. August Comte. Comte membagi sosiologi menjadi dua macam social dinamik dan social statis. Sosiologiu merupakan social dinamik yang digambarkan dengan teori yang menggambarkan kemajuan dan perkembangan masyarakat manusia. Comte menggambarkan bahwa sejarah umat manusia pada dasarnya merupakan ditentukan oeh pertumbuhan dari pemikiran manusia dan ilmu social merupakan haruslah merupakan hukum tentang perkembangan intelegensi manusia. Perkembangan pemikiran manusia menurut Comte terbagi menjadi tiga macam teologi kerangka berfikirnya dalam tingkat pemikirannya menganggap bahwa setiap gejala terjadi dan bergerak berada dibawa pengaruh supra natural, metafisik dengan kerangka berfikir abstrak; menganggap bahwa alam semesta dan segala isi diatur adanya gerak perubahan oleh hukum–hukum alam, dan ilmiah dengan kerangka berfikir positivisktik yang beranggapan gejala alam dan isinya dapat dipahami dan diterangkan oleh kenyataan-kenyataan objektif/positif. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi).
Herbert Spencer. Menurut spencer bahwa objek dari ilmu social hubungan timbal balik dari unsure-unsur masyarakat seperti pengaruh norma-norma tas kehidupan keluarga, hubungan antara lembaga politik dan lembaga keagamaan. Unsure dalam masyarakat memiliki hubugan yang tetap dan harmonis dan merupakan suatu integrasi. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar). Spencer memiliki kepercayaan bahwa manusia bersifat merdeka, dan setiap individu dengan bebas menggunakan adatnya, serta kebebasan itu harus tetap dijaga agar tidak dapat mengganggu kebebasan yang lain. Ia juga menjelsakan tentang pentingnya lembaga social dalam membentuk karakter individu, dan hubungan manusia dengan masyarakat merupakan proses dua jalur. Dimana individu mempengaruhi masyarakat dan masyarakat mempengaruhi individu. Spencer dalam memandang masyarakat mengunakan teori evolusi dari evolusi universal berubah menjadi evolusi homogen tidak menentu menjadi evolusi hetrogen dan menentu. Masyarakat menurutnya perkembangannya dari sederhana, menuju kompleks dan terspesialisasi. Ia dalam memandang masyrakat menggunakan analogi organisme sebagaimana dalam ilmu biologi. Secara sederhana menurut Spencer bahwa masyarakat dibentuk oleh individu. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi).
Perbedaan pemikiran antara Comte dan Spencer tetapi saling melengkapi dalam tradisi ilmu social yang bercorak positivistic, Comte dalam memandang masyarakat dengan cara menjelaskan perkembangan ersepsi manusia, menekankan perlunya aktualisasi ide, dan Spencer menekankankan perlunya aktualisasi benda. Comte berusaha menginterpretasikan genetic dari fenomena yang membentuk alam dan Spencer menafsirkan genetic dari feomena yang membentuk alam. Comte lebih bersifat subjektif sedangkan Spencer bersifat objektif. Spencer tidak hanya tertarik pada perkembangan ide, tetapi mengembangkan ide pada perubahan korelatif dalam organisasi social, tertib social struktur, maupun progress. Teori yang dimiliki oleh Spencer berupa analisa objektif seperti untuk pertumbuhan, evousi linier, multilinier, tipe-tipe social, dan good society. Kemudian pemikirannya diterjemahkan menjadi diferensisasi sebagai interelasi dan integrasi berbagai aspek penting dalam system masyarakat. Ilmuwan social yang diajurkan oleh Spencer berusaha untuk keluar dari bias dan sentimen tertentu. Ia ingin menggambarkan bahwa betapa upaya mempertahankan ide dan kepentingan material cenderung mewarnai dan mendistorsikan persepsi seseorang dalam memahami realitas sosial. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Emile Durkheim. Titik tekan kajian Durkheim berlwanan dengan kajian dari Spencer bahw individu dibentuk oleh masyarakat. Asumsi yang paling fundamental dalam pandangan Durkheim gejala social yang riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta prilakunya dan berbeda dari karakteristik psikologi, biologi atau karakteristik individu yang lain. Gejala social atau fakta social yang rii9l dapat dielajari dengan metode-metode empiric, yang memungkinkan tentang ilmu yang membahas masyarakat dapat dikembangkan. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Modern). Jiwa suatu kelompok sangat mempengaruhi individu, ia mengatakan bahwa kesaaran kolektif berbeda dengan kesadaran individu. Kata durkheim aturan yang berada diluar kontrak memungkinkan diadakannya kontrak-kontrak social yang mengingkat kontrak dan menentukan sah tidaknya suatu kontrak. Aturan yang diluar kontrak inilah yang dikatakan sebgai kesadaran kolektif. Durkheim memberikan sifat yang ada pada kesadaran kolektif yakni exterior dan constraint, exterior berada diluar individu yang masuk kedalam individu dalam erwujudan sebagai aturan moral, agama dan yang lain. Sedangkan untuk constraint merupakan kesadaran yang bersifat memaksa. Kesadaran kolektif merupakan consensus masyarakat yang mengatur hubungan social diantara masyarakat yang bersangkutan. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi).
Kajian dalam ilmu social menurut Durkheim melakukan pembacaan terhadap realitas social dengan cara makrao dengan menggunakan pendekatan fakta social. Fakta social suatu kenyataan yang memiliki karakteristik khusus yakni mengandung tata cara bertindak berfikir dan merasakan yang berada diluar individu yang ditamankan dengan kekuatan koersif. Fakta social merupakan cara bertindak, yang memiliki cirri-ciri gejala empiric, yang terukur eksternal, menyebar dan menekan. Kekuatan koersif merupakan kekuatan untuk menekan individu. Fakta social dapat dikaji melalui data diluar pikiran manusia, studi yang trukur dan emirik merupakan koreksi terhadap Comte dan Spencer. Fakta social merupakan kumpulan fakta individu, tetapi kemudian diungkapkan dalam suatu angka social. Angka merupakan representasi individu yang berkumpul sehingga menjadi plural. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Vilfredo Pareto. Menurut Pareto dalam ilmu social bahwa ia mengamati fakta-fakta atau kenytaan secara objektif melalui penalaran logika. Observasi atau eksperimentasi terhadap fakta tidak membutuhkan pra anggapan yang diwarnai suatu prasangka. Dalam logico experimental ada dua elemen dasar yakni yang dinamakan logical reasoning dan observation of the fact. Teori social yang ada selama ini bersifat dogmatis, metafisis, non logis, absolute dan bersifat moral saja. Tindakan bagi Pareto merupakan didasarkan pada logis. Masyarakat baginya merupakan fenomena ketergantungan, karena factor yang telah dibentuk oleh masyarakat factor yang saling bergantung dan salaing mempengaruhi. Ilmu sosial baginya merupakan yang mempelajari uniformitas dalam masyarakat. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi). Pareto mempercayai bahwa konsep ekulibrium sangat berguna dalam memahami kehidupan social yang kompleks. Ia mencoba menjelaskan pertautan variable yang diyakini maisng-masing menyumbangkan keseimbangan dalam masyarakat. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Dalam ilmu social positivistic bersifat bebas nilai, objektif dan dalam perubahan yang terjadi dalam masyarkat memandangnya pada evolusi social. Perubahan yang terjadi dengan evolusi tersebut yang menekannkan pada ekulibrium ini, sehingga dalam ilmu social positivistic lebih bersifat status quo dan tidak peka perubahan. Pandangan yang digunakan dalam ilmu ini menggunakan pendekatan makro melihat realitas sosial dengan menggunakan system dan bagaiman individu terbentuk oleh system sehingga bersifat deterministic. Asumsi dasar dalam ilmu sosial positivistic memandang masyarakat bagaikan sebuah system organisme dimana satu yang lain saling berkaitan dan terdiri dari berbagai macam struktur dan menjalankan fungsinya masing-masing. Jika diturunkan dalam metodologi penelitian maka tujuan dari penelitian untuk menjelaskan dan memaparkan tentang gejala social, penelitian harus objektif terukur, bebas nilai, dan peneliti bersifat netral. Penelitian ini dapat digunakan untuk generalisasi terhadap persolan yang lain. Metode penelitian merupakan penelitian kuantitatif, denan menggunakan pencarian ata melalui angket dan kuosioner.
Ilmu Sosial Kontruktivisme
Paradigma konstruktivis dalam ilmu social merupakan sebagai kritik terhadap ilmu social positivistic. Menurut paradigma ini, yang menyatakan bahwa realitas osial secara otologis memiliki bentuk yang bermacam-macam merupakan konstruksi mental, berdasarkan pengalman social, bersifat local dan spesifik dan tergantung pada orang yang melakukan. Realitas social yang diamati seseorang tidak dapat digeneralisir pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivistic. Epistemologi antara pengamatan dan objek dalam aliran ini bersifat satu kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi antara keduanya. Aliran ini menggunakan metodologi hermeneutic dan sialektis dalam proses mencapai kebenaran. Metode yang pertama kali dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat orang-perorang, kemudian membandingkan dan menyilangkan pendapat dari orang sehingga tercapai suatu konsensus tetang kebenaran yang telah disepakati bersama. (Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Social).
Konstruktivis dapat ditelusuri dari pemikiran Weber yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karen aitu tuga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Max Weber. Weber mengajukan bahwa dalam ilmu sosial yang dipakai menggunakan oendekatan verstehende. Ia melihat ilmu social berusaha untuk memahami tindakan-tindakan social dan menguraikannya dengan menerangkan sebab-sebab tindakan tersebut. Yang menjadi kajian pokok dalam ilmu ini menurutnya bukanlah bentuk subtansial kehidupan masyarakat maupun nilai objektif dari tindakan, melainkan semata-mata arti yang nyata dari tindakan perorangan yang timbul dari alas an-alasan subjektif. Verstehende merupakan motode pendekatan yang berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengintari peristiwa social histories. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi). Weber melihat bahwa individu yang memberikan pengaruh pada masyarakat tetapi dengan beberapa catatan, bahwa tindakan social individu berhubungan dengan rasionalitas. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Tindakan social yang dimaksudkan oleh Weber berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tinakan yang bersifat “membatin”, tau bersifat subjektif yang mengkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Dari pandangan dasar yang dimiliki oleh Weber maka ia menganjurkan penelitiannya dalam bidang ilmu ini meliputi; tindakan manusia yang mengandung makna, tindakan nyata bersifat subjektif dan membatin, tindakan pengaruh positif dari situasi dan tindakan tu diarahkan kepada beberapa orang atau individu. Mempelajari tindakan social dan ia menganjurkan lewat penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding). Peneliti menginterpretasikan tindakan si actor dalam artian mendasar dengan maksud memahami motif tindakan si actor. Cara memahami motif tindakan actor Weber memberikan dua cara, pertama melalui kesungguhan, mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman actor. Peneliti menempatkan diri pada actor dan berusaha memahai sesuatu yang dipahi oleh actor. Metode pemahaman yang ditawarkan oleh Weber bersifat pemberian penjelasan kausal terhadap tindakan social manusia. (George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda).
Perbedaan antara Weber dan Durkheim tentang kenyataan social. Bagi Durkheim bahwa ilmu social mempelajari fakta social yang bersifat eksternal, memaksa individu. Kenyataan social bagi Durkheim sebagai situasi yang mengtasi individu berada dalam suatu tingkatan yang bebas. Sedangkan bagi Weber keyataan social merupakan sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan social. Durkheim memiliki pndangan berhubungan dengan realisme social, melihat masyarakat sebagai sautan yang riil, berada secara terlepas dari individu yang kemudian masuk didalamnya menurut prinsip-prinsip yang khas, tidak mencerminkan individu-individu yang sadar. Teori ini membandingkan masyarakat sebagai bentuk organis biologis dalam artian dalam menilai masyarakat merupakan suatu kenyataan yang lenih dari sekedar jumlah bagiannya. Sedangkan Weber berposisi nominalis, dengan artian bahwa individu yang riil secara objektif, dan masayarakat merupakan suatu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu. Analisis Weber dalam memandang individu merupakan suatu yang ekstrim, dan ia mengakui bahwa dinamika sejarah merupakan besar dan pengaruhnya terhadap individu. Pandangan Weber bersifat subjekif dan tujuannya untuk masuk kedalam arti subjektif yang berhungan dengan kategori interaksi manusia. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Modern).
Pemikiran Weber dari tindakan social dan metode verstehende berkembang dibawa oleh beberapa ilmuan menjadi tradisi konstruktivisme. Tradisi ini dikembangkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, mereka berangkat dari manusia mengkonstruksi realitas social dari perfektif subjektif dapat berubah menjadi objektif. Proses konstruk mulai pembiasaan tindakan yang memungkinkan actor-aktor mengetahui tindakan itu berulang-ulang dan memberikan keteraturan. Hubungan individu dengan institusi bersifat dialektik yang berisi tiga momen yakni,”masyarakat merupakan produk manusia, masyarakat merupakan realitas objektif, manusia produk masyarakat”. Bahwa makna-makna umum dimiliki bersama dan diterima dilihat sebagai dasar dari organisasi social. Konstruksi social berusaha menyeimbangkan struktur masyarakat dengan individu. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).
Aliran konstruktivis merupakan respon terhadap positivistic dan memiliki sifat yang sama dengan positivistic, sedangkan yang membedakan objek kajiannya sebagai star awal dalam memandang realitas social. Positivistic berangkan dari system dan struktur social sedangakan konstruktivis berangkat dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas sosial. Jika mau diturunkan dalam metodologi penelitian menjadi tujuan ilmu social ini memahami realitas social, ilmu bersifat neutral dan bebas nilai. Asumsi dasar yang digunakan bahwa manusia sebagai mahluk yang berkesadaran. Penelitian yang dipakai merupakan penelitian kualitatif dengan metode pencarian data dengan wawancara dan observasi. Dalam memandang masyarakat merupakan realitas yang beragam dan memiliki keunikatan tersendiri, sehingga dari hasil penelitian yang didapatkan tidak boleh untuk menggeneralkan pada objek yang lain.
Ilmu Sosial Kritis
Ilmu social kritis tidak dapat dilepaskan dari pemikiran filosof kontemporer di Jerman yang mencoba mengembangkan teori Marxian guna memecahkan persolan yang dihadapi sekarang. Teori social ini merupakan upaya pengkrtisan terhadap the father dari filsafat Jerman dan mengkritisi pemikiran Marx yang telah menjadi ideology bukannya ilmu. Marx yang telah menjadi ideology dapat dilihat pada Negara komunis sehingga ajaran Marx membatu dan tidak besifat transformative. Secara garis besar Mazhab Frankfurt dalam kelahirannya upaya mengkritisi pemikiran ilmu social yang selama ini dan realitas sekarang. Ritzer mencoba memetakan tentang sasaran kritik para pemikir dari mazhab Frankfurt yakni ada lima macam, pertama kritik terhadap dominasi ekonomi, kritik terhadap sosiologi pada intinya mengatakan bahwa sosiologi bukanlah sekedar ilmu atau metode sendiri tetapi harus dapat mentransformasikan struktur social dan membantu manusia keluar dari tekanan struktur, kritik filsafat positivistic yang memandang manusia sebagai objek (alam) dan tidak tanggap terhadap perubahan, kritik terhadap masyarakat modern yang telah dikuasai oleh revolusi budaya, kritik budaya (birokrasi) yang menyebabkan masyarakat dibatasi oleh mekanisme adminitrasi, dan melahirkan budaya semu yang melahirkan represifitas struktur yang melumpuhkan manusia.
Munculnya pemikiran Mazhab Frankfurt merupakan melwan krisis pada waktu saat itu, ia kecewa terhadap pengaruh filsafat positivistic yang melahirkan perfektif objektivistik dan pengaruhnya masuk kedalam seluru disiplin ilmu pengetahuan. Bagi mereka, dengan pemikiran yang telah diiajukan oleh positivistic telah melahirkan wawasan dan cara pemikiran jangka pendek. Kenyakinan positivisme telah menimbulkan krisis, oleh akrena itu ia menawarkan pemikiran alternative “teri kritis”. Akar pemikiran Mazhab ini dapat ditelusuri dari Marx, Hegel yang telah membrikan banyak ilustrasi dan memberikan pencerahan. Analisis yang digunakan frankfutr menggunakan dua proporsi yang utama. Pertama pemikirn seseorang merupakan produks masyarakat dimana ia hidup. Pemikiran manusia terbentuk secara social, maka tidak mungkin orang mencapai pengetahuan dan kesimpulan objektif, bebas dari pengaruh perkembangan zaman dan pola-pola konseptual yang ada dimana manusia hidup. Kedua, ilmuan dan intelektual tidak dapat objektif, mencoba bersikap bebas nilai dalam membangaun perfektif pemikirannya. Seorang intelektual harus kritis memahami prilaku masyarakat dan menjadi orientasi menjadikan orang menyadari apa yang harus mereka kerjakan sesuai yang mereka inginkan dalam perubahan. Pemikiran kritis menyadari bahwa pemikiran buklanlah sesuatu yang memiliki keunikan objektif, mereka percaya bahwa di dunia pengetahuan terdapat kebenaran dan engetahuan yang riil. Pendekatan ini yang mencoba membedakan mainstream pengetahuan positivis yang memisahkan peran dan nilai dalam analisisnya. Positivisme yang mereka pakai lebih mengacu pada kajian empiric terhadap hipotesis dan pengetahuan objektif. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)
Kata kunci kritik merupakan upaya untuk memahami dalam teori kritis, kritik dalam teori ini merupakan mengupayakan suapaya teori bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka diupayakan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat modern, seperti seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, politik dan kebudayaan yang telah diselubungi oleh ideology yang telah menguntungkan pihak-pihak tertentu dan sekaligus mengasingkan manusia dalam kehidupan masyarakat. Kata kritik berakar dalam tradisi filsafat itu sendiri dan kata tersebut sudah dipakai sejak zaman pencerahan. Kritik merupakan refleksi diri atas rintangan-rintangan, tekanan-tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri rasio dalam sejarah. Kritik juga merupakan refleksi atas proses menjadi sadar atau refleksi tentang asal-usul tentang kesadaran. Pada generasi pertama mereka melontarkan kritik terhadap saistisme atau positivisme yang telah menghasilkan masyarakat yang irasional dan ideologis. Teori kritis mengupayakan mengkaitkan rasio dan kehendak, riset dan nilai, pengetahuan dan kehidupan, teori dan praksis. Teori kritis menurut Horkheimer memiliki emapat karakter, pertama teori ini bersifat histories dengan artian diperkembangkan berdasarkan situasi masyarakat yang konreat dan berpijak diatasnya. Teori ini merupakan kritik immanen terdapat yang nyata dan tidak manusiawi. Kedua, teori kritis disusun berdasarkan dalam kesedaran keterlibatan histories para pemikirnya, dengan maksud mereka menyadari bahwa teori ini dapat terjatuh pada dataran ideology. Misalkan dalam teori tradisional menggatungkan keshahihannya dengan verifikasi empiris. Sedangkan untuk teori ini menggantungkan pada evaluasi, kritik dan refleksi terhadap dirinya sendiri. Ketiga teori ini memiliki kecurugaan terhadap masyarakat, dikarenkan dalam teori ini mengupayakan untuk mengurai kedok ideology yang dipakai untuk menutupi ketimpangan dan kontradiksi dalam masyarakat. Keempat, teori ini menguapakan teori dengan praksis, dengan maksud teori ini mengupayakan untuk melakukan transformasi social dan dilakukan lewat praksis.
Teori kritis dalam mengkritik masyarakat modern dilakukan dengan dua cara; pertama, menelusi akar-akar berfikir positivistic masyarkat modern dengan melakukan proses rasionalisasi dalam masyrakat barat. Kedua, menunjukan cara berfikir positivistic yang telah mewujudkn dirinya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku sebagai ideology yang diterima sukarela oleh masyarakat modern. Mereka ingin mengkritik masyarakat modern sebagai struktur yang telah menindas, melainkan terlebih cara berfikir positivistiklah yang menjadi ideology dan mitos. Rasionalitas pada zaman ini berfungsi sebagai ideology dan dominasi, dan menjadikan cara berfikir saitis telah membeku menjadi ideology atau mitos. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan mengamdi kepada manusia melainkan manusia yang mengabdi kepada ilmu pengetuan dan teknologi. Menurut mazab ini manusia sekarang tidak ditindas oleh manusia yang lain tetapi ditindas oleh system teknologi mencengkram segenap alamiah dan social manusia. Apa yang meeka sebut iu merupakan rasional teknologis, merupakan karakter dari zaman rasional sekarang ini. Pada genrasi pertama mereka mengalami jalan buntu dikarenakn mereka tidak dapat menemukan jalan keluar dari masyarakat yang mereka kritik. Pada teori kritis pertama konsep praksis merupakan kerja dalam pandangan Marxian. Praksis emansipatoris yang mereka lakukan dapat menimbulkan perbudakan baru karena emansipasi penguasaan baru. Oleh karena itu Habermas sebgai generasi kedua menawarkan praksis kdisamaping praksis kerja. Hal tersebut dikarenakan komunikasi msih ada kebebasan sehingga masih ada tempat bagi rasio kritis. Degan ide komuikasi Habermas mengtasi positivisme dengan menunjukan kjeterkaitan antara teori dan praktik. Praksis kerja dan komunikasi merupakan dua tindakan dasar manusia yang menentukan manusia sebgai spesies bergerak dan hidup di dalam duania.
Pengetahuan dan prakis manusia dapat mengarahkan pengetahuan, pertama sebagai spesies manusia memiliki kepentingan untuk mengontrol lingkungan eksternalnya melalui pranata-pranata kerja dan kepentinganingin mewujudkan dirinya dalam pengetahuan informative yang secara metodis disistematikan dalam ilmu empiris analitis. Kedua, manusia memiliki kepentingan praksis untuk menjalin pemahaman timbale balik melalui perantaraan bahasa dan kepentingan ini, mewujudkan dirinya dalam pengetahuan interpretative dan sistematiskan metodis dalam ilmu social histories-hermeneutis. Manusia memiki kepnetingan partisipatoris untuk membebskan diri dari hambatan ideologis melalui perantaraan kekuasaan dan kepentingan ini mewujudkan dirinya dalam pengethuan analitis yang disistematiskan ilmu social kritis. (Francisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi).
Matrik Ilmu Sosial Kritis
Parameter
Dimensi kerja
Dimensi komunikasi
Dimensi kekuasaan
Kepentingan
Teknis
Praktis
Emansipatoris
Pengetahuan
Informasi
Interpretasi
Analitis
Tindakan
Tindakan-rasional-bertujuan
Tindakan komunikatif
Tindakan revolusioner- emansipatoris
Ungkapan lingustik
Proposisi-proposisi deduktif nomologis (monologal)
Bahasa sehari-hari, language game, ungkapan-ungkapan dialogal
Pembicaraan emansipatoris
Metodologi
Empiris-analitis
Historis-hermeneutis
Refleksi-diri
Sistematika metodis
Ilmu empiris-analitis (ilmu pengetahuan alam)
Ilmu histories-hermeneutis (ilmu-ilmu pengetahuan social budaya)
Ilmu-ilmu kritis
Ilmu social kritis jika mau diderivasikan dalam metodologi penelitian, merupakan suatu ilmu yang emansipatoris dan untuk melakukan transformasi social. Ilmu ini tidak bebas nilai, berfihak kepada kemanusiaan dan melakukan pemberdayaan sehingga tercipta masyarakat yang berkeadilan. Metode penelitain yang digunakan dengan penelitian kualitatif atapun kuantitatif yang penting bukan memaparkan tentang realitas social yang terjadi tetapi melakukan perubahan guna tercipta masyarakat yang berkeadilan. Data diperoleh dengan wawancara, observasi atapun dengan angket, serta kuesioner guna melakukan pembacaan awal. Peneliti bersikap partisipatif dengan yang ditelitii dan tidak ada jarak dan langsung memberikan penyadaran dan melakukan refleksi diri sesuai apa yang telah dicita-citakannya.
Ilmu Sosial Profetik
Ilmu Social Profetik (ISP) merupakan tugas yang berat yang harus diemban agar dapat menjadikan nilai-nilai Islam dapat diterima sehingga Islam sebagai rahmat. Secara kelahirannya ISP merupakan suatu hasil dari pemikiran tokoh yang prihatin melihat realitas sekarang dan mencoba untuk melakukan transformasi guna menciptakan yang lebih baik. ISP sebagai produks dari pemikiran perlu mendapatkan pengkritisan sebagai sarana pembenahan baik segi teori ataupun metodologinya sehingga ISP dapat sejajar dalam paradigma ilmu social yang lain. ISP selama ini, merupakan suatu gerilya intelektual dan masih dimiliki oleh kalangan akdemisi tetapi hanya sekedar wacana dan discausce. Pemahaman kalangan akademisi tentang ISP belum dapat disejajarkan paradigma ilmu social yang lain. Pemahaman tersebut menjadikan akademisi kurang begitu serius, menjadikan ilmu ini setara dan sejajar dengan paradigma ilmu social yang lain bercorak liberal ataupun yang perfeksionis. Oleh karena itu, perlu adanya kajian yang lebih dalam tentang ISP guna dapat merekonstruksinya, agar ISP dapat digunakan untuk melihat dan menyelesaikan problem social yang selama ini terjadi. Untuk lebih jauh dapat dilihat pemikiran tokoh yang mencoba melontarkan ISP sebagai alternative dalam teori social kontemporer.
Sebagaimana dalam sosiologi pengetahuan ISP sebagai produks dari pemikiran agar tidak membeku, menjadi ideology dan menjadi mitos baru, maka perlu melakukan refleksi diri dan evaluatif. ISP yang telah dilontarkan oleh Kuntowijoyo dalam kelahirannya tidak dapat dilepaskan dari realitas yang terjadi pada saat itu. Secara sederhana kelahirannya ISP yang digagas oleh Kunto dapat dipetakan menjadi dua macam; pertama interaksi Kunto dengan berbagai macam ilmu social sehingga memunculkan respon atau terhadap ilmu social yang ada, dan tokoh yang memiliki karakter transformative. Kedua, respon terhadap kondisi realitas (kerangka berfikir atau arus besar pemikiran yang berkembang) sekarang dimana ISP dilontarkan.
Pertama, interaksi Kunto dengan berbagai macam ilmu social. Kunto merupakan sosok intelekual yang senang membaca, hal ini dapat dilihat dari karya-karyanya yang berkaitan dengan teori perubahan social ia sempat juga menggunakan teori social dari tokoh Marx, Weber, dan Durkheim. Selanjutnya dalam melihat periodesasi perkembangan umat Islam Kunto menggunakan analisis dari Comte. Setelah melalukan kajian terhadap ilmu social, ia mencoba memberikan respon ataupun tanggapan terhadap yang ia kaji. ISP merupakan ilmu social alternative terhadap ilmu social yang selama ini berkembang cenderung bercorak liberal dan logika positivistic. Sebagaimana dalam era post modernis ilmu social saling berevolusi dalam dataran paradigmatic. Begitupula, dengan ISP merupakan kritisi terhadap tiga ilmu social yang selama ini berkembang seperti ilmu social yang bercorak posiivistik, konstruksionisme yang bercorak liberal dan ilmu social yang bercorak kritis memiliki sifat perfeksionis.
Ilmu social positivistic, dimana dalam memandang masyarakat bagaikan sebuah system atau struktur. Letak pengkritisian terhadap ilmu ini dalam emandang manusia tidak memiliki kebebasan, individu bersifat deterministic, ilmu ini tidak megupayakan untuk melaklukan transformasi social, tetapi ilmu ini lebih cenderung mempertahankan status quo. Ilmu social positivistic dipelopori oleh Comte dan di kembangkan oleh Durkheim. Sedangkan untuk ilmu social konstruktivis dipelopori oleh Weber, ilmu social konstruktivis sama dengan ilmu social positivistic ia bersifat liberal. Sedangkan yang membedakan dari ilmu ini, menjelaskan dan memaparkan relaitas social itu beragam dan memiliki keunikan tertentu sehingga tidak dapat digenaralkan. Dalam ilmu social konstruktivis memandang manusia sebagai subjek yang bebas dan memiliki kesadaran dan membentuk system. Sedangkan pengkritisian terhadap ilmu kritis yang bersifat perfeksionis, Kunto memaparkan dengan meminjam analisisnya Micheal Root. Bahwa ilmu social yang bersifat perfeksinis seperti aliran Marxian, Freudian, dan Feminisme jatuh dalam dataran ilmu yang deterministic. Ilmu tersebut jatuh dalam dataran determinstik dikarenakan seperti Marxian mengandung determinisme ekonomi, Freudian dalam determinisme biologis sedangkan feminisme mengalami determinisme seksual. (Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid). Melihat ilmu social yang berkembang di era sekarang maka ia menawarkan ISP sebagai ilmu yang serat nilai, berfihak dan mengupayakan transformasi social, seperti ilmu social kritis yang telah digagas oleh Mazhab Frankfurt yang telah dikembangkan oleh Jurgen Habermas.
Interakasi Kunto dengan tokoh-tokoh yang mempengaruhinya seperti Moeslim Abdurrahman, Muhammad Iqbal dan Roger Garaudy. Moeslim Abdurrahman dengan pemikiran teologi trasformatif, dalam hal ini Kunto lebih memilih ilmu social dari pada teologi. Hal tersebut dikarenakan akan membingungkan dan kurang cocok diterjemahakan, bila menggunakan teologi maka dapat memunculka teologi yang lain seperti teologi pembebasan, teologi lingkungan dan yang lain. Sedangkan pemahan umat tentang permasalah teologi merupakan yang tetap tidak berubah, oleh karena itu ia lebih memakai ilmu social. Lagian pula, teologi transformative yang digagas oleh Moeslim Abdurrahman lebih tetapi diterjemahkan dalam ilmu social transformative. Pergatian dari teologi dalam ilmu social, hal ini dikerenakan jika gagasan pembaharuan teologi agar agama diberi tafsiran baru dalam rangka memahami realitas social, metode yang efektif yang dimaksud dalam rangka mengelaborasi ajaran agama kedalam suatu teori social. Lingkup dari sasaran ilmu social tersebut lebih dari rekayasa untuk transformasi social. Lingkup bukan dalam dataran permanent seperti teologi, tetapi aspek yang temporal, empiris dan histories. Maka kunto lebih cenderung menggunakan ilmu social ketimbang teologi. Kebutuhan yang dilakukan dalam trasformasi social bukan saja perangkat yang bersifat objektif, tetapi melalui teori social dapat melakukan transformasi bersifat objektif dan juga merupakan lahan garap yang bersifat empiris.
Interaksi Kunto dengan Muhammad Iqbal. Kunto mengambil kata profetik ia mendapatkan gambaran tetang konsep kesadaran profetis yang dilontarkan oleh Iqbal dalam bukunya Membangun Kembali Pemikiran Agama Islam. Muhammad Iqbal menggambarkan tentang mi’rajnya Nabi Saw, yang bertemu dengan Tuhan, seandainya nabi seorang mistikus atau sufi, ia pasti tidak akan kembali karena sudah tentram dan tetang bersama-Nya. Tetapi ini lain, Nabi kembali ke bumi untuk melakukan perubahan dalam rangka merubah sejarah melakukan transformasi profetik. Selanjutnya kata profetik juga terinspirasi dari seorang Filosof Prancis Roger Garaudy dalam bukunya Janji-Janji Islam, disana dipaparkan bahwa peradaban Barat tidak memuaskan dikarenakan terombang-ambing dalam kedua kutub besar yakni idealisme dan materialisme. Filasafat barat (kritis) lahir yang mempertanyakan bagaimana pengetahuan intu dimungkinkan , lalu ia mengusulkan agar membalik pertanyaan agar bagaimana wahyu dimungkinkan. Dalam rngka untuk menghindari kehancuran peradaban maka pilihan satu-satunya agar menggunakan kembali warisan Islam (filsafat kenabian). Filasfat barat telah “membunuh” Tuhan dan manusia, maka ia menganjurkan untuk menggunakan filsafat kenabian dan mengakui wahyu sebagai salah satu dari sumber kebenaran.
Kedua, kondisi realitas sekarang. Realitas sekarang merupakan zaman post modernism. Sebagaimana dalam tradisi modernism yang muncul dari abad pertengahan pada masa pencerahan yang ditandai dengan lontaran dari seorang filosof Prancis Rene Descartes dengan semboyannya catigo ego sum. Menurut Kunto dalam zaman pencerahan yang berkembang menjadi modernisme terdapat dua ciri yang penting dan yang membedakan dengan era post modernism. Pada zaman modern merupakan kerangka berfikir sekuleristik, memandang dengan differentiation (pemisahan) dan terjadinya humanisme antroposentris. Kerangka pikir sekuleristik mencoba memisahkan dengan tegas antara agama dengan ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, dan Negara. Modernisme yang dikumandangkan humanisme antroposentris berkembang bukannya telah memberikan kemerdekaan terhadap manusia tetapi sebaliknya, yang terjadi sampai sekarang adalah dehumanisasi. Dehumanisasi dikarenakan manusia dengan menciptakan ilmu pengethuan dan teknologi yang memiliki tujuan utama untuk mempermudah manusia, tetapi sekarang manusia terjebak oleh system yang telah dibuat menjadikan manusia telah diperbudak oleh system dan teknologi itu. Sebagaimana yang telah dikemukaka oleh Mazhab Frankfurt kerangka pikir modernisme menjadi rasional teknokratis atau dalam bahasa Herbert Marcus menjadi manusia satu dimensi.
Realitas sekarang merupakan era post modernisme dimana dalam zaman ini merupakan kritik terhadap modernism dan patologi yang dihadapinya. Post modernisme memiliki cirri yang penting adalah de-differentiation. Post-modernism merupakan penyapaan kembali antara agama dan ilmu pengethuan dan tidak berdiri sendiri atau terpisah. Agama sebagai ispirasi dan sumber nilai/etik dari ilmu pengetahuan. Penyapaan terhadap agama dari ilmu pengetahuan ini yang mencoba melakukan integrasi antara ilmu dengan agama guna menjawab problem modernitas dimana terjadinya dehumanisasi dan kerusakan ekologi. Melihat era sekarang maka ISP memiliki peluang agar dapat diterima sebagai salah satu disiplin ilmu dikarenakan ISP mencoba melakukan integrasi antara ilmu pengetahuan dengan agama. Agama menjadikan nilai untuk melakukan transformasi social dan pengintegrasian nilai-nilai agama dalam masyarakat sehingga betuk transformasinya pun ada arahan kemana transformasi itu akan dibawa. Dengan ISP sebagai alat transformasi sedangkan bentuk transformasinya merupakan transfomasi profetik guna mewujudkan Khoirul Umat.
Cita-cita dalam ISP merupakan jawaban dari ilmu social transformative dikarenakan dalam ISP bukan saja menjelaskan bagaimana transformasinya tetapi untuk apa, oleh siapa dan diarahkan kemana dalam transformasinya, sedangkan dalam ilmu social transformative memiliki jawaban yang kurang jelas. ISP bukan hanya alat untuk melakukan transformasi tetapi diarahkan sesuai dengan cita-cita dan etis profetis. Cita-cita profetis dalam ISP mrupakan apa yang telah diidamkan oleh masyarakatnya. Cita-cita profetis diderivasi dari surat al Imran 110.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah Swt” (QS. al Imran; 110).
Menurut Kunto ada empat hal yang tersirat dalam ayat tersebut; pertama merupakan konsep umat yang terbaik, kedua aktivisme sejarah, ketiga pentingnya kesadaran, dan keempat etika profetik. Pertama خَيْرَ أُمَّة)ٍ ) konsep umat yang terbaik bagi Islam merupakan mengerjakan ketiga hal tersebut dalam ayat bukanlah sekedar hadiah dari Tuhan. Tetapi konsep umat yang terbaik ini merupakan tantangan agar aktif dan bekerja keras dalam sejarah. Kedua أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ)) aktivisme sejarah merupakan bentuk kerja keras ditengah umat manusia dan keterlibatan umat Islam dalam menentukan sejarah. Sebagaimana dalam ajaran Islam yang menekankan bahwa Islam merupakan agama amal, jadi pengetahuan yang didapatkan harus ditransformasikan bukan hanya untuk diri tetapi untuk orang lain. Ketiga pentingnya kesadaran. Kesadaran dalam Islam merupakan bentuk kesadaran yang berbeda dengan Marxisme. Bentuk kesadaran dalam Islam nilai-nilai Ilahiah menjadi tumpuan dalam melakukan aktivisme sejarah. Kesadaran tersebut bersifat idependensi yang bertumpu pada Tuhan bukan kepada struktur atapun kepada manusia. Kesadaran yang ditekankan pada struktur atau individu menjadikan bentuk kesadaran dalam Marxisme maka yang terjadi merupakan dalam bentuk individualisme, eksistensialisme, kapitalisme, dan liberalisme. Keempat tetang etika profetik yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Etika profetik merupakan pelaksanaan secara integral dari (تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِالله)ِ yang oleh Kunto diterjemahkan menjadi; humanisasi, liberasi dan trasendensi.
Pilar ISP
ISP dalam pembacaan dan pengalisaan terhadap realitas social memiliki tiga ranah alat pandang, dimana alat pandang tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Pilar ISP merupakan bagaimana ISP dihadapkan pada realitas empiris, sehingga pendekatan yang digunakan oleh ISP pun bersifat empiris analitis dengan menghadapkan al Qur’an dengan realitas social seperti industrialisasi, kelas social dan permasalahan yang lain. Penelitian yang dilakukan bersifat partisipatoris, grounded research. ISP memiliki iga pilar yag diderivasi dari surat al Imron 110 yakni tafsirn kreatif dari Kunto (1) تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ menjadi humanisasi, (2) َتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ menjadi liberasi, dan (3) َتُؤْمِنُونَ بِاللهِ menjadi trasendensi.
Humanisasi.merupakan semangat dari peradaban Barat yang percaya pada the idea of progress, demokrasi, HAM, Liberalisme, kebebasan, kemanusiaan, kapitalisme dan selfshnees. Humanisasi merupakan proses pemanusiaan manusia dalam bahasa agamanya mengembalikan posisi manusia pada fitrahnya. Proses humanisasi merupakan jawaban dari patologi masyarakat modern yang mengalami dehumanisasi yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi dan informasi. Manusia terjerat dengan teknologi sehingga manusia mengabdi untuk teknologi, bukannya teknologi yang mengabdi kepada manusia. Manusia pada masyarakat modern dengan kerangka pikir rasional teknokratis sehingga menjadi manusia satu dimensi, jatuh dalam dataran kehinaan dan menghilangnya sisi atau dimensi manusia yang lain. Oleh karena, itu Kunto mencoba melakukan humanisasi yang berdasar kepada agama, dimana merujuk iman dan amal soleh. Hal ini seperti diungkapkan dalam surat at Tin ayat 5-6 bahwa manusia jatuh kedalam tempat keterhinaan, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh. Pengembalian kemualiaan manusia yang terjatuh pada kehinaan dengan mengembalikan manusia pada fitrahnya, sehingga dapat memenuhi semua dimensi yang dimiliki oleh manusia. Pemenuhan semua dimensi yang ada pada manusia ini, menjadikan posisi manusia tidak seperti masyarakat modern yang menafikan salah satu dimensi yang ada pada manusia. Humanisme yang dilontarkan oleh ISP merupakan pengkritisian humanisme barat (humanisme antroposentris), yang menyebabkan majuanya peradaban barat tetapi sekarang mereka mengalami dehumanisasi. Humanisme yang ditwarkan oleh ISP humanisme yang didasarkan pada agama jadi humanisme teo-antroposentris. Gagasan humanisasi tersebut diterjemahkan dalam teori social menjadi ilmu social yang menggunakan pendekatan structural fungsional. Gagasan structural fungsional ini yang telah dilontarkan oleh Kunto mencoba menggabungkan teori fungsional dengan menggunakan pendekatan grounded research dalam penelitiannya. Analisis yang digunakan oleh Kunto dalam karyanya memandang persolan masyarakat menggunakan pendekatan makro atau struktur dan dalam humanisasi lebih cenderung menggunakan teori social fungsional dan menggunakan pendekatan interpretative dalam memandang manusia.
Liberasi. Liberasi dalam ISP selaras dengan berbagai teori social yang bercorak partisipatif dan membawa etik tertentu, seperti prinsip sosialisme (marxisme, komunisme, teori ketergantungan dan teologi pembebasan) yakni semua membawa pada liberation. Mereka mempercayai bahwa perkembangan dapat dicapai dengan kebebasan. Libersi yang ditawarkan oleh ISP dalam dataran ilmu buka dalam dataran ideologis. Liberasi yang ditawarkan oleh Kunto dalam ISP paling tidak empat ranah seperti bidang ekonomi, social, budaya, dan politik dalam ranah system ilmu pengetahuan. Liberasi system ilmu pengetahuan dapat membebaskan manusia dari system pengahuan materialis, dominasi struktur misalkan kelas dan seks. Hal ini, Islam memandang kesetaraan antara lak-laki dan perempuan. Libeasi dari system social budaya merupakan transformasi social umat Islam yang berkembang dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Oleh karena itu, dalam transfomeasi tersebut diperlukan ilmu social yang bersifat communitarian. Liberasi dalam ekonmi bagaimana menciptakan suatu system ekonomi yang bercorak keadilan, hal ini dikarenakan adanya kesenjangan ekonomi. Penggagasan tentang keadilan ekonomi merupakan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Hal ini sebagaiman telah diungkapka dalam al Qur’an dalam surat al Hasyr; 7 “supaya harta tidak hanya beredar diantara orang-orng yang kaya diantara kamu”, selanjutnya dalam surat al Zukhruf; 32 “apakah mereka yang berhak membagi-bagi rahmat Tuhanmu?”. Liberalisme dalam politik membebaskan dari system perpolitikan yang tidak adil dan terjadinya penindasan seperti system otoriterianisme, dictator dan neofeodalisme. Liberasi dalam ISP ini dapat diterjemahka dalam ilmu social selaras dengan pendekatan Marxisme. Hal ini dapat dilihat dari analisis yang telah digunakan oleh Kunto dalam memandang tertentu seperti persolan kemiskinan ia lebih cenderung memakai Marxian, tetapi bukan dalam dataran penghapusan kelas tetapi agar bagaimana tercita struktur yang berkeadilan.
Transendensi. Trasendensi dalam ISP merupakan menjiwai dari kedua unsure. Ia menjadi prinsip dalam semua agama dan filsafat perennial. Trsendensi merupakan kunci beriman kepada Allah, yang menjadi ruh alam humanisasi dan liberasi dalam melihat dan pengaplikasian dari ISP. Menurut Erich Fromm jika tidak menerima otoritas Tuhan secara otomatis akan berdampak pada; (1) relativisme penuh, dimana nilai dan norma sepenuhnya merupakan urusan pribadi. (2) nilai tergantung pada masyarakat sehingga yang dominant akan menguasai. (3) nilai tergantung pada kondisi biologis. Oleh karena itu, menurut Kunto agar umat Islam meletakan Allah sebagai pemengang otoritas, Tuhan yang maha objektif. Trasendensi yang dimaksudkan oleh Kunto dalam ISP merupakan penggunaan wahyu sebagai salah satu unsure dalam ilmu social. Pradigma wahyu digunakan dalam ilmu social yang dilakukan oleh Kuno dengan melalui objektifikasi terhadap ayat-ayat al Qur’an agar kebenaran yang didalamnya dapat diterima oleh seluruh manusia. Objektifikasi merupakan upya rasionalitas nilai yang diwujudkan dalam perbuatan rasional, sehingga orng laur dapat menikmati tanpa harus menyetujui nilai asalnya. Melalui objektifikasi menjadikan Islam yang bekerja secara aktif, sehingga menjadikan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta dalam artian Islam diturunkan sebagai rahmat kepada siapa pun tanpa memperhatikan warna kulit budaya dan sebagainya. Objektifisikasi merupakan konkritisasi dalam kenyakinan internal, perbuatan ini dapat objektif jika dapat dirasakan oleh non muslim sebagai suatu a natural atau wajar, tidak sebagai perbuatan keagamaan. Kunto mencontohkan tentang objektifisakasi ayat al Qur’an agar nilai-nilai Islam dapat diterima oleh semua umat manusia. Misalkan ancaman Tuhan kepada orang Islam sebagai orang yang mendustkan agama bila tidak memperhatikan kehidupan orang-orang miskin dapat diobjektifkan dengan program IDT. Kesetiakawanan nasional adalah objektifikasi dari ajaran tentang ukuwah. (Kutowjoyo, Identitas Politik Umat Islam).
ISP yang dilontarkan oleh Kunto diterjemahkan dari sifat ilmunya maka ISP bersifat partisipatoris untuk melakukan perubahan dan sekaligus arah dari perubahan itu sendiri. Ilmu ini serat dengan nilai-nilai, tidak status quo, dan berfihak kepada kemunisaan guna menciptakan khoirul ummat. ISP ilmu dalam aliran yang perfeksionis dan bersifat communitarian. Dalam metodologi penelitian ISP yang diharapkan penelitian lapangan dan langsung melakukan emansipasi guna menciptakan keadilan. Cara pencarian data yang dilakukan IS dengan metode wawancara dan observasi partisipatoris. ISP merupakan turunuan dari surat al Imran 110 menghasilkan tiga paradigama guna mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan. Tetapi masing-masing paradigama dalam ISP yang dalam memandang masyarakat bersifat integral dan menyeluruh, jika diturunkan dalam metodologi penelitian maka dapat berdiri sendiri tanpa adanya saling sapa. Kunto hanya mencoba dalam analisis dengan menggunakan ketiga paradigama tersebut, tetapi ia terkadang dalam melihat fenomena social cenderung dengan pendekatn Marxian kadang juga fungsional. Selanjutnya dalam ilmu social yang bersifat partisipatoris ada rangkaian dalam menjalankan keseimbangan antara teori dan praktek seperti dalam ilmu social kritis, dalam konsep praksisnya kerja dan komunikasi. Jika mau ditarik kedalam ISP Kunto belujm sempat merumuskannya. Tetapi jika ditelusuri dari berbagai karyanya ia mencoba mengintergrasikan ilmu social yag dari barat dengan nilai-nilai Islam. Hal ini seperti urainnya Heru Nugroho dalam menanggapi ISP yang dilontarkan oleh Kunto, ia mengatagorikan Hegelisme Religius. Serta yang membedakan konsep ISP dengan ilmu social Kritis adalah trasendensi. Kunto juga dalam melihat slam merupakan agama amal, bukannya teori saja tetapi harus diterapkan dalam masyarakat. Dari tujuan serta yang berada dalam konsep ISP dapat dilihat konsep praksis dari ISP ada merupakan praksis kerja, komuniksi dan praksis manusia sebagai mahluk Tuhan.
Praksis ISP dengan mendiologkan agama ini, dengan realiatas menjadikan agama berperan dan mengupayakan untuk melakukan transformasi dengan didasari oleh nilai-nilai agama. Transfomasi yang didasarkan oleh nilai-nilai agama menjadikan bentuk tranformasi serta arahannya jelas. Hal ini dapat dilihat bentuk transfoemasi yang dilakukan oleh nabi Muhammad dan nabi Musa dalam menghilangkan penindasan umatnya dari Fir’an. Bentuk transformasi yang dilakukan menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan didasarkan dengan nilai-nilai Ilahiah sebagai sarana dan jalan dalam rangka beribadah kepada Tuhan.
Posted in: SPs UPI IPS Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke FacebookAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-7739106396917428522014-01-08T23:14:00.002-08:002014-01-08T23:14:51.454-08:00KD IPS PGSD UBTFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
Mata Kuliah : Konsep Dasar IPS
Program Studi : PGSD
Dosen Pengampu : Ahsan Sofyan, S.E.,M.Pd
Sifat Ujian : Take Home Exam
Hari/Tanggal : Kamis / 09 Januari 2014
SOAL ESSAY
Jawablah sesuai dengan Kemampuan Anda,dan Tuliskan Referensi setiap Jawaban yang Anda Kutip:
Jelaskan cara Pendidik/Guru mengembangkan potensi diri terutama skala Afektif,Kognitif, dan Psikomotorik siswa dalam pembelajaran IPS di SD?
Ilmu Pengetahuan Sosial berkaitan erat dengan Ilmu-ilmu Sosial. Coba Anda jelaskan Letak keterkaitan Tersebut?
Sebagai Guru IPS di Sekolah Dasar (SD), Anda harus mengajarkan Konsep-konsep Dasar IPS sebagai pokok/topik bahasannya. Agar tujuan instruksional pembelajaran itu dapat dicapai dengan optimal, kemampuan atau keterampilan apa saja yang harus anda miliki dalam melaksanakan kegiatan belajar/mengajar? Jelaskan!
Bagi seseorang, termasuk guru IPS, selain Guru harus melaksanakan tugas-tugas kependidikan di sekolah, Guru juga harus berperan di masyarakat? Jelaskan mengapa demikian?
Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh factor-faktor yang berasal dari luar dirinya (lingkungan)! Coba Anda jelaskan factor-faktor tersebut?
SELAMAT BEKERJAAhsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-76737295089753281232014-01-08T22:42:00.000-08:002014-01-08T23:06:36.277-08:00PKN SD1
TAKE HOME EXAM
UJIAN AKHIR SEMESTER
SEMESTER GANJIL 2013-2014
Mata Kuliah : Pendidikan PKn SD 1
Program Studi : PGSD
Jenjang : S-1
Dosen Pengampu : Ahsan Sofyan, SE., M.Pd
PETUNJUK
Jawaban harus disertai dengan referensi dan daftar referensi harus dicantumkan
Penulisan daftar literatur dan kutipan berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah.
Jawaban harus dikerjakan sendiri-sendiri Redaksi tidak boleh sama.
Di ketik dengan Time New Roman Font 12 dengan 1½ spasi dan pakai Cover : ada Nama, dan NPM serta Kelas.
Dikumpulkan tanggal 07 Januari 2014 Jam 09.00 – 00.00
Paradigma baru merupakan model atau kerangka berpikir sejalan dengan dinamika perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju kehidupan masyarakat yang lebih demokratis, maka pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran pembangunan karakter bangsa (National Character Building).
Bagaimana proses dan peran paradigma baru bidang studi di pkn bagi pendidikan anak bangsa guna mengembangkan pola dinamika kehidupan dimasyarakat.
Uraikan secara rinci tentang karakteristik bidang studi pkn model paradigma baru yang dilandasi oleh esensi pendidikan demokrasi di indonesia.
Uraikan bentuk dasar bidang studi PKn bagi mahasiswa PGSD dan bagaimana kewajiban guru dalam mengajar bidang studi PKn yang membawa misi ruang lingkup butiran dalam hidup masyarakat.
Proses pembelajaran tidak boleh over assimilation agar tidak terjadi ketidaksinambungan yang dapat merubah struktur yang ada. Seperti yang terdapat di dalam literature pendidikan, bahwa seorang anak mengalami pertumbuhan yang selama itu pula membutuhkan bimbingan dengan strategi mengajar, maka guru memiliki pemahaman tentang metode belajar mengajar.
Tugas saudara menjabarkan peran guru di dalam PBM, antara lain:
Guru harus memiliki keterampilan bagaimana cara menuangkan kurikulum di dalam proses pembelajaran di kelas yang mengacu pada dunia ranah.
Guru yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah guru yang memahami bagaimana teori atau cara mengajar yang baik.
Apakah guru itu adalah pekerja potensi.
Secara empiris, demokrasi dalam pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai pola/sistem pendekatan pendidikan dan pengajaran konstruktivisme, penelitian tindakan kelas dan supervise klinis,
Bagaimana pola bentuk pendekatan yang acuannya pada penelitian tindakan kelas supaya PBM demokrasi menjadi landasan pemberdayaan warga negara (Citizen empowerment).
Bagaimana totalitas seorang guru dalam menetapkan pola interkasi demokrasi pada anak didiknya secara empiris pada lingkungan sekitar?
Apakah alasan PBM demokrasi di negara indonesia tidak bisa berjalan sesuai dengan peran Hidden Curriculum)?
SELAMAT BEKERJA
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-21744270624414994502013-12-21T16:32:00.001-08:002013-12-21T16:32:48.006-08:00Arung ri tanah ogiArung Palakka
I Tenritetta Arung Palakka, Petta Malampee’ Gemmena, Batara Tungkena Tana Ugi, ternyata bukan hanya seorang panglima perang yang berani dan berhati keras. Dibalik itu, ia mempunyai kepribadian yang lunak. Setelah memenangkan Perang Makassar yang berkahir dengan Perjanjian Bongaya 1667, Arung Palakka memilih tinggal di Makassar dan membuat Istana kecil di Bontoala. Ia kemudian menunjuk La Patau kemanakannya untuk menggantikannhya sebagai Arungpone.Hubungann ya dengan penguasa Belanda yang tinggal di Benteng Rotterdam , berjalan baik walaupun tidak begitu hangat. Penguasa Belanda tampaknya masih sangat perlu memelihara hubungan dengan Bone penguasa seluruh kerajaan di Sulawesi -Selatan. Karena itu, penguasa Belanda sangat menghormati Arung Palakka serta apa yang telah dikatakannya. Termasuk antara lain, keputusannya untuk menyerahkan kerajaan Bone kepada La Patau kemanakannya.
Tetapi Arung Palakka merasa bahwa sikap permusuhan antara kerajaan Bone dan Gowa tidak bisa terus menerus terjadi. Baginda sangat memaklumi, betapa terhina dan dipermalukannya panglima-panglima perang kerajaan Gowa, ketika baru saja dikalahkan dalam Perang Makassar. Arung Palakka, ingin segera menghapuskan semua stigma dan penghinaan itu. Untuk itu, ia membuat sebuah paviliun besar di Gowa, dimana setiap malam ia memperkenankan panglima muda kerajaan Gowa berpesta dan bergembira. Mereka yang terluka dalam peperangan, dipangilkan seorang Kadhi yang membacakan doa dan memohon kesembuhannya. Apalagi, Arung Palakka sangat menghormati Karaeng Patingalloang, seorang intelektual besar dan pembesar kerajaan Gowa yang pernah menjadi ayah angkatnya, ketika ia sekeluarga menjadi tawanan Kerajaan Gowa jauh sebelum Perang Makassar meletus. Pesta ini diadakan untuk menandingi pesta besar-besaran pasukan Bone dan sekutunya serta pasukan Belanda di Bontoala, yang siang malam merayakan kemenangan Bone.
Arung Palakka berpikir, untuk menyatukan Gowa dan Bone, tidak ada jalan lain adalah mengadakan “pertalian keluarga” antar keduanya bahkan dengan kerajaan Luwu yang pernah membantunya. Untuk itu, Arung Palakka mempersunting putri Karaeng Bontomarannu, panglima pasukan laut Makassar menjadi isteri keduanya, setelah Daeng Talele. Sebelumnya, seorang kemanakannaya sudah dipersunting oleh penguasa di kerajaan Luwu. Setelah ia meninggal karena sakit keras pada tanggal 6 April 1696 , La Patau mengambilalih kepemimpinan Arung Palakka sebagaimana kehendak Arung Palakka sendiri. La Patau Matama Tikka Walinonoe’ kemudian melanjutkan kebijakan Arung Palakka dengan mempersunting salah seorang putri Karaeng Patukangan, seorang kerabat dan pembesar kerajaan Gowa yang bernama I Mariama Karaeng Patukangan. Pada makam La Patau yang diberi gelar Matinrio ri Nagauleng, sekitar 30 km dari jalan poros menuju Sengkang, sekarang makam I Mariama terletak tidak berapa jauh dari makam La Patau serta isteri-isterinya yang lain.
KAMPANYE “PEMBODOHAN’ PILKADA
Pada bulan Mei 2007 yang lalu, saya sempatkan berziarah kemakam La Patau Matinroe ri nagauleng, cikal bakal aristokarasi Sulawesi-Selatan ini di Bone. Makam La Patau telah dipugar oleh pemerintah daerah dengan baik. Makam itu terletak dalam tembok yang tebal, kemudian diberi atap pelindung . Seluruh makam yang kira-kira seluas seratus meter persegi. Dalam tembok yang terasa`tenang dan teduh itu, terletak sejumlah isteri dan kerabat La Patau Matama Tikka Walinonoe’, matinroe ri Nagauleng.
Inilah gagasan Arung Palakka untuk mendamaikan seluruh kerajaan di Sulawesi-Selatan agar tidak terus menerus bermusuhan. Penguasa kerajaan Bone, Gowa dan Luwu bahkan kerajaan di Ajatapareng, Soppeng , Sengkang, Tanete, Barru sampai selatan Makassar , Bataeng, Sinjai, Polongbangkeng, sudah tidak bisa dipilah-pilah lagi. Itulah “politik kawin mawin” yang sengaja diciptakan setelah Perang Makassar berakhir.
Sebagai contoh, Raja Gowa ke- I Makkulau Karaeng Lembangparang mempunyai dua putra masing-masing I Mappanyukki dan I Panguriseng Arung Alitta. I Mappanyukki kemudian diangkat menjadi Datu Suppa lalu dinobatkan lagi menjadi Arungpone . La Sinrang ( Sawitto) adalah kemanakan La Temma Addatuang Sawitto. Sementara Permaisuri I Makkualau Karaeng Lembangparang Raja Gowa yang bernama I Tenri Paddanreng adalah sepupu La Temma Addatuang Sawitto. Jadi La Sinrang adalah kemanakan permaisuri I Makkulau Sultan Husain Raja Gowa. Seperti diketahui Andi Abdullah Bau Massepe, pejuang nasional yang pernah menjadi Datu Suppa setelah A.Makkasau pamannya, adalah putra I Mappanyukki Arungpone. A.Abdullah Bau Massepe bersaudara dengan A.Pangerang Petta Rani, mantan Gubernur Sul-Sel.
I Makkulau Karaeng Lembangparang, mempunyai saudara bernama I Mangi-mangi Karaeng Bontonompo, yang kemudian menggantikannya menjadi Raja Gowa. I Mangi-mangi mempunyai anak bernama La Idjo Karaeng La Lolang yang kemudian menjadi Raja Gowa terakhir. Baginda I Mangi-mangi memperisterikan I Kunjung Karaeng Tanatana, putri I Nyula Mayor Bone. I Mappanyukki Arungpone ke XXII memperisterikan putri La Parenrengi Karaeng Tinggimae Datu Suppa ke XXIV putra Manggarabarani Arung Matowae Wajo . Isterinya bernama Dalawetoeng adalah putra La Panguriseng Addatuang Sidenreng. Betapa rumitnya hubungan keluarga bangsawan yang sudah saling bersilangan ini,
Karena itu, ketika kampanye Pilkada Gubernur baru-baru ini, ada kampanye yang menggunakan aristokrat membuat dikotomi antara Bugis dan Makassar, Bugis dan Turatea, maka kampanye itu adalah kampanye “pembodohan”. Sekarang, dalam suasana yang sudah “meelting pot” berbaur dan campur aduk, mengangkat isu seperti ini, total adalah “pembodohan”.
ASAL MULA KATA SULAWESI
Sulawesi, adalah nama sebuah pulau yang berada di tengah-tengah Indonesia. Bentuknya cukup unik, seperti huruf K dan dilalui oleh garis meridian 120 derajat Bujur Timur, dan juga terhampar dari belahan bumi utara sampai selatan. Menurut wikipedia, nama Sulawesi kemungkinan berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’ yang menurutnya banyak ditemukan di sekitar Danau Matana. Pada dokumen dan peta lama, pulau ini dituliskan dengan nama ‘Celebes’. Hikayat asal usul nama ‘Celebes’ dalam Bahasa Bugis…
Wettu rioloE, wettu pammulanna engka to macellaE gemme’na, no pole lopinna ri birittasi’E, lokka i makkutana ko to kampongE. To kampong E wettunna ro, na mapparakai lopinna, masolang ngi engsele’na. Na wettunna makkutana i to macella’E gemme’na, to kampong E de’ na pahang ngi, aga hatu na pau. Kira-kira pakkutanana yaro to macella’E gemme’na, mappakkoi: “Desculpar-me, qual é o nome deste local?” Yero to kampongE, naaseng ngi kapang, “agatu ta katenning?”. Mabbeli adani to kampongE, “Sele’bessi”. Pole mappakoni ro, na saba’ asenna ‘Celebes’.
Terjemahan bebas: Pada waktu lampau, pada saat pertama kali rombongan orang yang berambut merah turun dari perahu dan menghampiri penduduk setempat yang sedang bekerja membuat perahu. Pimpinan rombongan tersebut bertanya mungkin dalam bahasa Portugis yang tidak dimengerti, mungkin bertanya ‘Apa nama tempat ini?’ Penduduk yang ditanyai, karena tidak paham, hanya mengira-ngira mungkin dia ditanya benda apa yang sedang dia pegang? Dengan spontan penduduk tersebut menjawab ‘Sele’bessi’ yang artinya engsel besi. Sejak saat itu, pimpinan orang yang berambut merah mencatat lokasi yang mereka datangi bernama daerah ‘Celebes’.
Salah satu ekspedisi ilmiah dunia terkait dengan Sulawesi dilakukan oleh Alfred Russel Wallace yang mengemukakan suatu garis pembatas tentang flora dan fauna yang ada di Indonesia. Juga ekspedisi Snellius (Universitas Leiden) yang mempelajari tentang kondisi bawah permukaan sekitar Sulawesi sampai ke Maluku. Kedua ekspedisi ilmiah pada zaman tersebut menggunakan nama ‘Celebes’.
Yang menarik adalah masyarakat lokal pada waktu itu belum menyadari untuk memberikan nama ke pulau tempat mereka berdiam. Sehingga untuk hal ini, Celebes merupakan eksonim untuk pulau yang nyaris berbentuk huruf K ini. Dari Celebes ini kemudian berevolusi menjadi ‘Sulawesi’ yang menjadi endonim sampai saat ini.
............................................................................................................................
Pada lambang daerah Sulawesi Selatan ada tulisan lontara berbahasa Makassar.
Tertulis: "Kualleangi Tallanga Natowalia" dibawah gambar perahu khas Phinisi
Lalu diterjemahkan bebas menjadi : "Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai"
Namun arti sebenarnya kata "Kualleangi Tallanga Natowalia" adalah "Lebih Kupilih Tenggelam (di lautan) daripada Harus Kembali Lagi (ke pantai)".
Sulawesi sendiri dulu disebut Celebes oleh Belanda. konon berasal dari kata Sele' Bessi (badik besi - bahasa bugis).
Konon dahulu waktu orang Portugis datang, dia bertemu dengan seorang pribumi yang sedang attompang sele' alias badik (merawat badik dengan menggunakan jerus nipis)*.
Ketika itu orang Belanda bertanya: "Apa nama daerah ini?"
Tapi karena bahasanya kurang nyambung, pribumi yg ditanya mengira dia ditanya "apa nama benda yg kamu pegang itu?"
Maka dengan enteng Sang Pribumi menjawab: "Sele' Bessi"
Nah... dari kata Sele' Bessi inilah terbentuk kata Celebes alias Sulawesi...
,...........................................................................................................................
Dulu ada Pelaut Portugis yang Singgah di Makassar dan Menemui Raja Gowa untuk meminta Izin berlayar sekaligus menanyakan nama Daerah ini, tetapi pada saat orang Portugis itu Menghadap ke Hadapan Raja, Raja sedang Membersihkan Sele'nya (Kerisnya), Nah pada saat itu Orang Portugis Bertanya kepada Sang Raja dengan bahasa Portugis bahwa daerah ini namanya Apa???, karena Sang Raja tidak mengerti Bahasa Portugis, maka sang Raja hanya Memperkirakan arti pertanyaan itu, Sang Raja memperkirakan bahwa orang Portugis ini sedang mempertanyakan apa nama Benda yang ada di Tangan Sang Raja, maka Sang Raja pun menjawabnya dengan SELE' BASSI. singkat cerita Orang Portugis ini pun mencatat nama SELE' BASSI itu untuk menamai daerah kita, dan mereka lebih mudah menyebut SELE' BASSI dengan sebutan CELEBES.
Nb : Mohon Maaf ..! catatan diatas ga jelas asal usulnya hanya sekedar INFORMASI.
LAGALIGO
La Galigo adalah epik terpanjang dunia. Ianya wujud sebelum epik Mahabharata. Ianya mengandungi sebahagian besar puisi ditulis dalam bahasa bugis lama. Epik ini mengisahkan tentang kisah Sawerigading, seorang pahlawan yang gagah berani dan juga perantau. La Galigo tidak boleh diterima sebagai teks sejarah kerana ianya penuh dengan mitos dan peristiwa-peristiwa luar biasa. Walaubagaimanapun, ia tetap memberi gambaran kepada sejarahwan mengenai kebudayaan Bugis sebelum abad ke 14.
Sebahagian manuskrip La Galigo dapat ditemui di perpustakaan-perpustakaan di Eropah, terutamanya di Perpustakaan Leiden. Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, dan jumlah mukasurat yang tersimpan di Eropah dan di yayasan ini adalah 6000 tidak termasuk simpanan oleh orang perseorangan.
Kitaran Hayat La Galigo
500px-la_galigo_geneology.jpg
Epik dimulai dengan penciptaan dunia. Ketika dunia ini kosong (merujuk kepada Sulwesi Selatan), Raja Di Langit, La Patiganna, mengadakan suatu mesyuarat keluaraga dari beberapa kerajaan termasuklah Senrijawa dan Peretiwi dari alam ghaib dan membuat keputusan untuk melantik anak lelakinya yang tertua, La Toge’ langi’ menjadi Raja Alekawa (Bumi) dan memakai gelaran Batara Guru. La Toge’ langi’ kemudiannya berkahwin dengan sepupunya We Nyili’timo’, anak kepada Guru ri Selleng, Raja alam ghaib. Tetapi sebelum Batara Guru dinobatkan sebagai raja di bumi, beliau harus melalui suatu tempoh ujian selama 40 hari 40 malam. Tidak lama kemudiannya, beliau pun turun ke bumi, dikatakan turun di Ussu’, sebuah daerah di Luwu’ dan terletak di Teluk Bone. Batara Guru kemudiannya digantikan oleh anaknya, La Tiuleng dengan memakai gelaran Batara Lattu’. Beliau kemudiannya mendapat dua orang anak kembar iaitu Lawe atau La Ma’dukelleng atau Sawerigading (Putera Ware’) dan kembarnya, seorang anak perempuan bernama We Tenriyabeng. Kedua-dua kembar itu tidak membesar bersama dan kemudian Sawerigading, yang pada mulanya menganggap bahawa We Tenriyabeng tidak mempunyai hubungan darah dengannya, ingin berkahwin dengannya. Tetapi disebabkan ini adalah suatu larangan, dia meninggalkan Luwu’ dan bersumpah tidak akan kembali. Dalam perjalannya ke Kerajaan Cina, beliau telah mengalahkan beberapa pahlawan termasuklah pemerintah Jawa Wolio iaitu Setia Bonga. Sesampainya di Cina, beliau berkahwin dengan Datu Cina iaitu We Cudai.
Sawerigading digambarkan sebagai seorang kapten kapal yang perkasa dan antara tempat yang dilawati beliau ialah Taranate (Ternate di Maluku), Gima (Sama ada Bima atau Sumbawa), Jawa Rilau’ dan Jawa Ritengnga (kemungkinan Jawa Timur dan Tengah), Sunra Rilau’ dan Sunra Riaja (kemungkinan Sunda Timur dan Sunda Barat) dan Melaka. Beliau juga dikisahkan melawat syurga dan alam ghaib. Pengikut-pengikut Sawerigading terdiri daripada saudara-maranya dari pelbagai rantau dan rombongannya selalu didahului oleh kehadiran tetamu yang pelik seperti orang bunian, orang berkulit hitam dan orang berambut di dada.
Sawerigading adalah ayahanda I La Galigo (gelaran Datunna Kelling). I La Galigo juga seperti ayahandanya, seorang kapten kapal, seorang perantau, pahlawan mahir dan perwira yang tiada tolok bandingan. Beliau mempunyai empat orang isteri yang berasal dari pelbagai negeri. Seperti ayanhandanya, I La Galigo tidak pernah menjadi raja.
Anak lelaki I La Galigo iaitu La Tenritatta’ adalah yang terakhir di dalam epik itu untuk dimahkotakan di Luwu’.
Kitaran epik ini merujuk kepada waktu dimana penempatan Bugis berada di persisiran pantai Sulawesi. Ini dibuktikan dengan bentuk setiap kerajaan ketika itu. Penempatan awal ketika itu berpusat di muara sungai dimana kapal-kapal besar boleh melabuh dan pusat pemerintah pula terletak berdekatan dengan muara. Pusat pemerintahan mengandungi istana dan rumah-rumah orang atasan. Berdekatan dengan istana terdapat Rumah Majlis (Baruga) berfungsi untuk tempat bermesyuarat dan tempat menyambut pedagang-pedagang asing. Kehadiran pedagang-pedagang asing amatlaj dialu-alukan di kerajaan Bugis ketika itu. Selepas membayar cukai, barulah pedagang-pedagang asing boleh berniaga. Selalunya, pemerintah berhak berdagang dengan meraka menggunakan sistem barter, diikiuti golongan atasan atau bangsawan dan kemudiannya orang kebanyakkan. Perhubungan antara kerajaan adalah memalui jalan laut dan golongan muda bangsawan selalunya diarah untuk merantau sejauh yang mungkin sebelum memikul sebarang tanggungjawab dan Sawerigading dikatakan sebagai model mereka.
LA INCA 1
Menggantikan saudaranya La Tenri Rawe sebagai Arumpone. Kedudukan ini memang telah diserahkan ketika La Tenri Rawe masih hidup. Bahkan La Tenri Rawe berpesan kepadanya agar nanti kalau sampai ajalnya, La Inca dapat mengawini iparnya (isteri La tenri Rawe) yaitu We Tenri Pakiu Arung Timurung
Setelah menjadi Mangkau’, KaraengE ri Gowa datang untuk menyerang Bone. Ternyata La Inca tidak mewarisi kepemimpinan yang telah dilakukan oleh saudaranya. Banyak langkah-langkahnya yang sangat merugikan orang banyak. Para Arung Lili dimarahi dan dihukumnya. Salah seorang Arung Lili yang bernama La Patiwongi To Pawawoi diasingkan ke Sidenreng. Karena sudah terlalu lama berada di Sidenreng, maka ia pun kembali ke Bone untuk minta maaf.
Namun apa yang dialami setelah kembali ke Bone, dia malah diusir dan dibunuh. Arung Paccing dan cucunya yang bernama La Saliwu, Maddanreng Palakka yang bernama To Saliwu Riwawo serta masih banyak lagi bangsawan Bone yang dibunuhnya.
Pada suatu hari dia melakukan tindakan yang sangat memalukan yaitu mengganggu isteri orang. Karena didapati oleh suaminya, ia lantas mengancam orang tersebut akan dibunuhnya, sehingga orang tersebut melarikan diri. Untuk menutupi kesalahannya, isteri orang tersebut yang dibunuh. Ia pun membakar sebahagian Bone sampai di Matajang dan Macege. Orang Bone pun mengungsi sampai ke Majang.
Melihat orang Bone pada datang, Arung Majang bertanya,
”Ada apa gerangan di Bone?”
Dengan ketakutan orang Bone berkata,
”Kami tidak bisa mengatakan apa-apa, Puang. Silahkan Puang melihat sendiri bagaimana Bone sekarang”.
Mendengar laporan orang Bone, Arung Majang keluar melihat ke arah Bone. Disaksikannyalah api yang melalap rumah-rumah penduduk yang dilakukan oleh La Inca. Arung Majang lalu menyuruh beberapa orang untuk pergi ke Palakka memanggil I Damalaka. Tidak lama kemudian I Damalaka tiba di Majang. Sesampainya di rumah Arung Majang ia pun disuruh untuk ke Bone menghadapi La Inca.
I Damalaka menyuruh salah seorang untuk pergi menemui Arumpone dan menyampaikan agar tindakannya itu dihentikan. Akan tetapi setelah orang itu tiba di depan La Inca, ia pun dibunuh. Setelah itu, La Inca lalu membakar semua rumah yang ada di Lalebbata. Maka habislah rumah di Bone.
Mendengar itu, Arung Majang pergi ke Bone disusul oleh I Damalaka untuk menghadapi La Inca yang tidak lain adalah cucunya sendiri.
“Mari kita menghadapi La Inca, dia bukan lagi sebagai Arumpone karena telah melakukan pengrusakan”.
Berangkatlah semua orang mengikuti Arung Majang termasuk I Damalaka. Didapatinya La Inca sendirian di depan rumahnya. Setelah melihat orang banyak datang, La Inca lalu menyerbu dan menyerang membabi buta. Banyak orang yang dibunuhnya pada saat itu dan kurang yang mampu bertahan, akhirnya La Inca kehabisan tenaga. Karena merasa sangat payah, ia pun melangkah menuju tangga rumahnya. Ia bersandar dengan nafas yang terputus-putus.
Melihat cucunya sekarat, Arung Majang berlari mendekati dan memangku kepalanya. La Inca pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Oleh karena itu disebutlah MatinroE ri Addenenna (meninggal di tangga rumahnya).
Adapun anak La Inca MatinroE ri Addenenna dari isterinya We Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE adalah La Tenri Pale To Akkeppeang kawin dengan kemenakannya yang bernama We Palettei KanuwangE anak dari We Tenri Patuppu dengan suaminya To Addussila. Kemudian La Tenri Pale kawin lagi dengan We Cuku anak Datu Ulaweng. Dari perkawinan ini lahirlah We Pakkawe kemudian melahirkan We Panynyiwi Arung Mare.
We Panynyiwi kawin dengan pamannya sepupu dari ibunya MatinroE ri Bukaka. Dari perkawinan ini lahirlah We Daompo yang kawin dengan La Uncu Arung Paijo. Lahirlah La Tenri Lejja. Inilah yang melahirkan La Sibengngareng yang kemudian menjadi Maddanreng di Bone.
Anak La Inca berikutnya adalah We Tenri Sello MakkalaruE kawin dengan kemenakannya yang bernama La Pancai To Patakka Lampe Pabbekkeng, anak dari We Tenri Pala dengan suaminya To Alaungeng Arung Sumaling. Lahirlah La Maddaremmeng MatinroE ri Bukaka, kemudian lahir pula La Tenri Aji MatinroE ri Siang.
Selanjutnya lahir We Tenri Ampa Arung Cellu yang kawin dengan To MannippiE Arung Salangketo yang kemudian melahirkan We Tenri Talunru.
.
LAPARENRENGI ARUNG UGI 1845-1857
La Parenrengi sebagai Arung Lompu menggantikan pamannya La Mappaseling Arung Pannyili sebagai Mangkau’ di Bone. La Parenrengi adalah anak dari La Mappaewa Arung Lompu To Malompo ri Bone saudara kandung dengan MatinroE ri Salassana. Sedangkan ibunya bernama We Tabacina atau Bau Cina Karaeng Kanjenne anak dari La Pasanrangi Petta CambangE Arung Malolo Sidenreng
Anak MappalakaE dengan Petta CambangE, adalah ; pertama bernama La Patongai Datu Lompulle Ranreng Talotenre. Inilah yang dipersiapkan menjadi Addatuang Sidenreng, akan tetapi Petta CambangE berperang dengan saudaranya yang bernama La Panguriseng sehingga kedudukan tersebut direbut oleh La Panguriseng. Anak yang kedua bernama La Unru Arung Ujung, ketiga bernama We Tabacina Karaeng Kanjenne dan yang keempt bernama We Batari, meninggal diwaktu kecil.
We Tabacina kawin dengan La Mappaewa Arung Lompu To Malompo ri Bone. Dari perkawinannya itu lahirlah La Parenrengi. Inilah yang disepakati oleh Hadat Tujuh Bone untuk diangkat menjadi Arumpone. Anak MappalakaE dengan Petta CambangE berikutnya, adalah; Toancalo Arung Amali Tomarilaleng Bone Ranreng juga di Talotenre. Berikutnya bernama We Rukiyah dan berikutnya lagi bernama Sitti Saira Arung Lompu.
Sitti Saira kawin dengan anak sepupu satu kalinya yang bernama Singkeru’ Rukka Arung Palakka MatinroE ri Topaccing. Dari perkawinannya itu lahirlah We Patima Banri Arung Timurung.
La Parenrengi Arung Ugi yang telah diangkat menjadi Arumpone dan masih tetap didampingi oleh pamannya yang bernama La Mappangara Arung Sinri. Dalam khutbah Jumat nama Arumpone La Parenrengi disebut sebagai Sultan Ahmad Saleh Mahyuddin. La Mappangara Arung Sinri masih tetap berjasa dalam memperbaiki hubungan antara Bone dengan Kompeni Belanda.
Karena jasa-jasa La Mappangara Arung Sinri sehingga Kompeni Belanda benar-benar memperlihatkan perhatiannya dalam menjalin kerja sama dengan Arumpone.Pembesar Kompeni Belanda yang ada di Ujungpandang sengaja masuk ke Bone sebagai tanda bahwa Bone dengan Kompeni Belanda bersahabat yang dimulai dari MatinroE ri Salassana.
Ketika Pembesar Kompeni Belanda yang bernama Tuan de Peres masuk ke Bone pada tahun 1846 M. Arumpone La Parenrengi menjemput dan menerimanya dengan baik. Namun tidak seorangpun yang menduga bahwa persahabatan Bone dengan Kompeni Belanda akan mengalami masalah. Seperti kata orang tua bahwa sedangkan piring satu tempat bisa saling berbenturan, walaupun tidak ada yang menggoyangkannya.Begitu pula Arumpone La Parenrengi dengan Kompeni Belanda, persahabatan yang begitu akrab, tiba-tiba saja merenggang.
Karena La Mappangara Tomarilaleng Bone mengambil jalan pintas yaitu untuk minta kepada Arumpone agar dirinya dapat diberhentikan sebagai Tomarilaleng. Permintaan itu dipenuhi oleh Arumpone La Parenrengi dengan pertimbangan bahwa pamannya itumemang sudah tua dan ingin istirahat.
Dalam tahun 1849 M. setelah tugasnya sebagai Tomarilaleng Bone dilepaskannya, maka naiklah ke Ujungpandang untuk minta perlindungan kepada Pembesar Kompeni Belanda yang bernama Tuan de Peres. Kepada Arung Sinri Pembesar Kompeni Belanda menunjukkan tempat yang baik untuk ditempati, yaitu Marus. Setelah kesepakatan antara Arung Sinri dengan Pembesar Kompeni Belanda selesai dan Arung Sinri setuju untuk tinggal di Marus, maka kembalilah ke Bone mengumpulkan semua barang-barangnya dan segenap keluarganya untuk dibawa ke Ujungpandang.
Setelah semua barang-barangnya selesai dikemas dan segenap keluarganya yang akan mengikutinya dipersiapkan, La Mappangara Arung Sinri minta izin kepada kemanakannya Arumpone untuk berangkat ke Ujungpandang. Arumpone La Parenrengi melepas kepergian pamannya diikuti oleh beberapa keluarganya. Arung Sinri bersama rombongannya berjalan menelusuri hutan, melewati Lappariaja akhirnya sampai di padang yang luas di Maros, di tempat yang telah ditunjukkan oleh Pembesar Kompeni Belanda, yaitu tempat yang bernama SessoE.
Di tempat itulah Arung Sinri dengan seluruh pengikutnya singgah dan menetap. Kepada pengikutnya dibagikan tanah untuk digarap sebagai sumber penghidupan dengan keluarganya.
Arung Sinri yang dikenal sangat patuh dalam melaksanakan syariat Islam, maka iapun merasa tenang dan aman dalam beribadah ditempatnya yang baru itu. Beberapa saat kemudian Arung Sinri memilih suatu tarekat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, yaitu tarekat khalwatiyah. Pergilah ke Barru menemui seorang ulama’ yang bernama Haji Kalula. Inilah yang membimbingnya untuk lebih memperdalam ilmu agama Islam yang dianutnya. Anak cucunyalah secara turun temurun yang menjadi Pangulu Lompo tarekat Khalwatiyah itu.
Pada tanggal 16 Februari 1857 M. Arumpone La Parenrengi meninggal dunia di Ajang Benteng. Oleh karena itu dinamakanlah MatinroE ri Ajang Benteng. Selanjutnya digantikan oleh janda sepupu satu kalinya yang bernama We Tenriawaru Pancai’tana Besse Kajuara.
LAPABBENTENG
Petta lawa 1945-1951
La Pabbenteng Petta Lawa Arung Macege menjadi Mangkau’ di Bone yang diangkat oleh NICA (Nederland Indiche Civil Administration), suatu organisasi baru yang dibentuk oleh Belanda dan sekutunya yang bertujuan untuk berkuasa kembali di Indonesia. Padahal Bangsa Indonesia telah memperoklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Sukarno-Hatta.
Setelah La Mappanyukki berhenti menjadi mangkau’ di Bone, maka tidak ada lagi putra mahkota yang dapat menggantikannya kecuali La Pabbenteng Petta Lawa Arung Macege. Oleh karena itu, NICA mengangkatnya menjadi Arumpone atas persetujuan anggota Ade’ Pitu-E Bone menggantikan La Mappanyukki Datu Malolo ri Suppa.
Sebelum diangkat menjadi Mangkau di Bone, La Pabbenteng memang selalu dekat dengan NICA dan selalu bersama-sama apabila NICA bepergian. Oleh karena itu dia diberi pangkat kemiliteran yaitu Kapten Tituler. Setelah diangkat menjadi Mangkau’ Bone, pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel Tituler.
Pada waktu La Mappanyukki akan diangkat menjadi Mangkau’ di Bone, salah seorang anggota Hadat Tujuh Bone yang menolaknya adalah La Pabbenteng Arung Macege. Karena menurutnya dia lebih berhak untuk menduduki akkarungengE ri Bone sebab dialah yang paling dekat dengan La Pawawoi Karaeng Sigeri MatinroE ri Jakarta. Akan tetapi sebelum Perang Dunia II La Pabbenteng memperbuat kesalahan di Bone yaitu membunuh sepupunya yang bernama Daeng Patobo. Oleh karena itu, Gubernur Belanda bersama Hadat Tujuh Bone memutuskan untuk mengasingkan La Pabbenteng. Setelah datang Jepang, barulah La Pabbenteng kembali dari pengasingannya.
Ketika ia diasingkan, kedudukannya sebagai Arung Macege digantikan oleh La Pangerang Daeng Rani anak La Mappanyukki Datu Malolo ri Suppa Arumpone ke 32. Kedudukan itu berakhir setelah diasingkan oleh NICA ke Tanah Toraja bersama ayahnya La Mappanyukki karena pernyataannya yang tetap berdiri dibelakang Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Sukarno Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat La Pabbenteng menjadi Arumpone ia melengkapi perangkat pemerintahannya dengan mengangkat To Marilaleng La Maddussila Daeng Paraga menjadi MakkedangE Tanah. Selanjutnya La Sulo Lipu Sulewatang Lamuru diangkat menjadi To Marilaleng menggantikan La Maddussila Daeng Paraga.
La Pabbenteng kawin di Sidenreng dengan We Dala Uleng Petta Baranti, anak dari We Bunga dengan suaminya yang bernama La Pajung Tellu Latte Sidenreng. Cucu langsung Addatuang Sidenreng dari ibunya dan cucu langsung Arung Rappeng Addatuang Sawitto dari ayahnya.
Arumpone La Pabbenteng kemudian diperintahkan oleh NICA untuk mempersatukan arung-arung (raja-raja) di Celebes Selatan untuk membentuk organisasi yang bernama Hadat Tinggi. Organisasi ini diketuai sendiri oleh Arumpone La Pabbenteng dan wakilnya adalah La Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang. Hadat Tinggi itulah yang ditempati oleh Gubernur NICA untuk melaksanakan pemerintahannya di Celebes Selatan.
Pada masa pemerintahan La Pabbenteng di Bone, NICA mengadakan Komperensi Malino yang diprakarsai oleh Lt.G.Dj.Dr.H.J.van Mook, sekaligus sebagai pimpinan. Komperensi itu dihadiri oleh wakil-wakil dari Celebes, Sunda Kecil dan Maluku yang bertujuan membentuk suatu negara dalam negara Republik Indonesia yaitu Negara Indonesia Timur (NIT).
Pada tanggal 12 November 1948, Gubernur NICA di Ujungpandang menyerahkan kepada Arumpone La Pabbenteng untuk menjadi Ketua Hadat Tinggi dan memasukkan sebagai satu bahagian dari Negara Indonesia Timur. Namun bentukan NICA itu tidak berumur panjang, sebab pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia kepada Bangsa Indonesia. Selanjutnya terbentuklah Republik Indonesia Serikat dan bubar pulalah Hadat Tinggi bentukan NICA.
Dalam tahun 1950 La Pabbenteng mengundurkan diri sebagai Arumpone, dia berangkat ke Jawa bersama isterinya. Begitu pula anggota Hadat Bone, semua meninggalkan kedudukannya sebagai anggota Hadat Bone.
TAKKEBUKU DIANGKAT MENJADI RAJA
(ARUNG ENREKANG PERTAMA)PADA ABAD XV M.
Pada waktu Takkebuku dewasa dikawinkan dengan Mappesangka dari Cepakan seorang yang cakap didalam membuat peraturan oleh karena itu dia banyak membantu istrinnya yang memegang dua kelompok pemerintahan ialah Taulan dan Tinggalung.
Takkebuku melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Kota yang setelah dewasa dikawinkan dengan Pasoloi anak Laki-laki Puang Timbang Ranga. Waktu upacara perkawinan diadakan rakyat Timbang Ranga membuat Baruga di manena kampung Bitu Ku’ku.
Yang kemudian setelah perkawinan selesai Pasoloi membangun rumah di sini karena kerbaunya disekitar tempat ini. Didalam perkawinan Pasoloi memotong 9 ekor kerbau 7 ekor di makam didalam perjalanan antara Bitu dan Batili seekor diinjak kepalanya waktu turun di rumahnya dan seekor waktu naik di rumahnya pengantin perempuan.
Didalam upacara perkawinan ini dihadiri seluruh anggota Hadat orang-orang tua kampung dari Taulan, Tinggalung, Timbang, Cemba, tidak ketinggalan Tomakaka Kulande, Kendean, Andongi, Tapuan, Salise. Salah seorang diantara mereka ini mulai berbicara kepada hadirin malahan dengan suara berteriak mengatakan karena pasoloi dengan Kota sudah dikawinkan maka puang Timbang Ranga mengabungkan Timbang dengan Taulan dan Tinggalung dibawah pimpinan Takkebuku.
Kemudian puang Cemba berdiri mengatakan karena Puang Taulan keturunan Tomanurun Puang Palipada begitu juga Cemba dan Timbang, maka saya mengatakan Cemba bergabung denganTaulan, Tinggalung, Timbang dibawah Pimpinan Puang Takkebuku. Mappesangka suami Takkebuku Puang Endekan, berkata bahwa keempat pemerintahan ini bergabung maka sebaiknya diberikan nama gabungan Pemerintahan ini dan dibuatkan ketentuan atau peraturan.
Pada waktu itu disetujui gabungan ini diberi nama KERAJAAN ENREKANG dan ke empat kepala pemerintahan digelar PUANG TAKKE, LILI, MADIKA dan PITU ANAK BANUWA mengurus makanan Takkebuku Puang Endekan masing-masing :
Bisang
Bitu
Leon
Osso
Tondon
Randanan
Malauwe
Sedang empat Gajang ditaking masing-masing :
Kaluppini
Kotu
Lekkong
Kabere
Dan bahagian persenjataan adalah Kampung Massemba.
Pada waktu kerajaan Bone mengetahui ada kerajaan baru dengan nama Kerajaan Enrekang, maka ditugaskan beberapa ratus tentara Kerajaan Bone menyerang Enrekang. Untuk melawan tentara Kerajaan Bone dengan kekuatan jelas Kerajaan Enrekang tidak mampu karena Kerajaan baru yang belum mempunyai pasukan dan persenjataan yang cukup, maka Takkebuku Puang Enrekang mengumpulkan orang-orang pandai termasuk orang pandai Tomatua dari Baroko.
Sore hari datanglah orang melapor bahwa tentara kerajaan Bone sudah berada di Sumbang dan sebahagian masih ada di Leoran dipinggir sungai yang mengalir ke kampung Baba, untuk melakukan penyerangan ke kampung Enrekang diperkirakan mereka akan lakukan pada malam hari atau pagi hari besok.
Tomatoa Baroko mengusulkan kepada Puang Endekan mengumpulkan berapa puluh batang pisang yang panjangnya satu meter dan menyediakan pelita dari kemiri dan damar dan kemudian ditancapkan diatas batang pisang tersebut. Kemudian batang pisang itu dihanyutkan mulai dari sungai mata allo tepatnya jembatan gantung sekarang, batang pisang tersebut dibawah arus air sungai Mata Allo berbaris layaknya sepasukan prajurit tentara terus ke pertemuan sungai Mata Allo dan sungai Saddang di kampung Massemba sekarang.
Tentara Kerajaan Bone yang ada di Sumbang lari kembali ke kampung Leoran sedang tentara kerajaan Bone yang di Leoran sudah mulai bergerak maju ke Sumbang, karena tentara kerajaan Bone yang di Leoran yang bergerak ke Sumbang menyangka yang datang menyerang adalah pasukan kerajaan Enrekang menyerang dari belakang maka dalam kondisi gelap tersebut terjadi perkelahian yang sengit antara mereka itu di tengah malam yang gelap gulita.
Dan setelah beberapa lama terjadi perkelahian antara mereka dan telah benyak korban yang berjatuhan barulah mereka sadar bahwa mereka berkelahi antara mereka sendiri. Malam itu mereka kembali ke Bone meniggalkan teman-temannya yang sudah menjadi mayat. Karena banyaknya mayat yang membusuk di sungai itu maka sungai tersebut dinamakan Salu Burung’ (sungai yang bau), sekarang sungai itu mengalir ke sungai Saddang melalui kampung Baba.
Kemudian datang utusan Raja Bone meminta kepada Raja Enrekang ke Bone untuk diadu dengan kerbau Raja Bone, dan membawa juga 40 ekor ayam yang sama bunyinya serta tali abu. Permintaan raja Bone itu dipenuhi dengan hasil pemikiran Tomakaka Surakan ialah anak kerbau yang sudah lama tidak menetek dan diikat tanduk rusa yang tajam di hidungnya, anak ayam 40 ekor, tali abu dibuat dari kain. Pada waktu itu kerbau raja Bone dikalahkan oleh kerbau raja Enrekang dan semua permintaannya dipenuhi kerajaan Enrekang, maka kerajaan Enrekang tidak lagi diganggu Kerajaan Bone dan diakui sebagai Kerajaan di Sulawesi Selatan dan Tenggara.
SEJARAH BONE
Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17 (A. Sultan Kasim,2002). Kebesaran kerajaan Bone tersebut dapat memberi pelajaran dan hikmah yang memadai bagi masyarakat Bone saat ini dalam rangka menjawab dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan sosial, perubahan ekonomi, pergeseran budaya serta dalam menghadapi kecenderungan yang bersifat global.
Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan kearah yang lebih baik.
Ketiga hal yang dimaksud adalah :
Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminology politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “ade pitue”, yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh ade pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan.
Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun 1507-1586 yang pernah disampaikan kepada Raja Bone seperti yang dikemukakan oleh Wiwiek P . Yoesoep (1982 : 10) bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:
1. Seuwani, Temmatinroi matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
2. Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
3. Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ (Raja harus pintar membuat kata-kata atau jawaban).
4. Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata yang benar).
Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.
Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik.
Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu.
Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng yang melahirkan TELLUM POCCOE atau dengan sebutan lain “LaMumpatue Ri Timurung” yang dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.
Kemudian pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu.
Banyak refrensi yang bisa dipetik dari sari pati ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya. Demikian halnya (kabupaten Bone) potensi yang besar yang dimiliki, yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata dan potensi lainnya.
Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan dan perencanaan yang tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.<div class="fullpost">
</div>
Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-90256812458630277372012-07-09T21:22:00.002-07:002012-07-09T21:22:33.739-07:00my tesis<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="color: black;">ABSTRACT</span></b><b><span style="color: black;"></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNoSpacing" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;">
Ahsan
Sofyan, 2012. <span lang="EN-US">THE
IMPACT OF OPEN-ENDED<i> </i>LEARNING
METHOD TOWARDS STUDENTS’ CRITICAL THINKING ABILITIES</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="SV">(Quasi Eksperiment on
Seventh Grade Students in</span><span lang="SV"> </span><span lang="SV">SMP Negeri 11 Makassar)</span>. <span class="hps">T<span lang="EN-US">hesis</span></span><span lang="EN-US"> Faculty of
Social Science Education</span>. <span class="hps"><span lang="EN-US">Indonesia </span></span><span class="hps">U<span lang="EN-US">niversity</span></span><span class="hps"> of</span> <span class="hps">E<span lang="EN-US">ducation</span></span><span class="hps">.</span> </div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span lang="EN-US" style="background: none repeat scroll 0% 0% white; color: black;">Learning
situation and process </span><span style="background: none repeat scroll 0% 0% white; color: black;">the</span><span lang="EN-US" style="background: none repeat scroll 0% 0% white; color: black;">re made in order
to develop student’s potential; it means that learning process must be oriented
to the students (student active learning). Education’s task is developing
student’s self potential, not feeding through the learning’s material or
forcing students to memorize the data and fact. In this case, the more
innovative learning is needed. One of the systems which is expected can be
increased the students ability of particular thinking is applying the Open-ended approach. Open-ended approach is a learning
approach which is more emphasizing in students’ efforts in order to come to the
answer from the truth or only from the accuracy of student’s answer, students
are facing the problem which has more than one right answer, teacher does not
limit the way students in solving the problems, moreover the teacher gives
freedom to the students for seeking and using many approach towards the
problem. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span lang="EN-US" style="background: none repeat scroll 0% 0% white; color: black;">This
research was conduct in order to find out whether the Open-ended approach can be increasing students’ ability in
critical thinking. The object of this research was the seventh grade students
of SMP Negeri 11 Makassar, and based on the method used that is experiment
method, two classes were chosen to be the contol class and the experiment
class. This research used pretest-posttest design, so that the increasing of
those classes’ ability in critical thinking can be seen. </span><span lang="EN-US"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span lang="EN-US" style="background: none repeat scroll 0% 0% white; color: black;">From
the tabulation of data, before using </span><span lang="EN-US" style="color: black;">Open-ended<i> </i></span><span lang="EN-US" style="background: none repeat scroll 0% 0% white; color: black;">approach
in the students’ critical thinking the result of experiment class and control
class is not really different. After the </span><span lang="EN-US" style="color: black;">Open-ended<i>
</i></span><span lang="EN-US" style="color: black;">approach
was used in the experiment class, the ability of the students’ critical
thinking has increased from the average score of the low pretest<i> </i>category
to be high pretest category. <span style="background: none repeat scroll 0% 0% white;">Whereas in the
conventional class of critical thinking, the average score of the low pretest
category students, slightly increased and included as middle category. In the
experiment class, the learning result that had the average score of low
category, increasing to be high category. While in the conventional class, the
average score of pretest was slightly increased become the low category. So, it
can be concluded that the learning process using </span>Open-ended<i> </i>approach can be increasing the ability of
students’ critical thinking than the common learning. Open-ended<i> </i>approach can be used by the teacher in
Social Science learning in SMP in order to make the active learning, creative
and also fun. </span><span style="color: black;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 2.0cm; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="color: black;">Keyword: </span><span lang="EN-US" style="color: black;">Social Science learning</span><span style="color: black;">, the </span><span lang="EN-US" style="color: black;">Open-ended<i> </i></span><span lang="EN-US" style="color: black;">approach</span><span style="color: black;">,</span> <span style="color: black;">Critical
Thinking Abilities<span style="background: none repeat scroll 0% 0% white;"></span></span></div>
<div class="fullpost">
</div>Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-91651465774859703982012-01-08T23:36:00.000-08:002012-01-08T23:36:19.511-08:00strategi pembelajaran Bruce JoiceSTRATEGI PEMBELAJARAN MENURUT BRUCE JOYCE DAN MARSHA WEIL <br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Berdasarkan karakteristik dari setiap model pembelajaran tersebut, Joyce dan Weil mengklasifikasi model-model pembelajaran kedalam empat rumpun model, yaitu : <br />
1. Rumpun Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Models). <br />
Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan keluarnya serta pengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Kelompok model ini menekankan pada peserta didik agar memilih kemampuan untuk memproses informasi sehingga peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah yang memiliki kemampuan dalam memproses informasi. Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat 7 model pembelajaran, yaitu : </div>a. Pencapaian Konsep (Concept Attainment) <br />
b. Berpikir induktif (InductiveThinking) <br />
c. Latihan Penelitian (Inquiry Training) <br />
d. Pemandu Awal (Advance Organizer) <br />
e. Memorisasi (Memorization) <br />
f. Pengembangan Intelek (Developing Intelect) <br />
g. Penelitian Ilmiah (Scientic Inquiry) <br />
<br />
2. Rumpun Model Personal (Personal Models) <br />
<div style="text-align: justify;">Rumpun model personal bertolak dari pandangan kedirian atau “selfhood” dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan yang memungkinkan seseorang dapat memahami diri sendiri dengan baik , sanggup memikul tanggung jawab untuk pendidikan dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Penggunaan model-model pembelajaran dalam rumpun personal ini lebih memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Dalam rumpun model personal ini terdapat 4 model pembelajaran, yaitu : </div>a. Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching) <br />
b. Model Sinektik (Synectics Model) <br />
c. Latihan Kesadaran (Awareness Training) <br />
d. Pertemuan Kelas (Classroom Meeting) <br />
<br />
3. Rumpun Model Interaksi Sosial (Social Models) <br />
<div style="text-align: justify;">Penggunaan rumpun model interaksi sosial ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan kerjasama dari para siswa. Model pembelajaran rumpun interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui kesepakatanm-kesepakatan yang diperoleh di dalam dan dengan menggunakan proses-proses sosial, dan (b) proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan masyarakat dalam arti seluas-luasnya secara build-in dan terus menerus. Dalam rumpun model interaksi sosial ini terdapat 5 model pembelajaran, yaitu : </div>a. Investigasi Kelompok (Group Investigation) <br />
b. Bermain Peran (Role Playing) <br />
c. Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential UInquiry) <br />
d. Latihan Laboratoris (Laboratory Training) <br />
e. Penelitian Ilmu Sosial <br />
<br />
4. Rumpun Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems) <br />
<div style="text-align: justify;">Rumpun model system perilaku mementingkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan manipulalsi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Model ini memusatkan perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikaksikan keberhasilan. Dalam rumpun model sistem perilaku ini terdapat 5 model pembelajaran, yaitu : </div>a. Belajar Tuntas (Mastery Learning) <br />
b. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) <br />
c. Belajar Kontrol Diri (Learning Self Control) <br />
d. Latihan Pengembangan Keterampilan dan Konsep (Training for Skill and Concept Development) <br />
e. Latihan Assertif (Assertive Training. <br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Keempat rumpun model pembelajaran yang telah dikemukakan di atas, menurut Jioyce dan Weil (1986) memiliki unsur-unsur sebagai berikut: </div><div style="text-align: justify;">1. Sintaks (Syntax) yaitu urutan langkah pengajaran yang menunjuk pada fase-fase /tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila ia menggunakan model <br />
pembelajaran tertentu. Misalnya model eduktif akan menggunakan sintak yang berbeda dengan model induktif <br />
2. Prinsip Reaksi (Principles of Reaction) berkaitan dengan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Prinsip ini memberi petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan yang berlaku pada setiap model. </div><div style="text-align: justify;">3. Sistem Sosial (The Social System adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran (situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam penggunaan model pembelajaran tertentu) <br />
4. Sistem Pendukung (Support System) yaitu segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal. </div><div style="text-align: justify;">5. Dampak Instruksional (Instructional Effect) dan Dampak Pengiring (Nurturant Effects). Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi pembelajaran, sementara dampak pengiring adalah hasil belajar samapingan (iringan) yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu. </div><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Kumpulan atau set model mengajar yang dianggap komprehensif, menurut Tardif (1989) adalah set model yang dikembangkan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil dengan kategorisasi sebagai berikut :<br />
1. Model Information Processing, sebuah model mengajar untuk mengembangkan ranah cipta (kognitif). Termasuk model information processing adalah Model Peningkatan Kapasitas Berfikir yang diilhami oleh Jean Piaget (1896 – 1980). Penerapan model ini diarahkan pada pengembangan-pengembangan sebagai berikut :</div> a. Daya cipta akal siswa<br />
b. berpikir kritis siswa<br />
c. Penilaian mandiri siswa<br />
Langkah-langkah (syntax)<br />
<div style="text-align: justify;">Setelah guru mempersiapkan segala sesuatu yang mendukung penyajiannya, seperti alat peraga, buku sumber dll, ia harus siap melaksanakan tiga macam sintaks model. Langkah-langkah ini biasanya ditempuh dengan menggunakan motede Diskusi dan pemberian tugas yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :</div><br />
<div style="text-align: justify;">1. langkah konfrontasi. Yaitu guru mengkonfrontasikan atau menghadapkan para siswa pada permasalahan yang menentang, penuh tanda tanya, dan terkadang tak masuk akal. Caranya ialah dengan menajukan pertanyaan yang pelik tetapi masih setara dengan perkembangan ranah kognitif siswa.</div><br />
<div style="text-align: justify;">2. langkah inquiry, merupakan proses pengunaan intelek siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan cara menemukan dan mengorganisasikan konsep-konsep ke dalam sebuah tatanan yang menurut siswa tersebut penting (Barlow, 1985). Selama proses inquiry guru perlu memberi peluang kepada siswa agar lebih banyak mengembangkan kreativitas sendiri dalam memecahkan masalah.</div><br />
<div style="text-align: justify;">3 langkah transfer. Pada tahap akhir ini diharapkan kemampuan-kemampuan ranah cipta dan rasa yang sudah dimiliki oleh siswa dapat mempermudah penyelesaian-penyelesaian tugas pembelajaran berikutnya. Selain itu, kiat kognitif siswa dalam memecahkan masalah diharapkan dapat memberi dampak positif atau dapat digunakan lagi untuk memecahkan masalah-masalah baru (Lawson, 1991)</div><br />
2. Model personal (pengembangan pribadi)<br />
<div style="text-align: justify;">Model personal berorientasi pada pengembangan pribadi siswa dengan lebih banyak memperhatikan kehidupan ranah rasa, terutama fungsi emosionalnya. Model personal lebih ditekankan pada pembentukan dan pengorganisasian realitas kehidupaan lingkungan. Diharapkan dengan model ini proses belajar-mengajar dapat menolong siswa dalam mengembangkan sendiri hubungan yang produktif dengan lingkungannya.<br />
Model personal lebih bersifat bimbingan dan penyuluhan dalam mengantisipasi atau mengatasi kesulitan belajar siswa, juga untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar siswa yang dianggap bermasalah. Teknik yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan model personal adalah teknik wawancara. Dalam wawancara ini siswa dibebaskan menjawab dan mengekspresikan ide dan perasaan kepada guru pembimbing sehubungan dengan masalah yang sedang dialami. Sebaliknya, guru yang berfungsi sebagai pembimbing sangat dianjurkan untuk bersikap empatik, dalam arti menunjukkan respons ranah cipta dan rasa yang penuh pengertian terhadap emosi dan perasaan siswa (Reber, 1988)</div><br />
<br />
Langkah-langkah (syntax)<br />
<div style="text-align: justify;">1. Menentukan situasi yang membantu. Tahapan ini dilakukan pada wawancara awal. Guru harus pandai-pandai menyusun daftar pertanyaan yang membuka jalan bagi siswa klien untuk mengekspresikan secara bebas hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Jadi, tahapan ini lebih bersifat penjajagan masalah.<br />
<br />
2. Mendorong/memotivasi siswa klien untuk mengekspresikan segala perasaan yang ada, baik yang bersifat positif maupun negatif.</div><br />
<div style="text-align: justify;">3. Mengembangkan insight, dalam arti mengerti dan menyadari sendiri tentang arti, sebab, dan akibat perilakunya pada masa lalu yang bermasalah. Peranan guru dalam hal ini memberi akses keterusterangan siswa klien, agar jenis masalah yang akan dipecahkan pada langkah selanjutnya dapat ditentukan rumusannya.</div><br />
<div style="text-align: justify;">4. Memotivasi siswa klien sambil membantuk membuat keputusan tentang jenis masalah dan membuat rencana pemecahan masalah tersebut. Dalam hal ini, yang dilakukan guru adalah menawarkan alternatif-alternatif penentuan jenis masalah dan prosedur pemecahannya untuk dijadikan acuan siswa tersebut dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Jadi yang mengatasi masalah bukan guru pembimbing melainkan siswa klien itu sendiri.</div><br />
<div style="text-align: justify;">5. Memotivasi siswa klien untuk mengambil keputusan mengenai jenis masalah dan tindakan-tindakan positif. Guru pembimbing tinggal memantau pelaksanaan tindakan-tindakan siswa tersebut sambil bersiap siaga membantu menyingkirkan atau mengurangi hambatan yang mungkin merintangi tindakan positif siswa.</div><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">3. Model behavioral (pengembangan perilaku)<br />
Model behavioral direkayasa atas dasar kerangka teori perilaku yang dihubungkan dengan proses belajar mengajar. Aktivitas mengajar, menurut teori ini harus ditujukan pada timbulnya perilaku baru atau berubahnya perilaku siswa ke arah yang sejalan dengan harapan. Di antara model mengajar behavioral adalah mastery learning (model belajar tuntas). Model ini pada dasarnya merupakan pendekatan mengajar yang mengacu pada penetapan kriteria hasil belajar. Kriteria tingkat keberhasilan belajar ini meliputi :</div>1). Pengetahuan;<br />
2). Konsep;<br />
3) keterampilan;<br />
4) sikap dan nilai.<br />
<br />
Langkah-langkah (syntax)<br />
<div style="text-align: justify;">1. langkah orientasi. Pada tahap pertama ini guru dianjurkan menyusun framework (kerangka kerja pengajaran). Dalam kerangka tersebut ditetapkan hal-hal sebagai berikut:</div>o pokok bahasan materi pelajaran<br />
o Keterampilan yang harus dikuasai siswa setelah mempelajari materi pelajaran.<br />
o tugas dan tanggung jawab murid dalam melakukan belajar.<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">2. Langkah penyajian. Pada tahap kedua guru menjelaskan konsep konsep yang terdapat dalam pokok bahasan, serta mendemonstrasikan keterampilan yang berhubungan dengan materi pelajaran.</div><br />
<div style="text-align: justify;">3. Langkah strukturisasi latihan. Pada tahap ketiga ini guru memperlihatkan contoh-contoh mempraktikkan keterampilan sesuai dengan urutan yang telah dijelaskan pada waktu penyajian materi. Dianjurkan untuk memakai media seperti video tape recorder, OHP, LCD atau gambar-gambar agar lebih mudah ditangkap oleh siswa.<br />
<br />
4. Langkah praktik. Pada tahap keempat ini guru menginstruksikan kepada para siswa untuk mempraktikkan keterampilan yang telah diajarkan. Dalam hal ini guru cukup memonitar praktik yang dilakukan oleh siswa apakah sudah benar sesuai dengan teori yang diajarkan.</div><br />
<div style="text-align: justify;">5. Langkah praktik bebas. Pada tahap terakhir ini guru dapat memberi kebebasan kepada para siswa untuk mempraktikkan sendiri keterampilan yang telah dikuasai. Hal ini bisa diterapkan bila siswa telah mengusai meteri dengan tingkat akurasi (ketepatan) keterampilan minimal 90 persen.</div><br />
<div style="text-align: justify;">Joyce dan Weil (1980,1992) dalam bukunya Models of Teaching menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun. Keempat rumpun model pembelajaran tersebut adalah: (1) rumpun model pembelajaran Pemrosesan Informasi, (2) rumpun model pembelajaran Personal, (3) rumpunmodel pembelajaran Sosial, dan (4) rumpun model pembelajaran Perilaku.</div><br />
<div style="text-align: justify;">1. Rumpun model-modelPemrosesan Informasi<br />
Model-model pembelajaran dalam rumpun Pemrosesan Informasi bertitik tolak dari prinsip- prinsip pengolahan informasi, yaitu yang merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenali masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol. Beberapa model pembelajaran dalam rumpun ini berhubungan dengan kemampuan pebelajar (peserta didik) untuk memecahkan masalah, dengan demikian peserta didik dalam belajar menekankan pada berpikir produktif. Sedangkan beberapa model pembelajaran lainnya berhubungan dengan kemampuan intelektual secara umum, dan sebagian lagi menekankan pada konsep dan informasi yang berasal dari disiplin ilmu secara akademis.</div>Jenis model-model pembelajaran yang termasuk ke dalam rumpun pemrosesan informasi ini adalah seperti tertera pada tabel 3.1.<br />
Tabel 3.1. Model- Model<br />
Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi<br />
No. Nama Model<br />
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat<br />
1 Berpikir Induktif<br />
<div style="text-align: justify;">Hilda Taba Ditujukan secara khusus untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya. Model ini memiliki keunggulan melatihkan kemampuan menganalisis informasi dan membangun konsep yang berhubungan dengan kecakapan berpikir.</div>2. Pembentukan<br />
konsep Jerome Bruner,Goodnow,dan Austin Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif, peserta didik<br />
<div style="text-align: justify;">dilatih mempelajari konsep secara efektif.</div>3 Latihan inkuari<br />
Richard Suchman Sama dengan model berpikir induktif, model ini ditujukan untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya.<br />
4 Perkembangan kognitif Jean Piaget,Irving Sigel,Edmun Sullivan Lawrence dan Kohlberg Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir/pengembangan intelektual pada umumnya, khususnya berpikir logis, meskipun demikian kemampuan ini dapat diterapkan pada kehidupan sosial dan pengembangan moral.<br />
5 Advance organizer David Ausubel Dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengolah informasi melalui penyajian materi beragam (ceramah, membaca, dan media lainnya) dan menghubungkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah ada.<br />
6 Mnemonics<br />
Pressley, Levin, Delaney Strategi belajar untuk mengingat dan mengasimilasi informasi.<br />
(Sumber: Bruce Joyce dan Marsha Weil, 1980 dan Bruce Joyce, Marsha Weil,<br />
dan Beverly Showers, 1992, 1996: Models of Teaching)<br />
<br />
<br />
2. Rumpun model- model Pribadi/individual<br />
Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun model-model Personal/individual menekankan pada pengembangan pribadi. Model-model pembelajaran ini menekankan pada proses dalam “membangun/mengkonstruksi” dan mengorganisasi realita, yang memandang manusia sebagai pembuat makna. Model-model pembelajaran rumpun ini memberikan banyak perhatian pada kehidupan emosional. Fokus pembelajaran ditekankan untuk membantu individu dalam mengembangkan hubungan individu dengan lingkungannya dan untuk melihat dirinya sendiri.<br />
Jenis-jenis model pembelajaran pribadi seperti tercantum pada tabel 3.2.<br />
Tabel 3.2. Model-Model Pembelajaran Personal (Pribadi)<br />
<br />
Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4<br />
No. Nama Model<br />
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat<br />
1 Pengajaran Non<br />
Direktif<br />
Carl Rogers Penekanan pada pembentukan kemampuan belajar sendiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri. Model ini menekankan pada hubungan guru-peserta didik.<br />
2. Latihan<br />
Kesadaran<br />
Fritz Perls<br />
William Schutz Pembentukan kemampuan menjajagi dan<br />
menyadari pemahaman diri sendiri.<br />
3 Sinektik<br />
William<br />
Gordon Pengembangan individu dalam hal kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.<br />
4 Sistem<br />
Konseptual<br />
David Hunt Didisain untuk meningkatkan kompleksitas pribadi dan fleksibilitas.<br />
5 Pertemuan kelas<br />
William<br />
Glasser Pengembangan pemahaman diri dan tanggungjawab pada diri sendiri dan kelompok sosial lainnya.<br />
(Sumberi Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching, )<br />
<br />
<br />
3. Rumpun model-model Interaksi Sosial<br />
<br />
Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun Sosial ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model ini memfokuskan pada proses di mana realitas adalah negosiasi sosial. Model-model pembelajaran dalam kelompok ini memberikan prioritas pada peningkatan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain untuk meningkatkan proses demokratis dan untuk belajar dalam masyarakat secara produktif. Tokoh-tokoh teori sosial juga peduli dengan pengembangan pikiran (mind) diri sebagai pribadi dan materi keakademisan.<br />
Jenis-jenis model pembelajaran rumpun Interaksi Sosial adalah seperti dalam tabel 3.3. berikut ini.<br />
Tabel 3.3. Model-model Pembelajaran Interaksi Sosial<br />
<br />
<br />
<br />
No. Nama Model<br />
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan<br />
1 Kerja<br />
kelompok.<br />
(investigation<br />
group)<br />
Herbert Thelen<br />
John Dewey Mengembangkan keterampilanketerampilan untuk berperan dalam kelompok yang menekankan keterampilan komunikasi interpersonal dan keterampilan inkuari ilmiah. Aspek-aspek pengembangan pribadi merupakan hal yang penting dari model ini.<br />
2. Inkuari Sosial<br />
Byron Massialas<br />
Benjamin Cox Pemecahan masalah sosial, utamanya melalui inkuari ilmiah dan penalaran logis.<br />
3 Jurisprudential<br />
National Training<br />
Laboratory<br />
Bethel,Maine<br />
Donald Oliver<br />
James P.Shaver Pengembangan keterampilan interpersonal dan kerja kelompok untuk mencapai, kesadaran, dan fleksibilitas pribadi. Didisain utama untuk melatih kemampuan mengolah informasi dan menyelesaikan isu kemasyarakatan dengan kerangka acuan atau cara berpikir Jurisprudensial (ilmu tentang Hokum-hukum manusia).<br />
4 Role playing<br />
(Bermain<br />
peran)<br />
Fannie Shaftel<br />
George Shafted Didisain untuk mengajak peserta didik dalam menyelidiki nilai-nilai pribadi dan sosial melalui tingkah laku mereka sendiri dan nilai-nilai yang menjadi sumber dari penyelidikan itu<br />
5 Simulasi Sosial Sarene Boocock, Didisain untuk membantu pengalaman peserta didik melalui proses sosial dan realitas dan untuk menilai reaksi mereka terhadap proses-proses sosial tersebut, juga untuk memperoleh konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan pengambilan keputusan.<br />
(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)<br />
<br />
<br />
<br />
4. Rumpun Model-model Perilaku<br />
<br />
Semua model pembelajaran rumpun ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi perilaku, atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Adapun jenis-jenis model pembelajaran perilaku seperti pada tabel 3.4.<br />
Tabel 3.4. Model-model Pembelajaran Rumpun Perilaku<br />
<br />
Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4<br />
No. Nama Model Tokoh<br />
<br />
Misi/tujuan<br />
1 Contingency Management (manajemen dari akibat / hasilperlakuan) B.F. Skinner Fakta-fakta, konsep-konsep dan<br />
Keterampilan<br />
2 Self Conrol B.F. Skinner Perilaku sosial/ keterampilan-keterampilan<br />
3 Relaksasi Rimm & Masters<br />
Wolpe Tujuan-tujuan pribadi<br />
4 Stress Reduction<br />
(pengurangan stres) Rimm & Masters Cara relaksasi untuk mengatasi<br />
kecemasan dalam situasi sosial<br />
5 Assertive Training (Latihan<br />
berekspresi) Wolpe, lazarus,<br />
Salter Menyatakan perasaan secara<br />
langsung dan spontan dalam<br />
situasi sosial<br />
6 Desensititation Wolpe Pola-pola perilaku, keterampilan–keterampilan<br />
7 Direct training<br />
Gagne<br />
Smith & Smith Pola tingkah laku, keterampilan-keterampilan.<br />
<br />
(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)<br />
<br />
<div class="fullpost"></div>Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-58976575563799543172012-01-01T04:34:00.000-08:002012-01-01T04:34:52.682-08:00open ended discussionBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan hanya untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal. <br />
Pada era globalisasi dewasa ini, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada sistem pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan Bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui penataan system pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Indonesia. <br />
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satunya adalah pembelajaran mediatif. Pembelajaran mediatif merupakan suatu metode yang membimbing siswa belajar dalam menilai suatu masalah, menghargai pandangan orang lain serta menggunakan berbagai alternatif dalam menyelesaikan masalah. Guru memberi bimbingan kepada siswa untuk mempelajari bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dalam menyelesaikan masalah. Dalam model ini, guru adalah sebagai perantara/ moderator dengan menyampaiakan suatu masalah untuk merangsang siswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya, selanjutnya siswa merumuskan serta menggunakan konsep-konsep yang ditemui dalam menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajaran, guru membantu dan membimbing siswa dalam mengemukakan ide-ide mereka. Siswa diberikan stimulus agar dapat mengemukakan ide-ide logik dan rasional baik secara induktif atau deduktif.<br />
Melalui model pembelajaran mediatif diharapkan siswa dapat mengenal dengan pasti strategi dalam menggunakan keahliannya tersebut untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan eksplorasi. Siswa akan mendapatkan kesadaran tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan di masa yang akan datang. Mediator (guru) menunjukkan bagi siswa dalam mencapai tujuannya sendiri (self regulation) secara aktif dengan membangun dan menghasilkan pengetahuan baru dalam penyelesaian masalah. Pendekatan ini menggabungkan aktivitas-aktivtas pemikiran, bimbingan dan pembicaraan terbuka, bila hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan, tentunya akan mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru sehingga dapat menjalankan fungsinya sendiri.<br />
Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu bagi seorang pendidik untuk memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran mediatif.<br />
<br />
1.2 Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah Implementasi Pembelajaran Mediatif ?<br />
<br />
1.3 Tujuan Penulisan <br />
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengkaji secara teoritis dan sistematis tentang Implementasi Pembelajaran Mediatif. <br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
2.1 Pengertian Pembelajaran<br />
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2004: 79). Sedangkan menurut Salim (2004:32) “Pendidikan juga diartikan sebagai upaya manusia secara historis turun-temurun, yang merasa dirinya terpanggil untuk mencari kebenaran atau kesempurnaan hidup”. Dalam Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.<br />
Pendidikan dan pembelajaran saling terkait. Pendidikan akan dapat mencapai tujuan jika pembelajaran bermakna dengan pembelajaran yang tepat. Sebaliknya pendidikan tidak akan mencapi tujuan jika pembelajaran tidak bermakna dengan pembelajaran yang tidak tepat. Pembelajaran biasanya didefensikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll,2000). Perubahan yang disebabkan oleh perkembangan (seperti tumbuh semakin tinggi) bukanlah contoh pembelajaran. Sedangkan menurt Winkel (1991) “pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa”. Brunner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah “preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif”. Prespektif karena tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal. Deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memberikan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.<br />
Istilah “pembelajaran” mengandung makna yang lebih luas dari pada “mengajar”. Pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang. Berikut adalah perbedaan pembelajaran dengan mengajar pada tabel dibawah ini.<br />
Mengajar Pembelajaran<br />
Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat orang belajar<br />
Tujuannya menyampaikan informasi kepada si belajar Tujuannya agar terjadi belajar pada siswa belakar<br />
Merupakan salah satu penerapan strategi pembelajaran Merupakan cara untuk mengembangkan rencana yang terorganisir untuk keperluan belajar<br />
Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru/pengajar Kegiatan belajar dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru<br />
<br />
Menurut teori Sibernetik (Budiningsih, 2005:80-81), belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson.<br />
Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.<br />
Selain itu, Hamalik (1995:57) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.<br />
A. Pengertian Pembelajaran Secara Khusus<br />
a. Menurut teori behavioristik pembelajaran adalah suatu usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan dengan subjek belajar serta perlu diberikan reinforcement ( hadiah ) untuk meningkatkan motivasi kegiatan belajar. <br />
b. Menurut teori kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berpikir agar memahami apa yang dipelajari. <br />
c. Menurut teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru memberikan mata pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengaturnya menjadi suatu yang bermakna ( pola bermakna ). Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi yang terdapat pada diri siswa. <br />
d. Menurut teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya (Haryanto 2003:8). <br />
B. Ciri-Ciri Pembelajaran <br />
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, Hamalik (2003:66) menjelaskan ketiga ciri-ciri tersebut yaitu : <br />
a. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus. <br />
b. Salingketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. <br />
c. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. <br />
<br />
C. Pengertian belajar berdasarkan berbagai aliran dan Aplikasinya Terhadap Pembelajaran<br />
Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah pengertian belajar berdasarkan beberapa aliran dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.<br />
• Pertama aliran tingkah laku ( Behavioristik ), belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang kongkret atau yang non kongkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Tokoh dalam aliran ini adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Aplikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.<br />
• Kedua aliran kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku, menekankan pada gagasan bahwa pada bagian-bagian suatu situasi berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Tokoh aliran ini Piaget, David Ausebel, Brunner.<br />
• Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda kongkret, keaktifan siswa amat dipentingkan, guru menyususun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.<br />
• Ketiga aliran humanistik, belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Dalam praktiknya menggunakan teori belajar Ausebel, teori Bloom, Kolb. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.<br />
• Keempat teori belajar menurut aliran kontemporer, Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.<br />
Berdasarkan teori tentang pembelajaran tersebut, maka dalam imlementasinya dibutuhkan model yang efektif demi mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salahsatu model dalam pembelajaran adalah pembelajaran mediatif. Pembelajaran mediatif lebih menekankan pada keaktifan siswa dibandingkan guru dalam pembelajaaran.<br />
<br />
D. Teori Kognitif Sebagai Dasar Model Pembelajaran mediatif<br />
a. Pandangan Teori Belajar Kognitif <br />
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris, dimana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah. <br />
b. Jenis Pengetahuan<br />
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:<br />
1. Pengetahuan Deklaratif <br />
yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu).<br />
2. Pengetahuan Prosedural <br />
yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan bagaimana”. Contoh, Menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu mengerjakan perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan prosedural. Guru dan siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu atau menterjemahkan teks bahasa Inggris. Seperti halnya siswa yang mampu berenang dalam satu gaya tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan prosedural hal tersebut.<br />
3. Pengetahuan Kondisional <br />
yaitu pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan. Seperti.siswa harus dapat mengidentifikasi terlebih dahulu persamaan apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif) sebelum melakukan proses perhitungan (pengetahuan prosedural). Pengetahuan kondisional ini jadinya merupakan hal yang penting dimiliki siswa, karena menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu, namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.<br />
c. Model Pengolahan Informasi<br />
Untuk menggunakan tiga jenis pengetahuan di atas, tentunya kita harus dapat mengingatnya dengan baik. Hal berikutnya teori belajar yang dibahas dalam perspektif kognitif ini adalah tentang bagaimana individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang bekerja dalam proses berpikir seperti pada pemecahan masalah. Model pengolahan informasi merupakan salah satu model dari perspektif teori belajar ini yang menjelaskan kerja memori manusia sesuai dengan analogi komputer, yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori kerja dan memori jangka panjang.<br />
Memori Sensori adalah sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga analisis persepsi dapat terjadi. <br />
Memori Kerja atau memori jangka pendek, menyimpan lima sampai sembilan informasi pada satu waktu sampai sekitar 20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan informasi terjadi. Informasi yang dikodekan (decode) serta persepsi tiap individu akan menentukan apa yang perlu disimpan di memori kerja ini.<br />
Memori Jangka Panjang menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi di dalamnya disimpan dalam bentuk secara verbal dan visual.<br />
1. Memori Sensori<br />
Memori sensori adalah sistem yang bekerja seketika melalui alat indera dimana kita memberikan arti kepada stimuli yang datang dinamakan persepsi. Arti yang diberikan berasal dari realitas objektif serta dari pengetahuan kita sebelumnya. Contohnya, suatu symbol ‘l’ akan dipersepsi sebagai huruf alpabet tertentu kalau kita menggolongkannya dalam urutan j, k. l, m; namun dalam kesempatan berbeda seperti l, 2, 3, 4 maka symbol yang sama bermakna angka satu. Memori sensori akan menangkap stimuli dan mempersepsi, atau memberikan makna; dalam hal ‘l’ konteks dan pengetahuan kita akan menentukan makna yang akan diberikan, bagi seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang angka atau huruf, maka symbol itu kemungkinan tidak bermakna apapun. Misalnya teks yang anda baca saat ini akan dipersepsi berbeda oleh orang lain yang tidak mengerti bahasa Indonesia ataupun yang buta huruf, walaupun matanya melihat deretan simbol yang sama seperti Anda; ataupun saat kita membaca huruf kanji dari koran berbahasa Jepang, dimana kita tidak punya kemampuan untuk memahaminya. Memori sensori tidak hanya bekerja untuk simbol saja namun juga dalam hal warna, gerakan, suara, bau, suhu dan lainnya yang semuanya harus dipersepsi secara simultan. Namun karena keterbatasan kemampuan, kita hanya dapat memfokuskan pada beberapa stimuli saja dan mengingkari yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian sangatlah selektif; dengan kata lain saat perhatian penuh sangat diperlukan, biasanya stimuli lainnya akan ditolak. <br />
Perhatian adalah tahap pertama dalam belajar. Siswa tidak dapat memahami apa yang mereka tidak kenali atau tidak dapat dipersepsi. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi perhatian siswa. Cara lainnya adalah melalui perlakuan pada kata yang diucapkan atau ditulis oleh guru dengan warna yang kontras, digaris bawahi atau ditandai; memanggil siswa secara acak, memberikan kejutan siswa, menanyakan hal yang menantang, memberikan masalah yang dilematis, mengubah metode mengajar dan tugas, mengubah frekuensi suara dan jedanya akan dapat membantu menarik perhatian dari siswa. <br />
2. Memori Kerja <br />
Saat stimulus dipersepsi dan diubah menjadi suatu pola gambar atau suara, informasi yang didapat menjadi tersedia untuk proses selanjutnya. Memori kerja adalah tempat dimana informasi baru ini berada dan digabungkan dengan pengetahuan yang berasal dari memori jangka panjang. Kapasitas memori kerja ini sangat terbatas, dari berbagai eksperimen kapasitas yang dapat disimpan sekitar lima sampai sembilan hal baru dalam satu waktu. Satu nomor telepon sepanjang tujuh desimal dapat diingat oleh rata-rata manusia dewasa, namun hal yang berbeda bila disuruh untuk mengingat dua buah nomor telepon (14 desimal). Kita tidak dapat memanggil kedua nomor telepon tadi karena terbatasnya kapasitas memori kerja ini. Hal lainnya dari memori kerja ini adalah waktu yang digunakannya pun hanya sekitar 5 sampai 20 detik saja. Namun walaupun begitu, waktu tersebut sangat cukup misalnya untuk mengingat dan memahami apa yang anda baca dalam bagian awal kalimat ini sebelum mencapai akhir kalimat. Tanpa adanya memori kerja, kita tidak bisa memahami susunan kata dalam satu kalimat dan gabungan antara kalimat yang berdekatan. Karena sedikit dan sempitnya memori ini bekerja, maka jenis memori ini harus terus diaktifkan, kalau tidak, maka informasi yang didapat menjadi hilang. Supaya apa yang diingat bisa lebih panjang dari 20 detik, kebanyakan orang memakai strategi tertentu untuk mengingatnya. Cara yang pertama adalah strategi latihan yang terbagi menjadi pengelolaan dan elaboratif. Latihan pengelolaan dilakukan dengan pengulangan informasi di pikiran anda. Sepanjang anda terus melakukan pengulangan informasi, hal itu akan berada di memori kerja. Cara ini dapat berguna untuk mengingat sesuatu, seperti nomor telepon, yang kemudian untuk dipergunakan dan setelah itu tidak perlu diingat lagi. Cara latihan elaboratif adalah dengan menghubungkan sesuatu yang baru dengan apa yang sudah diketahui, yaitu informasi yang sudah terdapat di memori jangka panjang. Latihan elaboratif ini tidak hanya meningkatkan memori kerja, tetapi membantu memindahkan informasi memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Cara kedua adalah dengan pengelompokkan (chunking) yang dipergunakan untuk menanggulangi terbatasnya kapasitas memori kerja. Banyaknya bit informasi__ bukannya ukuran setiap bit___adalah sisi keterbatasan memori kerja. Kita dapat mengingat informasi lebih banyak jika dapat mengelompokkan tiap-tiap bit menjadi unit yang berarti. Deretan enam angka seperti 1, 5, 1, 8, 2, dan 0 akan lebih mudah diingat dalam bentuk dua digit (15, 18 dan 20) atau tiga digit (151, 820). Jika dilakukan cara ini, maka kita cukup perlu mengingat dua atau tiga informasi saja dalam satu waktu dibanding enam buah.<br />
3. Memori Jangka Panjang<br />
Informasi memasuki memori kerja dengan cepat, namun untuk dapat disimpan di memori jangka panjang, membutuhkan usaha tertentu. Dalam memori jangka panjang inilah, berbagai informasi disimpan dan dihubungkan dalam bentuk gambaran dan skema, suatu pola struktur data yang membuat kita bisa menggabungkan informasi kompleks yang sangat besar, membuat kesimpulan dan memahami informasi baru. Bila kapasitas memori kerja sangat terbatas, kapasitas memori jangka panjang dapat dikatakan hampir tak terbatas. Kebanyakan kita tidak pernah menghitung kapasitasnya, dan saat satu informasi secara aman sudah disimpan, akan tetap ada disana dalam waktu yang tak terbatas. Secara teoritis walaupun kita mampu untuk mengingat sebanyak yang kita mau, namun tantangannya justru adalah memanggilnya, yaitu mendapatkan informasi yang tepat sesuai keinginan. Akses pada informasi membutuhkan waktu dan usaha, karena kita harus mencarinya dalam lautan informasi yang luas dalam memori jangka panjang, dan informasi yang jarang dipakai biasanya akan makin sulit untuk ditemukan. Terdapat tiga jenis memori jangka panjang, yaitu: episodik , prosedural dan semantik . Untuk memanggil dan menambah informasi di memori jangka panjang, kita dibantu dengan elaborasi , organisasi dan penggunaan konteks. <br />
Psikologi pembelajaran kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi. <br />
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian itu mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piagiet, “belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning ) oleh Jerome Bruner.<br />
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral__yang bersifat jasmaniah___meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya. <br />
Meskipun pendekatan kognitif ini sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, tidak berarti pendekatan kognitif anti terhadap aliran behavioristik. <br />
d. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif <br />
1. PIAGET<br />
Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu : <br />
a) Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.<br />
b) Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.<br />
c) Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.<br />
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya. <br />
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. <br />
2. AUSUBEL<br />
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu (1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna. <br />
3. BRUNER<br />
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari. <br />
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.<br />
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa. <br />
Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan. <br />
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas. <br />
4. BLOOM dan KRATHWHOL<br />
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :<br />
1. Pengetahuan (mengingat, menghafal),<br />
2. Pemahaman (menginterpretasikan),<br />
3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),<br />
4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),<br />
5. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),<br />
6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya). <br />
Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok. <br />
<br />
E. Pengertian Pembelajaran Mediatif<br />
Pembelajaran mediatif menjadi bagian dari satu gerakan besar dalam pembangunan psikologi yang telah menggantikan model behavioristik dengan konsep kognitif yang lebih dari inteligensia manusia dan belajar ( Gardner 1958). <br />
Dalam pembelajaran mediatif tenaga pengajar (guru) merancang dan mengembangkan pengetahuan siswa yang dikontruksikan dari pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus-menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru (Siregar E & Nara H,2010:39). Berdasarkan hal tersebut, maka siswa sendiri yang mengartikan apa yang telah diajarkan dengan konstruksi yang telah dibangun sebelumnya. Pembelajaran mediatif itu sendiri dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivistik. Teori kontruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan ( kontruksi ) pengetahuan oleh si pebelajar itu sendiri.<br />
Dalam memahami tentang aliran kontruktivistik ini, dikemukakan ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik atau pendekatan mediatif. Ciri-ciri tersebut dikemukakan oleh Driver dan Oldham (1994):<br />
1) Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajarai suatu topic dengan member kesempatan melakukan observasi.<br />
2) Elistasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi <br />
3) Reskonstruksi ide, klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.<br />
4) Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi , yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.<br />
5) Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.<br />
<br />
Oleh karena itu pengetahuan bukanlah kemampuan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Menurut pandangan kontruktiistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan member makna tentang hal-hal yang telah dipelajari, tetapi yang paling menentukan gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri, sementara peran guru dalam pendekatan mediatif berperan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya itu sendiri. Guru tidak mentransferskan pengetahuan yang telah dimilkinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya itu sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang dalam belajar.<br />
Peranan guru pada pendekatan mediatif ini lebih sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa,yang meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini.<br />
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab,mengajar atau berceramah bukanlah tugas utama seorang guru.<br />
b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya. Guru perlu menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.<br />
c. Memonitor,mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.<br />
<br />
F. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Mediatif<br />
Secara lebih rinci, adapun perbedaan pembelajaran tradisional dan pembelajaran mediatif adalah sebagai berikut:<br />
NO Pembelajaran Tradisional Pembelajaran mediatif<br />
1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagan menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar. Kurikulum disajikan mulai dari keselluruhan menuju kebagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep lebih luas.<br />
2. Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa<br />
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan<br />
4. Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Siswa dipandang sebagai pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.<br />
5. Penilaian hasil belajar atau pengetahuan sisiwa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pembelajaran dengan cara testing. Pengukuran proses dan haasil belajar siswa terjalin didalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan<br />
6. Siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group dalam proses pembelajaran Siswa benyak belajar dan bekerja didalam group<br />
<br />
<br />
G. Implementasi Pembelajaran Mediatif<br />
Dalam strategi mediatif, pelajar akan belajar melalui interaksi yang dirancang oleh guru yang mengarah kepada konsep membantu siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatkan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, mengenal asumsi-asumsi, menilai kebenaran asumsi, serta membuat keputusan dan hipotesis. Maka untuk mendukug pemebelajaran mediatif dibutuhkan metode-metode dalam implementasinya. Guru harus mampu membangkitkan semangat siswa dalam mengemukakan pendapat masing-masing melalui metode diantaranya :<br />
• Open-Ended Discussion Strategy ( Strategi Diskusi terbuka)<br />
• The Inquiry Strategy (Strategi Inkuiri )<br />
• Value Clarification Technique ( Teknik Klarifikasi Nilai ) <br />
• The Concept Development/ Concept Attainment (Strategi Pengembangan/ Pencapaian Konsep)<br />
1. Open Ended Discussion Strategy ( Diskusi terbuka )<br />
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).<br />
Dengan demikian diskusi merupakan percakapan ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide serta pengujian pendapat yang dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu untuk mencari kebenaran.<br />
Banyak masalah yang terjadi di lingkungan murid yang memerlukan pembahasan oleh lebih dari seorang saja, yakni terutama masalah-masalah yang memerlukan kerjasama dan musyawarah. Jika demikian musyawarah atau diskusi jalan pemecahan yang memberi kemungkinan mendapatkan penyelesaian yang terbaik.<br />
Metode diskusi dalam proses mengajar dan belajar berarti metode mengemukakan pendapat dalam musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian inti dari pengertian diskusi adalah meeting of minds. Didalam memecahkan masalah diperlukan bermacam-macam jawaban. Dari jawaban tersebut dipilihkan satu jawaban yang lebih logis dan lebih tepat dan mempunyai argumentasi yang kuat, yang menolak jawaban yang mepunyai argumentasi lemah.<br />
a. Jenis-jenis Diskusi<br />
Buzz Group.<br />
Suatu kelas yang besar dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil 4 atau 5 orang. Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga siswa saling berhadapan untuk memudahkan pertukaran pendapat. Diskusi ini dapat diadkan di tengah-tengah atau akhir.<br />
Fish Rowt.<br />
Diskusi terdiri dari beberapa orang peserta yang dipimpin oleh seorang ketua. Tcmpat duduk diatur setengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi menghadap peserta, seolah-olah menjaring ikan dalam sebuah mangkuk. Kelompok pendengar yang ingin menyumbangkan pikiran dapat duduk di kursi kosong tersebut. Ketua mempersilahkan berbicara dan setelah selesai kembali ketempat semula.<br />
Whole Group<br />
Suatu kelas merupakan satu kelompok diskusi dengan jurnlah anggota tidak lebih dari 15 anggota.<br />
Syndicate group<br />
Suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. Guru menjelaskan garis besar masalah dengan aspek-aspeknya. kemudian tiap kelompok bertugas membahas suatu aspek tertentu dan membuat kesimpuian untuk diiaporkan dalam sidang pleno serta didiskusikan lebih lanjut.<br />
Brainstorming<br />
Merupakan suatu diskusi di mana anggota kelompok bebas menyumbangkan ide-ide baru terhadap suatu masalah tertentu. di bawah seorang ketua. Semua ide >ang sudah masuk dicatat. untuk kemudian diklasifikasikan menurut suatu urutan tertentu. Suatu saat mungkin ada diantara ide baru tersebut yang dirasa menarik untuk dikembangkan.<br />
Informal debate<br />
Kelas dibagi menjadi dua team yang agak sama besarnya unluk memperdebatkan suatu bahan yang problematis, tanpa memperhatikan peraturan diskusi panel.<br />
Panel<br />
Merupakan suatu diskusi orang-orang yang dianggap ahli, terdiri dari 3-6 orang dan dipimpin oleh seorang moderator. Para panelis dihadapkan pada para peserta yang hanya berfungsi sebaeai pendengar. Maksudnya untuk memberikan stimulus kepada para peseita akan adanya masalah-masalah yang masih dipecahkan lebih lanjut.<br />
Simposium<br />
Merupakan suatu pembahasan masalah yang bersifat lebih formal. Pembahasan dilakukan oleh beberapa orang pembicara (sedikitnya 2 orang) yang sebelumnya telah menyiapakan suatu prasarana dan pembicara yang lain mengemukakan prasarana banding/ sanggahan. Suatu pokok persoalan disoroti dari beberapa aspek. yang masing-masing dibacakan oleh prasarana kemudian diikuti sanggahan dan pandangan umiun dari para pendengar. Moderator mengkoordinasi jalannya pembicaraan. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya dirumuskan oieh panitia perumus.<br />
Seminar<br />
Merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah. Suatu pokok persoalan dibahas secara teoritis, bila perlu dibuka suatu pandangan umum. Berdasarkan kertas kerja yang ada, peserta menjadi beberapa kelompok untuk membahas lebih lanjut. Pimpinan kelompok sewaktu waktu menyimpulkan kerja keiompoknya dan dari hasil-hasil kelompok disusun suatu perumusan oleh panitia perumus yang ditinjau.<br />
b. Metode diskusi dalam proses belajar mengajar memiliki manfaat diantaranya adalah:<br />
1. Mendorong siswa berpikir kritis.<br />
2. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.<br />
3. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama.<br />
4. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.<br />
c. Kelebihan metode diskusi sebagai berikut :<br />
1. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan<br />
2. Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.<br />
3. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)<br />
d. Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :<br />
1. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.<br />
2. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.<br />
3. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.<br />
4. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)<br />
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode diskusi maka dalam menggunakan metode diskusi hatus diperhatikan persyaratan berikut :<br />
Taraf kemampuan murid<br />
Tingkat kesukuran yang memerlukan pemecahan yang serius agar dipimpin langsung oleh guru<br />
Kalau pimpinan diskusi diberikan kepada murid hendaknya diatur secara bergiliran<br />
Guru tak boleh sepenuhnya mempercayakan pimpinan diskusi pada murid, perlu bimbingan dan kontrol<br />
Guru mengusahakan seluruh murid ikut berpartisifasi dalam diskusi<br />
Diusahakan supaya murid mendapat giliran berbicara dan murid lain belajar bersabar mendengarkan pendapat temannya.<br />
<br />
2. The Inquiri Strategy ( Strategi Inkuiri )<br />
Salah satu metode pembelajaran yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).<br />
Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pembelajaran dan akan lebih tertarik terhadap pembelajaran jika mereka dilibatkan secara aktif. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).<br />
Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap materi ajar (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.<br />
Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).<br />
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).<br />
Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.<br />
Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.<br />
Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.<br />
Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.<br />
Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.<br />
a. Tingkatan-tingkatan Inkuiri<br />
Berdasarkan komponen-komponen dalam proses inkuiri yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan, Bonnstetter (2000) membedakan inkuiri menjadi lima tingkat yaitu praktikum ( tradisional hands-on ), pengalaman sains terstruktur ( structured science experiences ), inkuiri terbimbing ( guided inkuiri ), inkuiri siswa mandiri ( student directed inquiry ), dan penelitian siswa (student research). <br />
Klasifikasi inkuiri menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan inkuiri merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu.<br />
Traditional hands-on<br />
Praktikum ( tradisional hands-on) adalah tipe inkuiri yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul, oleh karena itu, Martin-Hansen (2002), menyatakan bahwa praktikum tidak termasuk kegiatan inkuiri.<br />
structured science experiences <br />
Tipe inkuiri berikutnya ialah pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan inkuiri di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa. <br />
Guided Inquiry <br />
Jenis yang ketiga ialah inkuiri terbimbing ( guided inquiry ), di mana siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.<br />
Student directed inquiry<br />
Inkuiri siswa mandiri ( student directed inquiry ), dapat dikatakan sebagai inkuiri penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa bertanggungjawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan. <br />
Student Research <br />
Tipe inkuiri yang paling kompleks ialah penelitian siswa (student research). Dalam inkuiri tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inkuiri menjadi tangungjawab siswa.<br />
Ahli lain yaitu Callahan, et al (1992) menyusun klasifikasi inkuiri lain yang didasarkan pada intensitas keterlibatan siswa. Ada tiga bentuk keterlibatan siswa di dalam inkuiri, yaitu: (a) identifikasi masalah, (b) pengambilan keputusan tentang teknik pemecahan masalah, dan (c) identifikasi solusi tentatif terhadap masalah.<br />
b. Tujuan penggunaan metode inkuiri pada pembelajaran diantaranya :<br />
Memberikan pengalaman belajar seumur hidup<br />
Melatih peserta didik dalam menggali dan memanfaatkan lingkungan.<br />
Mengurangi ketergantungan peserta didik kepada Guru.<br />
Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses bahan pelajaran.<br />
<br />
c. Kelebihan dan Kelemahan metode inkuiri.<br />
Menurut Moedjiono dan Moh. Damyati dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta : 1991/ 1992 ) setiap metode dalam pembelajaran tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan, seperti halnya metode inkuiri, yang menjadi keungulan dan kelebihan metode inkuiri adalah sebagai berikut :<br />
Kelebihan metode inkuiri :<br />
a. Kemungkinan yang besar untuk membantu memperbaiki atau memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.<br />
b. Memungkinkan pengetahuan yang melekat pada diri siswa.<br />
c. Menimbulkan gairah belajar pada siswa.<br />
d. Memberikan kesempatan pada siswa untuk maju berkelanjutan<br />
e. Menyebabkan siswa untuk termotivasi untuk belajar.<br />
f. Membantu memperkuat konsep diri siswa<br />
g. Berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator dan pendinamisator dari penemuan.<br />
h. Membantu perkembangan siswa.<br />
i. Tidak menjadikan guru satu-satunya sumber belajar<br />
Kelemahan metode inkuiri :<br />
a. Mempersyaratkan suatu proses persiapan kemampuan berfikir yang dapat di percaya.<br />
b. Kurang efektif untuk mengajar siswa dengan jumlah yang banyak.<br />
c. Memerlukan fasilitas yang memadai.<br />
d. Kebebasan yang diberikan kepada peserta didik tidak selamanya dapat dimanfaatkan secara optimal.<br />
<br />
3. Value Clarification Technique ( Teknik Klarifikasi Nilai ) <br />
VCT adalah sebuah semuah metode dalam model pembelajaran mediatif, VCT biasanya digunakan khususnya untuk pendidikan nilai/ afektif. Dalam konteks pendidikan persekolahan di Indonesia istilah VCT sebenarnya sudah dikenal sejak berlakunya kurikulum 1975, yang diartikan sebagai “Teknik Pembinaan Nilai”. Dalam pembelajaran VCT dapat dikembangkan dalam berbagai cara yang tentunya telah diadaptasi dari Negara-negara barat. Beberapa diantaranya adalah model VCT dari Kohelberg yang terkenal dengan “Controversial Issues”, VCT model Hilda Taba yang terkenal dengan nama model “value Inquiry Question” dan kemudian Simon, dkk dengan 79 jenis model strategi klarifikasinya.<br />
Model VCT tersebut dikembangkan dalam alam liberalism yang dilandasi oleh teori yang kurang mapan dan komprehensip pada asumsi-asumsi tentang nilai. Jadi asumsi-asumsi yang tentang nilai yang dimaksud adalah mencakup :<br />
a. Nilai pada dasarnya sebagai persoalan-persoalan pribadi yang menyangkut perhatian, refleksi, dan pilihan-pilihan serta membuang jauh-jauh determinasi konteks social.<br />
b. Tidak ada satupun prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang konklusif dan disepakati banyak kalangan dan definitive ( Cheppy. 1988 )<br />
Teknik Mengklarifikasi Nilai ( Value Claification Technique ) suatu metode pembelajaran dengan teknik mengali untuk mengklarifikasi nilai, dengan tujuan memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kajian bagi pencerahan suatu nilai dan moral untuk memperjelas sehingga siswa memahami merasakan kebenaran dan manfaat dari suatu nilai sehingga nilai-nilai tersebut menjadi mempribadi terintegrasi dalam sistem nilai pribadinya.<br />
Teknik Klarifikasi Nilai (value clarification technique) adalah suatu metode dalam pembelajaran nilai dan moral, yang dikembangkan secara khusus dalam pendidikan nilai dan moral.<br />
Beragam jenis dan bentuk pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik dan tujuan pendidikan tersebut. Antara lain dilengkapi beragam teknik dan permainan antara lain memuat kajian dilema moral sebagai media stimulus pembelajarannya.<br />
Tujuan metode pembelajaran ini sebagai media internalisasi dan personalisasi suatu nilai dan moral. VCT itu sendiri sebenarnya salah satu pendekatan dalam pendidikan nilai yang memberikan bantuan dalam proses pemahaman dan penyadaran pemilikan nilai serta kemampuan untuk menggunakannya dalam memecahkan masalah-masalah yang kehidupan yang berhubungan dengan sistem nilai. Hal ini ditujukan membantu untuk memilih perbuatan yang terbaik yang mendukung penampilan prilaku akhlak mulia sebagai warga Negara,<br />
Proses penyadaran dengan klarifikasi nilai dipandang efektif dengan tujuan memperkokoh nilai dan moral pada peserta didik. Dengan demikian VCT mengutamakan keterlibatan intelektual emosional dan kompetensi sosial dari peserta didik. Tujuan akhir bagaimana moral itu menjadi nilai yang mempribadi pada peserta didik.<br />
VCT dikembangkan atas prinsip tidak bebas nilai, akan tetapi sebaliknya dalam kehidupan tersebut penuh dengan ragam nilai. Sementara itu manusia tidak dapat bebas dari nilai tersebut,<br />
Pada pokoknya VCT meliputi proses memperkuat pengalaman belajar nilai melalui kesempatan untuk berpikir nilai, merasakan kegunaan dan manfaat nilai dan pengalaman mengomunikasikan nilai yang dimilikinya serta melaksanakannya dalam kehidupan bersama.<br />
VCT tidak mengembangkan nilai-nilai yang bersifat mutlak seperti yang bersumber dari agama karena itu sudah seharusnya mutlak untuk ditaati oleh para penganutnya. Akan tetapi VCT dapat mengembangkan nilai-nilai yang relatif dengan menggunakan nilai-nilai yang bersumber dari agama sebagai dasar pertimbangannya.<br />
Khususnya dalam moral Pancasila karena Sila pertama Ketuhanan yang maha Esa. Tuntutan ini sekaligus merupakan ciri khusus PKn yang dikembangkan dengan berorientasi pada pendidikan nilai dan moral Pancasila. VCT berangkat dari anggapan bahwa nilai tidak dapat dipaksakan akan tetapi dipilih, tidak cukup dicontohkan akan tetapi harus dirasakan, dengan demikian lebih menekankan kepada proses pembelajaran. Dengan demikian menekankan kepada pengalaman, pembelajaran adalah proses pengalaman belajar.<br />
Dengan pengalaman akan membentuk kemampuan kejelasan, dan kemampuan untuk menggunakannya sebagai dasar memilih dalam berprilaku. Pengalaman pembelajaran ini mencakup kegiatan pemilihan (choosing), merasakan (Prizing) dan melakukan (acting). VCT dipandang unggul sebagai SBM sehubungan warga Negara senantiasa dihadapkan kepada perubahan masyarakat yang sangat cepat yang juga menyangkut perubahan sistem nilainya. Selanjutnya untuk memahami jenis teknik.<br />
Kelebihan dan kelemahan Strategi Klarifikasi Nilai.<br />
Klarifikasi nilai sebagai sebuah prosedur pendidikan nilai dengan karakteristiknya pada penekanan keterampilan proses pencarian dan pengeksplorasian, penganalisisan dan pemilahan serta pemilihan dari berbagai pilihan konsekuensi nilai yang mungkin, kemudian melakukan penetapan atau membuat keputusan moral dari hasil pilihan nilai-nilai sebelumnya yang dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab, selanjutnya menunjukkan kesedian secara sadar berperilaku dengan pilihan dari nilai-nilai moral yang telah ditetapkan, tanpa ada pakasaan dari luar kecuali didorong oleh kesadaran atas keyakinan nilai-nilai moral yang telah dimiliki, maka dapat dinilai mampu menutupi kekurangan dan kelemahan dari pembelajaran pendidikan agama yang selama ini berlangsung seperti digambarkan selintas di atas.<br />
Namun demikian dibalik kelebihan pada pembelajaran klarifikasi nilai tidak dapat pula disangkal, bahwa kekurangan juga ditemukan pada pembelajaran model klarifikasi nilai ini. <br />
Di antara kekurangan yang inheren pada klarifikasi nilai adalah pada sisi pemberian kebebasan yang penuh pada anak didik untuk mengeksplorasi atau memilah dan memilih serta menganalisis dari sejumlah alternatif nilai yang ingin dimiliki anak. Pada hal dari perspektif psiko-sosisal dan perkembangan moral anak pada saat ini yang sangat terpengaruh oleh interaksi sosialnya serta lebih mementingkan kepentingan-kepentingan hedonistik dan need dalam membuat keputusan moral, maka kesemuanya ini tentulah sangat membahayakan bagi anak dalam pengembangan nilai-nilai moral yang akan dimilikinya, karena secerdas dan secermat apa pun, pengklarifikasian nilai yang dilakukan anak tentu sulit melepaskan diri dari karakter perkembangan psiko-sosial dan moral yang tengah berlangsung dalam dirinya. Terlebih lagi pada sebahagian anak yang tergolong memiliki pengetahuan nilai yang minim dalam kehidupan sebelumnya atau dalam lingkungan masyarakatnya. Bagi kelompok anak seperti ini, tentu “kemiskinan” pengetahuan nilai moral akan melahirkan pula keputusan-keputusan moral yang kurang sempurna terutama bila dibandingkan dengan kelompok anak lain yang telah memiliki pengetahuan dan nilai moral yang lebih baik. <br />
Kekurangan lain yang juga dapat ditemukan adalah pada sisi implikasi dan konsekuensi ketika klarifikasi nilai ini diaplikasikan. Kekurangan ini di antaranya adalah bahwa sangat terbukanya kemunculan keragaman pemahaman akan nilai-nilai moral yang akan didapat anak yang juga membawa akibat pada keputusan moral yang dibuat oleh anak. Kendatipun sikap toleransi dapat ditumbuhkan oleh pembelajaran melalui klarifikasi nilai, namun sikap nihilisme dan antagonisme terhadap nilai-nilai moral, juga sangat terbuka lebar muncul dalam diri anak sebagai akibat keragaman nilai dan keputusan moral di antara mereka.<br />
<br />
4. Concept Attainment Strategy ( Strategi Pencapaian Konsep )<br />
a. Pengertian Strategi Pencapaian Konsep<br />
Strategi pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didefinisikan untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dari melatih menguji hipotesis. Model tersebut pertama kali diciptakan oleh Joyce dan Weil ( dalam Gunter, Este, dan Schwab, 1990: 1972 ) yang berpijak pada karya Bruner, Goodnow, dan Austin. Model pencapaian konsep bermanfaat untuk memberikan pengalaman metode sains kepada para siswa dan secara khusus menguji hipotesis.<br />
Ada dua peran pokok guru dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang perlu diperhatikan, adalah :<br />
1. Menciptakan suatu lingkungan sedemikian hingga siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga tanpa rasa takut dari kritikan atau ejekan.<br />
2. Menjelaskan dan mengilustrasikan bagaimana strategi pencapaian konsep itu seharusnya berlangsung, membimbing siswa dalam proses itu, membantu siswa menyatakan dan menganalisis hipotesis, dan mengartikulasi pemikiran-pemikiran mereka.<br />
Dalam membimbing aktifitas itu tiga cara penting yang dapat dilakukan oleh guru.<br />
• Pertama guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam bentuk hipotesis, bukan dalam bentuk observasi.<br />
• Kedua guru menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis diterima atau tidak.<br />
• Ketiga guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa (Why) mereka menerima atau menolak suatu hipotesis.<br />
<br />
b. Tujuan Penggunaan Strategi Pencapaian Konsep<br />
Penerapan pembelajaran dengan menggunakan strtegi pencapaian konsep mengandung dua tujuan utama yaitu :<br />
1. Tujuan Isi<br />
Tujuan isi strategi pencapaian konsep menurut Eggen dan Kauchak (1998) bahwa, lebih efektif untuk memperkaya suatu konsep dari pada belajar pemula ( initial learning ). Dan juga akan efektif dalam membantu siswa memahami hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang terkait erat dan digunakan dalam bentuk review. Dengan kata lain, penggunaan strategi ini akan lebih efektif jika siswa sudah memiliki pengalaman tentang konsep yang akan dipelajari itu. Bukan siswa yang benar-benar baru mempelajari konsep tersebut.<br />
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan startegi pencapaian konsep berkaitan dengan tujuan isi tersebut, yaitu :<br />
a. Starategi pencapaian konsep didesain khusus untuk mengajarkan konsep secara eksklusif. Jadi berfokus semata-mata pada pembelajaran konsep.<br />
b. Siswa yang diajari suatu konsep dengan menggunakan strategi pencapaian konsep harus memiliki latar belakang pengetahuan tentang konsep tersebut.<br />
2. Tujuan pengembangan berpikir keritis siswa<br />
Strategi pencapaian konsep lebih memfokuskan pada pengembangan berpikir keritis siswa dalam bentuk menguji hipotesis. Dalam pembelajaran harus ditekankan pada analisis siswa terhadap hipotesis yang ada dan mengapa hipotesis itu diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa harus dilatih dalam menciptakan jenis-jenis kesimpulan, seperti membuat contoh penyangkal atau non-contoh, dan sebagainya.<br />
Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus ditekankan pada dua aspek tersebut, yaitu pengembangan konsep dan relasi-relasi antara konsep yang terkait erat, serta latihan berpikir keritis terutama salam merumuskan dan menguji hipotesis. Aspek penting dalam perencanaan pelajaran adalah guru harus mengetahui persis apa yang diinginkan dari siswanya.<br />
c. Merencanakan Pelajaran Dengan Strategi Pencapaian Konsep<br />
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelajaran menggunakan model pencapaian konsep adalah sebagai berikut :<br />
1. Menetapkan materi<br />
Seperti halnya dengan strategi pembelajaran yang lain, ketika akan menerapkan strategi pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang akan diajarkan. Materi dalam hal ini bentuknya adalah konsep ( bukan generalisasi, rumus, atau prinsip ). Konsep yang akan dijarkan itu sebaiknya bukan baru sama sekali bagi siswa. Harus diingat bahwa strategi ini akan lebih efektif bila siswa yang akan diajar itu memiliki beberapa pengalaman tentang konsep yang akan diajarkan.<br />
2. Pentingnya tujuan pembelajaran yang jelas<br />
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan penggunaan strategi pencapaian konsep mencakup membantu siswa mengembangkan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu dan memberikan latihan kepada mereka tentang proses berpikir krritis terutama dalam peumusan dan pengujian hipotesis.<br />
3. Memilih contoh dan non-contoh<br />
Faktor yang paling penting dalam memilih contoh adalah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling baik mengilustrasikan konsep tersebut. Disamping itu, contoh yang dipilih juga harus dapat memperluas pemikiran siswa tentang konsep yang diajarkan sebagai contoh.<br />
Hal yang lain juga perlu diperhatikan dalam memilih contoh adalah tidak memilih contoh yang terisolasi dari konteks. Artinya contoh yang dipilih harus ada dalam lingkungan dimana siswa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam jangkauan pemikirannya.<br />
Selain memilih contoh positif, guru juga menyiapkan contoh-contoh negatif atau non-contoh. Dalam memilih contoh negatif, diupayakan merubah karakteristik esensial menjadi karakteristik non esensial pada konsep yang akan diajarkan dan menyajikan semua hal-hal yang bukan merupakan karakteristik esensial konsep itu.<br />
4. Mengurutkan contoh<br />
Setelah memilih contoh dan non-contoh, tugas akhir dalam merencanakan pelajaran adalah bagaimana mengurutkan contoh dan non-contoh itu. Jika pengembangan berpikir keritis menjadi tujuan penting bagi guru, contoh-contoh itu harus diurutkan sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir krritis mereka. Menunjukkan secara cepat atau lengsung makna dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa dalam melakukan analisis dan akibatnya tidak menghasilkan pemahaman yang sangat dalam terhadap konsep yang dikaji.<br />
Dalam mengurutkan contoh, guru dapat melakukan dengan menyajikan dua atau lebih contoh positif kemudian diikuti dua atau lebih contoh negatif (non-contoh).<br />
<br />
d. Fase Pembelajaran Dengan Menggunakan Strategi Pencapaian Konsep<br />
Joice dan Weil ( dalam saripuddin, 1997 ) mengemukakan bahwa setiap strategi pembelajaran memiliki unsur-unsur sebagai berikut :<br />
1. Sintakmatik ( Syntax )<br />
Sintakmatik sstrategi pencapaian konsep ialah tahap-tahap kegiatan kegiatan dari strategi pencapaian konsep. Strategi pencapain konsep memiliki tiga fase senagai berikut :<br />
Fase pertama : penyajian data dan identifikasi konsep<br />
a. pengajar menyajikan contoh yang sudah diberi label<br />
b. pelajar membandingkan ciri ciri dalam contoh positif dan contoh negative<br />
c. pelajar membuar dan mengetes hipotesis<br />
d. pelajar membuat definisi tewntang konsep atas dasar ciri ciri utama / esensial<br />
Fase kedua : Mengetes pencapain konsep<br />
a. pelajar meng identifikasi tambahan contoh yang tidak diberi label dengan menyatakan ya atau bukan<br />
b. Pengajar menegaskan hipotesi ,nama konsp dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri yang esensial<br />
Fase ketiga : menganalisis Strategi berfikir<br />
a. Pelajar mengungkapkan pemikiranya<br />
b. pelajar mendiskusikan hipotesis dan ciri ciri konsep<br />
c. pelajar mendiskusikan tipe dan jimlh hipotesis<br />
2. Sistem Sosial ( Social System )<br />
Sistem social strategi pencapaian konsep ialah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam strategi pencapaian konsep. Strategi ini memiliki struktur yang moderat. Pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Dengan pengorganisasian kegiatan itu diharapkan pelajar akan lebih memperhatikan inisiatifnya, untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam pembelajaran<br />
3. Sistem pendukung ( Support System )<br />
Sistem pendukung strategi pencapain konsep ialah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan strategi pencapaian konsep<br />
<br />
e. Kelebihan Dan Kekurangan Strategi Pembelajaran Pencapaian Konsep <br />
Menurut Suherman (1994) model pencapaian konsep merupakan strategi yang sangat efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam berbagai bidang studi. Salah satu keunggulan strategi ini adalah meningkatkan kemampuam untuk belajar lebih mudah dan lebih efektif.<br />
Bahkan dikatakan dari hasii kajian terhadap keberlakuan strategi pencapaian konsep, diperoleh petunjuk yang meyakinkan secara akademis dan praktis, bahwa strategi pencapaian konsep dapat digunakan untuk sasaran belajar daari berbagai usia.<br />
Stipek (dalam Egen; 1996) mengemukakan bahwa strategi pencapaian konsep dapat digunakan untuk mengembangkan farietas aktifitas kelas, yang juga dapat menghasilkan motivasi siswa. jadi strategi ini melibatkan siswa sccara aktif dalam menemukan konsep. Dengan menggunakan fakta, data dam contoh untuk mendapatkan konsep, diharapkan akan menimbulkan motivasi siswa untuk mengikuti secara aktif proses pembelajaran. Dari uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa strategi pencapaian konsep lebih mengaktifkan keterlibatan mental, sehingga konsep yang diperoleh siswa lebih lama bias diingat dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa<br />
Disamping kelebihannya strategi ini pun tidak terlepas dari kekurangan, antara lain membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama untuk pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran. Bila jumlah siswa dalam satu kelas sangat besar, maka pengajar akan kesulitan dalam membimbing siswa yang membutuhkan bimbingan.<br />
G. Tujuan impelementasi pembelajaran mediatif<br />
<br />
Dalam strategi mediatif, peserta didik diajar oleh guru untuk :<br />
a. Mengaplikasikan pengetahuan dalam menyelesaikan masalah.<br />
b. Membuat keputusan. <br />
c. Mengetahui asumsi.<br />
d. Menilai kebenaran asumsi, keputusan dan hipotesis.<br />
Materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang siswa merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi yang sedang diajarkan. Untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya. Balikan atau penguatan kepada siswa, penguatan atau reinforcement mempunyai efek yang besar jika sering diberikan kepada siswa. Setiap keberhasilan siswa sekecil apapun, hendaknya ditanggapi dengan memberikan penghargaan.<br />
Ditinjau dari aspek-aspek psikologi, setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan individu baik secara fisik maupun secara psikis akan mempengaruhi cara belajar siswa tersebut, Dalam proses pembelajaran, guru perlu menghindar dalam membuat pertimbangan terhadap ide yang dikemukakan oleh siswa. Guru perlu membantu membimbing dan menguji ide mereka. Siswa dianjurkan mengemukakan ide logis secara induktif dan deduktif.<br />
Dalam pembelajaran mediatif peserta didik diberi kuasa dalam merancang dan mengontrol proses pembelajaran,peneyelesaian masalah,perencanaan dan penilaian. Hal ini melibatkan proses membantu siswa secara terus menerus dalam mengaplikasikan pengetahuan menyelesaiakan masalah dan konflik.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
KESIMPULAN<br />
<br />
KESIMPULAN<br />
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dalam mengimplementasikan pembelajaran mediatif dibutuhkan metode-metode dalam prosesnya. Hal ini bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran mediatif. Dengan penerapan metode-metode tersebut, diharapkan dapat menunjang proses pembelajaran mediatif yang lebih, aktif, kretif, dan mandiri yang dilakukan oleh siswa itu sendiri dengan guru sebagai mediator dan fasilitator. <br />
Melalui model pembelajaran mediatif diharapkan siswa dapat mengenal dengan pasti strategi dalam menggunakan keahliannya tersebut untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan eksplorasi. Siswa akan mendapatkan kesadaran tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan di masa yang akan datang. Mediator (guru) menunjukkan bagi siswa dalam mencapai tujuannya sendiri (self regulation) secara aktif dengan membangun dan menghasilkan pengetahuan baru dalam penyelesaian masalah. Pendekatan ini menggabungkan aktivitas-aktivtas pemikiran, bimbingan dan pembicaraan terbuka, bila hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan, tentunya akan mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru sehingga dapat menjalankan fungsinya sendiri.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/ PKN. Bandung: IKIP Bandung<br />
Azis ,Abdul wahab Prof Dr. H. “ metode dan model- model mengajar “ Alfa beta Bandung<br />
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Penyusunan KTSP Kabupaten/Kota; Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. <br />
Baedhowi. 2007. ‘Kebijakan Pengembangan Kurikulum’. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional KTSP, UNNES, Semarang, 15 Maret 2007. <br />
Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press. <br />
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Suwarma Al Muchtar.<br />
Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. <br />
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. <br />
KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstekstual Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta : PT Bumi Aksara. 2007.<br />
Siregar E & Nara H. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.<br />
Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK Unnes Press. <br />
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. <br />
Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pusataka Mandiri.<br />
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. <br />
Toeti,sukamto, Dr 1997 , Model-model pembelajaran. Ciputat Jakarta <br />
Terus joyce,dan weil 1986 model of teaching newjersey prentice-hall ,inc<br />
Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Univrsitas Pendidikan Indonesia<br />
Usman. 2004. “Strategi Pembelajaran Kontemporer Suatu Pendekatan Model”. Palu Sulawesi Tengah : Tadulaku Universitas Press.<br />
W. S. Winkle. 1991. Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Grasindo<br />
____________ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pusataka Mandiri,<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="fullpost"></div>Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-3818713097664298042011-12-18T05:26:00.000-08:002011-12-18T05:26:47.922-08:00tugas mendekati akhirPENGARUH KOMPETENSI GURU DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP HASIL BELAJAR.<br />
(Studi survey:Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pangalengan Kabupaten Bandung)<br />
<br />
PENDAHULUAN<br />
LATAR BELAKANG<br />
Pada umumnya, kebanyakan peneliti tertarik mengkaji tentang model, metode, dan startegi pembelajaran di sekolah. Sedangkan perlu dipahami terdapat hal yang paling esensial dalam sebuah proses pembelajaran, yaitu kompetensi guru. Menurut Syah (2004:132) “Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka kompetensi guru dalam pendidikan dimulai dari sikap, bersosialisasi serta ketika menghadapi keanekaragaman individu dikelas, dengan menerapkan cara penyampaian materi yang tepat, pemanfaatan fasilitas belajar, serta penguasaan materi ajar agar materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Karena kompetensi guru diharapkan dapat membuat peserta didik merasa nyaman dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas sehingga dapat menunjang hasil belajarnya.<br />
Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan disekolah. Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective), dan keterampilan (psichomotor) kepada peserta didik. Tugas guru dilapangan pengajaran berperan juga sebagai pembimbing proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana tertuang dalam undang-undang. Dengan demikian tugas dan peranan guru adalah mengajar dan mendidik.Berkaitan dengan itu guru harus memiliki kompetensi dan disiplin ilmunya masing-masing dalam berperan serta mencerdaskan bangsa. Adlan mengemukakan bahwa: Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, kompetensi guru dibagi dalam tiga bagian yaitu: (1) kompetensi kognitif, yaitu kemampuan dalam bidang intelektual, seperti pengetahuan tentang belajar mengajar, dan tingkah laku individu, (2) Kompetensi afektif, yaitu kesiapan dan kemampuan guru dalam berbagai hal yang berkaitan dengan tugas profesinya, seperti menghargai pekerjaannya, mencintai mata pelajaran yang dibinanya, dan (3) kompetensi perilaku, yaitu kemampuan dalam berperilaku, seperti membimbing dan menilai.<br />
Dalam pembelajaran IPS berperan mengfungsionalkan dan merealisasikan ilmu-ilmu sosial yang bersifat teoritik kedalam kehidupan bermasyarakat. IPS mengintegrasikan dan mengorganisasikan secara pedagogik dari berbagai ilmu sosial yang diperuntukkan bagi pembelajaran ditingkat persekolahan sehingga melalui pembelajaran IPS siswa mampu membawa dirinya secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, melalui pembelajaran IPS juga siswa diharapkan mampu menguasai teori-teori kehidupan dan menjalani kehidupan nyata dimasyarakat sebagai makhluk sosial. Sistrunk Masson (dalam Sapriya dkk, 2006:6) mengartikan IPS “sebagai suatu pengajaran yang membimbing para pemuda dan pemudi kearah menjadi wrga Negara yang cerdas, hidup fungsional, efektif, produktif, dan berguna".<br />
Tetapi kondisi pembelajaran IPS di negara kita sampai saat ini masih banyak diwarnai dengan menggunakan model pembelajaran yang konvensional seperti ceramah. Metode ceramah itu lebih menitik beratkan guru sebagi pusat informasi atau guru hanya menyalurkan ilmunya kepada siswanya sedangkan siswa hanya sebagai pendengar setia saja.Ditambah lagi guru sering menugaskan siswanya untuk menulis atau menghafal materi dalam pembelajaran IPS. Pada akhirnya seringkali kita mendengar bahwa pembelajaran IPS itu sangat membosankan, jenuh bahkan siswa menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran. <br />
Sesuai dengan hakikat pendidikan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa tergantung pada aktivitas belajar siswa selama mengikuti PBM disekolah. Dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa tersebut dibutuhkan suatu pendorong,penggerak dan pengarah perbuatan belajar. Semakin besar motivasi siswa untuk belajar maka semakin baik hasil belajar yang akan diperoleh. Dengan perkataan lain hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa baik yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) maupun dari luar diri siswa (faktor eksternal).<br />
Guru merupakan seseorang yang sangat berperan besar dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Guru yang kompeten akan mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga menciptakan kondisi belajar yang efektif dan hasil belajar yang diperoleh akan optimal. Selain peran guru, fasilitas belajar memiliki peranan yang penting pula. Jika fasilitas belajar memadai, maka masalah yang dihadapi oleh siswa dalam belajar relatif kecil. Sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar. Dengan adanya peranan dari guru serta fasilitas belajar yang memadai akan membantu menumbuhkembangkan motivasi yang ada dalam diri siswa untuk belajar.<br />
Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran khususnya pembelajaran IPS diduga sangat dipengaruhi oleh kompetensi guru dalam menerapkan atau memanfaatkan fasilitas belajar, model, metode, startegi pembelajaran agar siswa lebih termotivasi dalam belajar yang berimplikasi terhadap hasil belajarnya.<br />
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti bermaksud mengkaji lebih mendalam tentang “Pengaruh Kompetensi Guru dan Fasilitas Belajar Terhadap Motivasi Belajar serta Implikasinya terhadap Hasil Belajar (Studi survey: Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pangalengan)”.<br />
RUMUSAN MASALAH<br />
Permasalahan dalam penelitian adalah : Apakah Terdapat Pengaruh Kompetensi Guru, fasilitas belajar dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pangalengan?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian akan dijabarkan sebagai <br />
berikut :<br />
Bagaimanakah pengaruh kompetensi guru terhadap motivasi belajar IPS siswa Kelas VII SMPN.No.1 Pangalengan.<br />
Bagaimanakah pengaruh fasilitas belajar terhadap motivasi belajar siswa<br />
Bagaimanakah pengaruh dari kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa<br />
Bagaimanakah pengaruh fasilitas belajar terhadap hasil belajar siswa<br />
Bagaimanakah pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa<br />
DEFINISI OPERASIONAL<br />
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:<br />
Kompetensi guru <br />
Kompetensi guru adalah kualifikasi akademik guru IPS dan cara guru dalam mengelola pembelajaran IPS, pemanfaatan fasilitas dan motivasi belajar siswa. Kompetensi sebagai kemampuan (ability), yaitu kapasitas seseorang individuuntuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan individu dibentuk dari dua perangkat faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan faktor kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. (Robbins, 2001:37)<br />
Mc Ashlan dalam E. Mulyasa (2003:38) mengatakan, “Competency is a knowledge, skill and abilities of capabilities that a person achieves, which become a part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily particular cognitive,affective and psychomotor behavior”. <br />
<br />
Dalam pengertian ini Mc Ashlan menekankan bahwa kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.<br />
Fasilitas Belajar<br />
Fasilitas belajar identik dengan sarana prasarana pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VII Standar Sarana dan Prasarana, pasal 42 menegaskan bahwa : (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unitproduksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olahraga, tempatberibadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/ tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.<br />
Mulyasa (2005:49) dalam Manajemen Berbasis Sekolah menyatakan bahwa, yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman sekolah, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah juga sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan. Ciri utama dari kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi. lnteraksi yang terjadi antara sibelajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dan atau sumber-sumber belajar yang lain, komponen pembelajaran itu sendiri. Dimana didalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai berikut; tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, anak didik/ siswa, dan adanya pendidik/guru (Riyana, 2007).<br />
<br />
Motivasi Belajar<br />
Motivasi berasal dari kata motif. Motif berarti suatu perangsang atau dorongan dari dalam (inner drive) yang menyebabkan seseorang membuat sesuatu. Payaman J. Simanjuntak (2001:199) mengatakan bahwa, motivasi dalam sekolah merupakan proses bagaimana menumbuhkan dan menimbulkan dorongan supaya seseorang berbuat atau belajar. Oleh sebab itu setiap guru akan selalu mengusahakan agar kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Untuk itu perlu diadakan perencanaan, pengorganisasian, koordinasi kerja dan pengawasan secara baik. Dengan kata lain hal-hal itu semua dilaksanakan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.<br />
Dengan demikian motivasi adalah usaha atau kegiatan dari guru sekolah untuk menimbulkan dan meningkatkan semangat dan kegairahan belajar dari para siswanya.<br />
Hasil Belajar<br />
Abin Syamsudin (2004:45) mengemukakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan perilaku dan sikap baik itu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar”. Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2002:30) yang menyatakan bahwa “Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti”.<br />
Hasil Belajar adalah nilai rata-rata indivdu setiap kelas yang dicapai siswa kelas VII di SMP 1 Pengalengan dalam pembelajaran IPS.<br />
TUJUAN PENELITIAN<br />
Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua (2) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.<br />
Tujuan Umum<br />
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang pengaruh kompetensi guru terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VII di SMP 1 Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan.<br />
Tujuan Khusus<br />
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:<br />
Kompetensi guru IPS siswa kelas VII di SMP 1 Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan.<br />
Hasil belajar IPS siswa kelas VII di SMP 1 Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan.<br />
Pengaruh kompetensi guru, fasilitas dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VII di SMP 1 Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan.<br />
MANFAAT PENELITIAN<br />
Manfaat teoritis<br />
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan perluasan wawasan, ide berdasarkan kelebihan komparatf bahwa pembelajaran IPS di tingkat SMP memberikan kontribusi terhadap pengembangan modal sosial.<br />
Manfaat Prakis<br />
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap pengaruh kompetensi guru terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VII di SMP 1 Pengalengan Kabupaten Bandung.<br />
<br />
KAJIAN TEORI<br />
LANDASAN TEORI<br />
Pengertian Kompetensi Guru<br />
Menurut Syah (2004), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhui syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompenten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Kata “profesional” erat kaitannya dengan kata “profesi”. Profesi adalah pekerjaan yang untuk melaksanakannya memerlukan sejumlah persyaratan tertentu. Definisi ini menyatakan bahwa suatu profesi menyajikan jasa yang berdasarkan ilmu pengetahuan yang hanya difahami oleh orang-orang tertentu yang secara sistematik diformulasikan dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan klien dalam hal ini masyarakat.Salah satu contoh profesi yaitu guru.<br />
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan megevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).<br />
Berdasarkan uraian diatas, dalam menjalankan tugasnya pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan mewujudkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk pengetahuan dan perbuatan secara professional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.<br />
Menurut Uzer Usman (2006:14), mengemukakan bahwa “Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya”.<br />
Dalam melaksanakan profesinya, profesional harus mengacu pada standar profesi. Standar profesi adalah prosedur dan norma-norma dan prinsip-prinsip yang dipergunakan sebagai pedoman agar keluaran kuantitas dan kualitas pelaksanaan profesi tinggi sehingga kebutuhan orang dan masyarakat ketika diperlukan dapat dipenuhi. Mengacu kepada uraian di atas, maka kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruan dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal pengetahuan yang dimilikinya. Kompetensi merupakan perilaku yang irasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan pula. Kompetensi sangat diperlukan untuk mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga kependidikan. Guru sebagai pendidik ataupun sebagai pengajar merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective), dan keterampilan (psychometer) kepada anak didik. Tugas guru di lapangan pengajaran berperanan juga sebagai pembimbing proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian tugas dan peranan guru adalah mengajar dan mendidik. Berkaitan dengan hal tersebut guru harus memiliki inovasi tinggi.<br />
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.<br />
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ditunjukkan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang guru, sehingga mampu untuk mengembangkan kualitas dan aktivitas tenaga kependidikannya yang akan diberikan kepada peserta didik.<br />
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007, Kompetensi guru terdiri dari:<br />
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.<br />
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.<br />
Kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.<br />
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat luas.<br />
Dalam penelitian ini, kompetensi guru yang diteliti adalah kompetensi guru secara utuh yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Berikut ini penjabaran kompetensi guru ekonomi.<br />
Sedangkan Sudjana mengemukakan empat kompetensi guru: (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, dan(4) mempunyai keterampilan teknik mengajar. <br />
Berdasarkan uraian di atas, konsep kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dasar melaksanakan tugas keguruan yang dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan menilai proses belajar mengajar.<br />
TABEL 1<br />
KOMPETENSI GURU<br />
No KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELJARAN<br />
Kompetensi Pedagogik<br />
1 Menguasai karakteristik<br />
Peserta didik dari spekfisik,moral, spiritual, sosial,kultural,emosional, danintelektual. 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik,intelektual, sosial-emosional, moral,spiritual, dan latar belakang social budaya.<br />
1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.<br />
1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.<br />
1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.<br />
2 Menguasai teori belajar dan<br />
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu.<br />
2.2 Menerapkan berbagai pendekatan,<br />
strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata<br />
pelajaran yang diampu.<br />
3 Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata<br />
pelajaran yang diampu. 3.1 Memahami prinsip-prinsip<br />
pengembangan kurikulum.<br />
3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.<br />
3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.<br />
3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.<br />
3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik.<br />
3.6 Mengembangkan indikator dan instrument penilaian.<br />
4 Menyelenggarakan<br />
pembelajaran yang mendidik. 4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.<br />
4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.<br />
4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan.<br />
4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan dilapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan.<br />
4.5 Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.<br />
4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang. <br />
5 Memanfaatkan teknologi<br />
informasi dan komunikasi<br />
untuk kepentingan<br />
pembelajaran. 5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.<br />
6 Memfasilitasi pengembangan<br />
potensi peserta didik untuk<br />
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 6.1 Menyediakan berbagai kegiatan<br />
pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal.<br />
6.2 Menyediakan berbagai kegiatan<br />
Pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya.<br />
7 Berkomunikasi secara efektif,empatik, dan santun dengan peserta didik. 7.1 Memahami berbagai strategi<br />
berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.<br />
7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik,dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a)penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian,(c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.<br />
8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.<br />
8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.<br />
8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.<br />
8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.<br />
8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara<br />
berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen.<br />
8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan.<br />
8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.<br />
9 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk<br />
kepentingan pembelajaran. 9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar<br />
9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan.<br />
9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan.<br />
9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.<br />
10 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas<br />
pembelajaran. 10.1 Melakukan refleksi terhadap<br />
pembelajaran yang telah dilaksanakan.<br />
10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.<br />
10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.<br />
Kompetensi Kepribadian<br />
11 Bertindak sesuai dengan<br />
norma agama, hukum, sosial,dan kebudayaan nasional Indonesia. 11.1 Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender.<br />
11.2 Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.<br />
12 Menampilkan diri sebagai<br />
pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. 12.1 Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.<br />
12.2 Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.<br />
12.3 Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.<br />
13 Menampilkan diri sebagai<br />
pribadi yang mantap, stabil,dewasa, arif, dan berwibawa. 13.1 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil.<br />
13.2 Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.<br />
14 Menunjukkan etos kerja,<br />
tanggung jawab yang tinggi,rasa bangga menjadi guru,dan rasa percaya diri. 14.1 Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.<br />
14.2 Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.<br />
14.3 Bekerja mandiri secara profesional.<br />
15 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 15.1 Memahami kode etik profesi guru.<br />
15.2 Menerapkan kode etik profesi guru.<br />
15.3 Berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru.<br />
Kompetensi Sosial<br />
16 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena<br />
pertimbangan jenis kelamin,agama, ras, kondisi fisik, latar<br />
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. 16.1 Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.<br />
16.2 Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.<br />
17 Berkomunikasi secara efektif,empatik, dan santun dengan<br />
sesama pendidik, tenaga<br />
kependidikan, orang tua, dan masyarakat. 17.1 Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif.<br />
17.2 Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan asyarakat secara santun,empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan<br />
peserta didik.<br />
17.3 Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.<br />
18 Beradaptasi di tempat<br />
bertugas di seluruh wilayah<br />
Republik Indonesia yang<br />
memiliki keragaman sosial budaya. 18.1 Berkomunikasi dengan teman sejawat,profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.<br />
18.2 Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.<br />
Kompetensi Profesional<br />
19 Menguasai materi, struktur,konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu 19.1 Memahami materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendudkung mata pelajaran ekonomi<br />
19.2 Membedakan pendekatan-pendekatan ekonomi<br />
19.3 Menunjukkan manfaat mata pelajaran ekonomi<br />
20 Menguasai standar kompetensi dan kompetensi mata pelajaran yang diampu 20.1 Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu<br />
20.2 Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu<br />
20.3 Memahami tujuan pembelajaran yang diampu<br />
21 Mengembangkan materi<br />
pembelajaran yang diampu secara kreatif 21.1 Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik<br />
21.2 Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kratif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik<br />
<br />
22 Mengembangkan<br />
keprofesionalan secara<br />
berkelanjutan dengan<br />
melakukan tindakan kreatif 22.1 Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus<br />
22.2 Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan<br />
22.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan<br />
22.4 Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber<br />
23 Memanfaatkan teknologi<br />
informasi dan komunikasi<br />
untuk mengembangkan diri 23.1 Memanfaatkan teknologi inforamsi dan komunikasi dalam berkomunikasi untuk mengembangkan diri<br />
Sumber : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007<br />
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru<br />
Menurut Eko Putro Widoyoko http:www.umpwr.ac.id /web/download <br />
/publikasi-ilmiah/.pdf), faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi guru yaitu sebagai berikut:<br />
Latar Belakang Pendidikan <br />
Latar belakang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan.<br />
Pengalaman Mengajar <br />
Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan dari rangkuman pengalaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar sehingga hal-hal yang dialami tersebut telah dikusainya, baik pengetahuan,keterampilan maupun nilai-nilai yang telah menyatu pada dirinya.<br />
c). Etos Kerja <br />
Seorang guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan mengerjakan pekerjaanya lebih semangat dan menekuni pekerjaannya dengan tanggungjawab besar, sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan kerjanya.<br />
b. Peran Guru dalam Proses Belajar Mengajar<br />
Dalam proses pembelajaran guru memiliki peranan sangat penting dan strategi dalam membimbing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Guru sebagai komponen pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Syaiful Sagala (2009:99), bahwa:<br />
Secara sederhana mudah dikatakan bahwa peranan guru menyelenggarakan proses belajar mengajar, yaitu membantu dan memfasilitasi peserta didik agar mengalami dan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas. Peran tersebut menempatkan guru pada posisi sebagai pemegang kendali dalam menciptakan dan mengembangkan interaksinya dengan peserta didik, agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien. <br />
Peranan guru dalam proses belajar mengajar tersebut merupakan bagian yang sangat menetukan tingkat keberhasilan peserta didiknya. Penentuan proses belajar dan hasil belajar sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru, sebagaimana dijelaskan bahwa: Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saatnya ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulum, melainkan sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga siswa belajar pada tingkat optimal. (Oemar Hamalik, 2002:36).<br />
<br />
b. Pengertian Fasilitas Belajar<br />
Fasilitas belajar adalah semua kebutuhan yang diperlukan oleh peserta didik dalam rangka untuk memudahkan, melancarkan, dan menunjang dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Supaya kegiatan belajar lebih efektif dan efesien yang nantinya siswa dapat belajar dengan maksimal dan memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Fasilitas belajar yang dimaksud adalah alat pelajaran, alat peraga, media pembelajaran yang dapat menunjang proses pembelajaran. Menurut Hujair AH. Sanaky (2009:20) alat-alat yang dikategorikan sebagai alat pembelajaran adalah sebagai berikut:<br />
Buku-buku perpustakaan, buku pegangan pengajar maupun pembelajar, dan buku pelajaran.<br />
Alat peraga, digunakan oleh pengajar saat proses pembelajaran<br />
Alat praktik, dilaboratorium, bengkel kerja, dan lain-lain.<br />
Alat tulis menulis, penunjuk, lasser, dan lain-lain.<br />
<br />
Fasilitas merupakan kelengkapan proses belajar mengajar yang harus dimiliki oleh sekolah. Muhibbin (2003:138), mengemukakan bahwa “fasilitas merupakan factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial yaitu gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa”. Kelengkapan fasilitas belajar tidak bisa diabaikan. Lengkap tidaknya fasilitas belajar yang dimiliki ikut menentukan kualitas proses pembelajaran.<br />
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:249), bahwa “sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, alat dan fasilitas laboratorium sekolah serta berbagai media pembelajaran yang lain. Sedangkan prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian dan peralatan olah raga”.<br />
Oleh karena itu, fasilitas belajar sangat bermanfaat bagi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.Dengan fasilitas belajar yang lengkap kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.<br />
<br />
<br />
Peranan Fasilitas Belajar Dalam Proses Belajar Mengajar<br />
<br />
Fasilitas belajar mempunyai arti penting dalam pendidikan. Fasilitas belajar merupakan salah satu factor penting bagi berlangsungnya kegiatan belajar dan keberhasilan dalam proses belajar mengajar. “keadaan fasilitas fisik tempat belajar berlangsung disekolah ataupun dirumah sangat mempengaruhi efisiensi hasil belajar”. Keadaan fisik yang lebih baik lebih menguntungkan murid belajar dengan tenang dan teratur. Sebaliknya lingkungan fisik yang kurang memadai akan mengurangi efisiensi hasil belajar, (Moh. Surya, 2002:80).<br />
Menurut Syaiful B. Djamarah (2002:151) “Kualitas anak didik yang berasal dari sekolah model pasti berbeda dengan kualitas anak didik yang berasal dari sekolah biasa. Hal ini disebabkan di sekolah model segala sesuatunya diusahakan serba lengkap. Dari tahun ke tahun tidak hanya guru yang selalu mendapat prioritas penambahan, tetapi juga sarana dan fasilitas”. Lengkapnya fasilitas belajar menentukan terselenggaranya proses belajar dengan baik. Dengan tersedianya fasilitas belajar, berarti menuntut guru dan siswa dalam menggunakannya (Dimyati dan Mudjiono, 2002:250). Peran guru adalah sebagai berikut:<br />
Memelihara, mengatur prasarana untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan.<br />
Memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan siswa belajar.<br />
Mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan prasarana dan sarana secara tepat guna.<br />
<br />
Sedangkan peran siswa adalah sebagai berikut:<br />
Ikut serta memelihara dan mengatur prasarana dan sarana secara baik<br />
Ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan prasarana dan sarana secara tepat guna.<br />
Menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda.<br />
<br />
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2002:249) bahwa “Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik”.<br />
Dari uraian diatas tentu tidak dapat disangkal bahwa fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar disekolah. Siswa tentu dapat belajar lebih baik dan menyenangkan bila suatu sekolah dapat memenuhi segala kebutuhan belajar siswa. Masalah yang anak didik hadapi dalam belajar relatif kecil. Hasil belajar anak didik tentu akan lebih baik.<br />
c. Pengertian Motivasi Belajar <br />
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat (Sofyan, 2004: 5). Dikatakan pula bahwa motif tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat di interpretasikan dalam tingkah laku yang berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Untuk itu, motivasi akan mendorong keberhasilan peserta didik menyelesaikan belajarnya baik dalam proses maupun hasil belajarnya.<br />
“Suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu”. (Syaiful B. Djamarah,2002:114). Sedangkan menurut Abin Syamsudin (2004:37) mengemukakan bahwa “motivasi adalah suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari”.<br />
Rumusan lain tentang motivasi diberikan oleh Oemar Hamalik (Syaiful B. Djamarah, 2002:114) mengemukakan bahwa “motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya”<br />
Motivasi menurut Koeswara (Dimyati dan Mudjiono, 2002:80) mengemukakan bahwa “motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar.<br />
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar”. Dalam kegiatan belajar motivasi merupakan gejala psikologis dalam bentuk dorongan pada diri peserta didik sadar atau tidak sadar yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai.<br />
Selanjutnya Sardiman (2009: 73) mengartikan motif sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan aktivits-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi adalah kondisi piskologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Nasution, N., 1993: 8).<br />
Selanjutnya Sardiman (2009: 75) kaitannya dengan kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang diharapkan oleh subjek belajar dapat dicapai. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Mc. Donald (Hamalik, 2007: 173) “Motivasi is a energy change within the person characterirized by affective arousal and anticipatory goal reactions”. <br />
Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya efektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan peserta didik agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi adalah kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu dan berperilaku tertentu. Akar permasalahannya adalah kebutuhan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Maslow, A (1954; 57) beliau membuat hipotesis bahwa dalam diri setiap manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan yang membuat seseorang melakukan sesuatu tindakan. Kebutuhan adalah kondisi yang dialami seseorang berkaitan dengan kelangkaan/ketidakcukupan/ketidaklengkapan tentang sesuatu pada situasi/saat tertentu.<br />
Tujuan adalah kondisi ideal yang diinginkan yang akan memberikan manfaat untuk memuaskan kebutuhan. Kebutuhan dan tujuan merupakan dua hal yang penting dilakukan untuk dapat memotivasi seseorang atau Peserta didik.<br />
Selanjutnya menurut Uno, H. B. (2010: 3) “Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri sesorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhinya”. Motivasi dalam hal ini merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan aktivitas demi mencapai tujauan.<br />
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa motivasi dapat merubah individu yang tidak berminat pada sesuatu hal menjadi bersemangat atau termotivasi karena adanya kebutuhan yang mendorongnya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Hal ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, seorang siswa yang tidak termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran IPS dapat diberi motivasi oleh guru. Hasil belajar akan lebih optimal dengan adanya motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan guru akan semakin berhasil pula pelajaran yang diberikan. Motivasi yang diberikan oleh guru terhadap peserta didik berfungsi sebagai: (a) mendorong siswa untuk berbuat, dalam hal ini motivasi menjadi penggerak dari setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik; (b) menentukan arah perbuatan, motivasi dapat memberi arah dan kegiatan yang harus dikerjakan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan; (c) menyeleksi perbuatan, seorang peserta didik yang ingin mempunyai prestasi dalam belajar, tentu akan mengikuti setiap proses pembelajaran dengan baik dan tidak membaca komik atau ngobrol dengan teman di kelas, karena hal itu tidak sesuai dengan tujuan.<br />
Sedangkan belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respon (yang juga bisa berupa pikiran,perasaan dan gerak) Thorndike (Uno, Hamzah B., 2010: 11). Selanjutnya Anthony Robbins (Trianto, 2009: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses penciptaan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.<br />
Hal ini senada pula dengan yang dikemukakan oleh Jerome Brunner (Trianto, 2009: 15) bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya. Whittaker, James O. (Djamarah, Syaiful B., 2008: 12) merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Slameto (Djamarah, Syaiful B., 2008: 13) juga merumuskan pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Suatu kegiatan belajar adalah upaya mencapai perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, serta aspek sikap (Sofyan, 2004: 20). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor.<br />
Dikatakan pula bahwa, motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi dalam pelaksanaan pembelajaran. Motivasi belajar yang menyebabkan perubahan peserta didik terdiri dari dua aspek yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Sardiman 2010: 89-90). Motivasi intrinsik ialah kondisi yang berada dalam diri peserta didik yang berwujud kebutuhan, sedangkan motivasi ekstrinsik ialah aspek yang berada di luar peserta didik yang berwujud perangsang atau tujuan. Dengan demikian untuk memahami prinsip-prinsip motivasi ini harus diperhatikan kedua aspek tersebut. Syaiful B. Djamarah (2002:123), mengemukakan fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:<br />
<br />
a) Motivasi sebagai pendorong perbuatan<br />
<br />
Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu.anak didikpun mengambil sikap seiring dengan minat terhadap suatu objek. Disini, anak didik mempunyai keyakinan dan pendirian tentang sesuatu. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong kearah sejumlah perbuatan dalam belajar. Jadi, motivasi yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.<br />
Motivasi sebagai penggerak perbuatan<br />
Dorongan psikologis yang yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disini anak didik sudah melakukan aktivitas belajar dengan segenap jiwa dan raga. Akal pikiran berprose dengan sikap raga yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil, dan hukum sehingga mengerti betul isi yang dikandungnya.<br />
Motivasi sebagai pengarah perbuatan<br />
Seorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, tidak mungkin dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata pelajaran di mana tersimpan sesuatu yang akan dicari. Sesuatu yang dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.dengan penuh konsentrasi anak didik belajar agar tujuannya mencari segala sesuatu yang ingin diketahui itu cepat tercapai. Segala sesuatu yang mengganggu pikirannya dan dapat membuyarkan konsentrasinya diusahakan disingkirkan. Itulah fungsi motivasi yang dapat mengarahkan perbuatan anak didik dalam belajar.<br />
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar<br />
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi secara umum terbagi menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Syaiful B. Djamarah (2002:115) bahwa “motivasi itu berasal dari dalam diri pribadi seseorang sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar yang disebut dengan motivasi intrinsik dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang disebut motivasi ekstrinsik. Termasuk dalam motivasi inrtinsik siswa adalah menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua dan guru”.<br />
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:97) unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa yaitu sebagai berikut:<br />
1. Cita-cita atau aspirasi siswa<br />
2. Kemampuan siswa<br />
3. Kondisi siswa<br />
4. Kondisi lingkungan siswa<br />
5. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran<br />
6. Upaya guru dalam membelajarkan siswa<br />
Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam maupun dari luar. Disinilah salah satu peran guru yaitu memberikan dan mengembangkan motivasi belajar siswa. Selain guru, fasilitas belajar juga memiliki peranan penting. Fasilitas merupakan salah satu unsur dinamis dalam pembelajaran. Dengan fasilitas yang memadai akan mempermudah siswa dalam belajar sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar lebih baik.<br />
Teori-Teori Belajar<br />
Telah banyak ahli yang mengemukakan berbagai teori mengenai belajar. Berikut ini beberapa teori belajar yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini:<br />
1). Teori Belajar dari Benjamin Bloom<br />
Berhasil tidaknya seorang siswa meraih prestasi belajarnya tergantung dari banyak hal atau tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Benjamin Bloom dalam C. Asri Budiningsih,2005:74) dengan teori taksonominya mengatakan bahwa “Ada dua faktor utama yang dominan terhadap hasil belajar yaitu karakteristik siswa yang meliputi (kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya,motivasi) dan karakter pengajaran yang meliputi (guru dan fasilitas belajar). Secara ringkas, taksonomi Bloom (Syaiful Sagala,2007:33) dibagi menjadi tiga kawasan (domain) yaitu:<br />
Domain kognitif, mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.<br />
Domain afektif, mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, dan karakterisasi diri.<br />
Domain psikomotor yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan yang terdiri dari gerakan reflex, gerakan dasar, kemampuan perceptual, kemampuan jasmani, gerakan-gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif.<br />
<br />
2). Teori Belajar dari Robert Gagne<br />
Dalam masalah belajar, R. Gagne (dalam Syaiful B.Djamarah, 2002:22) memberikan dua definisi yaitu:<br />
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.<br />
Belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.<br />
Menurut Gagne ( dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002:10) bahwa “Belajar adalah kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar seorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai”. Sedangkan Uzer Usman (2006:5) berpendapat bahwa “Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya”.<br />
Abin Syamsudin (2004:157) mendefinisikan bahwa ”Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu”. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar selalu menunjukan kepada suatu proses perubahan tingkah laku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. Perubahan tersebut dapat berkenaan dengan penguasaan dan penambahan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, kebiasaan, minat dan sebagainya.<br />
d. Pengertian Hasil Belajar <br />
<br />
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses pembelajaran berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkahlaku baik itu pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan mahasiswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana dikemukakan Hamalik (1995:48) hasil belajar adalah “ tingkahlaku sunbyek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005:3) “hsail belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.<br />
Lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: Faktor Internal; Faktor internal yaitu faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain; motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan, dan lain sebagainya. Faktor eksternal; Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi dari luar diri siswa. Adapun faktor dari luar itu adalah pengetahuan, pemahaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Hasil yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Selain itu juga R. Gagne (dalam Syaiful Sagala, 2007:17) dengan teorinya menggambarkan bahwa:<br />
Hasil belajar berupa kapabilitas yang ditimbulkan oleh stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Selain itu juga ia mengatakan belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarakan keadaan internal siswa dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal,keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.<br />
Dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa dalam hasil belajar itu terdapat suatu perubahan berupa perubahan perilaku, yang pada mulanya tidak tahu menjadi tahu, dan hasil tersebut diakibatkan adanya proses belajar sebelumnya. Hasil belajar ini dapat berupa kemampuan dan kecakapan siswa yang dinyatakan dalam angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. Hasil belajar pada penelitian ini dapat dilihat dari nilai Ujian Nasional pada mata pelajaran ekonomi.<br />
1). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar<br />
Berdasarkan pengertian-pengertian hasil belajar diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu hasil kemampuan dan kecakapan siswa dari proses belajar. Dalam proses belajar siswa, selalu ada faktor-faktor yang mendukung keberhasilan belajar tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Uzer Usman (2006:10) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi:<br />
Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal)<br />
Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Termasuk kedalam faktor ini ialah pancaindera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku.<br />
Faktor psiologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas:<br />
Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki.<br />
Faktor nonintelektual yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri. <br />
Faktor kematangan fisik maupun psikis<br />
<br />
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri (eksternal)<br />
Faktor sosial yang terdiri atas:<br />
Lingkungan keluarga<br />
Lingkungan sekolah<br />
Lingkungan masyarakat<br />
Lingkungan kelompok<br />
Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.<br />
Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar<br />
Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.<br />
<br />
Berdasarkan teori tersebut diatas, maka hasil belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu lingkungan belajar siswa sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar.<br />
e. Pembelajaran IPS<br />
Mata pelajaran IPS merupakan integrasi dari berbagai ilmu-ilmu social seperti geografi, ekonomi, sejarah, sosial, politik, hukum dan budaya.Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar fenomena dan realitas sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu social. IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial. Berdasarkan kurikulum 2006 dalam KTSP mengemukakan bahwa “Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu dari mata pelajaran yang diberikan sejak SD, SLTP, SLTA, sampai Perguruan Tinggi. Khususnya SLTP ruang lingkup mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sosiologi, Sejarah dan Ekonomi.<br />
Pembelajaran IPS bersifat integrative karena materi yang diajarkan merupakan akumulasi dari sejumlah disiplin ilmu sosial. Pembelajaran IPS lebih menkankan aspek pendidikan dibanding transfer konsep karena melalui pembelajaran IPS diharapkan siswa memahami sejumlah konsep dan melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya (Suriati, 2007: 19). Selain itu pengertian IPS menurut pendapat Sapriya, dkk (2009:6) “bahwa IPS sebagai suatu pengajaran yang membimbing para pemuda dan pemudi mearah menjadi warga Negara yang cerdas, hidup fungsional, efektif, produktif, dan berguna bagi bangsa”.<br />
Mata pelajaran IPS berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.IPS mengajarkan siswa agar mampu bersosialisasi dengan baik, salah satunya adalah dengan bekerjasama dengan kelompoknya.<br />
Dalam penelitian ini, yang menjadi data utama adalah hasil belajar IPS Geografi, Sosiologi, Sejarah, dan Ekonomi pada siswa kelas VII di SLTP 1 Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan.<br />
PENELITIAN TERDAHULU<br />
Penelitian ini dilaksanakan oleh Nadifah Ika Yulifatun (2009), penulis melakukan penenlitian tentang Pengaruh kompetensi pedagogik guru dan motivasi belajar dari persepsi siswa terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS di SMPN 8 Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh secara simultan antara kompetensi pedagogik guru dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS di SMPN 8 Malang. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan regresi koefisien Y = 57.36+ 0.135 X1 + 0.434 X2, dari persamaan regresi tersebut dapat diartikan dengan adanya peningkatan kompetensi pedagogik guru sebesar satu satuan maka prestasi belajar siswa akan meningkat sebesar 0,135 dan motivasi belajar siswa akan meningkat sebesar 0,434. Sedangkan konstanta sebesar 57,36 artinya jika kompetensi pedagogik guru(X1) dan motivasi belajar siswa (X2) nilainya 0, maka prestasi belajar siswa (Y) nilainya adalah 57,36.dan juga dapat dilihat dari nilai F = 7.257 pada & 945; 5% dan diperoleh dari probabilitas (p) sebesar 0,001 sehingga p < 0,05 menunjukkan adanya pengaruh sehingga variabel terikat prestasi belajar dapat di pengaruhi oleh dua variabel bebas yaitu kompetensi pedagogik guru dan motivasi belajar. Besar R square adalah 0,183, hal ini berarti 18% perubahan variabel y disebabkan oleh kompetensi pedagogik guru dan motivasi belajar siswa sedangkan sisanya 82% disebabkan oleh faktor diluar perubahan variabel x1 dan x2. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS maka kompetensi pedagogik dan motivasi belajar harus ditingkatkan. Dikarenakan dari hasil penelitian terbukti bahwa prestasi belajar cukup dipengaruhi oleh kompetensi pedagogik guru dan motivasi belajar.<br />
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Malida Puji Ayu Lestari (2009). Penulis mengajukan penelitian dengan tujuan untukmengetahui bagaimana pengaruh motivasi, minat, dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajarsiswa pada mata pelajaran akuntansi di SMAN se-Kota Cirebon. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN se-Kota Cirebon kelas XI IPSyang berjumlah 1161 siswa dan diambil sampel sebanyak 298 siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif verifikatif, yaitu mula-mula penulis mengumpulkan data yang kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisa dengan menggunakan perhitungan statistikdengan teknik pengumpulan data melalui angket. Penulis menggunakan analisis jalur untuk analisis data. Adapun hasil analisis data dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat pengaruh positif yang signifikandari motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa Hal ini dibuktikan dengan signifikansi (0,000) < (0,05) dan t-hitung (2,511) > t-tabel (2,048). Hasil perhitungan Sumbangan Efektif motivasi belajar (X1) terhadap prestasi belajar (Y) siswa sebesar 7,8% (2) Terdapatpengaruh positif yang signifikan minat belajar terhadap prestasi belajar siswa terlihat dari signifikansi (0,000) < (0,05) dan thitung (2,639) > t-tabel (2,048) dengan jumlah kontribusi sebesar29,6% (3). Artinya adalahTerdapat pengaruh positif yang signifikan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa terlihat dari hasil perhitungan signifikansi (0,000) < (0,05) dan thitung (2,887) > ttabel (2,048). Hasil perhitungan Sumbangan Efektif motivasi belajar (X1) terhadap prestasi belajar (Y) sebesar22,2%. Dari hasil analisis regresi juga diperoleh nilai RSquare= 0,592 ini menunjukkan bahwakorelasi atau hubungan antara variabel motivasi, minat belajar dan kebiasaan belajar denganprestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi adalah kuat. Nilai hal ini berarti bahwa59,2% perubahan variabel Y disebabkan oleh perubahan motivasi, minat belajar dan kebiasaan belajar, sedangkan sisanya 40,8% prestasi belajar siswa pada mata pelajaran akuntansi disebabkan oleh faktor lain di luar variabel bebas yang diteliti.<br />
Selanjutnya, Penelitian ini dilakukan oleh, Setyowati (2006). Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Ada tidaknya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa dan seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 13 Semarang Tahun ajaran 2006/2007 sebanyak 308 siswa. Pengambilan sampel melalui rumus Solvin sebanyak 75 siswa yang diambil secara proporsional random sampling. Ada 2 (dua) variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu motivasi belajar sebagai variabel bebas dengan indikator cita-cita/ aspirasi, kemampuan siswa, kondisi jasmani dan rohani siswa, kondisi lingkungan kelas, unsur dinamis belajar dan upaya guru membelajarkan siswa. Kemudian Hasil Belajar sebagai variabel terikat dengan indikator informasi verbal, keterampilan kognitif, keterampilan intelek, keterampilan motorik dan sikap. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner), dokumentasi dan observasi. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik deskriptif persentase dan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar pada siswa kelas VII SMPN 13 Semarang dalam kategori cukup. Hasil belajar yang dicapai siswa kurang memuaskan terlihat dari adanya hasil analisis angket yang disebar masih banyak indikator yang menyatakan hasil belajar cukup dan juga diperkuat dari adanya daftar nilai-nilai yang masih ada nilai yang masih dibawah angka 7 untuk semua mata pelajaran.Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh sebesar 29,766 dengan taraf signifikansi 0,000 yang berarti ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar pada siswa kelas VII SMPN 13 Semarang. Besarnya Motivasi belajar yang mempengaruhi Hasil Belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang ini sebesar 29, 766% sedangkan 71,344 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti dikarenakan keterbatasan dana, waktu serta kemampuan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang. <br />
Penelitian ini dilakukan oleh Dianah Lili (2011). Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengukur berapa besar pengaruh fasilitas dan disiplin belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode Survai (explanatory research), dengan menggunakan analisis fasilitas belajar dan disiplin belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Analisis dilakukan pada data yang diperoleh melalui rata-rata hasil ulangan siswa dan kuesioner yang terlebih dahulu melakukan proses uji validitas dan reliabilitas. Populasi siswa di SMP Negeri yang berklasifikasi SSN di Kabupaten Bandung Barat berjumlah 4231 siswa dari 13 sekolah, sedangkan penarikan sampel siswa dengan cara Stratified Random Sampling sejumlah 7 sekolah yang menjadi sampel penelitian, dengan 256 siswa yang diambil untuk dijadikan objek penelitian.Dari hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan statistik korelasi Produk Moment dan regresi ganda, yang terlebih dahulu diuji dengan uji linieritas dan uji multikolinieritas. Setelah seluruh persyaratan analisis terpenuhi, maka didapat hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fasilitas belajar (X1) dengan hasil belajar siswa (Y), pengaruhnya sebesar 0,191. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara disiplin belajar (X2) dengan hasil belajar siswa (Y), pengaruhnya sebesar 0,353. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara fasilitas(X1) dan disiplin belajar (X2) secara bersama-sama terhadap hasil belajar siswa (Y), angka koefisien korelasi sebesar 0,457, termasuk kedalam kategori sedang, 20,9 % hasil belajar siswa mampu dipengaruhi secara bersama-sama oleh fasilitas dan disiplin belajar, sedangkan sisanya 79,1 % dipengaruhi oleh faktor lain. Persamaan regresi ganda yaitu Y=7,550+0,782X1 +0,824X2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fasilitas dan disiplin belajar siswa memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu kelengkapan fasilitas dan tingkat disiplin siswa perlu ditingkatkan serta perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak.<br />
KERANGKA PEMIKIRAN<br />
Fasilitas dan motivasi belajar merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang proses pembelajaran serta menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan peserta didik. Selian itu dalam prosesnya, dibutuhkan kompetensi guru dalam memanfaatkan fasilitas dan metode belajar tersebut.<br />
Dalam proses pembelajaran IPS tentunya guru mengacu pada KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sabagus dan seideal bagaimanapun kurikulum itu, tanpa dapat diimplementasikan guru pada waktu proses pembelajaran, maka kurikulum tersebut hanyalah sebuah dokumen belaka, proses keberhasilan pelaksanaan dari kurikulum tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan atau kompetensi guru. <br />
Bagi sebuah profesi kompetensi merupakan sebuah tuntutan, begitu juga dengan profesi keguruan, guru merupakan salahsatu factor penentu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Seorang guru wajib memiliki berbagai kompetensi yang berkaitan dengan tugas yang diembannya agar bisa melaksanakan tugas secara optimal.<br />
Noehi Nasution (dalam Saeful B. Djamaah, 2002:142) menyebutkan bahwa ada 3 faktor komponen yang berpengaruh terhadap proses belajar mengajar yaitu:<br />
Komponen input, yaitu pribadi siswa yang memiliki raw input diantaranya IQ, bakat, minat, motivasi, kebiasaan dan lain-lain.<br />
Komponen instrumental input, yaitu berupa masukan yang menunjang diantaranya berupa fasilitas, sarana, media, metode, guru dan lain-lain.<br />
Komponen environmental input, yang berupa unsur lingkungan.<br />
Menurut Nana Sudjana (2008:22) mendefinisikan bahwa “ hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Pengertian tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa hasil belajar merupakan perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami proses pembelajaran. Dalam pengertian tersebut muncul suatu harapan dimana prestasi belajar yang dicapai siswa berada dalam taraf yang tinggi, namun terkadang harapan tersebut tidak sepenuhnya tercapai. Hal ini timbul karena terbentur oleh hambatan-hambatan dalam pembelajaran yang tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.<br />
Teori Proses Belajar Konstruktivistik (dalam C. Asri Budiningsih2005:58) diungkapkan bahwa ”Proses belajar dilihat dari aspek siswa, perananguru, sarana belajar dan evaluasi belajar”.<br />
Peranan siswa menurut pandangan konstruktivistik (dalam C. AsriBudiningsih 2005:58), belajar merupakan suatu proses pembentukanpengetahuan. Pembentukan ini harus dilakuakan oleh si belajar. Ia harus aktifmelakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentanghal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambilprakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinyabelajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajaradalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa yangpaling menentukan adalah motivasi belajar siswanya. Motivasi belajar siswa yangtinggi akan meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini karena siswa sungguhsungguhdalam mengikuti proses pembelajaran disekolah.<br />
Guru merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasilbelajar siswa. Menurut Oemar Hamalik (2002:36) mengungkapkan bahwa“proses belajar dan hasil belajar siswa bukan saatnya ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulum, melainkan sebagian besar ditentukan olehkompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompetenakan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkandan akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga siswa belajar pada tingkatoptimal”. Hal ini menunjukan bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Proses belajar dan hasil belajar siswa ditentukan oleh guru yang membimbingnya, oleh karena itu seorang guru harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugasnya.<br />
Fasilitas belajar siswa termasuk kedalam faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai denganpendapat Moh. Surya (2002:80) mengemukakan bahwa “keadaan fasilitas fisik tempat belajar berlangsung disekolah ataupun di rumah sangat mempengaruhi efisiensi hasil belajar. Keadaan fisik yang lebih baik lebih menguntungkan murid belajar dengan tenang dan teratur. Sebaliknya lingkungan fisik yang kurangmemadai akan mengurangi efisiensi hasil belajar”.<br />
Dari penjelasan diatas, maka dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Keterangan :<br />
X1 = Kompetensi Guru<br />
X2 = Fasilitas Belajar<br />
X3 = Motivasi Belajar<br />
Y = Hasil Belajar<br />
<br />
HIPOTESIS<br />
Menurut Sugiono (2006:51) hipotesis yaitu suatu jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:<br />
Kompetensi guru berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS <br />
Fasilitas belajar siswa berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS<br />
Kompetensi guru berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS<br />
Fasilitas belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS <br />
Motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS <br />
Kompetensi guru, fasilitas belajar siswa dan motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS.<br />
<br />
METODOLOGI PENELITIAN<br />
LOKASI PENELITIAN<br />
Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMP Negeri 1 Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan setelah peneliti melakukan studi awal penelitian dan telah mendapat persetujuan dari pihak-pihak SMP Negeri 1 Pangalengan untuk dilaksanakannya kegiatan penelitian.<br />
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN<br />
Populasi<br />
Menurut Moh. Nazir (2005:273) “Populasi adalah kumpulan dari ukuran-ukuran tentang sesuatu yang ingin kita buat inferensi”. Sugiyono (2009 :61) menjelaskan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tetentu yang diterapkan peneliti untuk dipelajari sehingga dapat ditarik kesimpulannya”.<br />
Populasi menurut Sumaatmaja (1988:122), “populasi adalah keseluruhan gejala, individu, kasus dan masalah yang diteliti, yang ada di daerah penelitian”.Sedangkan menurut Tika (2004:24) “populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII IPS A dan IPS Bdi SMP Negeri 1 Pengalengan Kabupaten Bandung Selatan. Berikut adalah data populasi, akan digambarkan pada tabel berikut:<br />
<br />
Tabel 2<br />
Data Populasi<br />
Kelas VII Jumlah Siswa<br />
IPS A 48<br />
IPS B 48<br />
Jumlah 96<br />
Sumber data: SMP Negeri 1 Pengalengan Kabupaten Bandung <br />
<br />
Sampel<br />
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sudjana, 2010:81).Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan oleh penulis adalah dengan teknik probability sampling yaitu Simple Random Sampling. Menurut Sugiyono (1998:92) Probability sampling adalah Teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel”. Sedangkan Simple Random Sampling, dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.<br />
Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael (dalam Sugiyono 1998:98), rumus untuk menghitung sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya dengan taraf kesalahan, 1%, 5%, dan 10% adalah sebagai berikut:<br />
S= n/N XS<br />
(Sugiyono 1998:98)<br />
Keterangan :<br />
S = Alokasi sampel terpilih pada setiap siswa<br />
n = Popolasi pada setiap kelas<br />
N = Populasi penelitian<br />
s = Ukuran sampel <br />
Dilihat dari tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu taraf kesalahan, 1%, 5%, dan 10%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada (lampiran 23), jika populasi siswa berjumlah 99 orang dengan taraf kesalahan 5% jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 74 orang. Untuk lebih jelanya perhitungan untuk pengambilan sampel setiap kelas dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut:<br />
<br />
Tabel 3<br />
Perhitungan Pengambilan Sampel<br />
<br />
Kelas Jumlah Sampel Sampel Siswa<br />
VII IPS A 48 48/96 X74=37<br />
VII IPS B 48 48/96 X74=37<br />
Jumlah 96 74<br />
<br />
Dari 96 siswa akan diambil sampel sebanyak 74 siswa dengan cara random. Sebelum penyebaran angket dilakukan, sampel yang akan menerima angket harus dikocok/diundi terlebih dahulu sesuai dengan jumlah angket yang akan disebar agar adil. Berikut ini prosedur teknik pengambilan anggota sampel secara undian yaitu sebagai berikut:<br />
Sediakan kerangka populasi masing-masing siswa. Dalam hal ini yangmenjadi kerangka populasi adalah daftar nomor absen siswa.<br />
Sediakan media pengundi berupa gelas dan lembaran kertas berukuranmini kira-kira 2 cm x 2 cm dan lembaran kertas penutup yang kemudian diberi lubang yang cukup untuk keluarnya gulungan kertas undian.<br />
Media berukuran 2 cm x 2 cm tersebut kemudian ditulis dengan angkasesuai dengan nomor absen siswa, selanjutnya digulung dimasukkan kemedia atau gelas pengundi.<br />
Langkah selanjutnya dikocok-kocok dan dikeluarkan satu per satu. Jika dalam satu kocokan keluar dua, maka dilakukan pengulangan, gulungan yang telah keluar dimasukkan kembali ke dalam gelas. Demikian seterusnya sampai diperoleh jumlah yang ditentukan untuk masing-masing siswa. <br />
METODE PENELITIAN<br />
Jenis Penelitian <br />
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian survey yang dimaksud bersifat menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis.Seperti dikemukakan Masri Singarimbun (2006:3) “penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampelnya dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.”<br />
Metode<br />
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif verifikatif. Metode penelitian deskripstif menurut pendapat Ety Rochaety (2007:11-13) adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Sedangkan verifikatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan variabel dan kebenaran dari suatu hipotesis, yang dilaksanakan melalui pengumpulan data dari lapangan.Dalam penelitian ini, menghubungkan antar variabel dari dimensi kompetensi guru, fasilitas belajar, terhadap motivasi belajar dan implikasinya terhadap prestasi belajar IPS.<br />
Variabel Penelitian<br />
Penelitian ini terdiri dari dua (2) variable, variable bebas dan variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kompetensi guru , fasilitas dan motivasi belajar. Sedangkan variable terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS siswa kelas VII SMP 1 Pengalengan kabupaten Bandung. <br />
TEKNIK PENGUMPULAN DATA<br />
Pengumpulan data dengan teknik tertentu sangat diperlukan dalam pengujian anggapan dasar dan hipotesis karena teknik-teknik tersebut dapat menentukan lancar tidaknya suatu proses penelitian. Pengumpulan data diperlukan untuk menguji anggapan dasar dan hipotesis. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :<br />
Angket<br />
Angket yaitu pengumpulan data melalui penyebaran seperangkat pernyataan maupun pertanyaan tertulis. Angket yang digunakan dalam penelitian ini sebagian menggunakan skala likert. Skala likert yaitu suatu skala yang terdiri dari sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang semuanya menunjukan sikap terhadap objek yang akan diukur. Untuk setiap pertanyaan disediakan lima pilihan jawaban.<br />
Studi Dokumentasi<br />
Studi dokumentasi yaitu dengan cara mencari data yang diperlukan sesuai dengan variabel yang diteliti, baik berupa catatan, laporan dan dokumen.<br />
Studi Kepustakaan<br />
Studi kepustakaan yaitu dengan cara menggali teori-teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang berkepentingan, mencari metode-metode serta teknik penelitian, baik dalam mengumpulkan data atau dalam menganalisis data, yang telah dipergunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu<br />
Wawancara<br />
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data tentang pemahaman guru IPS terhadap pelajaran IPS dan hal-hal yang berkaitan dengan kompetensi guru. <br />
Observasi<br />
Teknik observasi digunakan untuk mengamati segala perilaku, keadaan, hasil belajarsiswa proses pembelajaran IPS. Selanjutnya hasil observasi tersebut digunakan untuk menilai kompetensi guru berdasarkan indicator yang telah disusun oleh peneliti selanjutnya dihubungkan dengan hasil belajar siswa.<br />
<br />
<br />
VALIDITAS DAN RELIABILITAS<br />
Di dalam penelitian, pengujian instrumen penelitian mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan gambaran variable yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Seperti pendapat Suharsimi Arikunto (2006:144) bahwa, ”benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedangkan benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.”<br />
Validitas<br />
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukurtehadap konsep yang diukur, sehingga dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006:64) “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument.”Untuk menguji tingkat validitas menggunakan rumus kolerasi product moment.<br />
<br />
r_xy=(N∑▒Xy-(∑▒x)(∑▒y))/√([N^∑▒x^2 -(∑▒x)^2 (∑▒y)-(∑▒y)^2 ]^ ) (Riduwan,2008:62)<br />
<br />
<br />
Keterangan:<br />
r_xy = Koefisien korelasi antar variabel x dan y<br />
N = Jumlah responden<br />
∑x =Jumlah skor item<br />
∑y =Jumlah skor total (seluruh item)<br />
<br />
Hasil yang sudah di dapat dari rumus product moment, lalu didistribusikan ke dalam rumus t, dengan rumus sebagai berikut:<br />
t=r √(n-2)/√(1-r^2 ) (Riduwan,2008:223)<br />
<br />
Keterangan:<br />
t = Uji signifikansi korelasi<br />
n = Jumlah sampel<br />
r = Nilai koefisien korelasi <br />
Hasil t hitung tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga distribusi t tabel dengan taraf signifikansi (α) = 0,05 yang artinyapeluang kesalahan 5% setiap item akan terbukti bila harga t hitung > t table Dengan taraf kepercayaan 95% serta derajat kebebasan (dk)= n-2.Kriteria pengujian item adalah jika t hitung > t tabel maka item tersebut valid dan sebalikya jika t hitung < t tabel, maka item tidak valid.<br />
Reliabilitas<br />
Reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat pengumpulan data tersebut menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok individu walaupun dilaksanakan pada waktu yang berbeda. Reliabilitas menurut Sekaran (dalam jogiyanto, 2007:120) ‘adalahsuatu pengukur menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu instrument yang mengukur suatu konsep yang berguna untuk mengakses “kebaikan” dari suatu pengukur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas berhubungan dengan konsistensi dari pengukur dan suatu pengukur dikatakan reliabel (dapat diandalkan) jika dapat dipercaya. Supaya dapat dipercaya, maka hasil dari pengukuran harus akurat dan konsisten. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Untuk menghitung reliabilitas instrument dalam penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha (r11) dengan rumus dan langkah perhitungan sebagai berikut:<br />
Langkah 1: Mencari varian tiap butir<br />
<br />
σ^a=(∑▒〖x^2-((Σx)^2)/N〗)/N Suharsimi Arikunto (2006 :110)<br />
<br />
<br />
<br />
Keterangan:<br />
a = Harga varians total<br />
Σᵪ² = Jumlah kuadrat jawaban responden dari setiap item<br />
(Σᵪ)² = Jumlah skor seluruh responden dari setiap item<br />
N = Jumlah responden<br />
Langkah 2: Menghitung varian total<br />
<br />
σ^a=(∑▒〖x^2-〗 ((Σx)^2)/N)/N Suharsimi Arikunto (2006 :112)<br />
<br />
<br />
<br />
Keterangan :<br />
σ_a = Harga varians total<br />
∑▒x^2 = Jumlah kuadrat jawaban responden dari setiap item<br />
(Σx)^2 = Jumlah skor seluruh responden dari setiap item<br />
N = Jumlah responden<br />
Langkah 3. Menghitung reliabilitas instrumen dengan rumus Alpha<br />
r_11=k/(k-1) {1-(∑▒σ_b^2 )/(σ^2 1)} Suharsimi Arikunto (2006 :112)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Keterangan :<br />
r¹¹ = Reliabilitas angket<br />
k = Banyak item/ butir angket<br />
b² = Harga varian item<br />
² = Harga varians total<br />
<br />
Setelah diperoleh nilai rxy selanjutnya dikonsultasikan dengan nilai rtabel dengan taraf signifikan 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%.“Jika didapatkan nilai rxy hitung > rtabel, maka butir instrumen dapat dikatakan reliabel, akan tetapi sebelumnya jika nilai rxy < rtabel, makadikatakan bahwa instrumen tersebut tidak reliabel.” (SuharsimiArikunto,2006:147).<br />
TEKNIK ANALISIS DATA<br />
Untuk mengetahui pengaruh kompetensi (X1), Fasilitas Belajar (X2) dan Motivasi belajar (X3), Terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS (Y).Sebelumnya dilakukan pengecekan terhadap jumlah angket yang dikembalikan oleh responden, dan memberikan skor pada setiap jawaban responden. Untuk lebih jelasnya prosedur dalam pengolahan data yaitu sebagai berikut:<br />
Memeriksa angket yang telah diisi. Hal ini dimaksudkan untukmemeriksa kelengkapan angket yang telah diisi oleh responden.<br />
Pemberian skor untuk setiap item pernyataan yang ada. Alat ukur yang digunakan adalah skala numerik.<br />
Skala numerik menggunakan ukuran interval. Namun data yang diperoleh dari penelitian menggunakan ukuran ordinal. Data ordinal merupakan data yang bersifat kualitatif yaitu data yang dikategorikan menurut kualitas objek yang dipelajari. Supaya berbentuk bilangan yaitu butir-butir skala kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial yang ditetapkan menurut numerik mempunyai kategori lima jawaban. Untuk lebih jelasnya Skala pengukuran untuk instrument dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:<br />
Tabel 4<br />
Skala Pengukuran Untuk Instrument<br />
<br />
NO Alternatif Jawaban Bobot Penilaian<br />
Positif Negatif<br />
Selalu (SL)/Sangat Setuju 5 1<br />
Sering (S)/Setuju 4 2<br />
Kadang-kadang (KD)/Ragu-ragu 3 3<br />
Jarang (JR)/Tidak Setuju 2 4<br />
Tidak Pernah (TP)/Sangat Tidak Setuju 1 5<br />
Sumber: (Suharsimi Arikunto, 2006:182).<br />
Rekapitulasi nilai angket variabel kompetensi guru, Fasilitas belajar, motivasi belajar, dan variabel Hasil belajar .<br />
Jenis data yang terkumpul dalam penelitian ini adalah ordinal.<br />
Sedangkan salah satu syarat dalam menggunakan analisi jalur, data yang diperoleh sekurang-kurangnya interval. Maka data ordinal tersebut harus di ubah ke interval dengan menggunakan program perhitungan MSI (Methods Succesive Interval). Adapun langkah-langkah untuk melakukan transformasi data ordinal ke interval melalui MSI yaitu sebagai berikut:<br />
Perhatikan tiap butir pernyataan dalam angket.<br />
Untuk butir tersebut, tentukan berapa banyak responden yang mendapatkan (menjawab) 1,2,3,4 dan 5 yang disebut sebagai frekuensi.<br />
Setiap frekuensi dibagi banyaknya responden dan hasilnyadisebut proporsi (P)<br />
Tentukan proporsi komulatif (PK) dengan cara menjumlahkanantara proporsi yang ada dengan proporsi sebelumnya.<br />
Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, tentukannilai z untuk setiap kategori.<br />
Tentukan nilai distribusi untuk setiap nilai z yang diperoleh dan menggunakan tabel ordinat distribusi normal baku.<br />
Hitung SV (Scale Value) = Nilai skala dengan rumus sebagaiberikut:<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
7. TEKNIK PENGUJIAN HIPOTESIS<br />
Data yang diperoleh dari penelitian ini bersifat ordinal yang di transformasi ke interval. Peneliti menggunakan perhitungan uji normalitas untuk megetahui data yang diperoleh normal atau tidak normal serta menggunakan analisis jalur (path analysis) yaitu menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).<br />
1. Uji Normalitas<br />
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut normal atau tidak. Apabila data berdistribusi normal maka statistik yang digunakan adalah statistik parametrik. Akan tetapi apabila data tidak berdistribusi normal maka statistik yang digunakan adalah statistik non parametrik. Uji normalitas dapat dilihat dari grafik plot linier dan histogram. Grafik histogram menunjukkan pola yang mendekati bentuk bel dan plot linier memperlihatkan data yang bergerak mengikuti garis linier diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan memenuhi asumsi normalitas. Dapat dilihat dari Q-Q plot dimana jika data tersebar mengikuti garis normal, maka data tersebut berdistribusi normal. <br />
Menurut Imam Ghazali (2007:110) bahwa :<br />
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Namun ada metode yang lebih handal yaitu dengan melihat probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari ditribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonal.<br />
<br />
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan memenuhi asumsi normalitas apabila tersebar mengikuti garis normal, sebaliknya data tidak berdistribusi normal dan tidak memenuhi asumsi normalitasapabila tidak tersebar megikuti garis normal.<br />
2. Analisis Data<br />
Model Path Analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Pada dasarnya analisis jalur merupakan analisis regresi, namun memiliki analisis jalur berbeda dengan rergresi biasa khususnya dalam hal penggunaannya.<br />
Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan pada Bab 2 terdapat korelasi antara X terhadap Y, terdapat juga korelasi antara X1,X2 terhadap X3. Sehingga peneliti dalam penelitian ini menggunakan model path analysis. Hipotesis tersebut digambarkan dalam sebuah paradigma seperti berikut ini:<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Keterangan :<br />
Y = Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS<br />
X1 = Kompetensi Profesional Guru IPS<br />
X2 = Fasilitas Belajar Siswa<br />
X3 = Motivasi Belajar Siswa<br />
<br />
Berdasarkan diagram jalur yang telah disusun oleh penulis, maka dapat dibuat kedalam persamaan berikut:<br />
<br />
X3 = ρX3X1 + ρX3X2 + e1<br />
<br />
Y = ρyX1 + ρyX2 + ρyX3 + e2<br />
<br />
<br />
AGENDA PENELITIAN<br />
<br />
<br />
Penelitian direncanakan selama enam bulan dari Oktober 2011 sampai Maret 2012. Uraian rencana kegiatan penelitian terlihat pada tabel berikut:<br />
<br />
<br />
Tabel 5<br />
Rencana Kegiatan Penelitian<br />
No Kegiatan Penelitian Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5<br />
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4<br />
1 Penyusunan Proposal X X X <br />
2 Bimbingan Proposal X X X X X <br />
3 Sidang Proposal X <br />
4 Perbaikan Proposal X X X <br />
5 Penyusunan Angket X <br />
6 Pengumpulan Data X X <br />
7 Analisis dan pengolahan data X X <br />
8 Bimbingan Tesis X X X X X <br />
9 Sidang Tesis X<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.<br />
<br />
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.<br />
<br />
Budiningsih, C Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.<br />
<br />
Hamalik Omar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jemmars.<br />
Hamalik, Oemar. (2002). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta; Bumi Aksara.<br />
<br />
Kusnendi. (2005). Analisis Jalur Konsep dan Aplikasi dengan Program SPSS dan Lisrel 8. Bandung: Jurusan Pendidikan Ekonomi UPI.<br />
<br />
Kusnendi. (2008). Model-Model Persamaan Struktural. Bandung: Alfabeta.<br />
<br />
Mudjiono, dan Dimyati. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.<br />
<br />
Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.bandung: remaja Rosdakarya<br />
<br />
Nazir. Moh. (2005). Metode penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.<br />
Rocheaty Ety. (2007). Metode Penelitian dengan Aplikasi SPSs. Jakarta: Mitra wacana Media.<br />
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya <br />
<br />
<br />
Sapriya dkk.(2006). Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar-Mengajar. Bandung: Sinar Baru.<br />
<br />
Sanaky, H. AH.(2009). Kompetensi dan Sertivikasi Guru.(On Line). Tersedia di: www.infodiknas.com/kompetensidansertifikasiguru/diakses tanggal 22 November 2011.<br />
<br />
Singaribun Masri & Efendi Sofyan. (2011). Metode Penlitian Survay.Cetakan ke Empat. Jakarta:LP3ES.<br />
<br />
Sumaatmaja. (1988). Studi Geografi “Suatu Pendekatan dan Analisa. Bandung: Alumni.<br />
<br />
Syah Muhibbin. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.<br />
<br />
Tika M. Pabundu. (2005). Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Gramedia Pustaka<br />
Wahab Azis A. (2008). Metode dan Model-model Mengajar IPS. Bandung: Alvabeta<br />
<br />
Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.<br />
<br />
Purwanto, Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung:Remaja Rosdakarya.<br />
<br />
Riduwan. (2004). Metode dan Teknik Menyusun Tesis .Bandung: Alfabeta.<br />
<br />
Petersen,Lindy. (1992). Bagaimana Memotivasi Anak Belajar. Jakarta.Grasindo.<br />
<br />
Usman, Moch. Uzer. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.<br />
<br />
<br />
<div class="fullpost"></div>Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-19964790145437453192011-11-22T19:08:00.000-08:002011-11-22T19:08:09.425-08:00pengertian ilmu ekonomiPengertian dari ilmu ekonomi<br />
Segala macam kegiatan dan kesibukan hidup manusia ini ternyata digerakkan oleh kemakmuran yang merupakan tujuan dari setiap usaha manusia. Dengan demikian, kemunculan ilmu ekonomi kiranya berangkat dari perasaan kurang atau belum makmur. Lalu, di manakah peran ilmu ekonomi dalam laitannya dengan upaya meraih kemakmuran?<br />
Apabila menyebut kata “ekonomi”, umumnya orang sudah mengerti bahwa klata ini erat hubungannya dengan usaha. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomia. Oikos berarti rumah tangga, sedangkan nomos berarti mengatur. Jadi, arti asli oikonomia adalah mengatur rumah tangga. Kemudian, arti asli tadi berkembang menjadi arti baru, sejalan dengan perkembangan ekonomi menjadi suatu ilmu yaitu dimana pengetahuan yang tersusun menurut cara yang runtut dalam rangka mengatur rumah tangga.<br />
Banyak ragam definisi yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi. Akan tetapi semua definisi itu pada prinsipnya sama. Unsure penting yang patut kita perhatikan dalam penjabaran makna ilmu ekonomi adalah :<br />
a. adanya kebutuhan manusia yang tidak terbatas<br />
b. alat-alat pemuas kebutuhan terbatas jumlahnya<br />
c. adanya usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya<br />
d. penggunaan alat pemuas kebutuhan untuk berbagai tujuan bersifat alternative<br />
<br />
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai kemakmuran. Ilmu ekonomi merupakan perangkat vital bagi masyarakat untuk menetapkan langkah-langkah menuju kemakmuran.<br />
<br />
PEMBAGIAN ILMU EKONOMI<br />
1. Ekonomi Teori<br />
Ekonomi teori merupakan kumpulan teori-teori di bidang ekonomi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kebijakan ekonomi untuk kepentingan masyarakat. Ekonomi teori merupakan kerangka konsep. Kerangka seperti ini berasal dari data-data konkret yang disusun, diolah, serta diuji coba sehingga akhirnya membentuk asumsi yang bersifat umum.<br />
<br />
2. Ekonomi Deskriftif<br />
Ekonomi deskriftif menggambarkan keadaan ekonomi dalam bentuk angka-angka. Caranya adalah dengan mencatat atau mendafatarkan peristiwa-peristiwa ekonomi sehingga keadaan ekonomi itu tertulis dalam bentuk angka-angka. Melalui analisis terhadap hubungan dan perbandingan tadi, dapatlah diramalkan keadaan yang mungkinterjadi di masa dating.<br />
<br />
3. Ekonomi Terapan<br />
Ekonomi terapan merupakan penggunaan teori ekonomi pada masalah-masalah ekonomi tertentu. Dalam ekonomi terapan kita dapat melihat manfaat langsung teori ekonomi itu dalam kehidupan sehari-hari.<br />
<br />
4. Ekonomi Mikro<br />
Ekonomi mikro menunjuk pada telaah cara bekerjanya sistem ekonomi yang dilakukan secara particular. Obyek material ekonomi mikro adalah individu per individu atau perusahaan satu per satu. Dari sudut individu misalnya perilaku konsumen dan selera konsumen. Sedangkan dari sudut perusahaan misalnya ongkos perusahaan, produksi perusahaan, penawaran dari perusahaan atau permintaan dari perusahaan, pasar, dan harga.<br />
5. Ekonomi Makro<br />
Ekonomi makro menunjuk pada telaah cara bekerjanya system ekonomi secara universal. Obyek material ekonomi makro dimulai dari mempelajari susunan perekonomian ari segala sudut. Apabila ekonomi makro mempersoalkan permintaan (seperti dalam ekonomi mikro), maka yang dimaksud bukan permintaan perorangan atau perusahaan tetapi permintaan masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya, ekonomi makro mempersoalkan pendapatan secara nasional, begitu pula produksi, konsumsi dan kesempatan kerja selalu secara menyeluruh.<br />
<br />
Tampaklah bahwa obyek material (apa yang dibahas) ekonomi mikro dan ekonomi makro pada dasarnya adalah sama. Perbedaan antara keduanya terletak pada obyek formalnya (bagaimana membahasnya).<br />
<br />
METODE ILMU EKONOMI<br />
Dalam ilmu ekonomi, terdapat metode-metode yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi. Metode yang digunakan ada yang bercorak analitis (menguraikan) dan ada pula yang bercorak sintesis (merangkum). Berdasarkan kedua corak tersebut, metode ilmu ekonomi dapat dibedakan sebagai berikut.<br />
<br />
1. Metode Induktif<br />
Metode induktif merupakan telaah yang bercorak sintesis. Metode induktif berpangkal dari kenyataan-kenyataan yang dikumpulkan dan dilacak hubungannya.<br />
<br />
2. Metode Deduktif<br />
Metode deduktif merupakan telaah yang bercorak analitis. Metode deduktif berpangkal pada beberapa dalil atau hipotesis. Kemudian dalil itu diujicobakan pada kenyataan-kenyataan yang berhubungan dengan isi dalil yang bersangkutan.<br />
<br />
HUKUM EKONOMI<br />
a. Hubungan Sebab Akibat ( kausal )<br />
b. Hubungan Fungsional <br />
<br />
<br />
<div class="fullpost"></div>Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4283609194112013333.post-39768609340595109512011-11-22T18:58:00.000-08:002011-11-22T18:58:03.762-08:00Hubungan Sejarah dengan Ilmu-ilmu SosialHubungan Sejarah dengan Ilmu-ilmu Sosial<br />
<br />
<br />
"Untuk dapat memberikan penjelasan yang memadai, kita harus menggunakan banyak alat analisa. Mengingat sangat kompleksnya pokok persoalan ini, maka suatu deskripsi historis saja tidak akan cukup. Sifat gerakan-gerakan sosial itu sendiri menghendaki agar penjelasan genetis dilengkapi dengan penjelasan analitis. Dalam hubungan ini, pendekatan-pendekatan lain dapat ditambahkan kepada pendekatan historis. Disiplin-disiplin lain, seperti sosiologi, antropologi sosial, dan ilmu politik berada pada kedudukan yang lebih baik untuk menganalisis fenomena gerakan-gerakan sosial. Konstruksi-konstruksi konsepsial atau teori-teori mereka jelas mempunyai daya penjelas yang lebih besar daripada penuturan sejarah yang polos. Oleh sebab itu, dalam mencari petunjuk-petunjuk ke arah kondisi-kondisi kausal gerakan-gerakan sosial, kita harus mempertemukan disiplin-disiplin itu. Penggunaan pemahaman-pemahaman yang telah dicapai oleh disiplin-disiplin itu tidak boleh tidak akan memperkokoh analisis kita dan memperluas pandangan kita tentang gerakan itu." (Sartono Kartodirdjo, 1984: 24-25)<br />
<br />
A. Pendahuluan<br />
Seperti yang dikatakan oleh Huizinga, bahwa sejarah adalah pertanggungjawaban masa silam. Oleh karena itu manusialah yang menentukan arti masa silam itu. Sejarah dalam pengertian sebagai rekonstruksi masa lampau, dalam perkembangannya senantiasa dihadapkan dengan berbagai permasalahan dan perdebatan tentang bagaimana sebaiknya menggunakan cara-cara untuk merekonstruksi masa lampau itu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan "kebenarannya". Sejak zaman Herodutus hingga sekarang ini penulisan sejarah kritis selalu di "rethinking" untuk menyempurnakan peralatan metodologis dan analitisnya. Perkembangan akhir-akhir ini telah muncul suatu gagasan pemikiran dalam penulisan sejarah yang menggunakan pendekatan multidimensional, yaitu suatu pendekatan dengan menggunakan bantuan konsep-konsep dan teori-teori dari berbagai cabang ilmu sosial untuk menganalisis peristiwa masa lampau. Di Indonesia, multidimensional approach ini dipelopori oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, yang telah merealisasikan gagasan ini dalam disertasinya yang berjudul The Peasant Revolt of Banten in 1888.<br />
Memang diakui, bahwa selama ini banyak tulisan sejarah yang bersifat deskriptif naratif terutama yang dihasilkan oleh penulis yang bukan ahli sejarah. Jenis sejarah ini ditulis tanpa memakai teori dan metodologi. Padahal, masalah teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah mulai diketengahkan apabila penulisan sejarah tidak semata-mata bertujuan untuk menceritakan kejadian, tetapi bermaksud menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebabnya, kondisi lingkungannya, kontkes sosial-kulturalnya, pendeknya secara mendalam hendak diadakan analisis tentang faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual tentang unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji. (Sartono Kartodirdjo, 1988: 2)<br />
Itulah sebabnya dalam melakukan pengkajian dan analisis dibutuhkan peralatan analitis yang dapat dioperasionalkan fungsinya, sehingga relevan dengan permasalahan yang sedang dianalisis. Langkah penting dalam membuat analisis sejarah ialah dengan menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan digunakan dalam membuat analisis itu.<br />
Sementara itu, dalam penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensional, disiplin sejarah merupakan disiplin pokok. Meskipun demikian, tidaklah menghalangi dipergunakannya konsep-konsep dan metode-metode ilmu-ilmu bantu guna memperkaya dan memperdalam kisah sejarah. Ibarat seorang pemahat, bila ia membuat patung besar mempergunakan pahatan besar, tetapi bila patung itu kecil dan rumit, maka ia membutuhkan pahatan-pahatan yang kecil dan renik pula. (Kartodirdjo, 1982: vii) Jadi, alat haruslah sesuai dengan produk yang hendak dihasilkan.<br />
Pendekatan dalam memahami suatu peristiwa sejarah, dapat dilakukan melalui berbagai jalur metodologis atau perspektif teoritis dan yang terpenting adalah jalan atau perspektif ekonomis, sosiologis, politikologis, dan kultural-antropologis. Untuk tujuan-tujuan analitis sejumlah aspek dari fenomena-fenomena yang kompleks itu dapat diisolasikan, akan tetapi hal itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan distorsi pada konteks yang bersangkutan. Kita dapat mengandaikan bahwa pertemuan beberapa faktor telah menyebabkan terjadinya peristiwa sejarah. Sebelum mencapai titik pertemuan itu, faktor-faktor itu masing-masing mengalami perkembangannya sendiri. Berdasarkan pertimbangan teoritis ini, kita bisa membahas secara terpisah aspek-aspek itu sebagai faktor-faktor kondisional dari peristiwa sejarah. (Kartodirdjo, 1984: 24)<br />
Dengan demikian jelaslah bahwa ada hubungan yang erat antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama terwujud pada perubahan metodologi. Pembaharuan metodologi tahap pertama akan terjadi karena pengaruh ilmu diplomatik sejak Mabillon, sedang yang dibahas ini adalah merupakan tahap kedua, yang terjadi karena pengaruh ilmu sosial. Perubahan metodologi itu menyangkut rapproachment. Implikasinya adalah, bahwa setiap riset design memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alat-alat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk menggarap data.<br />
Rapproachment antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial terutama menyangkut penggunaan konsep-konsep dan teori-teorinya. Mengapa demikian? Oleh karena sejarah bersifat empiris, maka sangat primer pentingnya untuk berpangkal pada fakta-fakta tersaring dari sumber sejarah, sedangkan teori dan konsep hanya merupakan alat untuk mempermudah analisis dan sintesis. Di samping itu dalam menggarap analisis sejarah, hipotesis dan teori sangat membantu cara kerja kita supaya tidak acak-acakan. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa fakta-fakta sejarah tidak boleh untuk mendukung suatu teori tetapi sebaliknya, teori yang tidak dapat menerangkan fakta-fakta perlu ditinggalkan. Dengan demikian, seperti apa yang dikatakan oleh Crane Brinton sangat mendukung gagasan ini, yaitu "the conviction that historians should try to interpret or understand history so as to make written history 'at least a commulative body of knowledge useful as a guide in solving our present problems of human relations. (Brinton, 1946: 342)<br />
Memang harus diakui bahwa pertumbuhan ilmu-ilmu sosial pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 sungguh luar biasa dan telah memberikan horison-horison baru, sehingga bagi ilmu sejarah terbuka kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan adaptasi terhadap kedudukannya, khususnya pada posisi metodologisnya, dengan mengarahkan diri terhadap ilmu-ilmu sosial. Kemudian, apa yang melatarbelakangi penyesuaian ilmu sejarah terhadap ilmu-ilmu sosial itu? Paling tidak ada tiga alasan yang mendasarinya, yaitu: 1) Perluasan problem areas serta tema-tema baru menuntut agar sejarah lebih bersifat analitis dan tidak naratif semata-mata; 2) Dengan adanya kemungkinan meminjam alat-alat analitis atau kerangka konseptual dari ilmu-ilmu sosial ada potensi lebih besar bagi sejarah untuk mengungkapkan pelbagai dimensi gejala-gejala sejarah; 3) Sebagai umpan balik dari perkembangan itu terciptalah jenis-jenis sejarah baru yang lebih banyak memakai pendekatan social-scientific, yaitu suatu jenis sejarah yang berbeda secara mendasar dari sejarah naratif. (Kartodirdjo, 1990: 255) Di sinilah ilmu sejarah telah mengalami revolusi kedua untuk meningkatkan relevansinya dalam menggarap objek penelitiannya.<br />
Perbincangan tentang gagasan metodologi sejarah secara social scientific ini akan lebih terarah manakala kita dapat mengupas beberapa hal yang berkaitan dengan pemahaman problem metodologis dalam sejarah. Dengan demikian, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan, antara lain: 1) Bagaimanakah hubungan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya?; 2) Apa pentingnya pendekatan ilmu-ilmu sosial bagi ilmu sejarah?; 3) Apa relevansinya bagi ilmu sejarah yang menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial?; 4) Bagaimana penggunaan konsep-konsep dan teori-teori dari ilmu-ilmu sosial itu dalam metodologi sejarah?; 5) Bagaimana pula perkembangan dan tanggapan terhadap multidimensional approach ini? Itulah perbincangan di sekitar statement dari Prof. Sartono Kartodirdjo, yang perlu diulas dalam paper ini.<br />
<br />
B. Hubungan Antara Sejarah dengan Ilmu-ilmu Sosial<br />
Untuk memahami masalah sejarah dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu sosial, perlu kiranya lebih dahulu dikemukakan mengenai apa yang dimaksud dengan ilmu-ilmu sosial itu, dan apa yang menjadi sasarannya, tujuan, serta hubungannya antara satu dengan lainnya. Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu sosial di sini adalah semua ilmu pengetahuan atau disiplin-disiplin akademis yang memiliki sasaran studinya pada manusia dalam hubungan sosialnya. (Kenzie, 1966: 7-8) Karena masalah manusia dalam kehidupan masyarakat mencakup pengertian yang luas maka untuk dapat mempelajari dan memahami secara mendalam diperlukan suatu pembagian lapangan perhatian yang secara khusus memusatkan pada salah satu segi dari tingkah laku manusia dalam pergaulannya yang dilola dalam kesatuan-kesatuan lapangan studi. (Suryo, 1980: 1) Nama-nama lapangan studi kemudian diberikan menurut jenis tingkah laku dari segi-segi kehidupan masyarakat yang menjadi pusat pengamatannya. Adapun nama-nama disiplin yang termasuk dalam kelompok ilmu sosial adalah ilmuekonomi, sosiologi, anthropologi sosial, ilmu politik, psikologi sosial, dan sejarah. Tiap-tiap disiplin ini memiliki sejarahnya sendiri, wengku pengamatan, permasalahan, sumber-sumber bahan dan sering juga memiliki teknik / metode penelitian sendiri-sendiri. (Suryo, Ibid)<br />
Bahwasanya ilmu sejarah termasuk dalam lingkungan ilmu sosial, memerlukan sedikit penjelasan. Pertama perlu diketahui bahwa sejarah dikualifikasikan sebagai "ilmu" baru pada masa abad ke-19. Bila pada abad ke-18 sejarah dianggap arts, maka pada abad ke-19 sejarah dianggap lebih bersifat sebagai suatu sistem. Dalam bentuknya sebagai arts sejarah hanyalah merupakan bentuk pemikiran manusia yang disampaikan dalam bentuk narration yang secara literer melukiskan persitiwa masa lampau, dan bersifat mempersoalkan masalah; apa, kapan, di mana, dan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi. Tekanan lebih banyak diarahkan pada segi-segi literernya, hal-hal yang unik, dan tidak menggunakan analisis. Maka dari itu dalam studi sejarah yang konvensional ini tidak mendapat persoalan kausalitas sebagai pusat penggarapannya, oleh karena itu tidak terdapat pertanyaan "mengapa". Selain tidak mempersoalkan masalah "mengapa", sejarah konvensional tidak memiliki kerangka konseptual dalam menggarap sasarannya.<br />
Dalam keadaan yang sedemikian itu sejarah kurang mempunyai arti karena tidak dapat memberikan penjelasan mengenai masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Berbeda dengan sejarah yang bersifat literer, maka sejarah sebagai sistem, menghendaki adanya sistematisasi dalam penggarapan sasaran studinya. Dalam hal ini sejarah memiliki kerangka kerja konseptual yang jelas dan memiliki peralatan metodologis dalam menganalisis sasaran yang dipelajarinya. Dengan menggunakan prosedur kerja metodologis seperti ini maka sejarah mampu mengungkapkan kausalitas secara tajam sehingga dapat memperoleh gambaran yang jelas dari suatu peristiwa.<br />
Dilihat dari sasaran objeknya, maka studi sejarah dengan studi ilmu sosial lainnya tidaklah banyak berbeda. Mengenai masalah deskripsi dan analisis, bagi sejarah ataupun sosiologi dan juga ilmu-ilmu lain, dikotomi itu adalah membantu. Analisis menghendaki suatu deskripsi, demikian pula deskripsi yang memadai adalah deskripsi yang rumit, yang tergantung pada cukupnya sebab-sebab yang ada di dalamnya. (Kartodirdjo, 1970: 61-68) Dalam kecenderuangannya sekarang anatar keduanya dalam mencari sebab-sebab sama-sama punya arti. Sejarah mempelajari yang unik, sedangkan sosiologi mempelajari yang umum. Tanpa perhubungan antara keduanya, maka tidak akan diperoleh eksplanasi. Perlu dicatat, bahwa sekalipun sosiologi lebih mementingkan generalisasi, tetapi dalam penggarapannya memerlukan pula segi-segi keunikan secara historis. Sebaliknya dalam sejarah, sekalipun sasarannya lebih diarahkan pada keunikan, tetapi juga tidak berarti mengabaikan sifat-sifat yang umum. Sebagai contoh dalam sejarah diperlukan juga konsep-konsep umum untuk mengkonseptualisasikan gejala sejarah, seperti tercermin dalam penggunaan konsep feodalisme, borjuasi, kapitalisme, dan lain-lain. (Suryo, Ibid: 5)<br />
Kemudian, bagaimana hubungan timbal balik antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya? Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:<br />
1. Hubungan antara sejarah dengan sosiologi, tercermin dalam ungkapan yang berbunyi "sejarah adalah sosiologi dengan pekerjaan berat. Sosiologi adalah sejarah tanpa pekerjaan berat". Dalam perkembangan kedua disiplin saling berhubungan erat, sehingga timbul jenis-jenis pendekatan interdisipliner antara keduanya. Sebagai contoh dapat ditunjukkan tentang karya-karya yang sifatnya sosiologis dalam konsep-konsepnya dan historis dalam penggarapannya. Misalnya: Penulis yang menggunakan pendekatan sosiologis bahan-bahan sejarah (sociological history) antara lain: Caulanges, Giots, Pirenne, Maunier, Maitland, Stephenson, Marc Bloch. Tema yang diambil oleh penulis ini antara lain memusatkan pada lahir dan berkembangnya masyarakat tertentu, terutama yang berhubungan dengan masalah demografi, ekonomi, dan perpindahan penduduk. Kesemuanya memusatkan sejarah Eropa pada periode klasik atau pertengahan. Ada pula yang memusatkan pada masalah case-study tentang daerah kebudayaan. Contohnya: Howard Beeker, Jacob Burchard, Max Weber, Toynbee, dan lain-lain.<br />
2. Hubungan antara sejarah dengan ilmu politik. Secara konvensional sejarah politik dalam hal ini banyak menampilkan segi politik secara menonjol. Dalam hubungannya dengan kedua disiplin ini melahirkan apa yang disebut pendekatan ilmu politik, dan pendekatan institusional, pendekatan legalistis, pendekatan kekuasaan, pendekatan nilai dan pengaruh, pendekatan kelompok, dan sebagainya.<br />
3. Hubungan antara sejarah dan anthropologi juga erat terutama bagi sejarah karena mendapat manfaat dengan pendekatan kulturalnya. Anthropologi lazim mengkaji suatu komunitas dengan pendekatan sinkronis, yaitu seperti membuat suatu pemotretan pada momentum tertentu mengenai pelbagai bidang atas aspek kehidupan komunitas, sebagai bagian dari satu kesatuan atau sistem serta hubungan satu sama lain sebagai subsistem dalam suatu sistem. Rasanya gambaran sinkronis ini tidak memperlihatkan pertumbuhan atau perubahan. Justru dalam studi anthropologi diperlukan pula penjelasan tentang struktur-struktur sosial yang berupa lembaga-lembaga, pranata, sistem-sistem, kesemuanya akan dapat diterangkan secara lebih jelas apabila diungkapkan pula bahwa struktur itu adalah produk dari perkembangan di masa lampau. Hal ini akan dapat dijelaskan eksistensinya dengan melacak perkembangan sejarahnya. (Kartodirdjo, 1988: 165)<br />
4. Hubungan antara sejarah dengan ekonomi. Sepanjang sejarah modern telah muncul kekuatan-kekuatan ekonomi pasar internasional maupun nasional. Dengan demikan, juga menyangkut soal metodologis untuk memahami perkembangan itu. Hubungan antara keduanya memungkinkan sejarah memperoleh hipotesa-hipotesa dan model-model yang berhubungan dengan tindakan sosial dalam hubungannya dengan alokasi sumber kehidupan dan pemilihan alternatifnya. (Suryo, Ibid: 7)<br />
<br />
C. Pentingnya Pendekatan Ilmu-ilmu Sosial bagi Ilmu Sejarah<br />
Dalam perkembangan studi sejarah kritis sejak akhir Perang Dunia II menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk menggunakan pendekatan ilmu sosial. Rapproachment atau proses saling mendekati antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (Kartodirdjo, 1988: 130)<br />
1. Sejarah deskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan pelbagai masalah atau gejala yang serba kompleks. Oleh karena objek yang demikian memuat pelbagai aspek atau dimensi permasalahan, maka konsekuensi logis ialah pendekatan yang mampu mengungkapkannya.<br />
2. Pendekatan multidimensional atau social-scientific adalah yang paling tepat untuk dipakai sebagai cara menggarap permasalahan atau gejala tersebut di atas.<br />
3. Ilmu-ilmu sosial telah mengalami perkembangan pesat, maka menyediakan berbagai teori dan konsep yang merupakan alat analitis yang relevan sekali untuk keperluan analisis historis.<br />
4. Lagi pula studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian hal-hal informatif tentang apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana saja, tetapi juga ingin melacak pelbagai struktur masyarakat, pola kelakuan, kecenderungan proses dalam berbagai bidang, dan lain-lain. Kesemuanya itu memerlukan dan menuntut adanya alat analitis yang tajam dan mampu mengekstrapolasikan fakta, unsur, pola, dan sebagainya.<br />
Perlu diakui bahwa dalam periode tersebut di atas ilmu sejarah menerima pengaruh besar dari kemajuan pesat ilmu sosial, antara lain perspektivisme yang menonjol, sehingga terasa perlu mengadakan perubahan metodologis yang lebih canggih serta lebih produktif.<br />
Peminjaman alat-alat analitis dari ilmu-ilmu sosial adalah wajar, oleh karena sejarah konvensional miskin akan hal itu, antara lain disebabkan oleh tidak adanya kebutuhan menciptakan teori dan istilah-istilah khusus serta memakai bahasa kehidupan sehari-hari dan common sense.<br />
Rapproachment antara ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial sudah barang tentu akan mengarah pada integrasi antara pengkajian sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, sekaligus juga mendorong terjadinya pengkajian sejarah yang interdisipliner. Apabila point-point di atas membicarakan sebab-sebab perlunya melakukan rapproachment, maka perlu pula dilihat keterkaitannya secara teoritis. (F.R. Ankersmit, 1987: 246-247)<br />
1. Dengan bantuan teori-teori ilmu sosial yang menunjukkan hubungan antara berbagai faktor (misalnya inflasi, pendapatan nasional, pengangguran, dan sebagainya), pernyataan-pernyataan mengenai masa silam dapat dirinci, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.<br />
2. Suatu teori sosial ilmiah, mengadakan hubungan antara berbagai variabel. Ini dapat mendorong seorang sejarawan meneliti sebuah aspek dari masa silam yang serasi dengan variabel tertentu. Dengan demikian, dan dengan bantuan teori dari ilmu sosial lain, seorang sejarawan lalu dapat melacak hubungan antara aspek tadi dengan aspek-aspek lainnya. Misalnya, sebuah teori mengenai hubungan antara penghematan dengan investasi, dapat mendorong sejarawan untuk meneliti penghematan di Inggris pada abad ke-18, dan dengan demikian dapat menambah dimensi baru kepada diskusi mengenai latar belakang Revolusi Industri di Inggris. Pengkajian sejarah yang dilakukan secara interdisipliner, merangsang penelitian sejarah sendiri dan membuka jalan untuk memberi jawaban baru kepada pertanyaan-pertanyaan lama.<br />
3. Akibat yang dapat diharapkan ialah kaitan yang diadakan oleh suatu teori sosial, serta permasalahan yang ditimbulkan oleh teori itu, juga akan memberi tempat baru kepada permasalahan tersebut dalam tinjauan sejarah. Teori-teori sosial dapat membantu seorang sejarawan, agar dapat menyusun pengetahuannya mengenai masa silam dalam struktur yang paling memadai.<br />
4. Teori-teori dalam ilmu sosial, biasanya berkaitan dengan struktur umum dan supraindividual di dalam kenyataan sosio-historis. Oleh karena itu, teori-teori tersebut dapat menganalisis perubahan-perubahan yang mempunyai jangkauan luas. Suatu pendekatan sosio-historis dapat membantu kita, bila kita ingin mengerti perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan ribuan orang yang tak bernama. Dalam pengkajian sejarah, memang kelihatan suatu perhatian untuk suka duka orang-orang kecil pada masa silam. Hal ini sesuai dengan apa yang ingin ditampilkan oleh Prof. Sartono Kartodirdjo, bahwa perspektif historis dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial akan memberi tempat bagi rakyat kecil yang selama ini dianggap tidak memainkan peran dalam sejarah. Dengan kata lain rakyat kecil menjadi objek atau dramatis personae.<br />
5. Bila teori-teori yang dipakai dalam ilmu-ilmu sosial memang dapat diandalkan dan dipercaya, maka dengan mempergunakan teori-teori itu, pengkajian sejarah dapat melepaskan diri dari cap subjektivitas yang sering dituduhkan kepada sejarawan. Penelitian sejarah yang ditopang oleh teori-teori yang dapat diandalkan, ternyata lebih dapat dipertanggungjawabkan objetivitas keilmuan sejarah itu sendiri.<br />
Orientasi pengkajian sejarah kepada ilmu-ilmu sosial selama dua atau tiga dasawarsa terakhir ini, didukung oleh para sejarawan dan filsuf sejarah. Demikian D. Landes dan Ch. Tilly menandaskan, bahwa banyak masalah sejarah, baru dapat dipecahkan dengan bantuan sosiologi dan demografi. Cara kerja tradisional seorang peneliti sejarah tidak memadai, oleh karena itu harus minta bantuan dari teori-teori ilmu sosial yang membuka jalan untuk menerangkan dan melukiskan masa silam dengan cara yang lebih teliti. Selain itu, sejarawan dapat menyediakan bahan, guna memerinci dan memperbaiki teori-teori itu. Namun demikian, seorang sejarawan terutama harus bertindak dengan lebih sistematis, kuantifikasi harus menggantikan intuisi yang samar-samar. Tidak cukup mengatakan, bahwa pada tahun 1789, rakyat Perancis lebih makmur daripada seputar tahun 1750. Dengan tepat harus ditetapkan, berapa jumlah penghasilan nasionalnya atau pendapatan per kapitanya, baik pada tahun 1789 maupun tahun 1750. Pada tahun 1972, seorang sejarawan Amerika L. Benson, mengungkapkan harapannya, bahwa pada tahun 1984, semua sejarawan menjadi yakin, bahwa masa silam dapat diteliti dengan penuh arti, bila diminta bantuan dari ilmu-ilmu sosial.<br />
Konsep-konsep dan teori-teori ilmu-ilmu sosial itu diakui sangat perlu. Meskipun demikian, tidak satu pun di antaranya memberikan jalan keluar yang siap pakai begitu saja diambil tanpa pengujian yang hati-hati, pengadaan eksperimen, dan adaptasi. Para sejarawan sendiri harus mencari data dan metode ilmu sosial yang dapat memperluas lingkup dan makna penelitian mereka. Mereka harus menentukan sendiri apa yang harus diubahsesuaikan, dan apa yang harus dipadukan dalam kombinasi-kombinasi baru secara bebas, untuk dapat memenuhi syarat-syarat yang diperlukan oleh mereka sendiri. (Ibrahim Alfian, 1985: 14)<br />
<br />
D. Relevansi Metodologi Sejarah dengan Pendekatan Ilmu-ilmu Sosial<br />
Masalah ini merupakan masalah pokok dalam pembahasan pentingnya hubungan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial dalam masalah pendekatan dan kerangka konseptual. Untuk menjelaskan relevansi metodologi sejarah dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial, kita perlu bertolak dari konsep sejarah sebagai sistem. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (Kartodirdjo, 1988: 131)<br />
1. Sejarah sebagai suatu sistem<br />
Suatu sistem terdiri atas unsur-unsur atau aspek-aspek yang merupakan suatu kesatuan. Bahwasannya suatu sistem itu bekerja dengan cara yang bagaimana, maka perlu dianalisis dengan ilmu-ilmu sosial. Dalam suatu sistem yang besar terdapat empat komponen yaitu kultur, biologi, ekologi, dan personality (pribadi) yang dengan fungsinya bersama-sama mendukung fungsi umum dari sistem yang besar itu. Di sini diperlukan pendekatan interdisipliner untuk menganalisis terjalinya fungsi berbagai komponen itu (ilmu kemanusiaan, Biologi, Ekologi, dan Psikologi). Biologi dan Ekologi sendiri memerlukan pembagian lebih lanjut atau pelbagai disiplin.<br />
Pada subsistem kultur, terdapat tiga unsur yang mendukungnya, yaitu ekonomi, sosial, dan politik, yang kesemuanya merangkum dalam satu subsistem yaitu kultur itu sendiri.<br />
Ekonomi sebagai sistem jaringan atau distribusi komoditi sangat ditentukan oleh sistem sosial, seperti stratifikasi sosialnya. Society sebagai sistem jaringan atau distribusi hubungan sosial yang sebagai sistem sangat ditentukan oleh polity, ialah sistem distribusi kekuasaan. Dengan demikian jelaslah terdapat hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga komponen itu pada hakekatnya sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, maka ketiganya dapat dicakup dalam kultur sebagai sistem. Jika kita menghadapi proses politik sebagai gejala sejarah maka untuk mengetahui proses itu, bagaimana pekerjaannya, perlu dilacak struktur kekuasaan yang ada di “belakangnya” sedangkan struktur politik dengan sendirinya kembali pada polity, yang seperti dijelaskan di atas mempunyai dimensi sosial, ekonomi, dan kultural. Tidak dapat diingkari bahwa tanpa bantuan kerangka konseptual dari ilmu-ilmu sosial, gejala politik tersebut di atas sukar dianalisis dan dipahami jalannya prosesnya. Di sini kita tidak langsung berurusan dengan kausalitas tetapi lebih banyak dengan kondisi-kondisi dalam pelbagai dimensinya.<br />
Selanjutnya gejala ekonomis dan sosial perlu ditelaah juga dari aspek politik dan kulturalnya. Kombinasi antara pelbagai perspektif akan mampu mengekstrapolasikan interdependency antara berbagai aspek atau unsur. Dengan demikian gambaran gejala akan memperoleh lebih banyak relief. Di sini terdapat keuntungan pendekatan ilmu sosial, ialah menyoroti secara multi perspektivitas atau multidimensionalitas. Sebaliknya bentuk naratif hanya mampu memberi gambaran “datar” sehingga mudah terjebak dalam determinisme.<br />
Dengan demikian, ilmu-ilmu sosial lain bersama dengan metode-metodenya dapat dikerahkan untuk menunjang terwujudnya keterangan sejarah, supaya relief kenyataan sejarah lebih penuh menampakkan diri. Namun demikian, ilmu-ilmu tadi perlu dibatasi pada jabatannya sebagai penunjang ilmu sejarah dalam usahanya menerangkan masa lampau tersebut. (Poespoprodjo, 1987: 62) Sebagai contoh misalnya Sartono Kartodirdjo dalam Pemberontakan Petani Banten Tahun 1888, menyatakan: “Dalam menganalisis konflik-konflik sosial dalam masyarakat Banten, kita harus memperhatikan sistem-sistem nilai tradisional dan keagamaan, sebagai suatu kekuatan konservatif yang menentang westernisasi ... Usaha untuk mengadakan korelasi antara kecenderungan-kecenderungan sosial dan peristiwa-peristiwa politik di satu pihak dan pola-pola kultural di pihak lain melibatkan suatu pendekatan sosio-antropologis. (Kartodirdjo, 1984: 26) Sementara untuk memperoleh pemahaman yang lengkap mengenai determinan-determinan gerakan sosial, kita perlu memperhitungkan proses politik sebagai suatu konsep yang mengacu kepada interaksi antara pelbagai unsur sosial yang bersaing untuk memperoleh alokasi otoritas. Analisis semacam ini perlu menggunakan konsep-konsep ilmu politik.<br />
2. Kecenderungan Penulisan Sejarah Struktural<br />
Kecenderungan penulisan sejarah struktural tidak bisa dilepaskan dengan pemahaman masalah masyarakat yang terikat pada struktur-struktur tertentu, sehingga perlu penjelasan yang lebih komprehensif tentang struktur itu sendiri. Sudah barang tentu penjelasan tentang struktur juga tidak bisa dilepaskan dengan sejarah prosessual. Ini berarti unsur struktur dan proses merupakan pijakan perspektif historis bilamana kita akan membahas peristiwa masa lampau secara kritis dan analitis.<br />
Dengan perlengkapan metodologi baru, seperti penggunaan pendekatan ilmu sosial, studi sejarah kritis memperluas daerah pengkajiannya, sehingga terbukalah kemungkinan melakukan penyerotan aspek atau dimensi baru dari pelbagai gejala sejarah. Kalau pada umumnya segi prosessual yang menjadi fokus perhatian sejarawan dengan pendekatan ilmu sosial dapatlah digarap aspek strukturalnya. Selanjutnya dipahami bahwa banyak aspek prosessual yang hanya dapat dimengerti apabila dikaitkan dengan aspek strukturalnya, bahkan dapat dikatakan pula bahwa proses hanya dapat "berjalan" dalam kerangka struktural. (Kartodirdjo, 1988: 134) Selanjutnya Sartono Kartodirdjo memberikan contoh, bahwa tindakan manusia dalam pergaulan senantiasa mengikuti kebiasaan, adat atau pola kehidupan yang berlaku dalam masyarakat itu. Pola atau kebiasaan yang mantap menimbulkan suatu kelembagaan, seperti adat-istiadat, etika, etiket, upacara, dan sebagainya. Dengan demikian kelakuan manusia dalam masyarakat selalu distrukturasikan sesuai dengan tradisi atau konvensi. Di sini struktur kelakuan yang mantap melatarbelakangi tindakan atau kelakuan tertentu seseorang. Apabila tidak ada struktur yang melandasinya, maka tindakan itu sukar "diramalkan" atau "ditafsirkan" oleh sesamanya, jadi timbul kekalutan sosial, suatu keadaan yang tidak mungkin kehidupan bersama secara teratur dan beradab. Meskipun demikian, bagaimanapun menariknya sejarah struktural, akan tetapi sejarah bukanlah sejarah apabila tidak memuat cerita tentang bagaimana terjadinya. Oleh karena itu seyogyanya campuran antara sejarah prosessual dan struktural yang paling memadai. Committee SSRC menjelaskan, "The fundamental problem of historical study is the analysis of change over time. Some social science have found it possible, in general, to push the problem of time into the background. (SSRC, 1954: 24) Sejarah struktural dapat diibaratkan kerangka tanpa daging, jadi tanpa kehidupan. Sebaliknya sejarah prosessual tanpa struktur tidak mempunyai bentuk. Kehidupan hanya dapat dimasukkan dalam konstruk apabila ada naratif yang mempunyai rethorik yang menggairahkan.<br />
Suatu analisis struktural dari riset sosiologi sangat penting untuk digunakan dalam mengkaji struktur masyarakat masa lampau. Contoh populer tentang hal ini adalah studi Floyd Hunter mengenai struktur kekuasaan masyarakat Atlanta, Georgia. Tesis dasar yang dicoba untuk didokumentasikan ialah bahwa sebagian besar kekuasaan yang efektif dalam masyarakat itu terpusat pada individu yang jumlahnya sangat kecil. Secara lebih khusus ia membuat hipotesis bahwa di belakang pemerintah yang terpilih secara resmi di Atlanta, berdiri pula beberapa elit tidak resmi yang sangat berkuasa yang merupakan orang-orang yang sebenarnya "membawa" masyarakatnya. Dengan menguasai sumber-sumber vital, bisnis, dan industri besar, fasilitas komunikasi, perbankan dan aktivitas keuangan lainnya, serta mengatur partai-partai politik, dan diduga dapat mendominasi semua keputusan dan program utama. Sebagai akibat yang wajar dari tesis ini bahwa tidak seorang pun di luar struktur kekuasaan yang sangat terpusat, benar-benar mempunyai kontrol terhadap kepentingan masyarakat. (Olsen, 1968: 212) Konsep sosiologi ini sangat penting dalam analisis sejarah yang ingin mengetahui struktur kekuasaan dalam perkembangannya di negara Atlanta.<br />
Dalam masalah struktur ini, sejarawan yang ingin membuat bagian analisis ilmu pengetahuan bagi kepentingan pemikirannya, tidak hanya digunakan untuk kepentingan sejarah saja, tetapi juga untuk kepentingan analisis studi lainnya. Namun demikian, sejarah sangat penting untuk menggunakan konsep dari ilmu pengetahuan ini. SSCR, misalnya mengatakan bahwa "There are two other ways of viewing and interpreting the subject matter of history. One is terms of the structure of the situation in which events take place ...". (SSCR, 95).<br />
Demikian halnya dengan masalah proses, James Thomson dan William Mc.Ewen mengajukan argumentasi bahwa tujuan organisasi tidaklah statis, tetapi agak berubah-ubah oleh adanya interaksi di dalam organisasi itu sendiri, dan antara organisasi dengan lingkungannya. Menurut mereka penempatan organisasi harus dilihat sebagai suatu proses yang terus menerus yang selalu sensitif menerima tekanan-tekanan sosial. (Olsen, 1968: 217) Dari contoh ini maka dapat disimpulkan bahwa peranan proses tidak bisa diabaikan dalam melihat suatu perkembangan. Sementara sejarah itu sendiri mempunyai titik tekan analisis pada perkembangan atau proses.<br />
Apabila kita bertolak dari pendapat bahwa setiap proses sejarah adalah momentum-momentum dari perubahan sosial. Di satu pihak kejadian sejarah atau peristiwa merupakan proses, dan di pihak lain dapat dipandang sebagai aktualisasi dari suatu struktur. Dengan perkataan lain setiap struktur merupakan aspek statis dari suatu proses, dan sebaliknya setiap proses merupakan aspek dinamis dari suatu struktur. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Tindakan atau kelakuan manusia pada saat tertentu selalu mengikuti pola tertentu sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya., dengan perkataan lain menurut pranata sosialnya. Ini berarti bahwa kelakuan atau aksi itu telah dibentuk atau distrukturasikan. Pada umumnya struktur sendiri berubah karena adanya pengaruh dari lingkungan, seperti dicontohkan misalnya adanya disorganisasi dan disintegrasi pola peranan. Namun demikian suatu destrukturasi akan diikuti oleh restrukturasi. Justru di sini dapat diobservasi proses-proses yang mulai membentuk dan memantapkan pola kelakuan baru sehingga akhirnya muncul struktur baru. (Kartodirdjo, 1988: 124).<br />
Antropolog Radcliffe Brown dalam bukunya Structure and Function in Primitive Society menjelaskan tentang fenomena sosial yang ditekankan pada hubungan antara kelompok dan individu sebagai organisme, yang disebut dengan istilah "struktur sosial". Menurut Brown, inilah yang merupakan studinya sebagai seorang antropolog sosial. Di sinilah letak antropologi sosial sebagai ilmu alam, yang menentukan ciri-ciri umum struktur sosial masyarakat sebagai kesatuan komponen. Dimensi struktur sosial menurut Brown ialah: 1) Hubungan diadik, yaitu hubungan sosial dari individu pada individu yang lain; 2) hubungan deferensial, yaitu hubungan sosial mereka dengan individu atau kelompok yang berbeda-beda. Dengan demikian, realitas konkret dalam struktur sosial adalah rangkaian hubungan yang benar-benar ada, yang terjadi pada suatu waktu. Dengan kata lain, bahwa hubungan aktual individu-individu dan kelompok-kelompok individu berubah dari tahun ke tahun atau dari hari ke hari. Adapun bentuk sosialnya juga mengalami perubahan tetapi sedikit demi sedikit. Struktur sosial itu ada dan dapat dipahami dengan pendekatan pada masyarakat sederhana (individu) maupun masyarakat yang kompleks atau manusia dalam sistem struktur. (Brown, 1965: 188 et.seq.) Dengan demikian teranglah bahwa peranan ilmu sosial sangat penting untuk memahami masyarakat secara mendalam dan ini sangat berguna bagi sejarah.<br />
Oleh karena itu pendekatan struktural merupakan implikasi metodologis dari ilmu sejarah karena mau tidak mau sejarah akan menggunakan pendekatan analitis dan multidimensional, bila melakukan rapproachment terhadap ilmu-ilmu sosial lainnya.<br />
<br />
E. Penggunaan Konsep-konsep dan Teori-teori dalam Analisis Historis<br />
Bila pada bagian di atas menjelaskan beberapa alasan dan latar belakang serta relevansi ilmu-ilmu sosial bagi kepentingan analisis sejarah, sekarang bagaimana hal itu dilakukan, atau dengan kata lain bagaimana praktek penerapannya.<br />
Di atas telah disinggung, bahwa masalah metodologi sangat berkaitan dengan masalah teori. Teori sebagaimana dikemukakan oleh Percy S. Cohen, dibagi dalam empat kelompok besar, yaitu: 1) Teori-teori analitis, seperti logika dan matematika; 2) teori-teori normatif, seperti etika dan estetika; 3)Teori-teori saintifik; dan 4) Teori-teori metafisis. Selanjutnya Cohen mengatakan bahwa teori saintifik disebut universal karena teori itu menyatakan sesuatu mengenai kondisi-kondisi yang yang melahirkan beberapa peristiwa atau jenis peristiwa. Sementara itu, konsep dapat didefinisikan sebagai kata benda umum manapun juga. Kekuasaan, kewibawaan, perkembangan, perubahan misalnya adalah konsep-konsep yang biasa dalam ilmu politik. (Ibrahim Alfian, 1992: 365-366)<br />
Fungsi teori dalam disiplin sejarah seperti dikemukakan oleh Social Science Research Council di New York dalam sebuah laporan Panitia Historiografi, sungguh sama dengan yang terdapat dalam disiplin-disiplin lain, yaitu untuk mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti, menyusun kategori-kategori untuk mengorganisasikan hipotesis-hipotesis yang melaluinya berbagai-bagai macam interpretasi data dapat diuji, dan memperlihatkan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu. Teori tidak dapat memberikan "jawaban" kepada peneliti, akan tetapi membekali peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan terhadap fenomena yang hendak ditelitinya. (Ibrahim Alfian, Supplement buku Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis: 5)<br />
Prof Dr. Ibrahim Alfian menjelaskan tentang hal ini dengan memberikan beberapa contoh misalnya, karya Sartono Kartodirdjo, Protest Movements in Rural Java (1973) telah mempergunakan kerangka analitis yang pernah dikemukakan oleh Henry A. Landsberger dalam The Role of Peasant Movement (1968) untuk memahami asal-usul, perkembangan, dan akibat-akibat pergerakan yang bersifat protes sosial. Dalam semua kasus multiplisitas faktor-faktor harus dikaji dan fenomena keresahan sosial hanya dapat dijelaskan melalui kombinasi sebab-sebab yang terpisah. Aspek-aspek analitis yang menjadi kerangka penelitian beliau adalah: 1) Struktur politik ekonomi pedesaan Jawa di abad XIX dan abad XX; 2) basis massa pergerakan sosial; 3) kepemimpinan pergerakan-pergerakan sosial; 4) ideologi-ideologi pergerakan, dan 5) dimensi kultural yang bersifat mendorong pergerakan sosial. (Ibid., p. 6)<br />
Dalam mengkaji masalah nasionalisme, Sartono Kartodirdjo menggunakan konsep dari psikologi sosial. Dikatakannya, bahwa nasionalisme dapat dilihat sebagai fakta sosio-psikologis, terutama pada tingkat pembentukannya, seperti yang terjadi di zaman Pergerakan Nasional. Kesadaran kelompok, sentimen dan kehendak kelompok yang dinyatakan pada berbagai organisasi nasional, merupakan wujud dan institusionalisasi tindakan kelompok. Dengan sudut pandang seperti ini, maka konseptualisasi metodologis nasionalisme mungkin dapat dicapai melalui sudut pandangan nasionalisme sebagai fakta sosio-psikologis itu. Sebagai tindakan kelompok nasionalisme mempunyai tiga aspek yang dapat dibedakan, yaitu: a) aspek kognitif; b) aspek orientasi nilai / tujuan; dan c) aspek afektif. (Kartodirdjo, 1992: 245)<br />
Sebuah pendekatan lain adalah pendekatan yang dilakukan oleh Prof. Ibrahim Alfian dalam disertasinya berjudul Perang di Jalan Allah (1987) dengan menggunakan pendekatan eklektik dengan mempergunakan teori dari pakar sosiologi Amerika, Neil J. Smelser, yang dikemukakan dalam bukunya Theory of Collective Behavior (1962). Menurut Smelser, komponen pokok aksi sosial adalah: nilai-nilai, norma-norma, mobilisasi motivasi perseorangan untuk aksi yang teratur dalam peran-peran kolektivitas, dan fasilitas situasional atau informasi, ketrampilan, alat-alat dan rintangan dalam mencapai tujuan-tujuan yang konkrit. Setiap gejolak sosial, diarahkan pada komponen-komponen tertentu aksi sosial itu, yakni ditujukan agar dapat merubah nilai-nilai, norma-norma, peranan-peranan, dan fasilitas-fasilitas. (Ibrahim Alfian, 1985: 18) Selanjutnya menurut Smelser gejolak sosial dapat terjadi apabila terdapat sejumlah determinan atau necessary conditions yang berturut-turut terdiri atas hal-hal sebagai berikut:<br />
a. Kekondusifan struktural (structural condusiveness), yaitu kondusif atau tidaknya struktur sosial budaya masyarakat terhadap gejolak sosial;<br />
b. Ketegangan struktural (structural strain) yang timbul, misalnya berupa ancaman dan deprivasi ekonomi;<br />
c. Penyebaran keyakinan yang dianut (the spread of generalized belief). Dalam hal ini situasi harus dibuat bermakna bagi para pelaku yang potensial, sumber ketegangan dan cara-cara menghadapinya harus diidentifikasi;<br />
d. Faktor pencetus ide (the precipatating factor) berupa sesuatu yang dramatik;<br />
e. Mobilisasi untuk mengadakan aksi (mobilization into action). Dalam kondisi ini peranan pemimpin sangat penting. Situasi dapat dimulai dengan adanya kepanikan, timbulnya permusuhan, dan diteruskan dengan agitasi untuk reform atau revolusi;<br />
f. Pengoperasian kontrol sosial (the operation of social control). (Ibid. Lihat juga: Neil J. Smelser, 1962: 15-17)<br />
Teori inilah yang digunakan oleh Prof. Ibrahim Alfian dalam menggarap disertasinya.<br />
Inilah yang merupakan contoh penerapan suatu teori dari ilmu sosial dalam mengkaji peristiwa masa lalu yang dilakukan oleh dua pakar sejarah Indonesia.<br />
<br />
F. Pandangan dan Tanggapan Terhadap Multidimensional Approach<br />
Perlu kiranya dibahas di sini tentang pandangan maupun penilaian dan perkembangan gagasan metodologi sejarah dalam kaitannya dengan penggunaan dan peminjaman konsep-konsep dan teori-teori dari ilmu-ilmu sosial lain.<br />
F.R. Ankersmit, telah menginventarisasi keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak yang kontra terhadap pengkajian sejarah yang berorientasi pada ilmu-ilmu sosial, antara lain: (F.R. Ankersmit, 1987: 247-250)<br />
1. Dua keberatan yang sifatnya praktis, yaitu bahan yang kita peroleh dari sumber-sumber sejarah sering tidak lengkap, sehingga kurang memberi pegangan untuk menerapkan teori-teori dari ilmu sosial. Pengkajian secara kuantitatif dengan mempergunakan teori-teori dari ilmu sosial bagi kurun waktu sebelum tahun 1800 praktis tidak mungkin.<br />
2. Sering juga pendekatan sosio-historis dipersalahkan memotong-motong kekayaan historis, karena ia hanya menaruh minat terhadap segi-segi masa silam yang diteliti dengan bantuan ilmu-ilmu sosial. Akan tetapi keberatan itu kurang meyakinkan. Tak ada seorang sejarawan pun yang dapat memaparkan seluruh kekayaan masa silam. Seorang sejarawan tradisional juga mengadakan seleksi, sekalipun lain daripada sejarawan yang bersandar pada ilmu-ilmu sosial.<br />
3. Pengkajian tradisional lebih mampu menampilkan suatu pemandangan luas mengenai masa silam, daripada suatu pendekatan sosio-ekonomis yang hanya membeberkan statistik-statistik hasil pertanian dan angka-angka ekspor impor.<br />
4. Pendekatan terhadap masa lampau yang mempergunakan teori-teori dari ilmu sosial lainnya hanya dapat diandalkan sejauh teori itu dapat diandalkan. Kesahihan teori-teori sosial sering disangsikan, apalagi kalau dibandingkan dengan bobot ilmiah yang terkandung dalam ilmu alam.<br />
5. Suatu teori ilmu sosial tidak dapat digeneralisasikan secara universal, tetapi hanya berlaku terhadap suatu bagian dari masa silam yang ingin diteliti. Jadi, pekerjaan yang harus dilakukan seorang peneliti sejarah justru bertambah, tidak diperhemat. Mempergunakan teori-teori dari ilmu sosial hanya mempunyai fungsi heuristis, artinya memberi ide kepada seorang sejarawan untuk meneliti ini dan itu.<br />
6. Keberatan terakhir tidak merupakan terhadap penggunaan teori-teori ilmu sosial, melainkan lebih merupakan sebuah peringatan, apa yang dapat dan apa yang tidak dapat diharapkan dari ilmu-ilmu sosial, bagi pengkajian sejarah. Bila seorang sejarawan melukiskan sebagian dari masa silam, maka dalam buku atau karangan yang membahas bagian dari masa silam, ia menampilkan suatu gambaran mengenai bagian masa silam itu. Tentunya supaya gambaran itu berbeda daripada gambaran-gambaran yang pernah dilukiskan oleh sejarawan-sejarawan terdahulu. Ilmu-ilmu sosial hanya berguna untuk memerinci detail-detail dalam sebuah uraian historis. Bila seorang sejarawan kita tafsirkan sebagai seorang guru gambar mengenai bagian-bagian dalam masa silam, maka ilmu-ilmu bantu, artinya membantu seorang sejarawan mengadakan seleksi apa yang merupakan masalah parsial saja, bila dipandang dari perspektif uraian historis seluruhnya.<br />
Apabila dilihat perkembangan dari gagasan metodologi multidimensional ini, khususnya di Indonesia, maka sangat menarik apa yang diungkapkan oleh Taufik Abdullah, bahwa pertama multidimensional approach, dikatakannya masih merupakan suatu harapan, karena dari sudut metodologis tidak banyak terjadi perubahan yang berarti. Kedua, ada dimensi yang dilupakan bila tidak dikatakan hilang, oelh sejarawan profesional Indonesia pasca multidimensional approach, yaitu dimensi "makna" dari hasil penulisan mereka. Benarkah demikian?<br />
Pembahasan terhadap masalah ini haruslah bertolak dari ciri ilmu sejarah itu sendiri, yaitu bahwa berbicara tentang sejarah adalah berbicara tentang sesuatu yang tidak pernah tuntas. Mengapa demikian? Ya, karena setiap hasil penulisan sejarah adalah rethinking kembali terhadap kajian masa lampau yang pernah ditulis oleh penulis masa lalu. Hal ini wajar karena sesuai dengan kata Cicero, bahwa sejarah adalah anak zaman. Setiap generasi akan menuliskan sejarahnya. Sudah barang tentu, setiap ditemukannya bukti-bukti yang baru dan interpretasi ataupun penggarapan dengan metodologi yang lebih "canggih" akan memunculkan suatu hasil baru, yang sebenarnya justru akan melengkapi kajian yang pernah atau telah dilakukan sebelumnya.<br />
Bila kita lihat perkembangan penulisan sejarah di Indonesia sejak diadakannya Seminar Sejarah I di Yogyakarta, maka keinginan untuk mengungkapkan sejarah dari "dalam" dan bersifat nasionalistis, dengan mengadakan suatu sintesis ke arah kesatuan geopolitik (integrasi) dengan menggunakan pendekatan multidimensional approach, maka dapatlah kita pahami, bahwa sejak semula multidimensional approach dimaksudkan untuk memberikan bobot ilmiah, kekritisan, dan Indonesia View dari suatu rekonstruksi sejarah Indonesia. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa kekritisan yang diharapkan dengan penggunaan konsep-konsep dan teori-teori dari berbagai ilmu sosial bersifat problem oriented, sehingga sangat berkonsekuensi terhadap sikap "academical actions". Dengan demikian, sudah barang tentu, multidimensional approach merupakan salah satu upaya "pengilmiahan" dengan ciri "kegelisahan" mencari dan kesediaan untuk menguji asumsi yang dipaparkannya. (Indriyanto, 1992: 3)<br />
Memang, seperti apa yang disinyalir oleh Taufik Abdullah, bahwa multidimensional approach secara metodologis tidak banyak menghasilkan perubahan dalam penulisan sejarah di Indonesia. Beberapa implikasi baik secara teoritis maupun praktis dikemukakan oleh Taufik antara lain: 1)Secara implisit menolak determinisme sejarah; 2) Masalah objektivitas sejarah "dipindahkan" dari lapangan filsafat ke problem-problem metodologis; 3) Makin intimnya sejarawan dengan konsep ilmu-ilmu sosial sehingga berakibat pada usaha pemberitaan historis; 4) Sejarah lokal dan agraria semakin menjadi "primadona" dalam historiografi Indonesia; 5) Lebih menekankan pada peristiwa struktural daripada event; mode of explanation yang bercorak argumentatif teoritis, sehingga menyebabkan rekonstruksi harus selalu diuji dan diperdebatkan.<br />
Dari beberapa hal di atas, masih harus ditambah lagi dengan kenyataan bahwa dalam "peredaran" karya sejarah dalam masyarakat luas terkesan masih didominasi oleh sejarawan konvensional. Apa yang dihasilkan oleh multidimensional approach lebih merupakan gagasan teoritis. Hal itu dibuktikan dengan beberapa disertasi yang masih terikat dengan pertanyaan konvensional dan adanya "perdebatan terselubung" dari disertasi-disertasi produk setelah multidimensional approach dipopulerkan. Taufik mencontohkan disertasi Djoko Suryo yangmemperkenalkan quanto-history, Ibrahim Alfian yang mencoba melakukan pendekatan dari dalam yang bertolak dari cluster of events, suatu hal yang menyebabkan beliau bergumul dengan interpretasi teks. Kedua studi ini merupakan contoh yang cukup ekstrim bila ditarik pada konsekuensi logisnya karena memperdebatkan asumsi teoritis yang berbeda. Di samping itu, Sutjipto yang lebih melakukan penekanan sumber yang exhaustive, Kuntowijoyo dan Onghokham yang menekankan pada masalah tematis dengan kecermatan konseptualisasi, Hamid Abdullah yang menggunakan oral tradisi, dan berbagai makalah seminar dengan konsep yang segar dan manantang yang tertuju pada tema-tema kecil. Semua itu menunjukkan pada suatu kecenderungan ilmiah lain dari multidimensional approach. Karya-karya mereka masih menunjukkan pada kemajemukan konsep dan trends yang sedang "in".<br />
Fenomena seperti ini sebenarnya bukanlah merupakan sesuatu yang merisaukan, bahkan justru menggembirakan. Mengapa demikian? Ya, karena sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri, maka metodologi merupakan sesuatu yang berdinamika dan terus berkembang. Bukankah salah satu kebutuhan yang urgen pada saat ini adalah visi baru pada sejarah modern, seperti yang dikatakan oleh Alfred Weber? (Mayerhoff, 1959: 29) Yang jelas, mereka telah berjasa dengan berbagai konsep metodologisnya sendiri-sendiri. Adalah sesuatu yang nonsense bila kemajuan penulisan sejarah hanya didasarkan pada satu view of approach saja.<br />
<br />
G. Penutup<br />
Adalah merupakan sesuatu yang bermakna bagi dunia akademis manakala muncul suatu perdebatan tentang problem metodologis. Ini semua menunjukkan pada kegairahan untuk senantiasa mencari kebenaran yang didasarkan pada keintelektualan sejarawan. Tak kecuali dengan upaya pengkajian sejarah dengan menggunakan pendekatan dari ilmu-ilmu sosial. Dunia semakin global, dan ini sudah barang tentu akan berdampak pula pada ilmu pengetahuan, meskipun bagaimanapun kecilnya.<br />
Demikianlah ulasan dari statement Prof. Sartono Kartodirdjo tentang penggunaan teori-teori dan konsep-konsep dari ilmu pengetahuan sosial untuk membekali peralatan analitik bagi sejarah dalam merekonstruksi peristiwa masa lampau.<br />
<br />
Kepustakaan<br />
<br />
Aitken, Hugh G.J. (ed.), 1954. The Social Science in Historical Study. New York: SSRC.<br />
Alfian, Ibrahim, “Sejarah dan Permasalahan Masa Kini” dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Sastra Universitas Gajahmada Yogyakarta, 12 Agustus 1985.<br />
---------, “Konsep dan Teori dalam Disiplin Sejarah”, dalam Basis No. 10, Oktober 1992.<br />
---------, “Tentang Metodologi Sejarah”, dalam Supplement buku Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis, tidak diterbitkan.<br />
Brown, A.R. Radcliffe, 1965. Structure and Function in Primitive Society. New York: The Free Press.<br />
Indriyanto, “Gagasan Teori dan Metodologi Sejarah Masih Mencari Sosoknya” makalh tugas MK Kapita Selekta, 1992/1993.<br />
Kartodirdjo, Sartono, “Metodologi Max Weber dan Wilhelm Dilthey”, dalam Lembaran Sejarah No. 6 Tahun 1970. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Budaya UGM.<br />
---------, 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu Alternatif. Jakarta: Gramedia.<br />
---------, 1984. Pembrontakan Petani Banten Tahun 1888. Jakarta: Pustaka Jaya.<br />
---------, 1988. Pendekatan Ilmu-ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Yogyakarta: P.AU. Universitas Gajahmada.<br />
---------, 1990. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Universitas Gajahmada Press.<br />
---------, 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Jilid II. Jakarta: Gramedia.<br />
Ankersmit, F.R., 1987. Refleksi Tentang Sejarah. Jakarta: Gramedia.<br />
Mayerhoff, Hans (ed.), 1959. The Philosophy of History in Our Time an Anthology. New York: Anchor Books.<br />
Olsen, Marvin E., 1968. The Process of Social Organization. New Delhi: Oxford and IBH Publishing Co.<br />
Poespoprodjo, 1987. Subjektivitas dalam Historiografi. Bandung: Remaja Karya.<br />
Suryo, Djoko, “Sekitar Masalah Sejarah dengan Ilmu-ilmu Sosial: Sebuah Catatan”, dalam Bacaan Sejarah No. 4 Tahun 1980. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Budaya Universitas Gajahmada.<br />
<br />
<div class="fullpost"></div>Ahsan Sofyan,S.E., M.Pdhttp://www.blogger.com/profile/17209393185761277101noreply@blogger.com1