Tampilkan postingan dengan label kualitatif research. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kualitatif research. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Juli 2011

prop sa l...pen-li-tia-n

Judul Penelitian:  Pemanfaatan Internet Sebagai Sumber Belajar IPS Oleh      Mahasiswa Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Program Study Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Borneo Tarakan.
I.    Pendahuluan
A.           Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perubahan paradigma pembelajaran, maka keberhasilan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengajar/dosen, melainkan sangat dipengaruhi oleh keaktifan mahasiswa. Kurikulum baru tahun 2006 mempertegas bahwa proses pembelajaran harus berpusat pada peserta belajar, pengajar bukan sebagai satu-satunya sumber belajar atau sumber informasi, melainkan berperan sebagai fasilitator, dinamisator, dan motivator dalam pembelajaran.  
Selain sumber belajar berupa perpustakaan yang tersedia di kampus, sekarang ini berkembang teknologi internet yang memberikan kemudahan dan keleluasaan dalam menggali ilmu pengetahuan. Melalui internet mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur dan referensi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat mempermudah proses studinya.
Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana mahasiswa FKIP Prodi PIPS Universitas Borneo Tarakan dalam memanfaatkan teknologi internet sebagai sumber belajar IPS.
B.     Fokus Penelitian
Meskipun banyak permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber belajar dalam proses pembelajaran, namun dalam penelitian ini hanya membatasi dalam fokus penelitian pada pemanfaatan internet sebagai sumber belajar oleh mahasiswa Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Prodi PIPS Universitas Borneo Tarakan.
C.     Rumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut :
  1. Bagaimanakah mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam memanfaatkan internet sebagai sumber belajar ?
  2. Alasan apa yang memotivasi mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial memanfaatkan internet sebagai sumber belajar ?
  3. Faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk memanfaatkan internet sebagai sumber belajar ?
D.     Situs Penelitian
            Yang menjadi situs dalam penelitian ini adalah Universitas Borneo Tarakan yang merupakan salahsatu perguruan tinggi yang berkedudukan di Kota Tarakan Kalimatan Timur.
E.      Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber belajar, antara lain : optimalisasi pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar, pemenuhan koleksi buku-buku yang tersedia di perpustakaan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar, serta pemanfaatan sumber daya lingkungan sebagai sumber belajar.

F.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a.              Mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memanfaatkan internet sebagai sumber belajar.
b.             Motivasi mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial memanfaatkan internet sebagai sumber belajar.
c.              Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pengetahua Sosial memanfaatkan internet sebagai sumber belajar.













II. Definisi Operasional
A. Internet
Adalah jaringan komputer yang mampu menghubungkan komputer di seluruh dunia sehingga berbagai jenis dan bentuk informasi dapat diakses dari berbagai belahan dunia secara cepat. 
Sejalan dengan perkembangan internet, telah banyak aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, seperti e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learning dan lainnya. Salah satu aktivitas yang berkaitan dengan proses pembelajaran adalah e-Learning. E-Learning adalah wujud penerapan teknologi informasi di bidang pendidikan dalam bentuk  sekolah maya. E-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar di sekolah dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet. 
B. Sumber Belajar
Segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.
Para akademisi merupakan salah satu pihak yang paling diuntungkan dengan kemunculan internet. Berbagai referensi, jurnal, maupun hasil penelitian yang dipublikasikan melalui internet tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Para mahasiswa tidak lagi harus mengaduk-aduk buku di perpustakaan sebagai bahan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat. Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat ditemui di internet cenderung lebih up to date.
Bagi para pengajar, internet bermanfaat dalam mengembangkan profesinya, karena dengan internet dapat : (a) meningkatkan pengetahuan, (b) berbagi sumber diantara rekan sejawat, (c) bekerjasama dengan pengajar di luar negeri, (d) kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung, (e) mengatur komunikasi secara teratur, dan (f) berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun internasional. Di samping itu para pengajar juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber bahan mengajar dengan mengakses rencana pembelajaran atau silabus online dengan metodologi baru, mengakses materi kuliah yang cocok untuk mahasiswanya, serta dapat menyampaikan ide-idenya.












III. Metodologi Penelitian
a.    Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian survai, yang dipakai untuk tujuan eksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang pemanfaatan internet sebagai sumber belajar oleh mahasiswa prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Borneo Tarakan.
b.        Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan wilayah generalisasi penelitian ini adalah mahasiswa prodi Pendidilan Ilmu Pengetahua Sosial UBT yang meliputi mahasiswa angkatan 2004, 2005, 2006, dan 2007. Sampel penelitian diambil secara proporsional random sampling.
c.        Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian , karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Observasi
Adapaun jenis observasi yang digunakan adalah obserasi partisipatif. Observasi partisipatif adalah dimana peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono,2010:227). Observasi partisipatif digunakan karena peneliti adalah tenaga pegajar pada program studi PIPS di Universitas Borneo Tarakan, yang secara langsung terlbat dalam proses belajar mengajar.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data dan telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Wawancara terstruktur digunakan untuk mengumpulkan data pada mahasiswa angkatan 2007 pada program studi PIPS Universitas Borneo Tarakan dengan instrumen pertanyaan-pertanyaan tertulis  yang aleternatif  jawabannya  pun telah disiapkan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi  digunakan agar hasil penelitian dari pada observasi dan wawancara lebhh kredibel atau dapat dipercaya. Dokumen dalam penilitian ini adalah berupa data tentang mahasiswa IPS di univeristas Borneo Tarakan berupa tulisan dan foto (gambar).
Dalam teknik pegumpulan data, digunakan teknik triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat gabunga dari berbagai teknik pengunpulan data dan sumber data yang telah ada. Berikut ini adalah gambaran teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini:
 





Gambar 3.1. Teknik Pengumpulan Data Triangulasi (Sugiyono, 2010:242)
d.        Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Lapangan Model Miles dan Huberman
            Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman, analisis data dilakukan dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai diperoleh data yang dianggap kredibel. Aktifitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Langkah-langkah analisis ini seperti pada gambar model interaktif dalam analisis data seperti gambar di bawah ini:
 









Gambar : Komponen dalam analisis data (interactive Model)
            2. Reduksi Data
            Teknik analisis data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, Untuk itu maka perlu dicatat secara rinci. Seperti yang telah dikemukakan, semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak dan semakin kompleks dn rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
            3. Penyajian Data
            Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan penyajian data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang sudah dipahami.















IV.  Kesimpulan dan Rekomendasi
            1. Kesimpulan
proses pembelajaran harus berpusat pada peserta belajar, pengajar bukan sebagai satu-satunya sumber belajar atau sumber informasi, melainkan berperan sebagai fasilitator, dinamisator, dan motivator dalam pembelajaran.  
Melalui internet mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur dan referensi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat mempermudah proses studi mahasiswa.
Optimalisasi pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar, pemenuhan koleksi buku-buku yang tersedia di perpustakaan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar, serta pemanfaatan sumber daya lingkungan sebagai sumber belajar.
2. Rekomendasi
            Rekomendasi yang dapat di sampaikan dalam penelitian ini yaitu :
a.         Bagi mahasiswa, untuk lebih meningkatkan pemanfaatan teknologi internet sebagai sumber belajar, sehingga mempercepat masa studinya.
b.         Bagi program studi, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan program kerja yang berkaitan dengan fasilitas sumber belajar.
c.         Bagi peneliti, sebagai dorongan untuk lebih meningkatkan penguasaan teknologi informasi sehingga dapat memperbaiki kemampuan dalam mengajar.

Daftar Pustaka

Alwasilah, A. Chaedar. (2002). POKOKNYA KUALITATIF: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif: Pustaka Jaya

Anonim. (2005). Sekilas Perkembangan Internet di Indonesia. www.jurnal-kopertis4.org. diambil 24 Februari 2006.

Anonim. (2005). Kamus Istilah Internet.(www.wikipedia.com). diambil 24 Februari 2006.

Arif A Mangkoesapoetro. (2004). Pemanfaatan Media Massa Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Di Tingkat Persekolahan. (http://artikel.us/mangkoes6-04-2.html). diambil 27 Februari 2006.

Andhika. (2005). Apa itu Internet ? (www.andhika.com). diambil 25 Februari 2006.

Creswell, J.W. (2009) RESEARCH DESIGN: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approachhes. Third Edition. Thousand Oaks:Sage Publications

Marsell Ruben Payong. (2005). Good Bye Teacher. (www.kompas.com). diambil 24 Februari 2006.
Philip Rechdalle.(2005). Internet dan Pendidikan. (www.pendidikan.net). Diambil 24 Februari 2006.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

 1
METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF1
Oleh: Aman (posting sofyan di blognya)
A. Paradigma Penelitian
1. Positivisme dan Non-Positivisme
Ada dua pandangan besar dalam kegiatan penelitian yang menyangkut metode yaitu
pandangan positivistik dan non positivistik. Dalam paham positivistik, segala sesuatu atau
gejala itu dapat diukur secara positif atau pasti sehingga dapat dikuantifikasikan. Hal tersebut
tidak hanya berlaku dalam ilmu alam saja, tetapi juga pada ilmu sosial. Dalam ilmu alam,
paham positivistik tersebut tidak banyak menemui kendala karena objeknya adalah materi
atau benda. Tetapi ketika diterapkan pada ilmu sosial, maka bukan saja sulit dilakukan, tetapi
juga banyak ditentang oleh ilmuwan-ilmuwan sosial. Penganut paham positivistik tersebut
berpendapat bahwa segala sesuatu itu tidak boleh melebihi fakta. Dalam paham nonpositivistik,
kebenaran tidak hanya berhenti pada fakta, melainkan apa makna di balik fakta
tersebut. Dalam ilmu sosial, di mana kajiannya adalah manusia bukannya benda, maka
pandangannya lebih didominasi oleh pandangan non-positivistik. Dalam konsepsi ini, paham
positivistik diidentifikasikan dengan kegiatan riset kuantitatif, sedangkan paham nonpositivistik
diidentifikasikan sebagai kegiatan riset kualitatif. Namun demikian, perbedaan
paham tersebut berdampak positif terutama dijadikan sebagai ajang dialog dalam rangka
untuk mengembangkan keilmuan baik sosial maupun alam, untuk saling melengkapi kedua
paradigma tersebut.
2. Perkembangan Penelitian
Pada awal perkembangan riset kualitatif, terjadi pertentangan yang sangat tajam dengan
riset kuantitatif, yang sebelumnya secara kuat telah menguasai kegiatan penelitian di segala
bidang ilmu. Pada mulanya riset kualitatif dipandang sebagai kegiatan yang tidak bisa
dipercaya dan dipandang tidak ilmiah. Perdebatan panjang dan saling menyerang telah
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Dengan menunjukkan kekuatanya masing-masing,
pertentangan tersebut telah berkembang dan mendudukkan posisi penelitian kualitatif
menjadi berbeda, yaitu sebagai pendekatan yang diakui oleh sebagian besar pakar penelitian
dan para ilmuan sebagai suatu alternatif metodologi penelitian yang bisa digunakan. Pada
saat ini kedua paradigma penelitian tersebut telah dinyatakan sama kedudukannya, dan
bahkan bisa saling membantu untuk memperkuat hasil penelitian. Perdebatan secara resmi
sudah tidak lagi terdapat pada artikel jurnal penelitian di dunia. Perdebatan sudah dipandang
berakhir. Namun banyak yang menyayangkan berakhirnya perdebatan tersebut, karena
ternyata perdebatan tersebut mempunyai dampak positif terutama dalam meningkatkan
kemantapan paradigma penelitian kualitatif.
Dalam menanggapi perkembangan pengetahuan manusia, Auguste Comte sebagai
tokoh positivisme telah merumuskan adanya tiga jaman yaitu jaman teologis, metafisis, dan
positif. Dalam jaman teologis diyakini adanya kuasa adi kodrati yang mengatur gerak dan
fungsi semua gejala alam ini. Kuasa tersebut berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada
makhluk insani. Jaman ini dinyatakan terbagi menjadi tiga periode yaitu animisme,
politeisme, dan monoteisme. Pada jaman metafisis, kuasa adi kodrati tersebut telah
digantikan dengan konsep-konsep abstrak, seperti halnya “kodrat”, dan “penyebab”.
Selanjutnya pada jaman positif, manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan
menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan dengan menggunakan
kemampuan rasionya. Atas dasar itu perkembangan ilmu pengetahuan juga terbagi menjadi
1 Disampaikan dalam acara Diklat Penulisan Skripsi Mahasiswa Pendidikan Sosiologi yang
diselenggarakan oleh HIMA Pendidikan Sejarah FISE UNY pada tanggal 23 Mei 2007.
2
tiga, yang pada awalnya bersifat teologis, kemudian berkembangan menjadi metafisis, dan
selanjutnya dianggap mencapai kematangan positif. Jaman positif ini berkaitan dengan
berkembangnya faham positifisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan kita tidak boleh
melebihi fakta, karena ilmu pengetahuan bersifat faktual.
Dilihat dari sejarah jaman keyakinan yang mendasari perkembangan ilmu menjelaskan
bahwa jaman yang satu digantikan oleh jaman berikutnya, sebagai hasil perkembangan
kesadaran manusia dengan pola pikirnya mengenai kenyataan yang ada di alam kehidupan
manusia ini. Dalam kenyataan selanjutnya, sampai dengan saat ini perkembangan jaman
tersebut tidak berakhir sampai pada positivisme, karena dewasa ini sudah berkembanga
faham baru yang mulai meninggalkan positivisme dan menyajikan keyakinan dengan warna
yang berbeda, dan memulai jaman baru yang disebut jaman pascapositivisme. Dengan
demikian perkembangan jaman keilmuan dinyatakan terdiri dari tiga jaman yakni jaman
prapositivisme, positivisme, dan pascapositivisme (Lincoln, 1985).
Perkembangan penelitian, baik dalam ilmu kealaman maupun ilmu sosial, selama ini
telah melewati sejumlah jaman paradigma, dengan periode-periode dimana seperangkat
kepercayaan dasar tertentu membimbing para peneliti dalam cara-cara yang sangat berbedabeda.
Setiap jaman (prapositivisme, positivisme, dan pascapositivisme) memiliki seperangkat
keyakinan dasar yang unik, merupakan prinsip metefisis, yang harus dipercaya dan
digunakan sebagai petunjuk bagi setiap aksi atau aktivitas.
Jaman prapositivisme merupakan jaman yang paling lama, dan perkembangan ilmu
pada jaman itu kenyetaanya berjalan lambat. Secara garis besar jaman itu berlangsung sejak
Aristoteles (384-322 B.C) sampai sebelum David Home (1711-1776). Pada jaman ini para
ilmuan bertindak sebagai pengamat pasif, dan semuanya berjalan secara “alamiah.” Usaha
manusia untuk mempelajari alam dipandang sebagai intervensi dan tidak alamiah, sehingga
apa yang dipelajari merupakan distorsi. Aristoteles percaya pada gerakan alamiah, dan
intervensi manusia akan menghasilkan gerakan yang memerlukan energi dan tidak
berkelanjutan secara tidak alamiah. Ia menyebutkan dua prinsip, yang secara umum dikenal
dengan “hukum kontradiksi” yang menyatakan bahwa tak pernah ada proposisi yang bisa
benar dan salah, yang kedua-duanya terjadi pada waktu yang sama, dan hukum “excluded
middle” yang menyatakan bahwa setiap proposisi mestinya baik benar maupun salah, yang
bilamana dilakukan oleh yang bukan intervensionis atau pengamat pasif tampak cukup untuk
mendukung pemahaman ilmiah yang diperlukan.
Perkembangan selanjutnya pada saat para ilmuan mulai menjamah keluar, mencoba
gagasan-gagasan dan melihat apakah gagasan tersebut terjadi, akhirnya sampai pada tingkat
pengamat aktif, dan ilmu pengetahuan mulai menyentuh jaman positivisme yang dirasakan
lebih tepat untuk menjawab kebutuhan untuk memahami kehidupan ini yang sangat berkaitan
dengan meningkatnya kebutuhan hidup dan pengalaman manusia, perubahan faham tersebut
semakin cepat berkembang, dan gerakan baru ini mulai menentang faham sebelumnya yaitu
prapossitivisme.
Positivisme bisa dirumuskan sebagai sekeluarga filsafat yang bercirikan evaluasi
pengetahuan dan metode ilmiah yang secara exstrim positif. Sebenarnya gerakan filsafat
tersebut dimaksudkan untuk melakukan reformasi pada beragam area yang berbeda seperti
etika, religi, politik, dan fisafat. Sebagai filsafat gerakan ini dimulai pada awal abad 19,
berawal di Perancis dan Jerman. Pendukung yang paling kuat dalam abad 20 dibentuk oleh
kelompok yang dikenal sebagai “the viena circle of logical positivist “ yang didukung oleh
para ilmuan terkemuka. Namun kenyataannya positivisme memiliki dampak yang kuat tidak
pda etika, religi, politik, dan filsafat, tetapi justru pada metode ilmiah. Jaman ini memulai dan
memacu perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat, dan pengaruhnya sangat kuat dalam
berbagai bidang disiplin ilmu.
Faham positivisme menyatakan bahwa pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta.
Ilmu pengetahuan bersifat faktual. Faham positivisme ini kemudian sangat menunjang
3
berkembangnya empirisme, karena itu sangat mengutamakan pengalaman, tetapi dibatasi
hanya pada pengalaman objektif saja. Demikian pula rasionalisme berkembang dan
mempengaruhi pola pikir dalam keilmuan. Pengikut rasinolisme mengutamakan pikir untuk
memperoleh kebenaran yang harus dikenalnya, bahkan sebelum adanya pengalaman. Jika
kita menghendaki kesimpulan pengetahuan yang benar, maka premis-premis yang diajukan
harus benar secara mutlak. Dua aliran tersebut ternyata saling bersifat berat sebelah dan tidak
lengkap, sehingga terjadilah perpaduan keduanya (dengan teori fenomenalismenya Kant), dan
memililki dampak yang sangat positif dalam perkembangan ilmu.
Dengan faham positivisme ini kemudian mulailah gerakan memperdalam dan
mengembangkan ilmu pengetahuan lewat observasi dan exsperimentasi. Pandangan dunia
Aristotelian yang menguasai abad pertengahan, akhirnya ditinggalkan secara definitif. Pada
abad 17 faham tersebut melahirkan revolusi ilmu pengetahuan secara lengkap, dengan
semboyan : “berani-lah berpikir.” Selanjutnya pada abad 18 pemikiran ilmiah telah menjadi
mantap. Abad ini merupakan periode eksperimen untuk sebagian besar cabang ilmu
pengetahuan (Mendelson, 1980).
Kini riset kualitatif telah banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu, antara lain
dalam penelitian kebijakan, ilmu politik, administrasi, psiklogi, organisasi dan manajemen,
serta perencanaan kota dan regional. Strategi riset ini dalam bentuk studi kasus sudah banyak
sekali digunakan untuk penyusunan tesis dan disertasi dalam ilmu-ilmu sosial (Yin, 1987).
Bahkan kegiatan riset pendidikan yang semula hanya didasarkan pada pola pengukuran
kuantitatif, definisi operasional, dan menekankan pada fakta empiris, sekarang sudah
berubah arah dengan memberikan tempat yang sentral pada riset kualitatif yang menekankan
analisis induktif, dengan deskripsi yang kaya nuansa, dan riset tentang persepsi manusia
(Bogdan & Biklen, 1982). Berbagai bidang eksakta kini sudah mulai menyadari kekuatan
paradigma riset kualitatif, dan beragam penelitian dalam bidang-bidang tersebut mulai
memperkuat diri dengan memanfaatkan penelitian ini.
B. Jenis-jenis Penelitian
Sedangkan berdasarkan metode atau pendekatan, penelitian dibagi menjadi beberapa
jenis yakni sebagai berikut.
1. Penelitian Historis
Penelitian historis merupakan suatu penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau.
2. Penelitian Kualitatif
a. Pengertian umum
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih mengutamakan pada masalah
proses dan makna/persepsi, di mana penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai
informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis yang teliti dan penuh makna, yang juga tidak
menolak informasi kuantitatif dalam bentuk angka maupun jumlah. Pada tiap-tiap obyek akan
dilihat kecenderungan, pola pikir, ketidakteraturan, serta tampilan perilaku dan integrasinya
sebagaimana dalam studi kasus genetik (Muhadjir, 1996: 243).
b. Karakteristik Penelitian Kualitatif
Memahami dan mengenal karakteristik penelitian kualitatif akan memudahkan peneliti
untuk mengambil arah dan jalur yang benar, baik di dalam memilih topik penelitian,
menyusun proposal, melakukan pengumpulan data, analisis, dan juga mengembangkan
laporan studinya. Dalam perkembangan riset kualitatif yang semakin kaya variasinya, riset ini
memiliki keluwesan bentuk dan strateginya. Kreasi pada pemikir dan peneliti kualitatif dalam
berbagai bidang yang relative baru bagi peneliti ini, memungkinkan perumusan
karakteristiknya tidak bersifat definitif (Sutopo, 1996). Dari beragam bentuk dan strategi
4
yang telah dikembangkan selama ini terlihat karakteristik pokoknya yang semakin menonjol
sehingga bisa dirumuskan secara lebih jelas. Dalam perjalanan pekembangan penelitian
kualitatif selama ini karakteristik tersebut meski tidak selalu dimiliki oleh setiap jenis studi
kualitatif namun merupakan milik metodologi penelitian kualitatif secara keseluruhan.
Beberapa karakteristik tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1). Natural setting ( kondisi seperti apa adanya)
Pada topik riset kualitatif diarahkan pada kondisi asli subjek penelitian berada. Kondisi
subjek sama sekali tidak dijamah oleh perlakuan (treatment) yang dikendalikan oleh peneliti
seperti halnya di dalam penelitian eksperimental. Peneliti menjelajahi kancah dan
menghabiskan waktunya dalam mengumpulkan data secara langsung. Penelitian ini
cenderung mengarahkan kajiannya pada perilaku manusia sehari-hari dalam keadaanya yang
rutin secara apa adanya (Van Maanen, 1984). Kondisi subjek berjalan alami tanpa adanya
keterlibatan atau pun keterlibatan aktif peneliti di lapangan.
2). Permasalahan Masa Kini
Penelitian kualitatif mengarahkan kegiatannya secara dekat pada masalah kekinian
(current event). Kepentingan pokoknya diletakkan pada peristiwa nyata dalam dunia aslinya,
bukan sekedar pada laporan yang ada Subjek peristiwa yang diteliti adalah subjek masa kini
dan bukan subjek masa lampau seperti dalam kebanyakan riset historis (Yin, 1987).
3). Memusatkan pada Deskripsi
Penelitian kualitatif melibatkan kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau
frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkna situasi sebenarnya guna
mendukung penyajian data. Jadi dalam mencari pemahaman riset kualitataif tidak memotong
halaman ceritera dan data lainnya dengan symbol-simbol angka. Peneliti mencoba
menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin
dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat. Tidak seperti halnya riset kuantitatif yang
menggunakan bahasa proposisi yang bersifat “de facto” (Eisner, 1983), yang cenderung
meruapakan reduksi kualitas dan realitas yang penting diketahui. Bahasa proposisi adalah
suatu “gross indicator” atas kualitas yang tidak mampu menangkap beragam nuansa
perbedaan. Padahal dalam hubungan antar manusia, nuansa adalah segala-galanya. Sifat
kualitatif lebih cocok untuk menghadapi realitas yang jamak, multiprespektif. Sifat penelitian
semacam ini mampu memperlihatkan secara langsung hubungan transaksi antara peneliti
dengan yang diteliti yang memudahkan pencarian kedalaman makna. Sifat semacam ini lebih
peka dan dapat disesuaikan dengan pengkajian bentuk pengaruh dan pola nilai-nilai yang
mungkin dihadapi peneliti(Sutopo, 1996).
4). Peneliti sebagai Alat Utama Riset (Human Instrument)
Walaupun berbagai alat pengumpulan data yang biasa kita kenal ada dimungkinkan
untuk digunakan, namun alat penelitian utamanya adalah penelitinya sendiri. Penggunaan
instrument yang kaku seperti halnya di dalam penelitian kuantitatif sangat menyulitkan bagi
terjadinya kelenturan sikap penelitian kualitatif yang selalu siap terbuka dan menyesuaikan
diri dengan kondisi yang baru dan mungkin berubah setiap waktu dengan beragam realitas
yang juga mungkin dijumpai. Perlu ada keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu
menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 1996).
5
5). Purposive Sampling
Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random
sampling). Teknik cuplikannya cenderung bersifat “purposive” karena dipandang lebih
mampu menangkap kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal.
Cuplikan ini memberikan kesempatan maksimal pada kemampuan peneliti untuk menyusun
teori yang dibentuk dari lapangan (grounded theory) dengan sangat memperhatikan kondisi
lokal dengan kekhususan nilai-nilainya (idiografis). Teknik cuplikan di dalam riset kualitatif
sering juga dinyatakan sebagai “internal sampling” karena sama sekali bukan dimaksudkan
untuk mengusahakan generalisasi tetapi untuk memperoleh kedalaman studi di dalam suatu
konteks tertentu(Yin, 1987).
6). Pemanfaatan “Tacit Knowledge”
Penelitian kualitatif mendukung memanfaatkan pengetahuan yang bersifat intuitif dan
dirasakan, sebagai tambahan pengetahuan yang bersifat proposional atau pengetahuan yang
dapat diekspresikan dalam bentuk bahasa karena seringkali nuansa realitas yang tidak tunggal
dapat difahami hanya dengan cara ini, dan kebanyakan interaksi peneliti dengan yang diteliti
terjadi pada tingkat ini. Pengetahuan jenis ini juga mencerminkan secara adil dan akurat nilainilai
penelitinya. Oleh karena itu dalam pengumpulan data, peneliti kualitatif tidak hanya
mencatat apa yang dinyatakan secara formal, tetapi juga mencatat berbagai hal yang
dirasakan dan ditangkap secara intuitif oleh penelitinya. Semuanya itu akan tercermin dalam
data pada bagian deskriptif dan reflektifnya.
7). Lebih Mementingkan Proses daripada Produk
Dalam riset kualitatif, bagaimana orang merundingkan makna? Bagaimana istilah
tersebut muncul dan digunakan? Bagaimana pandangan-pandangan tertentu timbul dan
menjadi bagian dari pandangan atau pengertian umum? Bagaimana sejarah dan aktivitas
peristiwa yang diteliti terjadi? Penekanan kualitatif pada proses secara khusus telah memberi
manfaat pada riset pendidikan dalam menjelaskan tentang “ramalan pencapaian diri”
mengenai pandangan tentang penampilan kognitif para siswa di sekolah yang ternyata
dipengaruhi oleh harapan gurunya terhadap mereka. Riset kuantitatif memang telah mampu
menunjukkan bahwa perubahan para siswa telah terjadi dengan menggunakan “pretest dan
posttest”.
8). Makna sebagai Perhatian Utama Riset
Dalam hal penemuan makna, peneliti berminat pada bagaimana cara orang memberi
makna pada kehidupannya sendiri. Dengan kata lain, peneliti memusatkan pada yang disebut
“ participant’s perspective” atau people’s point of view”, sehingga terhindari perumusan
maksud sesuatu di dalam konteksnya berdasarkan pandangan penelitiannya sendiri. Di dalam
mengumpulkan beragam informasi, peneliti memperhatikan proses bagaimana sesuatu
terjadi, karena makna mengenai sesuatu sangat ditentukan oleh proses bagaimana sesuatu itu
terjadi. Jika dalam penelitian kuantitatif dituntut untuk tidak melebihi fakta dan mencari
hubungan kausalitas, maka dalam penelitian kualitatif adalah mencari makna di balik fakta.
Di samping apa yang telah disebutkan mengenai karakteristik penelitian kualitatif di
atas, masih terdapat karakteristik lain yang menampilkan kekhususan dalam penelitian
kualitatif seperti: analisisnya bersifat induktif, struktur sebagai “ritual constraint”, bersifat
holistik, negotiated outcome, bentuk laporan dengan model studi kasus, interpretasi
ideografik, aplikasi tentatif, keterikatan yang ditentukan oleh fokusnya, dan penggunaan
criteria khusus bagi kebenaran (Sutopo, 1996: 45). Bila dibandingkan dengan penelitian
kuanitatif, jelaslah bahwa karakteristik riset kualitatif sangat berbeda, terutama dari segi
kompleksitasnya. Dengan pemahaman karakteristik tersebut, peneliti akan lebih sadar
mengenai apa yang harus dilakukan di dalam pelaksanaan risetnya, mulai dari penyusunan
6
proposalnya, pelaksanaan kegiatan di lapangan studinya, sampai dengan penyusunan laporan
penelitiannya secara lengkap. Selanjutnya, karakteristik tersebut tampak terwujud di dalam
beragam teknik dan langkah pelaksanaan penelitian secara lengkap.
3. Penelitian Kuantitatif
Dalam arti sempit istilah penelitian kuantitatif menunjuk suatu upaya pencatatan data
hasil penelitian dalam jumlah tertentu (quantum: jumlah) yang biasanya dinyatakan dalam
bentuk angka-angka atau statistik. Dalam arti luas penelitian kuantitatif menunjuk teknik
metodologi penelitian ilmiah yang berdasarkan pola kerja statistik, ialah dengan
mengumpulkan, menyusun, meringkas, dan menyajikan data-data dalam bentuk angka-angka
atau statistik, dan selanjutnya menarik kesimpulan-kesimpulan yang teliti dan mengambil
keputusan-keputusan yang logik dari pengolahan data-datanya.
4. Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian kuantitatif tetapi terhadap subjek
penelitian diberikan perlakuan atau treatment, sehingga hasil yang diperoleh berdasarkan
hasil perlakuan tersebut. Penelitian eksperimen ini dapat dilakukan pada ilmu alam maupun
ilmu sosial. Pada ilmu alam, eksperimen dapat dilakukan dengan mudah karena objeknya
adalah alam seperti benda, tumbuhan, dan hewan. Sedangkan dalam ilmu sosial objeknya
adalah manusia. Ketika objek penelitian sosial adalah manusia, maka penelitian eksperimen
berupa tindakan atau sekarang ini dikenal dengan adanya penelitian tindakan atau action
research.
5. Penelitian Ex Post Facto
Penelitian ex post facto merupakan penelitian jenis kuantitatif tetapi variabel bebas atau
pengaruhnya terjadi lebih dulu baru kemudian variabel terikatnya. Dengan demikian
penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi untuk
menemukan faktor-faktor yang mendahului sebagai penyebab gejala-gejala yang sedang
diteliti. Dalam penelitian ini, terdapat dua model yakni model kausal korelasional dan model
kausal komparatif.
6. Penelitian Holistik
Merupakan penelitian yang memadukan metode penelitian historis, kualitatif, dan
eksperimen.
C. Sistematika Penelitian Kualitatif
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Menggambarkan fenomena-fenomena yang memunculkan masalah.
1). Pada bagian ini diuraikan situasi dan kondisi yang menarik perhatian peneliti dan
pembaca pada umumnya.
2). Kemukakan hal-hal yang ingin diketahui dan alasan mengapa peneliti tertarik
dengan topik itu.
3). Kemukakan juga mengapa hal itu perlu diteliti.
4). Berikan gambaran pula apa yang diharapkan sebagai hasil penelitian.
b. Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi/memerinci masalah-masalah yang terdapat dalam latar belakang.
Dengan demikian, segala permasalahan yang terangkum dalam latar belakang masalah
dapat dikonkretkan dalam bentuk kalimat sederhana.
7
c. Pembatasan Masalah
Membatasi pada masalah yang akan diteliti, sehingga fokus penelitian menjadi jelas
dan terarah. Pembatasan ini berfungsi agar penelitian tidak bias sehingga tidak terjebak
dalam masalah-masalah yang kemudian timbul sebagai konsekuensi dari masalah yang
akan diteliti.
d. Perumusan Masalah
Merumuskan masalah yang terfokus pada permasalahan yang akan di teliti.
1). Rumuskan masalah penelitian dengan jalan mengaitkan fokus dengan sub-sub
fokus yang menjadi pertanyaan untuk dicarikan jawabannya.
2). Rumusan masalah penelitian harus menjawab pertanyaan “apa yang akan
diselesaikan peneliti dalam melakukan penelitian ini”.
3). Masalah penelitian itu dikemukakan dalam bentuk pertanyaan yang dirumuskan
secara tajam yang ingin dicari jawabannya dalam penelitian ini.
4). Rumuskan dengan menggunakan kata-kata yang tepat dengan bahasa yang
efisien.
e. Tujuan Penelitian
1). Merumuskan apa-apa yang ingin dicapai dalam penelitian.
2). Tujuan penelitian merupakan pernyataan operasional yang merincikan apa yang
akan diselesaikan dan dicapai dalam penelitian ini.
3). Tujuan itu dirumuskan sebagai upaya yang ditempuh oleh peneliti untuk
memecahkan masalah.
4). Rumusan tujuan itu menjawab pertanyaan: bagaimana peneliti menggunakan hasil
penelitiannya, dan bagaimana profesi sejenis menggunakan hasil penelitiannya.
f. Manfaat Penelitian
1). Mendeskripsikan manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian.
2). Manfaat dapat ditujukan untuk pribadi, pembaca, maupun institusi.
3). Dalam bagian ini dikemukakan apa yang kiranya menjadi kegunaan hasil
penelitian baik bagi dunia bidang ilmu itu sendiri dan masyarakat pada
umumnya.
4). Manfaat penelitian dirumuskan secara singkat dan dengan bahasa yang tepat.
2. Kajian Teori dan Kerangka Pikir
a. Kajian Teori
Menelaah teori-teori, yang kemudian memunculkan paradigma. Contoh:
1). Acuan Teori 1
2). Acuan Teori 2
3). Acuan Teori 3
Hal ini berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, karena di sini bukan
untuk mengkaji teori melainkan sekedar memahami konsep apa yang akan diteliti.
Contohnya: Fokus mengenai pembelajaran sosiologi. Maka sub fokusnya dapat berupa:
metode pembelajaran sosiologi, perencanaan, media, strategi, dan evaluasi. Maka acuan
teorinya adalah perencanaan, metode, media, strategi, dan evaluasi pembelajaran
sosiologi.
b. Penelitian Yang Relevan
Bagian ini memuat hasil-hasil penelitian sebelumnya relevan dengan penelitian yang
telah dilakukan, yang telah dilakukan oleh penelitian lain, dengan maksud untuk
menghindari duplikasi. Di samping itu, untuk menunjukkan bahwa topik yang diteliti
8
belum pernah diteliti oleh peneliti lain dalam konteks yang sama. Dengan demikian
penelitian yang relevan perlu menunjukkan masalah apa yang akan diteliti, dan
kekurangan-kekuarangan apa yang terdapat dalam penelitian yang mendahului tersebut
sehingga perlu dilakukan penelitian kembali.
c. Kerangka Pikir
Mendeskripsikan Paradigma penelitian yang disesuaikan dengan permasalahan
penelitian, sehingga memperjelas alur pemikiran penulis atau peneliti dalam melakukan
penelitian. Kerangka pikir harus disusun mengikuti alur pikiran penulis, sehingga
penulis harus menunjukkan dari mana dulu meneliti melakukan penelitian, dan tujuan
apa yang hendak dicapai. Dengan demikian peneliti harus menunjukkan gejala-gejala
sosial yang hendak diteliti dan apa indikator ketercapaiannya.
3. Metodologi Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Menunjuk tempat/kasus penelitian. Artinya, peneliti harus menjelaskan di mana penelitian
dilaksanakan, misalnya di kecamatan, desa, kampung, atau sekolah mana. Dengan
menunjukkan tempat, berarti penelitian kualitatif berlaku pada wilayah yang menjadi
tempat penelitian.
b. Waktu Penelitian
Menjelaskan berapa lama penelitian di laksanakan. Waktu harus dijelaskan agar peneliti
memiliki acuan waktu tentang kapan penelitian dapat dilaksanakan, dan kapan
diselesaikan. Tanpa batasan waktu yang jelas, maka peneliti akan kesulitan dalam
memprediksi penyelesaian penelitian.
c. Bentuk Penelitian
Kemukakan metode yang digunakan: naturalistik, etnografi, studi kasus, penelitian
tindakan, dan deskripsikan secara singkat. Contoh Kualitatif Deskriptif dengan strategi
Studi Kasus.
d. Sumber Data
1). Data-data yang akan digunakan atau dikumpulkan : Misal dokumen, hasil observasi,
wawancara, dan angket.
2). Apa dan siapa yang menjadi sumber data (jika belum dikemukakan sebelumnya), apa
satuan kajiannya (unit of analysis-nya).
3). Kemukakan bagaimana menjaga kerahasiaan sumber data.
4). Apakah pemilihan sumber data sesuai dengan acuan teori dan pertanyaan penelitian.
e. Teknik Pengumpulan Data
1). Kemukakan langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data (dikaitkan
dengan metode/teknik penelitian yang digunakan)
2). Strategi/cara-cara untuk mandapatkan data: Misal: narrative interview, in depth
interview, observation, content analysis atau analisis isi.
3). Kemukakan bagaimana menjaga kerahasiaan sumber data.
4). Apakah pemilihan sumber data sesuai dengan acuan teori dan pertanyaan penelitian.
f. Teknik Cuplikan/Sampling
Menjelaskan cara pengambilan sampel: misal dengan Purposive Sampling dan internal
sampling. Purposive sampling, dimaksudkan bahwa sampel tidak dimaksudkan untuk
mewakili populasi, melainkan untuk mewakili informasi. Jika dalam penelitian
9
kuantitatif sampel harus mewakili populasi, misalnya ada prosentase atau rumus yang
jelas tentang pengambilan sampel, tetapi dalam kualitatif tidak berdasarkan pada
pertimbangan itu. Artinya ketika peneliti kualitatif hendak meneliti suatu masyarakat
pada suatu wilayah, maka informan yang dapat diambil boleh terbatas yang penting
informasinya dianggap sudah mewakili informasi secara keseluruhan.
g. Validitas Data
Untuk menjamin validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian, peneliti dapat
menggunakan teknik informan review atau umpan balik dari informan (Milles dan
Hubberman, 1992: 453). Selain itu peneliti juga menggunakan teknik triangulasi untuk
lebih menvalidkan data. Teknik triangulasi meliputi triangulasi sumber, triangulasi
metode, dan triangulasi teori. Triangulasi sumber, yakni mengumpulkan data sejenis
dari beberapa sumber yang berbeda. at. Triangulasi metode, yakni mengumpulkan data
yang sejenis dengan menggunakan teknik atau pengumpulan data yang berbeda.
Triangulasi teori untuk menginterpretasikan data yang sejenis..
h. Teknik Analisis
1). Jelaskan rencana analisis data (memilih salah satu model analisis atau dua model
diantaranya).
2). Uraikan secara singkat bagaimana prosesanalisis data yang ditempuh.
Misalnya adalah teknik analisis dengan model analisis interaktif (Miles dan
Huberman, 1984). Dalam model analisis ini, tiga komponen analisisnya yaitu reduksi
data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verivikasi, aktivitasnya dilakukan
dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses yang
berlanjut, berulang, dan terus-menerus hingga membentuk sebuah siklus. Secara
skematis proses analisis interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Model Analisis Interaktif Milles dan Hubberman
4. Pembahasan dan Analisis
a. Deskripsi Data
Mendeskripsikan data-data hasil analisis awal yang ditemukan
di Lapangan.
b. Pembahasan/Analisis
Membahas hasil analisis akhir dan disesuaikan dengan masalah
penelitian secara sistematis
Komponen pokok dari bagian ini adalah:
Pengumpulan
Data
Sajian Data
Reduksi Data Verifikasi/
Penarikan
Kesimpulan
10
1). Upayakan agar mengemukakan prinsip-prinsip, hubungan, dan generalisasi pada
bagian ini. Ingat bahwa kita tidak mengemukakan hasil lagi. Kemukakan kekecualian
atau kelemahan, dan juga kemukakan hal-hal yang dapat dicakup dalam penelitian
ini.
2). Tunjukkan pada bagian ini bahwa hasil yang diinterpretasi itu ada kesepakatan atau
bertentangan dengan hasil/temuan penelitian lainnya yang telah dipublikasikan.
3). Bahas implikasi hasil pekerjaan dan kemukakan seluruh kemungkinan aplikasi
praktisnya.
4). Nyatakan kesimpulan sejelas mungkin. Kemukakan hasil kesimpulan tentang
hipotesis atau tujuan penelitian. Kemukakan juga makna yang lebih luas tentang
kesimpulan itu.
5). Identifikasikan langkah-langkah berikutnya yang perlu ditempuh untuk penelitian di
masa mendatang.
c. Pokok-Pokok Temuan Penelitian
Menyampaikan hal-hal penting temuan penelitian.
d. Analisis Justifikasi
Analisis singkat dengan tujuan pembenaran.
5. Penutup
a. Simpulan
Menjelaskan jawaban singkat atas permasalahan penelitian secara
sistematis.
b. Implikasi
Berisi generalisasi teoritik dari hasil penelitian.
c. Rekomendasi
Masukan-masukan/saran baik untuk pribadi, pembaca, maupun
Institusi.
Daftar Pustaka
Buat daftar kepustakaan berurutan secara alfabetis, dan hanya yang dikutif dalam karya
ilmiah saja yang dikemukakan. Format yang lazim digunakan dalam penulisan karya ilmiah
agar menjadi perhatian.
Lampiran
Sumber Rujukan
Krippendorff, Klaus. 1991. Content Analysis: Introduction Its Theory and Methodology”,
Alih Bahasa Farid Wajidi, Analisis Isi: Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta:
Rajawali.
Miles, M.B. and Huberman, A.M. 1984. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New
Methods. Beverly Hills CA: Sage Publications.
Moleong, L.J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Patton, M.Q. 1980. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, CA.: Sage Publication.
Spradley, J.P. 1980. Participant Observation. New York, N.Y.: holt, Rinehart, and Winston.
Sutopo, H.B. 1995. Kritik Seni Holistik Sebagai Model Pendekatan Penelitian Kualitatif.
Surakarta: UNS Press.
11
Sutopo, H.B. 1996: Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Jurusan Seni Rupa Fakultas
Sastra UNS.
Waluyo, H.J. 2000. “Hermeneutik Sebagai Pusat Pendekatan Kualitatif”, dalam Historika,
No.11. Surakarta: PPS UNJ KPK UNS.
Yin, R.K. 1987. Case Study Research: Design and Methods. Beverly Hills, CA: Sage
Publication.
Sekedar Contoh Judul atau Tema Skripsi
1. Metode Dakwah K.H. Abdullah Gimnastiar (Komunikasi Sosial)
2. Poligami dalam Perspektif Sosial-Religius (Sosiologi Agama)
3. Peranan MGMP dalam Dinamisasi Pembelajaran Sosiologi: Kasus Di Kabupaten Bantul
(Pendidikan Sosiologi)
4. Proses Identifikasi Siswa Terhadap Gaya Hidup dan Perilaku Artis: Kasus Di Kabupaten
Tegal (Psikologi Sosial)
5. Relasi Sosial Guru dan Siswa Di SMA Taruna Magelang (Sosiologi Pendidikan)
6. Perubahan Gaya Hidup dan Perilaku TKW Luar Negeri Di Desa Senggol Kecamatan
Purbalingga (Sosiologi Gender)
7. Pola Bertahan Hidup Masyarakat Miskin Pedesaan Di Kabupaten Fak Fak (Sosiologi
Pedesaan)
8. Konflik dan Persaingan Antar Klub dalam Persepakbolaan Nasional (Sosiologi Olah
Raga)
9. Pola Konsumsi Masyarakat Semikota Di Kecamatan Jatilawang Purwokerto (Sosiologi
Pedesaan)
10. Analisis Jaringan Sistem Lokalisasi Cipanas Garut (Studi Deviasi Sosial)
11. Perilaku Sosial-Budaya Masyarakat Kampung Naga Jawa Barat (Antropologi Sosial)
12. Karakteristik Masyarakat Miskin Perkotaan: Kasus Perkampungan Kumuh Kota Baru
Yogyakarta (Sosiologi Perkotaan)
13. Pola Pembangunan Wilayah Pantai Selatan Yogyakarta (Perencanaan Sosial/Sosiologi
Pembangunan)
14. Partisipasi Masyarakat Miskin Pedalaman dalam Pemilihan Kepala Daerah (Sosiologi
Politik)
15. Kewenangan Panwaslu dalam Menangani Kasus Pidana dan Non-Pidana dalam Tahapan
Pilpres (Sosiologi Hukum)
16. Tradisi Protes Kaum Buruh dalam Sistem Liberalisasi dan Industrialisasi Di Indonesia
(Sosiologi Industri)
17. Divergensi Struktur dan Proses Sosial Masyarakat Samin Blora (Struktur dan Proses
Sosial)
18. Pengembangan Kualitas Fungsional Mahasiswa UNY Melalui Pemberdayaan Ormawa
(Pengembangan SDM)
19. Studi Evaluatif Persiapan Mengajar Guru dalam Pembelajaran Sosiologi: Kasus Di SMA
Darul Hikmah Yogyakarta (Pendidikan Sosiologi)
20. Pola Senioritas Mahasiswa IPDN Bandung (Sosiologi Pendidikan)
21. Model Pembelajaran dan Sistem Evaluasi Pembelajaran Sosiologi Di Kelas Inklusif
MAN I Sleman (Pendidikan Sosiologi).

UAS-sem-3/2011METODE PENELITIAN KUALITATIF

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH       : METODE PENELITIAN KUALITATIF
PROGRAM STUDI   : PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
DOSEN                      : Prof. DR. H. Suwarma Al Muchtar, SH., M.Pd
SOAL :
1. Kemukakan minimal 5 alasan yang memperkuat perlunya pendekatan penelitian kualitatif dalam upaya peningkatan mutu Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
JAWABAN :
1. Ilmu sosial tidak sekedar menyangkut ilmu pengetahuan yang dibahasakan (Propositional Knowledge), melainkan juga menyangkut pengetahuan yang tidak bias dibahasaakan (Tacit Knowledge), yang hampir tidak mungkin diperoleh lewat pendekatan rasionalistis, sebab pendekatan ilmiah hanya menjelaskan pengetahuan proposisional saja (Guba & Lincoln:1981).
2.   Penelitian studi ilmu sosial menempuh mekanisme interaksional bersama responden dan meyakini adanya mekanisme berbagai realitas dalam penelitian kualitatif, maka penelitian kualitatif berkarakter deskriptif dan menjauhi generalisasi, malah memilih deskriptif kental (thick descricption) dan hipotesis-hipotesis kerja (Guba & Lincoln:1981).  
3.  Penelitian kualitatif berkarakter eksploratori, induktif, dan menekankan proses bukannya produk. Dalam penelitian Kualitatif tentang Ilmu sosial tidak ada hipotesis yang ditentukan sejak awal, tidak ada perlakuan, dan tidak ad pembatasan pada produk akhir.
4.    Dapat mendeskripsikan proses dinamis yang terjadi berkenaan dengan gejala sosial yang diteliti (Poerwandari, 2007) .
5.   Tujuan penelitian kualitatif dalam ilmu social diwarnai adanya interaksi di antara realitas, untuk memaknainya, peneliti kualitatif seyogianya berinteraksi langsung dengan para responden antara lain; dengan menginterviu dan mengobservasi dalam latar alamiah agar mendapatkan pemahaman emik.
ü  Pendekatan metode penelitian kualitatif yang diterapkan dalam bidang Pendidkan Ilmu Sosial seperti dalam tabel :
TIPE
UNTUK SIAPA
TUJUAN
SAJIAN DATA
Deskriptik
Pemerintah
Dokumen pemerintah
Laporan tertulis
Analitik
Akademisi
Meningkatkan kasanah pengetahuan
Laporan Penelitian(artikel Ilmiah)
Evaluatif
Pemerintah/swasta
Penilaian perubahan kondisi masyarakat
Lokakarya, pelatihan
Kajian
Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat
Publikasi, paparan, sarasehan
Referensi : Alwasilah, A. Chaedar. (1991). POKOKNYA KUALITATIF;Dasar-dasar Merancang Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya. (p. 103-104)
Bogdan, Robert C; Biklen, Knopp Sari. (1982). Qualitative Research for Education; An Introduction to Theory and Methods; Allyn and Bacon; Boston London.

2. Kemukakan minimal 10 karakter masalah sosial yang menunjukkan bahwa warga masyarakat semestinya dipandang sebagai subyek penelitian bukan obyek penelitian.
JAWABAN :
1. Masalah sosial patalogis mengacu kepada penyakit sosial masyarakat, sehingga masalah sosial tersebut sulit sekali dipecahkan, karena seiring dengan kehidupan masyarakat itu sendiri, misalnya adalah : pelacuran (prostitution), kejahatan (crimes), dan penjudian (gambling).
2. Masalah sosial non patalogis mengacu kepada masalah sosial yang bukan penyakit sosial masyarakat, sehingga relatif dapat dihilangkan atau ditanggulangi, misalnya adalah : kebut- kebutan di jalan, perkelahian pelajar, dan penipuan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika masalah sosial non patalogis tidak ditangani secara serius dapat menjadi masalah sosial patalogis..
3.  Masalah sosial klasik-konvensional menunjukan masalah sosial yang terjadi di jaman dulu atau pada masyarakat tradisional atau pertanian, walaupun masalah tersebut hingga kini masih tetap ada. Contohnya adalah masalah kemiskinan, pengangguran, kejahatan dan pelacuran.
4.  Masalah sosial modern – kotemporer menunjukkan masalah sosial yang baru muncul pada masa sekarang atau masyarakat industri, misalnya masalah NAPZA, perdagangan anak dan wanita (traficking), anak jalanan (street childern), penyalahgunaan obat (drug abuse) dan terorisme.
5. Masalah sosial manifes (manifes social problems) merupakan masalah sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Kepincangan tersebut disebabkan karena tidak sesuainya dengan norma dan nilai masyarakat, sehingga anggota masyarakat melakukan penyimpangan (deviant behavior). Masyarakat pada umumnya tidak menyukai tindakan-tindakan menyimpang, sehingga berupaya untuk menghadapi dan mengatasi masalah sosial tersebut. Jadi masalah sosial manifes merupakan masalah sosial yang sudah ada dan terjadi.
6. Masalah sosial laten (latent social problems) merupakan masalah sosial yang sebenarnya sudah ada, walaupun belum meluas, namun oleh sekelompok masyarakat ditutup-tutupi dan dianggap tidak ada. Masalah sosial ini sewaktu-waktu akan muncul menjadi masalah sosial manifes. Misalnya masalah konflik sosial yang disebabkan oleh suku, ras, agama, dan antar golongan, kebebasan hubungan seks di kalangan ramaja dan terorisme.
7. Masalah sosial strategis mengacu kepada masalah sosial yang dianggap sentral dan mengakibatkan masalah-masalah sosial lainnya, seperti kemiskinan. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial strategis karena dapat menyebabkan keterlantaran, kejahatan, pelacuran, kebodohan, dan sebagainya.
8. Masalah sosial biasa mengacu kepada masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat, namun dianggap tidak terlalu menimbulkan dampak besar, misalnya : pertengkaran dalam keluarga, perceraian, dan perkelahian.
9. Kompleksitas. Masalah sosial disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal (pelaku) maupun eksternal (lingkungan/sistem sosial) Tidak ada masalah sosial yang disebabkan oleh faktor tunggal, tetapi selalu multi faktor. Disamping itu, suatu masalah sosial senantiasa berkaitan dengan masalah-masalah sosial lainnya.
10. Situasi. Masalah sosial merupakan suatu situasi, dan juga sembarang situasi. Masalah  sosial adalah situasi yang diduga atau dianggap menggangu atau tidak mengenakkan orang lain. Situasi bermasalah juga dapat menggambarkan adanya ketimpangan atau kesenjangan anatar situasi yang diharapkan dengan situasi nyata ( a significant discrepancy between standart and social actuality) situasi tersebut dapat bernuansa mikro, meso, makro; serta berkonteks lokal, regional, nasional dan internasional.
Referensi : Alwasilah, A. Chaedar. (1991). POKOKNYA KUALITATIF;Dasar-dasar Merancang    Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya.
Sumber:http://www.scribd.com/doc/23737326/Makul-Analisis-Masalah-Sosial-Rangkuman-MASALAH-SOSIAL-Dan-Keberfungsian

3.  Bagaimana pendapat anda terhadap pandangan bahwa proposisi dalam penelitian harus dibuktikan melalui eksperimen, dan bagaimana implikasinya terhadap epistemology ilmu pendidikan ilmu pengetahuan sosial, berikan argumentasinya.
JAWABAN :
Ø Proposisi yang dilakukan dengan analitis dan sintetis, berasaskan suatu kebenaran proposisi-proposisi empiris dikategorikan bermakna apabila ditegaskan dengan penyaksian dan eksperimen, dan proposisi-proposisi metafisika yang tidak dapat dieksprimenkan maka dikategorikan sebagai tidak bermakna dan tidak memiliki kebenaran. Pandangan dalam proposisi ini adalah agama dan filsafat (proposisi-proposisi agama dan filsafat) ambiguitas dan tidak bermakna, karena menurut kaum positivisme syarat suatu proposisi memiliki makna adalah harus bersifat analitis, yakni predikat diperoleh dari suatu subyek kemudian dipredikasikan atas subyek itu sendiri dan kebenarannya lahir dari proposisi itu sendiri serta pengingkarannya menyebabkan kontradiksi, atau mesti bersifat empiris, yakni melalui proses observasi dan pembuktian
Ø Dengan demikian kalimat-kalimat yang mengungkapkan perasaan(affective), seperti: alangkah indahnya cuaca! Atau pertanyaan, seperti: Di manakah letak kota Irak? Atau kalimat-kalimat perintah, metafisika dan agama, karena kalimat-kalimat dan proposisi-proposisi tersebut tidak melewati proses observasi dan eksprimen maka bias dikatakan proposisi-proposisi yang tidak benar (bohong)
·         Implikasi proposisi terhadap epistemology  Ilmu Pengetahuan Sosial tidak akan dapat dihasilkan melalui prosedur eksperimen. Alasannya: manusia bukanlah batu, atom, molekul, planet bahkan tikus ataupun anjing. Setiap eksperimen yang dilakukan oleh peneliti sosial tidak akan dapat menjamin munculnya tanggapan yang sama pada masing-masing manusia.
·         Sebaliknya, Manusia adalah makhluk yang bertindak. Artinya, manusia akan selalu bertindak berdasarkan penilaian subyektifnya. Tindakan tersebut akan selalu berbentuk cara-cara yang terbatas serta berbeda-beda bagi setiap individu. Atas dasar itulah basis tindakan manusia dapat dipahami.
Referensi : Suriasumantri, Jujun S.2006.Ilmu Dalam Perspektif (sebuah kumpulan karangan tentang hakekat ilmu).Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.edisi ke tiga. California: Sage Publications, Inc.
Sumber : http://dheekape.blogspot.com/2011/05/epistemologi-dan-logika-pendidikan.html. diakses pada hari Jumat, 03 Juni 2011 pukul 20.00 WIB

4. Kemukakan alasan mengapa terjadi kelangkaan teori-teori ilmu sosial termasuk didalam lapangan pendidikan ilmu pengetahuan sosial di Negara kita, dan bagaimana iplikasinya terhadap upaya memperkuat tradisi penelitian ilmu tersebut.
JAWABAN :
Ilmu social dinamakan demikian, karena ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehiduapan bersama sebagai objek yang dipelajari. Ilmu ilmu social belum memiliki kaidah dan dalil yang tetap dimana oleh bagian yang terbesar masyarakat, oleh karena itu ilmu social belum lama berkembang, sadangkan yang menjadi objeknya masyarakat terus berubah. Sifat masyarakat terus berubah-ubah, hingga belum dapat diselidiki dianalisis secara tuntas hubungan antara unsure-unsur dalam kehidupan masyarakat yang lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang, sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, dikarenakan objeknya bukan manusia. Ilmu social yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika artinya baru dalam datara tentang analisis dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar).
Pengklasifikasian dalam ilmu social terdapat tiga perfektif  besar yang berkembang selama ini, yakni perfektif structural fungsional, structural konflik serta konstruksionisme. Ketiga aliran tersebut masing-masing mengkritik dengan mematahkan proposisi, konsep maupun teori yang ditawarkan satu sama lain. Namun kritik tersebut tidak dapat menggoyahkan hegemoni mereka masing-masing dan ketiganya masih memiliki pengikut yang setia. Ketiga teori social tersebut, merupakan upaya dalam memahami realitas kehidupan. Dengan teori social diharapkan orang dapat menghimpunddan memaknai informasi secara sistematik bukan sja untuk menyumbang pengembangan teori, tetapi ebih penting lagi untuk memecahkan persolan dan untuk tujuan keberhasilan dalam mengarungi pergumulan kehidupan. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)
Theori dalam ilmu sosial pun mencari keteraturan perilaku manusia serta pemahaman dan sikap yang mendasarinya. Karena keadaan masyarakat yang berubah-ubah, pemahaman, sikap dan perilaku warga / pelaku social pun dapat berubah. Memang perubahaan sosial bisa bersifat makro, tetapi juga bisa lebih mikro mencakup kelompok-kelompok masyarakat yang relatif lebih kecil dari satu bangsa, atau kumpulan bangsa-bangsa. Theori juga mengandung sifat universalitas, artinya dapat berlaku di lain masyarakat yang mana saja, walaupun sering dibedakan atara Grand Theory dan theori yang cakupannya tidak seluas itu.
Theori August Comte, Karl Marx dan beberapa theory Max Weber dapat digolongkan ke Grand Theory, sedangkan theori Parson relatif mikro karena melepaskan diri dari kerangka sejarah dan memfokuskan analisnya pada sistem sosial dan struktur.
Referensi : Alwasilah, A. Chaedar. (1991). POKOKNYA KUALITATIF;Dasar-dasar Merancang    Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya.
Sumber : http://independent.wordpress.com/2008/11/18/teori-perubahan-sosial-karl-marx-dan-max-weber/ diakses pada hari Jumat, 03 Juni 2011 pukul 20.00 WIB

5. Bagaimana kedudukan teori dalam penelitian kualitatif, berikan alasan kaitannya dengan fenomena dan realitas masalah pendidikan ilmu pengetahuan sosial
JAWABAN :
Teori Induktif dipilih ketimbang Teori Deduktif karena teori ini lebih memungkinkan peneliti mengidentifikasi berbagai realitas di lapangan, membuat interaksi antara peneliti dan responden lebih eksplisit,nampak, dan mudah dilakukan; dan memungkinkan identifikasi aspek-aspek yang saling mempengaruhi.
TEORI DALAM PENELITIAN KUALITATIF : Tidak menolak adanya dunia objektif tetapi dialami manusia melalui kesadarannya. Dunia objektif menjadi nyata melalui kesadaran, dan kesadaran menjadi nyata karena ada referensi ke objek atau pengalaman. Dunia dilihat sebagai suatu sistem yang sangat teratur diciptakan oleh manusia yang membuat dan memelihara keteraturan tersebut.
Ø  Penelitian diarahkan untuk menggali melampaui ‘lapisan-lapisan’ keteraturan sistem ke inti struktur dan ciri-ciri kesadaran memisahkan hal-hal yang bersifat ‘kebetulan’.
Ø  Ilmu pengetahuan adalah suatu filsafat yang ketat, sistematis, dan kritikal.
Ø  Hermeneutics : disebut sebagai ‘interpretasi teks’ berlandaskan pada penghayatan (‘verstehen’) dan diklasifikasikan sebagai ‘psychological verstehen’,‘meaning-verstehen’, dan ‘elementary’, serta ‘higher verstehen’. Fokus adalah pada interpretasi makna dari objek dan prilaku dengan meneliti berbagai ‘bentuk’ serta
berbagai ‘level’ prilaku.
Ø  Symbolic Interactionism : Kehidupan sosial dibentuk, dipelihara, dan dirubah melalui makna kehidupan sosial itu sendiri oleh manusia yang saling berinteraksi. Interaksi manusia dilakukan berdasarkan makna yang dilekatkan pada dunianya. Makna menentukan signifikansi kehidupan sosial dan objek.
Ø  Kehidupan sosial diekspresikan melalui simbol. Bahasa adalah sistem simbol yang utama. Tujuan penelitian adalah memahami dan mempelajari struktur, fungsi, dan makna dari sistem simbol.
Ø  Makna digalidari mempelajari interaksi Pendekatannya adalah melalui metoda ‘naturalistic’ yaitu eksplorasi dan inspeksi atau ‘symphatetic introspection’ Data dan interpretasi bergantung pada konteks dan proses
Referensi : Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya
          Symon, Gillian & Catherine Cassell.1998. Qualitative Methods and Analysis in        Organizational Research. A Practical Guide. New Delhi: Sage
Sumber : McLaughlin, 1985: 8 (Diadaptasi). Dalam: Alwasilah, A. Chaedar. (1991). POKOKNYA KUALITATIF;Dasar-dasar Merancang  Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya.
6. Berikan komentar anda terhadap pernyataan dibawah ini :
     a. Induktif untuk menemukan dan membangun teori
Ø  Suatu observasi yang dilakukan berkali-kali akan membentuk sebuah pola tertentu. Dari pola tersebut akan lahir hipotesis sementara atau hipotesis tentatif. Hipotesis yang terbentuk berasal dari pola pengamatan yang dilakukan. Setelah dilakukan berulang-ulang, barulah diperoleh sebuah teori. Langkah penelitian seperti ini disebut sebagai pendekatan ’dari bawah ke atas’. Pendekatan induktif dapat digambarkan seperti bagan berikut ini.












    
                                            Pendekatan ‘dari bawah ke atas’

b. Tidak didasarkan atas salah satu teori
Ø  Karena dalam penelitian kualitatif dasar teori sebagai pijakan adanya interaksi simbolik dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan cara mencari makna semantis universal dari gejala yang sedang diteliti. Pada dasarnya teori muncul dari penelitian-penelitian antropologi , etnologi, serta aliran fenomenologi dan aliran idealisme. Karena teori-teori ini bersifat umum dan terbuka maka ilmu social lainnya mengadopsi sebagai sarana penelitiannya.Tujuannya mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”.
      
c. peneliti sebagai instrument penelitian
Ø  Karena mutu, hasil suatu penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh mutu penelitinya, semakin tinggi kualifikasi peneliti, semakin tinggi pula kualitas hasil penelitiannya.

     d. Tidak dalam bentuk generalisasi akan tetapi menggunakan prinsif transperbilitas
Ø  Prinsip transferabilitas (transferability) mengandung makna apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Hasil penelitian kualitatif tidak secara sistematis dapat digeneralisasikan, kecuali situasi tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan situasi yang berbeda sangat mungkin memerlukan penyesuaian menurut keadaan dan asumsi-asumsi yang mendasarinya.
     e. Situs penelitian bukan lokasi penelitian
Ø  situs penelitian adalah tempat dimana peneliti menagkap keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang valid, akurat, serta benarbenar diperlukan.contoh situs : Sub Badan Kepegawaian
Ø  Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan, untuk memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Contoh lokasi :
Kantor Badan Kepegawaian
     f. Kajian teoritik bukan landasan teori
Ø  Dalam memahami sebuah fenomena yang ada tentu saja peneliti diminta untuk memaparkan hasil temuan-temuan yang telah ia dapat di medan penelitian. Temuan-temuan ini dipaparkan dalam berbagai bentuk mulai dari hanya bernarasi tentang suatu fenomena, membuat model bahkan ada yang menguji teori. Oleh sebab itu gambaran yang menyebutkan bahwa analisis data kualitatif tidak bisa menguji sebuah teori adalah salah.
     g. Bersifat terbuka bukan tertutup proposal tentative
Ø  Dalam penelitian kualitatif, sifatnya terbuka, artinya ; Retrospektif. Terbuka terhadap perubahan sesuai dengan perkembangan arah penelitian dilapangan.Data yang bersifat khusus digunakan untuk membangun konsep, wawasan dan pengertian baru yang bersifat lebih umum, tidak bersifat khusus diturunkan dari teori yang bersifat umum dan data digunakan untuk menguji hipotesis tersebut.

     h. Hubungan relasional sebagai subyek pendidikan
Ø  Sebagai sebuah kegiatan manusiawi, pendidikan juga menyertakan dimensi penggolongan kelas dalam corak relasionalisnya. Dalam penggunaan kata sehari-hari, misalnya ketika kita mengatakan pendidikan, apa yang dimaksudkan terutama adalah sebuah kegiatan manusiawi yang berkaitan dengan figure yang memiliki peran khusus, seperti orang tua, guru, pengajar, dosen, imam, pendidik. Singkatnya pendidikan bisa mengacu pada semua subjek yang memiliki konteks relasional secara khusus dengan subjek lain, memiliki relasi yang sifatnya interpersonal, sebuah relasi terarah pada proses pemeliharaan, penumbuhan, dan membentuk seorang individu yang sedang ada di dalam proses pertumbuhan.
    
i. Intuitif subyektif dan tidak bebas nilai
Ø  Merupakan suatu kemampuan, keahlian, kemampuan untuk bisa merasakan bahkan mengetahui sesuatu peristiwa yang akan terjadi. pengalaman realitas yang bersifat langsung dan non-intelektual yang muncul di dalam suatu kondisi kesadaran yang luas. Pengetahuan intuitif cenderung bersifat padu, holistik dan nonlinear.

Referensi : Brannen, Julia. (1992). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research. Brookfield, USA: Avebury, Aldershot Publisher
Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc:    California.
Widoyoko, S. Eko Putro, Analisis Kualitatif Dalam Penelitian Sosial. Diakses   pada 02 Juni 2011; 11:06.  dari http://harisahmad.blogspot.com/2010/05/perbedaan-penelitian-kuantitatif-dan.html

7. Buat sebuah proposal penelitian dalam bidang pendidikan ilmu pengetahuan social yang memuat unsure-unsur sebagai berikut : JAWABAN TERLAMPIR PADA PROPOSAL!!!
     a. Judul
Judul Penelitian: Pemanfaatan Internet Sebagai Sumber Belajar IPS Oleh Mahasiswa Fakultas Kejuruan dan Ilmu Pendidikan Program Study Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Borneo Tarakan.
     b. Latar belakang masalah
     c. Paradigma Penelitian
     d. Subyek Penelitian
     e. Situs Penelitian
     f. Teknik Penelitian
8. Lakukan analisa proposal penelitian tersebut dari sudut prinsif-prinsif penelitian kualitatif, yang meliputi kelemahan dan masalah yang harus diperhatikan, diantisipasi dalam pelaksanaanya?
JAWABAN :
Ø  Membuat peserta didik malas, dengan adanya internet ini cenderung karena merasa mudah untuk mencari apapun di internet, hal ini mengakibatkan timbulnya rasa malas dikalangan peserta didik untuk membaca buku. Yang pada akhirnya timbulah perasaan menganggap mudah terhadap suatu masalah terutama masalah sekolah. Hal ini juga mengakibatkan kurang diminatinya membaca buku baik itu di perpustakaan, maupun di tempat-tempat lainnya.
Ø  Internet sebagai media komunikasi merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. Selain dari itu, dengan adanya internet seorang siswa bisa mengadakan studi banding dengan sekolah-sekolah lain seperti tukar-menukar informasi pelajaran maupun yang lainnya, dengan seperti itu seorang peserta didik yang memiliki kekurangan didalam pelajaran maupun prestasi maka dengan sering berkomunikasi dengan peserta didik yang berprestasi maka akan memberikan suatu motivasi yang kuat terhadap peserta didik yang kurang berprestasi sehinggga peserta didik yang kurang berprestasi menjadi lebih terpacu semangatnya untuk lebih giat lagi belajar.
Ø  proses pembelajaran harus berpusat pada peserta belajar, pengajar bukan sebagai satu-satunya sumber belajar atau sumber informasi, melainkan berperan sebagai fasilitator, dinamisator, dan motivator dalam pembelajaran.  
Ø  Melalui internet mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur dan referensi ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat mempermudah proses studi mahasiswa.
Ø  Optimalisasi pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar, pemenuhan koleksi buku-buku yang tersedia di perpustakaan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar, serta pemanfaatan sumber daya lingkungan sebagai sumber belajar.


SELAMAT BEKERJA DAN BERZIKIR SERTA BERDOA SEMOGA BERHASIL!!!
Gunakan referensi minimal 4 buah buku sumber, internet dan hasil kuliah, jangan lupa tugas makalah individual:!!!!!
















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hasanuddin Z., Penelitian: Karakteristik dan Metodologi. Kelompok Keilmuan Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. ITB.
Arikunto, Suharsini. (1992). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Brannen, Julia. (1992). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research. Brookfield, USA: Avebury, Aldershot Publisher
Chadwick, Brainerd Terry. (2001). How to Conduct Research on the Internet.  World Wide Web: http://www.tbchad.com/resrch.html
Davis, Duane dan Conseza Robert. (1985).Business Research for Decision Making. California: Wadsworth Inc.
Faisal, Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasinya.Malang: YA3
Greene, J., & Caracelli, V. (Eds.). (1997). Advances in Mixed-Method Evaluation: The Challenges and Benefits of Integrating Diverse Paradigms. San Francisco: Jossey-Bass
Harris, Robert. (2003). Evaluating Internet Research Sources. World Wide Web: http://www.virtualsalt.com
Jones, Ian. (1997). Mixing  Qualitative and Quantitative in Sport Fan Research.
The Qualitative Report, Volume 3, Number 4, December, 1997 (http://www.nova.edu/ssss/QR/QR3-4/jones.html)
Marshal, Catherine dan Gretchen B Rossman. (1995). Designing Qualitative Research. California: Sage Publication,. Inc.
Miles, M.B., and Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis, 2nd Ed. Newbury Park, CA: Sage
Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.edisi ke tiga. California: Sage Publications, Inc.
Sarwono, Jonathan.(2004). Strategi Melakukan Penelitian di Internet. Majalah Ilmiah Maranatha Vol XXIV Januari 2004. U.K Maranatha
Sarwono, Jonathan. (2003). Penelitian di Internet (Virtual Book). World Wide Web: http://js.unikom.ac.id
Sarwono, Jonathan. (1995). Penuntun Penelitian Praktis, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Kristen Maranatha
Suriasumantri, Yuyun. (1990). Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harapan
Smith, S. P., Sells, T. E., & Sprenkle, D. H. (1995). Integrating qualitative and quantitative research methods: A research model. Family Process, 34(2), 199-218.
University of Delaware Library. (2003). Searching for Quality in Internet. World Wide Web: http://www.lib.udel.edu


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons