Selasa, 21 Februari 2017

local wisdom

Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 1 KEARIFAN LOKAL SUKU TIDUNG TARAKAN Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd NIM.1603055 Program Doktoral Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung ABSTRAK Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur kepada siswa. Upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Harapan penulis kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal harus diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Kearifan lokal Suku Tidung yang telah penulis telusuri dan digali kiranya dapat dipelihara serta dilestarikan dengan baik agar dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju bangsa yang beradab, kokoh, dan berkarakter cerdas sosial. Setidaknya Artikel ini dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih membuka seluas-luasnya serta mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung agar bisa menjadi acuan atau referensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya-budaya bangsa Indonesia, terutama dalam rangka pengembangan pendidikan karakter di Indonesia. KataKunci:Kearifan Lokal Suku Tidung Tarakan, PendidikanKarakter Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 2 A. PENDAHULUAN Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung “Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan) yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu Tarakan juga merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan Malinau. Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di Kalimantan Utara, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, tana lia, Pulau bunyu, Sesayap. Tarakan juga sebagai tempat bermuaranya tiga sungai besar seperti sungai Sesayap/Malinau, Sungai Kayan, dan Sungai Sembakung. Pulau Tarakan yang kecil dikelilingi laut, dalam Bahasa Tidung disebut Tengkayu yang berarti wilayah air asin atau daerah pesisir/pantai. Masuknya Agama dan budaya Islam mempengaruhi tradisi budaya Tidung sejak pemerintahan Bengawan, dan belakangan beliau juga menjadi salah satu penyebar Islam di Kalimantan Utara sehingga dikenal sebagai Syekh Bengawan. Menurut riwayat beliau menjadi raja Tidung pertama yang menganut agama Islam yang memerintah dari tahun 1236-1280. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa dipesisir timur Pulau Tarakan yaitu di kawasan Dusun Binalatung sudah ada Kerajaan Tidung Kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira pada tahun 1076-1156, kemudian berpindah ke pesisir selatan Pulau Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada tahun 1156-1216, lalu bergeser lagi ke wilayah barat yaitu ke kawasan Sungai Bidang kira-kira pada tahun 1216-1394, setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari Pulau Tarakan ke daerah Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, sekitar tahun 1394-1557, dibawah pengaruh Kesultanan Sulu. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 3 Kota Tarakan terdiri dari 4 Kecamatan dan 20 Kelurahan, untuk Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Tengah masing-masing terdiri dari 5 Kelurahan, untuk Tarakan Timur terdiri dari 7 Kelurahan dan 3 Kelurahan untuk Tarakan Utara. Secara geografis Kota Tarakan terletak pada posisi 3°14'23" - 3°26'37" Lintang Utara dan 117°30'50" - 117°40'12" Bujur Timur, terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau dengan luas wilayah mencapai 657,33 km². Adapaun batas-batas wilayah sebagai berikut :  Sebelah Utara : Kecamatan Pulau Bunyu  Sebelah Timur : Laut Sulawesi  Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Palas  Sebelah Barat : Kecamatan Sesayap dan Kecamatan Sekatak Suhu udara minimum Kota Tarakan rata-rata 24,1 °C dan maksimum 31,1 °C dengan Kelembabab rata-rata 84,7%. Curah Hujan dalam 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 308,2 mm/bulan dan penyinaran rata-rata 49,82%, telah memberikan julukan tersendiri bagi pulau ini sebagai daerah yang tak kenal musim. B. Kearifan Lokal di Tarakan Kearifan lokal adalah tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berintraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal berasal dari nenek moyang yang menyatu dalam kehidupan manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salasatu perilaku yang diwariskan nenek moyang dari Tarakan Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 4 adalah Dialek Bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial maupun budayanya, maka dari kelompok-kelompok dimaksud tentulah memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah Kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis. Riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Beberapa sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan lebih kurang dengan tahun Hijriah (qomariah). Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk. Berakhirnya zaman Kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di kawasan itu runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung, diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI. Kelompok-kelompok Suku Tidung pada zaman Kerajaan Menjelutung tidak seperti apa yang terlihat di zaman ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan Suku Tidung yang ada di Kalimantan Utara sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu : 1).Dialek bahasa Tidung Malinau, 2). Dialek bahasa Tidung Sembakung, 3). Dialek bahas Tidung Sesayap, 4). Dialek bahasa Tidung Tarakan, yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin. Ritual dalam Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 5 bentuk pementasan seni ini dilakukan oleh masyarakat tidung. Ritual- ritual ini hampir punah dan telah diusahakan untuk revitalisasi oleh masyarakat dengan dipimpin tetua adat, Ritual itu antara lain: 1. Bebalon Bebalon merupakan pementasan seni dalam rangka ritual pernikahan, yakni membaca syair-syair dengan iringan rebana. Pemain laki dan perempuan duduk berselonjor menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri sambil menepuk tangan ke arah kaki dan tangan pemain di sebelahnya. Syair- yang dibaca seringkali juga shalawat nabi Muhammad untuk mendapatkan berkah dan syafaat di hari akhirat kelak. 2. Bekeparat Bekeparat digelar umumnya untuk menunjukkan bahwa masyarakat Tarakan di Kalimantan utara memiliki keragaman budaya yang istimewa, kekayaan yang saling menguatkan, hidup rukun dan penuh kreativitas. Keragaman bukan menjadi sumber perpecahan tetapi menjadi sumber kekayaan bangsa dan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan. Dalam ritual ini digelar pentas seni seperti tari, music, suara, dan gelaran seni rupa, seni lukis, ukir dan sebagainya. Serta dimulai dengan baca doa dan dzikir, diakhiri dengan mujahadah dan doa bersama. 3. “PESTA IRAW TENGKAYU”. Sesuai alam lingkungannya berhubungan dengan laut, terbentuklah budaya turun-temurun dan berkembang di kalangan masyarakat Tidung, baik yang bersifat perayaan (pesta) maupun upacara-upacara ritual yang dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan latar belakang kondisi sosial. Peristiwa bersifat perayaan (pesta) dalam Bahasa Tidung disebut Iraw. Apabila perayaan ada hubungannya dengan laut disebut Iraw Tengkayu. Ritual yang biasa dilaksanakan dalam kegiatan tersebut oleh masyarakat Tidung adalah pakan yang berarti menghaturkan sesaji berupa makanan dan lain-lain. Upacara pakan berupa upacara menghaturkan sesaji Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 6 dihanyutkan ke laut dengan menggunakan Padaw Tuju Dulung yang melambangkan bahwa masyarakat Tidung selalu mengungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas rezeki yang diperoleh dari hasil laut. Harapan selanjutnya agar diperoleh hasil lebih baik dari sebelumnya. Gambar 1 : Padaw Tuju Dulung digunakan untuk melarutkan sesaji kelaut (Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan) Gambar 2 : Padaw Tuju Dulung di Arak ke laut (Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan) Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 7 Gambar 3 dan 4: Padaw Tuju Dulung diarak Ke Laut dan Disambut dengan Tarian (Pesta Rakyat Iraw Tengkayu di KotaTarakan) Haluan perahu bercabang tiga. Haluan tengah bersusun tiga. Haluan kanan dan kiri bersusun dua. Terdapat tujuh haluan bermaksudkan jumlah hari dalam seminggu. Kehidupan manusia berlangsung dari hari Ahad (Minggu) dan seterusnya. Warna perahu terdiri kuning, hijau dan merah. Haluan perahu teratas (tengah) dan perlengkapan di atas perahu berwarna kuning. Warna kuning menurut tradisi budaya Tidung merupakan lambang sesuatu yang ditinggikan dan dimuliakan. Hanya satu haluan berwarna kuning bermakna hanya satu penguasa tertinggi dalam semesta yaitu Yang Maha Kuasa Allah SWT. Acara ini adalah merupakan peristiwa yang bersejarah bagi masyarakat dan penduduk bumi paguntaka dan acara ini biasa diperingati setiap 2 tahun sekali. Berikut Info Lebih lanjut mengenai Iraw Tengkayu : 1) Penurunan padaw tuju dulung. Haluan perahu yang teratas (ditengah) dan perlengkapan lainnya di atas perahu yang berwarna kuning, yang mana warna kuning menurut tradisi budaya suku tidung adalah perlambang suatu kehormatan atau suatu kehormatan atau suatu yang ditinggikan dan dimulyakan. Hanya satu penguasa tertinggi alam semesta yaitu yang maha kuasa Allah SWT. Sang maha pencipta. Diatas perahu terdapat lima buah tiang yang melambangkan sholat lima waktu yang merupakan tiang agama islam. Guna tiang-tiang tersebut adalah tempat mengikat atap dari kain berwarna kuning yang disebut PARI-PARI. Pada tiang kanan depan terpasang kain kuning ke haluan kanan, demikian pula pada tiang kiri depan memanjang turun ke haluan kiri. Diatas padaw tuju dulung dibuat bentuk seperti rumah dengan atap bersusun tiga yang disebut MELIGAY yang terdapat pintu keempat dindingnya. Didalam meligay diletakkan sesaji berupa makanan. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 8 2) Parade nusantara (karnaval budaya) Parade Nusantara atau biasa disebut carnaval budaya adalah iring-iringan atau semacam pawai untuk menghantarkan penurunan padaw tuju dulung. Didalam parade nusantara ini diikuti oleh berbagai macam suku bangsa sebagai wujud kebersamaan dan kekeluargaan yang erat dibumi paguntaka. Padaw tujuh dulung (tuju haluan) adalah merupakan sebuah perahu dengan bentuk yang mana diatas perahu tersebut ditempatkan sesaji yang dihaturkan. Bentuk haluan perahu bercabang tiga. Haluan yang ditengah bersusun tiga, haluan yang kanan dan kiri masing-masing bersusun dua, maka terdapat tujuh haluan yang jumlah hari dalam seminggu dimana kehidupan manusia berlangsung dari hari dan seterusnya. Warna perahu terdiri dari kuning, hijau dan merah. 3) Tarakan expo. Didalam tarakan expo akan diperkenalkan seluruh budaya yang ada di kota Tarakan (Borneo). Beraneka ragam kreatifitas dan produk-produk yang mencerminkan kota Tarakan (Borneo) di pamerkan di tarakan expo ini. 4) Parade musik dan tari. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu, diadakan acara parade musik dan tari, parade musik akan diisi oleh grup-grup band asal bumi paguntaka dan luar tarakan (Borneo) untuk memperlihatkan kualitas mereka dalam bermusik. Sedangkan parade tari akan diramaikan oleh penari-penari lokal (Kota Tarakan) dan luar kota tarakan. 5) Olahraga tradisional. LOMBA SUMPIT. Sumpit adalah senjata khas suku dayak yang juga salah satu suku asli kota tarakan, untuk melestarikan sumpit maka diadakan lomba sumpit. Peserta tidak hanya berasal dari kota tarakan akan tetapi berasal dari luar kota tarakan. PERAHU/KAPAL HIAS. Salah satu acara untuk meramaikan iraw tengkayu, diadakan perahu/kapal hias. 6) Festival masakan laut dan bakar ikan. Dalam acara iraw tengkayu, kuliner juga tidak ikut ketinggalan, masakan laut dan bakar ikan adalah salah satu acara yang menyajikan selera paguntaka dalam seni masakan apalagi kota Tarakan terkenal dengan hasil lautnya. Sehingga kota tarakan kaya akan masakan-masakan yang berasal dari laut. 7) Olahraga prestasi. Untuk meramaikan acara iraw tengkayu diadakan lomba lari maraton dengan menempuh jarak hingga 10 KM, lomba lari maraton ini nantinya akan diikuti oleh peserta dari berbagai provinsi di indonesia hingga peserta dari luar negeri seperti Negara tetangga kita Malaysia. Lomba ini selain meramaikan acara iraw tengkayu juga dapat menumbuhkan juara-juara baru dalam bidang olahraga atletik khususnya lomba lari. C. Fungsi, Dan Makna Kearifan Lokal Di Tarakan Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam kultur budaya dan kearifan lokal yang beraneka ragam pula. Misalkan saja, Suku Batak kental akan keterbukaan, Jawa identik dengan kehalusan, Sunda identik dengan kesopanan, Madura memiliki harga Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 9 diri yang tinggi, dan Bugis yang terkenal kepiawaiannya dalam mengarungi samudera. Dalam konteks ini, masing-masing etnik memiliki keharmonisan terhadap lingkungan alam yang ikut mengitari segala aktivitasnya. Kearifan lokal tidak secara instan muncul dan menjadi pedoman kebijakan dalam menjalani hidup. Akan tetapi, melalui proses panjang sehingga terbukti dan menjadi pijakan mutlak masyarakat setempat. Dalam tataran kearifan lokal inilah, masyarakat selalu menjaga dan melestarikan agar dapat tetap eksis dan saling pengaruh antara satu dengan lainnya. Hal demikian terjadi pula pada kearifan lokal Suku Tidung. Di samping itu berfungsi sebagai bentuk penguat jati diri kesukuan, kearifan lokal Tidung dapat digunakan sebagai filterisasi terhadap gempuran budaya luar dan dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan nilai-nilai luhur yang akan diinternalisasikan dalam pendidikan karakter. Berdasarkan hasil analisa saya sebagai penulis, ditemukan beberapa nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal Tidung yang dapat ditransmisikan kepada peserta didik dalam rangka pembentukan karakternya. Nilai-nilai itu antara lain: 1. Menjaga ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung adalah sosok masyarakat yang unik dan senantiasa memegang teguh amanat warisan para leluhurnya tentang bagaimana menjaga dan melestarikan ekosistem alam. Masyarakat Suku Tidung senantiasa menyatu dengan alam, dekat dengan alam dan selalu berinteraksi dengan alam sekitarnya. Kepedulian masyarakat Tidung dalam menjaga dan melestarikan ekosistem alam pohon bakau terlihat jelas dalam amanat yaki yadu berikut: “Bebilin yadu yaki, sama muyu ngusik/ngacow de upun bakau, geno baya buyag binatang tanga maupun tad de dumud, upun bakau penyangga timuk bunsuk, bua upun bakau kalap tenugos de uwot, upun bakau no baya buyag kuyad bekare baya no gium buyag dan mangow”. Artinya, berpesan nenek dan kakek, bagi anak-anak keturunan ku, jagalah dan lestarikan hutan bakau, jangan kau ganggu hutan bakau itu, karena pohon bakau itu tempat hidupnya binatang laut dan darat, hutan bakau sebagai penyangga banjir, buah pohon bakau dapat menjadi obat, dan tempat hidupnya kera/monyet bekantan dan tempatnya beradaptasi dan berkembang biak. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 10 2. Suka bekerja sama. Tolong-menolong atau kerja sama merupakan bagian tak terlepaskan dan tak terpisahkan dari masyarakat Suku Tidung. Masyarakat Tidung senantiasa membantu sesamanya dan bekerja sama dalam segala aspek kemasyarakatan. Dalam konteks ini, bekerja sama diartikan dengan istilah “Tenguyun”. Misalkan dalam mencari nafkah di laut mereka saling membantu dalam membuat perahu, dayung, dan alat tangkap ikan. Kemudian mereka dalam mencari hasil tangkapan laut dilakukan dengan cara saling bantu membantu di laut maupun di kegiatan kemasyarakatan di daerah daratan pesisir pantai (tengkayu). 3. Kesederhanaan dan kemandirian. Masyarakat Tidung adalah masyarakat yang menganut pola hidup sederhana. Kebanyakan masyarakat Tidung hidup dengan mencari nafkah di laut, masyarakat Tidung dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka adalah dengan “betamba” yang artinya membuat perangkap ikan atau wadah untuk menjebak ikan. Masyarakat Tidung dalam memperoleh rejekinya di laut tidak dilakukan secara berlebihan. Mereka berfikir tangkapan untuk hari ini hanya di ambil ala kadarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya untuk hari ini, mereka mengambil tangkapan ikan hanya secukupnya saja. Masyarakat Tidung sangat menjaga akhlaknya terhadap laut, karena dari lautlah mereka bisa mengambil nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Msayarakat Tidung sangat menjaga habitat ekosistem laut yaitu sangat melarang keras merusak terumbu karang. Karena terumbu karang adalah tempat hidupnya hewan-hewan laut. 4. Kejujuran. Bagi masyarakat Tidung kejujuran adalah harga diri yang telah menjadi harga mati dalam masyarakat Tidung. Dengan kejujuran masyarakat akan dihargai, dihormati, dan dimuliakan. Oleh karena itu, masyarakat Tidung memiliki etika yang sopan dan santun dalam bertutur kata serta menjunjung tinggi kejujuran. Kejujuran dalam bertutur kata dan bersikap merupakan pedoman yang secara generasi ke generasi menjadi panutan/pedoman bagi masyarakat Tidung. Bahkan, telah menjadi pijakan hidup (way of life) yang Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 11 tercermin dari nenek moyang yang telah diterapkan oleh masyarakat Tidung dari zaman dahulu (tempo doloe) hingga sekarang. 5. Masyarakat Tidung sangat religius dalam hubungannya dengan eksistensi penguasa jagad raya (Allah SWT). Masyarakat Tidung sangat percaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keberadaannya alam yang ghaib. Masyarakat Tidung senantiasa bersyukur dengan cara melakukan ritual hajatan yang diistilahkan dengan “PESTA IRAW TENGKAYU” yang diartikan sebagai luapan hati/kegembiraan dan bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada masyarakat Tidung yang biasanya dirayakan pesta rakyat tersebut di pesisir pantai. Masyarakat Tidung meyakini adanya hubungan baik antara Allah SWT, sesama manusia, maupun alam sekitarnya. D. PEMBAHASAN Kearifan lokal tercermin dalam religi, budaya, dan adat istiadat. Masyarakat melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya dengan mengembangkan suatu kearifan dalam wujud pengetahuanatau ide, nilai budaya, serta peralatan, yang dipadukan dengan nilai dan norma adat dalam aktivitas mengelolah lingkungan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Indonesia kaya akan budaya dan kearifan lokal masyarakat. Suku-suku di Indonesia yang jumlahnya ribuan memiliki kearifan lokal yang menjadi ciri khas masing-masing. Hal ini karena kondisi geografis antarwilayah yang berbeda sehingga penyesuaian kearifan lokal terhadap alam juga berbeda. Namun, pada dasarnya kearifan lokal di setiap wilayah sama, yaitu sebagai aturan, pengendali, rambu-rambu, dan pedoman masyarakat dalam memperlakukan lingkungan alam sekitar. Bentuk-bentuk kearifan lokal juga terlihat pada bangunan rumah adat, yang terlihat lebih modern dan modis karena hasil pengembangan arsitektur Dayak dari Rumah Panjang (Rumah Lamin) yang dihasilkan oleh Masyarakat suku Tidung yang tidak lain merupakan suku di Tarakan Kalimantan Utara yang mempunyai kebudayaan dan model rumah adat sendiri. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 12 Gambar 5: Rumah Adat Baloy Tidung dibangun menghadap ke utara, sedangkan pintu utamanya menghadap ke selatan. Rumah adat baloy terbuat dari bahan dasar kayu ulin. Ada terdapat empat ruang utama di dalam Rumah Baloy yang biasa disebut Ambir 1) Alat Kait atau Ambir Kiri sebagai tempat menerima pengaduan masalah adat maupun perkara-perkara lainnya. 2) Lamin Bantong atau Ambir Tengah sebagai tempat pemutusan perkara adat hasil sidang pemuka adat. 3) Ulat kemagot atau Ambir Kanan sebagai tempat istirahat maupun berdamai setelah selesainya perkara adat. 4) Lamin Dalom sebagai tempat singgasana Kepala Adat Besar Dayak Tidung. Gambar 6 : Rumah Adat Lubung Kilong. Bangunan ini adalah sebuah tempat untuk menampilkan kesenian suku Tidung, seperti Tarian Jepen Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 13 Gambar 7 : Rumah Adat Lubung Intamu dibagian belakang rumah Lubung Kilong yaitu suatu bangunan besar sebagai tempat acara-acara pelantikan maupun musyawarah masyarakat. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Salah satunya yaitu kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam khususnya di Tarakan Kalimantan Utara. Secara umum penduduk asli yang mendiami Kalimantan Utara terkhusus di Tarakan terdiri atas empat jenis suku bangsa, yaitu Suku Tidung, Bulungan, Dayak dan Bugis. Keempat suku tersebut mewakili empat kebudayaan yang berbeda, yaitu kebudayaan pesisir, kelautan, kesultanan, dan pedalaman. Tarakan yang merupakan pulau kecil dan sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir, banyak didiami oleh kaum Suku Tidung. Suku Tidung inilah yang kemudian dikenal sebagai penduduk asli Tarakan. Suku Tidung merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (Negeri Sabah). Suku Tidung atau Tidong (Malaysia) sebenarnya berasal dari bahasa tideng yang artinya gunung. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman kata tideng berubah menjadi tidung. Suku Tidung, kemungkinan masih berkerabat dengan Suku Dayak Murut (dayak yang ada di Sabah). Namun Suku Tidung ini beragama Islam dan mengembangkan ajaran Islam maka Suku Tidung tidak lagi dianggap sebagai Suku Dayak. Islam masuk ke dalam peradaban masyarakat Suku Tidung pada abad 14 Masehi. Perkembang agama Islam di wilayah Kalimantan Utara dibawa oleh salah Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 14 satu utusan dari tanah suci Makkah yaitu Syarif Marzin Al-Marzaq yang membawa kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam. Dalam masa perjalanannya mengembangkan ajaran agama Islam ia menikah dengan seorang gadis asli Kalimantan yang kemudian memeluk agama Islam dan mendapatkan tiga orang putra yang bernama Syarif Pangeran, Syarif Muda, dan Syarif Hamzah Al-Marjaq. Untuk mengembangkan dakwah Islam Syarif Marzin Al-Marjaq melakukan perjalanan dakwah sehingga meninggalkan anak dan istrinya. Sehingga, yang melanjutkan tugasnya mengembangkan syiar Islam di Kalimantan Utara adalah anaknya yang bernama Syarif Hamzah Al-Marjaq. Orientasi gaya hidup Suku Tidung berbanding lurus dengan aneka ragam budaya yang dimilikinya. Suku Tidung yang tinggal di pantai bekerja sebagai nelayan (betambak/bekelong) juga berdagang karena mereka sudah membaur dengan orang-orang dari kepulauan lain, seperti Bugis, Sulu, Bajau, dan orang-orang laut lainnya. Suku Tidung memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Tidung. Secara umum, bahasa Tidung ini dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung Sembakung. Dialek Sesayap meliputi subdialek Sesayap, Malinau, dan Tarakan. adapun subdialek Tarakan merupakan subdialek yang dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, karena difahami oleh semua warga Tidung. Kebudayaan masyarakat Kota Tarakan yang diwakili oleh masyarakat Etnik Tidung memiliki ciri khas tersendiri; suatu kebudayaan yang lahir sebagai jawaban atas proses adaptasi yang difahami oleh masyarakat tersebut. Memiliki corak ragam budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan kepulauan. Sehingga memunculkan aspek-aspek tradisi lokal yang mencerminkan aktivitas ritual yang berhubungan dengan laut. Tradisi ini merupakan pesta adat yang dilakukan setiap tahun. Masyarakat Suku Tidung memberi nama “PESTA IRAW TENGKAYU”, suatu pesta ritual yang dilakukan sebagai wujud nyata tanda syukur masyarakat Suku Tidung atas hasil laut dan keselamatan mereka dalam melakukan aktivitas sebagai nelayan. Masyarakat Suku Tidung selalu menjaga keselarasan hubungan yang harmonis antara alam (ekosistem flora dan fauna), manusia, dan penguasa jagad raya (Allah SWT). Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 15 Masyarakat Tidung juga memperhatikan resistensi terhadap tradisi-tradisi lama dan tetap melestarikannya hingga sekarang. Tradisi tersebut antara lain; tradisi seni tari “Iluk Bebalen” yang mencerminkan musibah yang menimpa masyarakat Tidung. Seni tari untun belanai yang mencerminkan kegembiraan para remaja dalam pesta adat perkawinan (Anonim, 2001: 9). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman yang dilakukan serta dialami oleh penulis, diantara banyaknya kearifan lokal di Tarakan terkhusus di Provinsi Kalimantan Utara, yang menjadi pusat perhatian saya adalah: Era globalisasi dan reformasi telah berdampak tergerusnya keluhuran bangsa. Tuntutan akan teknologi yang berkembang amat pesat, menyebabkan pemerintah khususnya yang menangani soal pendidikan harus lebih inovatif lagi dan akhirnya memunculkan argument masyarakat yang fenomenal yaitu ganti menteri ganti kurikulum yang selalunya disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi. Orientasi pendidikan dikacaukan oleh prioritas melayani persaingan global ketimbang memelihara dan melestarikan harmoni kearifan lokal. Globalisasi dinilai telah berhasil mendekadentekstualisasikan arah pendidikan menuju visi kapitalisme, yang memunculkan paradigm bahwa pendidikan hanya berorientasi pasar, berlogika kuantitas hingga memunculkan upaya privatisasi pendidikan itulah beberapa contoh dari gejala keterpurukan hakikat pendidikan menuju hasrat kapitalisme global. Lembaga pendidikan formal yang seyogyanya menjadi arena transformasi dan konservasi nilai-nilai budaya pun, kini telah kehilangan kemurniannya. Lembaga pendidikan formal telah terperangkap dalam kepentingan industri kapitalisme. Oleh karena itu, upaya pemurnian yang harus dilakukan agar arah pendidikan nasional menjadi hal yang mutlak. Konsepsi yang mengacu pada kodrat filosofis dan historis perlu di eksplorasi demi membangun karakter kearifan lokal bangsa. Sehingga, penguatan karakter kearifan lokal yang agamis pada peraktik pendidikan akan berujung pada kemajuan suatu bangsa. Pengembangan pendidikan karakter di sekolah ditempuh melalui tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengkondisian, (4) penilaian. Sedangkan strategi dalam pengembangan pendidkan karakter di sekolah merupakan satu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis kepada Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 16 sekolah dan terimplikasi dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan sekolah. Strategi tersebut dapat dilakukan pada tingkatan : (1) kegiatan pembelajaran, (2) pengembangan budaya sekolah sebagai pusat pembelajaran, (3) kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler, dan (4) kegiatan di rumah dan masyarakat. Adapun nilai-nilai karakter yang hendak dikembangkan di sekolah adalah: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab (Anonim: 2011: 3). Delapan belas nilai tersebut bersumber dari agama, falsafah, dan budaya bangsa. Hal itu menjadi sebuah pegangan dalam mengembangkan pendidikan karakter dengan memperhatikan nilai-nilai luhur agama, falsafah, dan budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan hal yang sangat berharga dan tak terniali harganya terutama dalam membangun karakter bangsa (Anonim: 2011: 2-3). Dalam konteks itulah, masyarakat adat masih tetap eksis dalam memelihara local wisdom-nya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan pendidikan karakter. Masih banyak masyarakat adat yang tetap menjunjung tinggi kearifan lokalnya dan hal itu terbukti berhasil dalam pengembangan pendidikan yang dikenal dengan pendidikan tradisi atau pendidikan kebudayaan. Salah satu masyarakat adat yang dimaksud adalah Suku Tidung yang berada di Kota Tarakan wilayah Kalimantan Utara. E. Kesimpulan dan Rekomendasi Masyarakat Suku Tidung adalah sekelompok masyarakat yang memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dengan suku-suku lainnya yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masyarakat Tidung merupakan masyarakat yang patuh serta taat dalam melaksanakan amanat para leluhurnya, aktivitas keseharian mereka sangat kental dengan adat-istiadat yang memerintahkan mereka untuk selalu senantiasa menjaga dan memelihara lingkungan alam sekitarnya Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 17 (ekosisitem alam) dan tidak mengeksploitasi dan merusaknya. Masyarakat Tidung juga memiliki kesederhanaan dalam hal mencari penghidupan, dan suka tolong-menolong (tenguyun) antara sesama dan senantiasa bertutur kata yang baik dan santun serta berkata jujur dalam iklim ekologis kemasyarakatannya. Masyarakat Tidung juga sangat meyakini eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, masyarakat Tidung sangat memegang teguh agama yang dianutnya yaitu Agama Islam yang secara turun temurun menjadi landasan bagi masyarakat Tidung. Akhirnya, dipenutup penulisan ini penulis merekomendasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia secara umum dan khususnya masyarakat Suku Tidung Tarakan untuk dapat kembali kepada jati diri mereka melalui budaya dan kearifan lokal yang sekarang telah terkikis oleh perkembangan zaman. Perlu adanya penanaman dan rekonstruksi nilai-nilai luhur mereka sendiri. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan menerapkan kearifan lokal Tidung yang relevan untuk membangun pendidikan karakter. Dan penulis berharap kurikulum muatan lokal khususnya budaya lokal Suku Tidung dapat diterapkan di setiap masing-masing daerah dan satuan pendidikan sebagai jati diri dari budaya bangsa Indonesia. Semoga kearifan lokal Tidung yang telah ditelusuri, digali, dapat dipelihara dan dilestarikan dengan baik dan nantinya dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia Indonesia menuju bangsa yang berperadaban, kokoh, dan berkarakter cerdas. Tulisan ini tentunya masih jauh dari sempurna untuk dapat menggambarkan kearifan lokal Suku Tidung yang seutuhnya. Sebenarnya masih banyak nilai-nilai luhur yang dapat ditelusuri dan digali dari kearifan lokal Suku Tidung. Namun, tulisan ini setidaknya dapat menjadi pelajaran yang berarti khususnya bagi penulis agar kedepannya nanti bisa lebih mengesplor dan mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung dan pada umumnya bisa menjadi acuan refrensi bagi para peneliti yang ingin mengembangkan kearifan lokal Suku Tidung sebagai bagian integral dari budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia, terutama dalam pengembangan pendidikan karakter di Indonesiaalam sekitarnya. Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 18 F. DAFTAR PUSTAKA Abudin Nata. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, 2007.Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan,PPLH Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI Masagena Press, Makasar. Ayatrohaedi, 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta. Aziz Safa. et. al., 2011. Restorasi Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Anonim. 2001. Tarakan Kota Tengkayu. Anonim. 2010. Profil Seni dan Budaya Kota Tarakan. John M. Echols dan Hassan Syadily.(2005) Kamus Inggris Indonesia Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Nurla Isna Aunillah. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana. Nurul Zuriah. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Prayitno dan Belferik Manullang. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Gramedia. Partanto. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. Sartini, Agustus 2004.Jurnal Filsafat,Jilid 37, Nomor 2. Menggali Kearifan Lokal Nusantara,sebuah Kajian Pilsafati.Fakultas Pilsafat UGM Waskito, 2012. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta:KawahMedia Sony, Keraf (2002).dalam Y, Bambang (2013).Membangun kesadaran Warga Negara dalam Pelestarian Lingkungan. Dee publish.p.183 Kearifan Lokal Ahsan Sofyan,S.E., M.Pd Suku Tidung NIM.1603055 19 Suhartini, Kajian Kearifan Lokal Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tarakan

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons