Selasa, 08 Januari 2019

DEVELOPMENT OF OPEND-ENDED APPROACH IN IPS LEARNING TO IMPROVE STUDENTS’HIGH LEVEL SKILL OF THINKING

Abstract:       Open-ended approach is a learning approach that emphasizes more on students' efforts to arrive at answers rather than the correctness or accuracy of answers, students are who faced with a problem have more than one correct answer, the teacher does not limit the way students solve, even the teacher provide flexibility to find various approaches to problems. In social studies learning, the Open-ended approach is very appropriate to apply to develop high level thinking skill or HOT (high order thinking skill) of students. By high order thinking, learning process becomes complex and profound. This is very much in line with the purpose  and the essence of the open-ended approach. The facts in the field show that a a teacher emphasizes students more about giving material and how students can master the material in the learning process, so students do not get the opportunity to develop the potential to think especially in high cognitive such as analysis (C4) evaluation (C5) and Create (C6) , but they only move at a low cognitive level such as knowledge (C1) understanding (C2) and application (C3). Students who have a better understanding of the learning process will experience conceptual changes when needed. Characteristics of students should be a main concern for teachers. Students' reasoning abilities need to be developed by applying active, creative, inovative, and interesting learning methods.

Keywords:      High level thinking skill, open-ended approach, social studies learning

Minggu, 06 Januari 2019

tugas kuliah.teori sosbud dan humaniora

UJIAN AKHIR SEMESTER
TEORI SOSIAL, BUDAYA, DAN HUMANIORA
PROGRAM DOKTORAL PIPS SPs UPI 2016
DOSEN: Prof. Helius Sjamsuddin, Ph.D., MA

1.     Apa yang membedakan semiotika ferdinand de  Saussure (1857-1913) dengan semiotika Charles Sanders Peirce (1839-1914)? Apa nilai guna (usevalue) dari kajian semiotika ini bagi IPS?
Jawaban:
Yang membedakan semiotika ferdinand de  Saussure  dengan semiotika Charles Sanders Peirce adalah “OBJEK”.
Objek bagi Saussure disebut “Referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” Penanda(signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan Tinanda(signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas”. Sedangkan Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subyek yaitu tanda (sign), obyek (object) dan penafsir (interpretant).
Semiotika (semiotics) adalah salah satu dari ilmu yang oleh beberapa ahli/pemikir dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan, sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadap teori dusta ini serta beberapa teori lainnya yang sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah kecenderungan semiotika, yang kemudian disebut juga sebagai hipersemiotika (hyper-semiotics). Dalam semiotika, bila segala sesuatu yang dalam terminologi semiotika disebut sebagai tanda (sign), semata alat untuk berdusta, maka setiap tanda akan selalu mengandung muatan dusta; setiap makna (meaning) adalah dusta; setiap pengguna tanda adalah para pendusta; setiap proses pertandaan (signification) adalah kedustaan.
USEVALUE
            kajian Semiotika bagi IPS adalah: Semiotika berperan penting dalam  kajian IPS terkhusus dalam kajian Ilmu Sosial Budaya secara umum yang merupakan sumber ilham bagi sebuah paham pemikiran sosial yang dinamakan strukturalisme dalam Prinsip-prinsip linguistic, seperti:
a)     Bahasa adalah sebuaha fakta sosial.
b)     Sebagai fakta sosial, bahasa bersifat laten, bahasa bukanlah gejala-gejala permukaan melainkan sebagai kaidah-kaidah yang menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut sengai langue. Langue tersebut termanifestasikan sebagai parole, yakni tindakan berbahasa atau tuturan secara individual.
c)     Bahasa adalah suatu sistem atau struktul tanda-tanda. Karena itu, bahasa mempunyai satuan-satuan yang bertingkat-tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, hingga wacana.
d)     Unsur-unsur dalam setiap tingkatan tersebut saling menjalin melalui cara tertentu yang disebut dengan hubungan paradigmatik dan sintakmatik.
e)     Relasi atau hubungan-hubungan antara unsur dan tingkatan itulah yang sesungguhnya membangun suatu bahasa. Relasi menentuka nilai, makna, pengertian dari setiap unsur dalam bangunan bahasa secara keseluruhan.
f)      Untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-prinsipnya yang telah disebut diatas, bahasa dapat dikaji melalui suatu pendekatan sikronik, yakni pengkajian bahasa yang membatasi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam perkembangan dari waktu ke waktu (diakronis).



Referensi :
Agus S. Ekomadyo, 1999, Pendekatan Semiotika dalam Kajian Terhadap Arsitektur             Tradisional di Indonesia Kasus : Sengkelan Memet dalam Arsitektur Jawa,             Surabaya, Makalah Seminar Nasional Naskah Arsitektur Nusantara: Jelajah             Penafsiran Arsitektural.


2.     Apa yang dimaksud oleh Jean Baudrillard dengan simulacra dan simulation? Beri beberapa contoh yang relevan dengan kajian IPS?
Jawaban:
            Simulacra dan Simulasi paling dikenal ketika diskusi membahas tentang  simbol, tanda-tanda, serta bagaimana mereka berhubungan dengan kelompok sosial/masyarakat (eksistensi simultan). Baudrillard menyatakan bahwa realitas dan makna di masyarakat telah diganti dengan simbol dan tanda-tanda, suatu pengalaman manusia yang merupakan simulasi realitas. Selain itu, simulacra tidak hanya menjadi mediasi realitas, tetapi juga mediasi yang menipu realitas; pemikirannya  tidak berbasis pada kenyataan  tetapi juga tidak menyembunyikan kenyataan, sesuatu yang di sembunyikan hanyalah realitas relevan terhadap pemahaman kita tentang kehidupan. Simulacra menurut Baudrillard adalah suatu media signifikasi dan simbolisme budaya  yang dibangun dalam realitas, pemahaman yang diakuisisi dalam kehidupan  dalam keberadaan  di lingkungan masyarakat. Konsep Baudrillard mengenai simulasi adalah tentang penciptaan kenyataan melalui model konseptual atau sesuatu yang berhubungan dengan “mitos” yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Model ini menjadi faktor penentu pandangan kita tentang kenyataan. Segala yang dapat menarik minat manusia  seperti seni, rumah, kebutuhan rumah tangga dan lain-lain ditayangkan melalui berbagai media dengan model-model yang ideal, disinilah batas antara simulasi dan kenyataan menjadi tercampur aduk sehingga menciptakan hyperreality dimana yang nyata dan yang tidak nyata menjadi tidak jelas.
            Kebudayaan industri menyamarkan jarak antara fakta dan informasi, antara informasi dan entertainment, antara entertainment dan akses-akses politik. Masyarakat tidak sadar akan pengaruh simulasi dan tanda(signs/simulacra), hal ini membuat mereka kerap kali berani dan ingin mencoba hal yang baru yang ditawarkan oleh keadaan simulasi membeli, memilih, bekerja dan lain-lain. Baudrillard mengartikan Simulacra dengan realitas tiruan yang tidak lagi mengacu pada realitas sesungguhnya. Artinya realitas sesungguhnya sudah dibelokkan yang kemudian benar-benar ditutup dari acuannya. Akan tetapi, realitas ini belum sepenuhnya sempurna dikatakan sebagai suatu realitas yang benar-benar real. Karena, hubungan timbal balik / interaktif belum terjadi. Atau biasa disebut sebagai semi-realitas. Sedangkan, Simulasi berarti tiruan. Maksudnya adalah realitas tiruan yang masih mengacu pada realitas yang sesungguhnya.
ü  Contoh yang relevan dengan kajian IPS
            realitas simulasi/simulacra yang dihasilkan oleh berbagai teknologi baru micro processor, memory bank, remote control, televise,telecard, laser disc, optic cable, drone – telah mampu mengalahkan realitas yang sesungguhnya dan bahkan menjadi model acuan yang baru bagi masyarakat. Citra lebih meyakinkan ketimbang fakta dan mimpi lebih dipercaya ketimbang kenyataan sehari-hari. Inilah dunia hiperrealitas: realitas yang lebih nyata dari yang nyata, semu dan meledak-ledak.
“Tekonologi media Televisi, yang menayangkan berita tentang aksi 411 dan 212 yang ditayangkan berulang-ulang serta disisipi advertising/ iklan yang seolah-olah mendiskreditkan aksi yang super damai itu menjadi aksi yang seolah-olah menjadi aksi gerombolan untuk makar”. Objek-objek asli yang merupakan hasil produksi bergumul menjadi satu/menyatu dengan objek-objek hiperreal yang merupakan hasil reproduksi.
            Dengan televisi dan media massa, realitas buatan (citra-citra) seolah menjadi lebih real dibanding realitas aslinya. Lebih jauh, realitas buatan    (citra-citra) kini tidak lagi memiliki asal-usul, referensi ataupun kedalaman      makna. Tokoh-tokoh film Star Wars, Spiderman, boneka Barbie, Jurrasic    Park, atau bahkan minions yang semuanya merupakan citra-citra buatan adalah realitas tanpa referensi, namun nampak seolah lebih dekat dan nyata           ketimbang keberadaan saudara atau teman kita sendiri. Dalam kondisi seperti ini, realitas, kebenaran, fakta dan objektivitas kehilangan eksistensinya. Hiperrealitas adalah realitas itu sendiri. Yakni, era yang dituntun oleh model-            model realitas tanpa asal-usul dan referensi, dimana yang nyata tidak sekedar             dapat direproduksi, namun selalu dan selalu direproduksi. Realitas-realitas hiper, seperti online media, Facebook, Twitter, Disneyland, shopping mall dan televisi nampak lebih real daripada kenyataan yang sebenarnya, dimana model, citra-citra dan kode hiperrealitas bermetamoforsa sebagai pengontrol pikiran dan tindak-tanduk manusia.

Referensi:
Jean Baudrillard. 1981, Simulacres et Simulasi. Éditions Galilée:French.France.             Diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh: Sheila Glaser 1994 bentuk             (Paperback): University of Michigan Press. (On my collection of google book             library).
Aziz, Imam, 2001, Galaksi Simulacra, LkiS: Yogyakarta.

Gunawan, Arief, 2006, Membaca Baudrillard             [http://ariefgunawan.blogspot.com/2016/26 Akses/membaca-baudrillard.html]

Utoyo, Bambang, 2001, Perkembangan pemikiran Jean Baudrillard: dari realitas ke             simulakrum, Perpustakaan Universitas Indonesia: Jakarta.




3.     Ibnu Khaldun di dalam Muqaddimahnya mencoba menampilkan hukum-hukum yang berlaku umum (general laws) untuk masyarakat dan sejarah. Bagaimana teorinya tentang bangkit dan runtuhnya peradaban? Selanjutnya Bagaimana pendapatnya tentang masalah Ekonomi?
Jawaban:
            Teori Ashabiyah Teori ini merupakan piranti yang membuat suatu masyarakat atau kelompok solid dan indepeden, dan membuat kelompok lain menjadi lemah dan tunduk padanya. Kelompok yang memiliki asabiyah yang kuat akan lebih unggul dibanding kelompok yang lain.( Ibnu Khaldun, The Muqaddimah, (United Kingdom: Princeton Press, 1989), h. XI) Asabiyah berfungsi memberi perlindungan, memunkinkan menciptakan pertahanan bersama, sanggup menggalang aspirasi, dan berbagai kegiatan lainnya.
                        Menurut Ibnu Khaldun, semua orang memiliki kebanggaan akan keturunannya. Rasa saling sayang dan saling cinta antara mereka dan rasa malu merupakan anugerah Allah pada setiap manusia. Itulah yang melahirkan motivasi saling mendukung dan saling membantu. Sebaliknya, sama-sama merasa terhina dan terluka tatkala dilecehkan dan diperlakukan tidak adil. Adanya solidaritas yang kuat merupakan suatu keharusan bagi bangunnya suatu dinasti atau negara. Berdasarkan teorinya ‘ashabiyah, Ibn Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu Negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap sebagai berikut:  1.Tahap sukses atau tahap konsolidasi, 2. Tahap tirani, 3. Tahap sejahtera, 4. Tahap kepuasan hati, tentram dan damai, 5. Tahap hidup boros dan berlebihan.
            Ibnu Khaldun juga menuturkan bahwa sebuah Peradaban besar dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah diantara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru. Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan kemunduran suatu peradaban lain. Tahapan-tahapan diatas kemudian terulang lagi, dan begitulah seterusnya hingga teori ini disebut Teori Siklus.( http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun)

 Jangan menegakkan negara di mana pemahaman syari’ah belum mantap dan ekonomi ummat belum kuat.
ü  Pendapat Ibnu Khaldun tentang masalah Ekonomi
            Ibnu Khaldun adalah raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia  lebih dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut.  Muhammad Hilmi Murad  telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad : Ibnu Khaldun. Artinya Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun. Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Tulisan ini menurut Zainab Al-Khudairi, disampaikannya  pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978. Sebelum teori Ibnu Khaldun muncul, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif, adakalanya dikaterkadang pengkajiannya dari perspektif  hukum, moral  bahkan dari perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat, seperti ilmuwan Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum.
Sedangkan Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi dalam bahasa Inggris yang artinya :
(Ibn Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur).
Referensi:
Azyumardi Azra, 2002.Historiografi Islam Kontemporer; Wacana, Aktualitas,       dan             Aktor Sejarah,    Gramedia Pustaka Utama.
Haroon Khan Sherwani, Studies in Muslim Political Thought and             Administration, Lahore: S. H. Muhammad Ashraf, 1970
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Siklus_Ibn_Khaldun (diakses 29-10-     2016.konten belum memenuhi standar Wikipedia)
Ibnu Khaldun, 1989. The Muqaddimah, United Kingdom: Princeton Press.
Munawir Sjadzali, 1993. Islam dan Tata Negara; Ajaran Sejarah dan             Pemikiran, Jakarta: UI Pres,
4.     Jelaskan teori social structuration dari Anthony Giddens, Berilah sebuah contoh?
Jawaban:
Dalam The Constitution of Society, Giddens menekankan peran interpretasi dan sistem makna dalam hidup manusia. Manusia adalah subjek dan pelaku sebagai dualitas yang saling mendukung. Manusia adalah subjek yang aktif dan kreatif. Giddens menolak pendapat bahwa manusia adalah boneka ciptaan aturan-aturan dan struktur-struktur eksternal. Menurutnya struktur berada diluar individu. Struktur memiliki keberadaan yang sebenarnya dalam pola-pola pikir, berisi aturan-aturan dan sumber-sumber (pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan praktis) yang diperoleh seseorang melalui sosialisasi. Struktur sebagai medium dan hasil dari tindakan. Struktur menjadi medium karena seseorang tidak dapat bertindak tanpa kemampuan dan pengetahuan yang sudah terbatinkan. Struktur menjadi hasil karena pola budaya yang luas direproduksi ketika digunakan. Strukturalisasi menangkap gambaran tentang hidup sisal sebagai proses timbal balik antara tindakan-tindakan individual dan kekuatan-kekuatan sosial.
Teori strukturasi menunjukkan bahwa agen manusia secara kontinyu mereproduksi struktur sosial – artinya individu dapat melakukan perubahan atas struktur sosial. Struktur mengacu tidak hanya pada aturan-aturan yang disiratkan dalam produksi dan reproduksi sistem-sitem sosial namun juga pada sumberdaya-sumberdaya. Giddens berpandangan perubahan itu dapat terjadi bila agen dapat mengetahui gugus mana dari struktur yang bisa ia masuki dan dirubah, gugus tersebut antara lain gugus signifikansi, dominasi, dan legitimasi.  Struktur  penandaan atau signifikansi yang menyangkut sekamata simbolik, pemaknaan, penyebutan dan wacana. Struktur  penguasaan atau dominasi yang mencakup skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang atau hal (ekonomi). Sedangkan struktur pembenaran (legitimasi) yang menyangkut skemata peraturan normative yang terungkap dalam tata hukum.
Menurut teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman  aktor ataupun keberadaan setiap bentuk totalitas kemasyarakatan, melainkan praktik-praktik sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu. Aktivitas sosial memiliki tujuan bahwa aktivitas-aktivitas sosial tidak dilaksanakan oleh aktor sosial melainkan secara terus menerus mereka ciptakan melalui alat-alat yang digunakan untuk mengekspresikan dirinya sendiri sebagari aktor. Teori Strukturasi memusatkan pada praktik sosial yang berulang itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya seperti dua mata uang logam  yang memiki hubungan rangkap dua. Tolok ukur analisisnya ada pada tindakan manusia,artinya  aktivitas “tidak dibuat sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus tercipta secara berulang-ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktornya dalam segala aktifitas, agen menciptakan kondisi yang memungkinkan aktivitas ini berlangsung”.
Aktivitas tidak dihasilkan melalui kesadaran, melalui konstruksi tentang realitas, atau tidak diciptakan oleh struktur sosial dan melalui praktik sosial itulah  kesadaran maupun struktur diciptakan. Gidden memusatkan pada kesadaran atau refleksivitas. Dalam merenung (reflexive) manusia tak hanya merenungi diri sendiri, tetapi juga terlibat dalam memonitor aliran terus-menerus dari aktivitas dan kondisi struktural. Secara umum Giddens memusatkan perhatian pada proses dialektika dimana praktik sosial, struktur, dan kesadaran diciptakan. Yang menjelaskan bahwa masalah agen-struktur secara historis, processual, dan dinamis.
Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan tujuan-tujuan mereka, pada saat yang sama, tindakan manusia memiliki unintended consequences (konsekuensi yang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan manusia selanjutnya. Manusia menurut teori ini yaitu agen pelaku bertujuan yang memiliki alasan-alasan atas aktivitas-aktivitasnya dan mampu menguraikan alasan itu secara berulang-ulang.

Contoh:
Gelaran Ningrat “ANDI” di Suku Bugis.
Gelar ANDI pada suku Bugis biasanya disematkan di depan nama orang yang dalam silsilahnya adalah keturunan dari Raja,penyebutan kepada orang yang mempunyai gelaran itu adalah PUANG. Contoh Strukturasi Sosial:
Andi Ahsan : Adalah keturunan Raja,tapi pekerjaannya kuli bangunan,Ekonominya                         pas-pasan.
Sofyan          : Bukan keturunan Raja,pekerjaannya sebagai Kepala Desa,Ekonominya                         berlebih,suka membantu orang miskin.Karena berwibawa,Kaya dan                         Dermawan,Masyarakat memanggil/menyebutnya PUANG.
ü  Sofyan adalah individu yang dapat melakukan perubahan atas struktur sosial, karena ada pengalaman praktik-praktik sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu.
Referensi:
Giddens, A. 1979. Central Problems in Social Theory. London and            Basingstoke: The Macmillan Press Ltd.

Giddens, A.1984. The constitutionof society-Outline of The Theory of             Structuration,Polity Press

Catatan:
ü  Serahkan sepuluh hari setelah penyerahan soal ini.
ü  Sebutkan sumber-sumber kutipan dari setiap jawaban soal-soal
ü  Selamat bekerja sendiri!
Bandung, 26 Desember 2016
 Penyusun



Ahsan Sofyan, S.E., M.Pd
     Nim. 1603055

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons