Sabtu, 12 Maret 2011

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU

A. Latar Belakang
            Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional Penataan sumber daya manusia perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur pendidikan formal, informal, maupun non formal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi (Mulyasa 2004:4). Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa tentang pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan sumber daya sesuai dengan perkembangan masyarakat dankebutuhanpembangunan.
            Sardiman (2005:125) mengemukakan guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahkan dan menuntun siswa dalam belajar.
            Di Indonesia sekolah harus dengan kesungguhannya melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
            Pendidikan Naional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            Keberhasilan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut kepala sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menselaraskan sumber daya pendidikan yang tersedia, kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu isban yang dapat mendorong sekolah itu untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran melalui program persekolahan yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
            Dalam persaingan global ini, diakui atau tidak lembaga pendidikan atau persekolahan dituntut untuk mengemuka dengan kinerja kelembagaan yang efektif dan produktif. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pendidikan dan pembelajaran di sekolah hendaknya dapat meyakinkan kepada masyarakat bahwa segala sesuatunya telah berjalan dengan baik, termasuk perencanaan dan implementasi kurikulum, penyediaan dan pemanfaatan sumber daya guru, rekrutmen sumber daya murid, kerjasama sekolah dan orang tua, serta sosok outcome sekolah yang prospektif.
            Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam perannya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga.
            Dalam pelaksanaan tugas mendidik, guru memiliki sifat dan perilaku yang berbeda, ada yang bersemangat dan penuh tanggung jawab, juga ada guru yang dalam melakukan pekerjaan itu tanpa dilandasi rasa tanggung jawab, selain itu juga ada guru yang sering membolos, datang tidak tepat pada waktunya dan tidak mematuhi perintah. Kondisi guru seperti itulah yang menjadi permasalahan di setiap lembaga pendidikan formal. Dengan adanya guru yang mempunyai kinerja rendah, sekolah akan sulit untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan dan guru.
            Guru sangat berperan dalam menentukan kualitas lulusan sekolah. Artinya untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas diperlukan guru dengan kualitas dan prestasi maksimal. Sedangkan guru dengan kualitas dan prestasi maksimal dapat diperoleh bila ditunjang oleh kepemimpinan yang baik.
            Prestasi kerja guru yang berkualitas ditentukan oleh banyak isban, diantaranya adalah bagaimana atasan dalam memimpin bawahan, yang demikian ini disebut dengan kepemimpinan seorang pemimpin (kepala sekolah). Peran pemimpin sangat penting dalam organisasi, tanpa adanya pemimpin suatu organisasi hanya merupakan pergaulan orang-orang dan mesin. “ Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mangajak, mamantau dan kalau perlu memaksa orang lain agar menerima pengaruh itu. Selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatau maksud dan tujuan tertentu”.
            Seorang kepala sekolah mempunyai tugas untuk mengatur dan menggerakkan sejumlah besar orang-orang (guru) yang mempunyai berbagai sikap, tingkah laku dan latar belakang yang berbeda-beda. Untuk mendapatkan guru yang dapat membantu tugas pimpinan secara optimal, maka diperlukan seorang pemimpin yang mampu mengarahkan dan merubah tingkah laku bawahannya kepada tercapainya tujuan organisasi secara maksimal.
            Pemimpin yang efektif selalu menyadari bahwa anggota organisasinya merupakan sumber daya manusia yang sangat berharga karena dikaruniai atau memiliki otak dan akal fikiran, sehingga pemimpin selalu berupaya menggali, memanfaatkan dan meningkatkan kreatifitas anggotanya untuk mencapai prestasi yang tinggi.
            Prestasi kerja guru yang tinggi merupakan perwujudan dari kualitas guru. Hal ini cukup penting dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Dengan prestasi kerja yang tinggi berarti para guru benar-benar dapat berfungsi sebagai pendidik yang tepat guna dan berhasil guna sesuai dengan sasaran-sasaran organisasi yang hendak dicapainya.
            Apabila tujuan peningkatan prestasi kerja para guru dapat terpenuhi, maka tujuan pembangunan yang sesuai dengan pancasila, UUD 1945 beserta tujuan Pendidikan Nasional akan segera tercapai, begitu juga dengan menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap menghadapi tuntutan perkembangan zaman.
            Prestasi kerja yang dihasilkan para guru tersebut merupakan hasil dari kepemimpinan kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan yang selalu menggerakkan, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada para guru untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan bersama.
            Berdasarkan uraian diatas menunjukkkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan merupakan jawaban yang cukup menentukan tingkat kinerja guru. Sehinga dapat diduga bahwa kualitas kinerja guru dalam hal ini guru SMA Se-Tarakan, dipengaruhi oleh kinerja guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang isbandi terhadap pekerjaannya. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN  KINERJA GURU”
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah,maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Efektifitas kepemimpinan Kepala Sekolah SMA Se-Tarakan dalam pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru ?
2. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru SMA Se-Tarakan dalam memotivasi guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru ?
3. Bagaimana pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah SMA Se-Tarakan dalam meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru ?
C. Batasan Masalah
            Untuk menyederhanakan permasalahan agar pembahasan masalah mengarah pada tujuan yang akan dicapai,maka digunakan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Pengaruh adalah suatu keadaan atau kondisi yang tercipta serta dapat membentuk   atau mengubah perilaku individu maupun kelompok dalam suatu organisasi.
2. pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan.
3. Kinerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai atau guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
4.Guru adalah pendidik propesional dengan tugas mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengepaluasi peserta didik pada pada pendidikan usia dini,jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,dan pendidikan menengah.
5. sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
            Berdasarkan permasalahan penelitian, maka dirumuskan tujuan pokok penelitian adalah untuk mendeskripsikan:
1.      Mengetahui seberapa besar pengaruh Kepala Sekolah terhadap kinerja guru-guru.
2.      Mengetahui seberapa besar pengaruh Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru dalam meningkatkan prestasi kerja.
3.      Mengetahui efektifitas kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kesejahteraan guru.
2. Kegunaan Penelitian
            Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya Dinas Kependidikan    Kota TARAKAN dalam menentukan kebijaksanaan Peningkatan  produktifitas          kepemimpinan Kepala Sekolah dalam meningkatkan kinerja dan prestasi guru.
b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti yang ingin mengembangkan          penelitian mengenai Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap       kinerja guru lebih lanjut.
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Memberikan kontribusi akademis dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kepemimpinan lembaga pendidikan.
2. Secara Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi pengelola lembaga pendidikan yang ada di Kota    Tarakan sehingga lembaga tersebut dapat lebih maju dari sebelumya dan tetap   eksis serta  isb menjadi lembaga pendidikan  isbanding .
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi input bagi para praktisi dan peneliti         pendidikan dalam rangka kontribusi kajian ilmiah untuk meningkatkan kualitas            kepemimpinan untuk meningkatkan mutu kependidikan.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian kepemimpinan
1.1 Kepemimpinan
            Seperti diketahui keberhasilan sebuah organisasi tergantung oleh beberapa factor, diantara faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau tercapainya tujuan organisasi adalah kinerja para pemimpinnya. Mereka yang dapat mengkombinasikan kualitas kepemimpinan dengan kekuatan yang ada dalam posisinya untuk menciptakan pengaruh yang kuat kepada bawahannya dan koleganya dipandang sebagai pemimpin yang baik.
            Dari semua fungsi manajemen, kepemimpinan atau leadership melibatkan atasan yang berhubungan langsung dengan bawahannya. Dengan demikian memimpin merupakan bagian sentral dari peran kepala sekolah, dalam bekerja bersama-sama untuk mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.
            Kemampuan memimpin yaitu kemampuan seorang kepala sekolah dalam memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan, dan berkomunikasi dengan bawahan. Seseorang yang mempunyai posisi sebagai pemimpin dalam suatu organisasi mengemban tugas untuk melaksanakan kepemimpinan. Dengan kata lain pemimpin adalah orangnya dan kepemimpinan atau leadership adalah kegiatannya.
            Ada beberapa pengertian kepemimpinan menurut para ahli. Menurut E.Mulyasa (2005 :107) kepemimpinan diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap tercapainya tujuan organisasi.
            Sedangkan kepemimpinan menurut Hasibuan (2001:167) adalah:“Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”.
            Amirullah (2004:245) mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan dimana seseorang (pemimpin) mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin dan atau kelompok. Definisi tersebut menekankan pada permasalahan hubungan antara orang yang mempengaruhi (pemimpin) dengan orang yang dipengaruhi (bawahan).
            Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan orang yang memiliki kewenangan untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
            Kepemimpinan dalam konteks struktural tidak hanya terikat pada bidang atau sub bidang yang menjadi garapannya, tetapi juga oleh rumusan tujuan dan program pencapaiannya yang telah ditetapkan oleh pemimpin yang lebih tinggi posisinya. Setiap anggota harus melaksanakannya tanpa menyimpang. Sehingga dalam hal ini kepemimpinan diartikan sebagai proses pemberian motivasi agar orang-orang yang dipimpin melakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga berarti usaha mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi orang lain, agar pikiran dan kegiatannya tidak menyimpang dari tugas pokoknya masing-masing. Dalam keadaan seperti ini inisiatif dan kreativitas tidak menyentuh tujuan dan program organisasi, dan jika masih diijinkan, sentuhannya hanya berkenaan dengan cara melaksanakan program agar tujuan lebih mudah dicapai. Inisiatif dan kreativitas tersebut tetap akan sulit dilakukan bilamana pimpinan unit tidak memiliki atau tidak mendapat pelimpahan wewenang. Dengan kata lain kepemimpinan dalam kontek struktural tidak dapat melepaskan diri dari sifat birokratis, meskipun tidak seluruhnya bersifat negatif. Sifat birokratis itu berarti pemimpin dalam melaksanakan program atau cara bekerja berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan yang saling tidak boleh melampaui wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Birokrasi yang terlalu ketat akan mengakibatkan kepemimpinan kurang berfungsi, karena fungsi pengambilan keputusan tidak dapat dilaksanakan secara cepat. Setiap keputusan pimpinan yang lebih rendah, bukan saja harus sejalan dengan kebijaksanaan dan keputusan pimpinan yang lebih tinggi, tetapi juga sering terjadi pengambilan keputusan harus disetujui lebih dahulu oleh pimpinan atasan.
            Kepemimpinan dalam konteks non-struktural dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan secara bersama-sama pula. Dalam konteks non-struktural ini sebab-sebab seseorang dipilih, dipercaya dan diangkat menjadi pemimpin karena memiliki kelebihan dalam aspek-aspek kepribadiannya. Kelebihan itu menimbulkan kepercayaan dan kesediaan mengikuti petunjuk, bimbingan dan pengarahnnya. Kelebihan itu mungkin berupa kemampuan intektual yang ditampilkan dalam wawasan yang luas, kemampuan menyelesaikan masalah dan lain-lain. Di samping itu mungkin berupa kesederhanaan, kejujuran, keterbukaan, dedikasi dan loyalitas, kepeloporan dan lain-lain. Dalam kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya lebih longgar. Hubungan yang longgar itu disebabkan karena pemimpin berasal dari anggota kelompok yang sebelumnya merupakan orang-orang yang senasib dan sepenanggungan. Pemimpin tidak hanya mampu menghayati tugas-tugas yang harus dikerjakan anggota kelompok/organisasinya, tetapi juga menghayati kepentingan/kebutuhan dan masalah-masalahnya. Oleh karena itu setiap keputusannya selalu diorientasikan pada kebersamaan dengan anggota, dan bukan untuk melindingi posisinya (jabatannya) sebagai pemimpin. Dengan jiwa kebersamaan itulah yang menjadi faktor yang memudahkan pemimpin menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya, sebagai perwujudan kepemimpinan yang efektif.
            Amirullah (2004:269) memberi indikator kepemimpinan efektif yaitu dengan melihat dari hasil kinerja yang diperoleh selama tugas kepemimpinannya, baik secara kualitas maupun kuntitas. Salah satu pendekatan yang dianggap tepat dalam melihat indikator kepemimpinan yang efektif adalah dengan melihat peran-peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin. Apabila pemimpin itu telah melaksanakan tugas sesuai dengan peran dan fungsinya, maka pemimpin itu dikatakan sudah efektif. Sebaliknya, pemimpin yang belum melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan peranannya, maka pemimpin itu masih belum bisa dikatakan sebagai pemimpin yang efektif. Adapun peran-peran dari seorang pemimpin yang efektif adalah :(1) sebagai figur (figurehead); (2) sebagai pemimpin (leader); (3) sebagai penghubung (liasion); (4) sebagai pengamat (monitoring); (5) sebagai pembagi informasi (disseminator); (6) sebagai juru bicara (spokesperson) dan (7) sebagai wirausaha (enterpreneur).
1.2  Pendekatan Sifat-sifat Kepemimpinan dan Perilaku Kepemimpinan.
1. Pendekatan sifat-sifat kepemimpinan
            Untuk memperoleh kemampuan dalam dalam kepemimpinan diperlukan sejumlah sifat-sifat yang baik dan tepat, tetapi untuk sejumlah sifat-sifat tersebut tidaklah cukup untuk memperoleh predikat pemimpin. Karena sifat-sifat itu harus diterapkan dalam praktek pada waktu dan situasi yang tepat pula. Disamping itu diperlukan pula adanya bawahan atau sekelompok orang yang mencari kepemimpinannya. Sifat-sifat kepemimpinan itu mencangkup : pengetahuan, kecerdasan, imanjinasi, kepercayaan diri, integrasi, kepandaian berbicara, pengendalian dan keseimbangan mental dan emosional, pergaulan sosial dan persahabatan, dorongan, antusiasme dan keberanian.
2. Pendekatan perilaku kepemimpinan
            Pendekatan perilaku tidak mencoba untuk mencari jawaban sifat- sifat pemimpin, tetapi akan mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas. Tidak seperti pendekatan sifat, pendekatan perilaku dapat dipelajari atau dikembangkan sehingga individu-individu dapat dilatih dengan perilaku kepemimpinan yang tepat agar mampu memimpin dengan efektif.
Pendekatan perilaku memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan yaitu :
A. Fungsi Kepemimpinan
            Kepemimpinan yang efektif hanya dapat terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi pemimpin ini berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial kelompok/organisasinya.
            Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial kelompok/organisasinya, akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan situasi sosial yang dikembangkannya. Fungsi kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut :
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction)    dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan- kebijaksanaan pemimpin.
            Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Lima fungsi kepemimpinan tersebut adalah :
a. Fungsi Instruktif
            Pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), kapan (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
b. Fungsi Konsultatif
            Pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi dapat pula dilakukan melalui arus sebaliknya, yakni dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpin yang menetapkan keputusan dan memerintahkan pelaksanannya. Hal ini berarti fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin.
c. Fungsi Partisipasi
            Fungsi ini berarti kesediaan pemimpin untuk tidak berpangku tangan pada saat-saat orang yang dipimpin melaksanakan keputusannya. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya, tetapi juga ikut dalam proses pelaksanaannya, dalam batas-batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggung jawab melaksanakannya.
d. Fungsi Delegasi
            Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dan dapat mempercayai orang lain sesuai dengan posisi/jabatannya.
e. Fungsi Pengendalian
            Pemimpin mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
B. Gaya kepemimpinan
            Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan ini memusatkan pada gaya kepemimpinan dalam hubungannya dengan bawahan. Menurut Nasution (2004:199) Gaya Kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini pada gilirannya ternyata merupakan dasar dalam membeda-bedakan atau mengklasifikasikan tipe kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu :
1.       Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara   efektif dan efesien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.
2.       Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan       kerja     sama.
3.       Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai    dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Disini pemimpin menaruh             perhatian yang besar dan memiliki keinginan yang kuat, agar setiap anggota           berprestasi sebesar-besarnya.
            Ketiga pola dasar perilaku kepemimpinan dalam praktik tidak berlangsung secara ekstrim terpisah-pisah. Pemisahan sebagaimana tersebut diatas dimaksudkan sebagai uraian teoritis, yang akan mengantarkan pada kategori kepemimpinan menjadi lima tipe pokok dalam kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif tidak mungkin terwujud dengan mempergunakan salah satu tipe kepemimpinan secara murni. Arifin (2005:15) kelima tipe pokok kepemimpinan tersebut adalah :
1. Tipe kepemimpinan otokratik
            Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah dan bahkan kehendak pemimpin. Pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan bawahannya. Perintah pemimpin tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi bawahan selain tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pemimpin digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama.
2. Tipe kepemimpinan paternalistik
            Tipe kepemimpinan ini lebih mengutamakan kebersamaan. Tipe ini memperlakukan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi dengan seadil dan serata mungkin.
3. Tipe kepemimpinan kharismatik
            Dalam tipe ini pemimpin mempunyai kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan pribadi yang dimiliki oleh pemimpin, sehingga menimbulkan rasa hormat, segan dan patuh pada orang-orang yang dipimpinnya. Adapun keistimewaan kepribadian yang umum dimiliki kepemimpinan tipe ini adalah akhlak yang terpuji.
4. Kepemimpinan bebas (Laissez Faire)
            Dalam kepemimpinan ini, pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya mengfungsikan dirinya sebagai penasehat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Dalam kepemimpinan ini apabila tidak ada seorangpun dari anggota kelompok atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetaplan suatu keputusan maka tidak ada aktivitas/kegiatan organisasi.
5. Tipe kepemimpinan demokratis
            Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Setiap angota kelompok tidak saja diberi kesempatan untuk aktif,tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin. Konsisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk dipromosikan menduduki jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, mutasi, meninggal dunia, atau sebab- sebab lain.
            Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab. Pembagian tugas yang disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas memungkinkan setiap angoota berpartisipasi secara aktif. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara pasti sumbangan yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan organisasinya.
2. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
a. Redding dan Casey (1996)
            Redding dan Casey melakukan studi yang berkaitan dengan masalah keyakinan dan perilaku manajerial  dengan beberapa bidang kajian, antara lain: (1) keyakinan akan kemampuan bawahan untuk bertanggung jawab dan mengandalkan inisiatip; (2) keyakinan akan perlunya berbagai informasi dengan bawahan; (3)  keyakinan akan perlunya mengikutsertakan bawahan dalam membuat keputusan; (4) keyakinan akan kemampuan bawahan untuk memotivasi dirinya; (5) sampai seberapa jauh kebutuhan seseorang telah terpenuhi dalam pekerjaan; (6) samapai seberapa jauh pemenuhan kebutuhan itu sesuai dengan harapannya; dan (7) seberapa penting kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi seseorang.
            Dari hasil studinya ditemukan bahwa di Hongkong, Jepang, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia keyakinan akan gaya manajerial yang demokratik adalah kuat. Keyakinan akan kemampuan bawahann dalam kepemimpinan dan berinisiatif adalah lemah. Khusus di Indonesia,keyakinan dan perlunya partisipasi bawahan lebih rendah daripada Negara lain. Dianggap adanya kecenderungan peran ideal pemimpin adalah paternalistic.
b. Dananjaya (1996)   
            Dalam penelitian ini Danajaya melakukan studi tentang pola system nilai pada manajer di Indonesia. Sasaran penelitian adalah sebagai berikut: (1) memperoleh gambaran mengenai pola system nilai yang dominan sebagian besar manajer di Indonesia dan (2) memperoleh gambaran mengenai hubungan pola system nilai.
            Menemukan bahwa: (1) sebagian besar manajer berorientasi pada nilai primer pragmatic, dia memiliki seperangkat nilai operatif yang secara signifikan berbeda dengan kelompok manajer yang berorientasi pada nilai primer moralistic; dan (2) ada hubungan antara orientasi primer seseorang dengan perilaku.
c. Paminto (1991)
            Paminto melakukan penelitian tentang pengaruh factor-faktor kepuasan kerja terhadap prestasi kerja karyawan PTP XXI-XXII Jawa Timur. Indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi kerja karyawan adalah: kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, supervise yang diperlukan, kehadiran, konservasi, inisiatif, kemampuan dan kemauan menyesuaikan terhadap perubahan isi pekerjaan dan beban kerja, pengetahuan tentang pekerjaan dan kerja sama.
d. Suaedi (1994)
            Dalam penelitian ini Suaedi meneliti tentang beberapa factor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan manajerial pada perusahaan joint ventures, PMDN, Non PMA-PMDN di SIER Surabaya. Menemukan bahwa (1) kematangan bawahan dan situasi kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas gaya kepemimpinan manajerial; (2) kemampuan manajer mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap efektivitas gaya kepemimpinan manajerial.

G. Kerangka Konseptual dan Hipotesis
1. Kerangka Konseptual
            Menurut Stoner dan Freeman (1999:426) ada tiga hal yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu motivasi, kemampuan, dan persepsi peran. Terdapat tiga factor produksi yang mempengaruhi timbulnya motivasi seseorang menurut system motivasi. Ketiga karakter tersebut adalah karakteristik individu,pekerjaan, dan situasi kerja.
            Disamping faktor-faktor motivasi kerja diatas,faktor kemampuan kerja juga merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi kinerja individu karyawan (guru). Seorang karyawan imigrasi didalam melaksanakan tugas pelayanan keimigrasian harus mengetahui dan menguasai tentang masalah teknis keimigrasian disamping penguasaan bahasa asing.
            Dari uraian diatas, maka dapat digambarkan framework dan konsep hubungan masing-masing variable. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah (a) karakteristik individu; (b) karakteristik pekerjaan; (c) karakteristik situasi kerja; dan (d) kemampuan kerja. Sedangkan variable terikatnya adalah kinerja (ferformance). Motivasi kerja sendiri menjadi variable antara yang menghubungkan variable bebas (karakteristik individu,karakteristik pekerjaan,karakteristik situasi kerja) dengan variable terikat (kinerja). Framework dan konsep hubungan masing-masing variable nampak pada gambar 1.
            Pola hubungan yang tercermin dalam framework di gambar 1 sesuai pula dengan studi yang dilakukan oleh Tiffin dan McMormick (1995:23). Merka mengklasifikasikan bahwa variable motivasi dan kemampuan kerja merupakan variable individual yang mempengaruhi kinerja individu.
Karakterisk kepemimpinan
-minat
-sikap
-kebutuhan
Karakterisk pekerjaan

-sifat dari tugas kepala sekolah/ guru:=
  Tingkat kepuasan
-tingkat otonomi
-jumlah umpan balik
  Prestasi langsung
Karakterisk situasi kerja

-lingkungan kerja
  Terdekat:=rekan
  =pimpinan/kepala sekolah
-tindakan organisasi
  =pelaksanaan imbalan
  =kultur organisasi


Kinerja guru
KINERJA
PENGEMBANGAN
Karir
 













Gambar 1 Framework Penelitian

            Lebih tegas lagi,studi yang telah dilakukan Sutermeiser (1999:7-8) yang mengemukakan bahwa kinerja individu sangat dipengaruhi oleh dua variable, yaitu variable kemampuan yang meliputi kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan (skill), juga variable motivasi yang mempengaruhi motivasi seseorang kebutuhan individu dan kondisi fisik lingkungan kerja)
2. Hipotesis
            Berdasarkan dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka dapat diajukan hipotesa sebagai berikut:

1.         Ada dampak yang signifikan antara pengaruh kepemimpinan kepala            sekolah,pekerjaan,situasi kerja terhadap kinerja guru di SMA di Kota           TARAKAN, dalam melaksanakan pendidikan,pengajaran,dan pengabdian      pada masyarakat.
2.         Semakin Efektif memotivasi guru maka semakin tinggi tingkat prestasi guru.
3.         Semakin Efektif kesejahteraan guru semakin tinggi tingkat presrasi guru.
H. METOLOGI PENELITIAN
1. Obyek Penelitian
            Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas se Kota Tarakan. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Teknik purpose (disengaja).
2. Populasi dan Sampel
    a.Penetapan Polpulasi
            Populasi dalam penelitian ini  adalah keseluruhan jumlah guru SMA KOTA TARAKAN yang berjumlah 73 orang.
    b. Penetapan Sampel
            Sampel adalah sebagian atau populasi yang diteliti. Dalam pengamblan sampel penelitian harus berhati-hati dan memenuhi aturan dalam pemilihan sampel. Namun demikian,mutu suatu penelitian tidak semata-mata ditentukan oleh besarnya sampel,akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya,rancangan penelitian, dan pelaksanaan dan pengolahannya.
            Menurut Suharsini Arikunto (1993;100-102),apabila subjek kurang dari 100,maka lebih baik diambil seluruhnya sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil diantara 10%-15% atau 20%-25%atau lebih tergantung pada :
a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana.
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek. Hal ini menyagkut banyak       
    sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang diambil oleh peneliti untuk penelitian yang resikonya  
    besar,maka sampelnya lebih besar,hasilnya akan lebih besar.
            Populasi penelitian ini adalah tenaga guru pada SMA se Kota Tarakan berjumlah 73 orang. Dari seluruh tenaga guru tersebut dijadikan sampel dalam penelitian ini.
3. Variabel dan Definisi Operasional
a. Variabel
            Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas (X1,X2,X3 dan X4) dan variable terikat (Y1 dan Y2) yang dikategorikan sebagai berikut:
1. Variabel Bebas
1.      X1 = Karakteristik Kepala Sekolah
2.      X2 = Karakteristik Pekerjaan
3.      X3 = Karakteristik Situasi Kerja
4.      X4 = Kinerja Guru
2. Variabel Terikat
1.      Y1 = Pengembangan Karir
2.      Y2 = Kinerja
b. Definisi Operasional
1.      Variabel karakteristi kepala sekolah adalah suatu tingkatan sejauh mana individu tersebut mempunyai minat,sikap, dan kebutuhan.
2.      Variabel karakteristik Pekerjaan adalah suatu tingkatan sejauh mana pekerjaan yang secara instrinsik memuaskan (tanggung jawab, tingkat kepuasan, tipe imbalan instrinsik, otonomi, jumlah umpan balik prestasi langsung dan tingkat variasi tugas).
3.      Variabel karakteristik situasi kerja adalah suatu kinerja sejauh mana lingkungan kerja terdekat (guru dan kepala sekolah) secara keseluruhan.
4.      Variabel Kinerja Guru adalah suatu tingkatan sejauh mana guru sanggup memecahkan  memecahkan kesulitan yang dihadapi dalam bekerja.

4. Metode Pengumpulan Data
            Data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan instrumen atau alat kuesioner berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang terstruktur untuk memperoleh informasi dari responden, baik itu tentang pribadinya maupun hal-hal lain yang ingin diketahui. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A.  Metode Observasi
            Mengumpulkan data dengan cara melakukan penelitian secara cermat dan sistematik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi yang sistematis karena disini merupakan hal yang sifatnya khusus.
B.  Metode Angket
            Untuk memperoleh informasi yang relevan dengan cukup tinggi kesahihannya,maka angket yang akan digunakan perlu diuji lebih dulu.
a.   Uji Validitas Instrumen
            Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus product moment,dengan angka kasar sebagai berikut (Zaenal Mustafa, 1995:121):

           
Di mana:
X = Jumlah skor tiap item
Y = Jumlah total tiap item
N = Jumlah responden
b. Uji Reliabilitas       
Instrumen dikatakan reliable apabila instrument tersebut cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk mencari reliabilitas digunakan rumus sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 1995:138):
            Rxy =
Di mana
Rxy = Relibilitas instrument
K     = Banyaknya butir pertanyaan atau soal
ΣσƄ2= Jumlah various butir
(στ)2= Variaus total
C.  Metode Interview
            Dalam penelitian ini digunakan interview bebas terpimpin dimana pelaksanaannya secara bebas tetap berada pada kerangka pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
D.  Metode Analisis Data
      a. Analisis Diskriptif
            Analisis ini merupakan suatu analisis yang menguraikan data hasil penelitian tanpa melakukan pengujian.
      b. Analisis Verifikasi
            Analisis ini dilakukan untuk menguji hipotesa dari penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. Analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Analisis Korelasi Berganda
            Untuk menganalisis hipotesis pengaruh masing-masing factor (Karakteristik Kepala Sekolah,karakteristik pekerjaan,karakteristik situasi kerja, dan kinerja tenaga guru)baik secara serentak maupun parsial digunakan analisis Model Regresi Linier Berganda. Menurut  Gujarati (1997:28) model Regresi untuk menganalisis data memakai rumus sebagai berikut:
            Yi = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + …..+ ei
            Dalam penelitian ini variable bebas (X) dan variable terikat (Y) ditentukan sebagai berikut:
Y1 = Pengembangan dan kinerja
X1 = Karakteristik Kepala Sekolah
X2 = Karakteristik Pekerjaan
X3 = Karakteristik situasi kerja
X4 = Kinerja guru
βo = Intersep,konstanta yang merupakan rata-rata nilai Yi pada saat X1,X2 dan X3           sama dengan nol.
β1 = Koefisien regresi parsial, mengukur nilai rata-rata Yi untuk tiap unit perubahan dalam X1 dengan menganggap X2, dan X3 konstan.
β2 = Koefisien regresi parsial, mengukur nilai rata Yi untuk tiap unit perubahan dalam X2 dengan menganggap X1 dan X3 konstan.
β3 = Koefisien regresi parsial,mengukur nilai rata-rata Yi untuk tiap unit perubahan dalam X3 dengan menganggap X1 dan X2 konstan.
ei = Variabel pengganggu
E. Uji Hipotesis
1. Uji F (pengujian serentak)
            Digunakan untuk mengetahui apakah secara simultan (bersama-sama) koefisien regresi variable bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak terdapat variable tergantung. Menurut Gujarati (1997:120) formula untuk uji F adalah sebagai berikut:
Di mana:
R2 = Koefisien determinasi
K  = Jumlah variable
N  = Jumlah sampel
Bentuk pengujiannya sebagai berikut:
Ho:bi=b1=b2=b3=b4<=0 artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variable preditor (Xi) dengan variable terikat (Yi).
Ho:bi=b1=b2=b3=b4>0 artinya ada pengaruh yang signifikan antara variable preditor (Xi) dengan variable terikat (Yi).
          Pengujian melalui uji F dengan membandingkan F hitung dengan F table pada tingkat keyakinan yang di gunakan 95%. Apabila F hitung >F table Ho ditolak dan Ha diterima. Kondisi ini menunjukkan bahwa seluruh variable bebas/preditor secara serentak atau simultan mampu memberikan penjelasan terhadap variasi pada variable tergantungnya (signifikan), atau dengan kata lain bahwa model analisis yang digunakan adalah sesuai hipotesa.
2. Menghitung Koefisien Determinasi Berganda (R2)
          Metode ini digunakan untuk mengukur ketepatan dari model analisis yang dibuat. Nilai koefisien determinasi berganda digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan dari variable bebas yang diteliti secara simultan terhadap pariasi variable tergantung. Bila R2 mendekati angka satu maka dapat dikatakan bahwa sumbangan dari variable bebas  (Xi) terhadap variable tergantung (Yi) semakin besar. Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan variasi variable tergantung. Menurut Gujarati (1997:139)koefisien determinasi berganda digunakan rumus sebagai berikut:
          R2  =
         
Keterangan:
R2     = Koefisien determinasi
ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan
RSS = Jumlah kuadrat residual
TSS = ESS + RSS

3. Uji –t (Parsial) digunakan untuk mengetahui masing-masing sumbangan variable bebas secara parsial terhadap pariabel tergantun,menggunakan uji masing-masing koefisien regresi variable bebas apakah mempunyai pengaruh yang bermakna atau tidak terhadap variable terikat. Menurut Gujarati (1997:74) uji-t dirumuskan sebagai berikut:
           
Di mana:
βi         = Koefisien regresi

Se (βi)  = Standar deviasi
Bentuk pengujiannya adalah sebagai berikut:
Ho:b1=b2=b3=b4=0, artinya tidak ada pengaruh yang nyata antara Xi dengan Y Ho:b1=b2=b3=b4≠0, ada pengaruh bermakna antara X1 dan Y dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%,kemudian dibandingkan t hitung dengan t table. Apabila nilai t hitung > t table α/2 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara masing-masing variable predicator (Xi) dengan variable terikat (Yi). Apabila nilai t hitung < t table α/2 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara masing-masing variable preditor (Xi) dengan variable terikat (Yi).




















DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,S, 1993. Prosedur penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
As`ad, Mohamad. 1991. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri. Edisi           IV. Yogyakarta: Liberty.

Azwar, Saifuddin. 1992. Reliabilitas dan Validitas. Edisi 1. Yogyakarta: Sigma     Alpha.

Burhanudin. 1990. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan   Pendidikan.Jakarta:PT.Bumi.Aksara.

Chadwick, Bruce A., et.al.. 1991. Social Science Research Methods. Terjemahan: Sulistia dkk.. Semarang: IKIP Semarang Press.

Flippo, Edwin B. 1997. Manajemen Personalia. Jilid II. Alihbahasa: Moh. Masud. Jakarta: Erlangga.

Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta. Erlangga.
Hadi, Sutrisno. 1997. Bimbingan Menulis Skripsi-Tesis II. Yogyakarta: Yayasan    Penerbitan Pakultas Psikologi UGM.

Handoko, T. Hani. 1991. Manajemen. Edisi II. Yogyakarta: BPFE.
Kartono, Kartini. 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo             Persada

Reksohadiprodjo, S. dan T. Hani Handoko. 1990. Organisasi Perusahaan: Teori,    Struktur dan Perilaku. Edisi II. Yogyakarta:BPFE.

Sudjana. 1992. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi: Bagi Para Peneliti. Edisi III.             Bandung: Tarsito.

Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja            GrafindoPersada

Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia   Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara

Soetopo, Hendiyat dan Wasty Soemanto. 1984. Kepemimpinan dan Supervisi        Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Sumarsono, HM. Sonny. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Edisi I.          Yogyakarta:GrahaIlmu.

Timple, A. Dale. 1992. Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis: Kinerja. Alihbahasa:        Cikmat. Jakarta: PT. Elexmedia Komputindo.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005. Pasal 20 (a) Tentang Guru         danDosen.

Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan           Permasalahannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Belajar KBK .Bandung: Penerbit           Remaja Rosdakarya.








0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons