Sabtu, 12 Maret 2011

TUGAS MITIGASI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Memperhatikan kondisi beberapa waktu terakhir ini, seperti bencana banjir, longsor, dan gempa yang datang silih berganti di berbagai wilayah Indonesia telah menimbulkan kerugian harta benda dan jiwa yang tidak sedikit. Selain disebabkan oleh alam, aktivitas masyarakat juga dapat memicu terjadinya bencana.
Bencana ini menjadi pelajaran sekaligus guru yang berharga, selain berserah diri kepada-Nya, juga perlu ada suatu upaya konkret secara faktual dalam memahami dan mengantisipasi kondisi alam secara teoretis dan logis. Salah satu wujudnya, melalui manajemen penanganan bencana yang terarah dan terpadu. Yang terpenting dari manajemen bencana adalah langkah konkret dalam mengendalikan bencana. Dengan demikian, korban dapat terselamatkan dan upaya untuk pemulihan pascabencana dapat dilakukan dengan cepat.
Selain itu aktivitas terkait penataan ruang yang dapat memicu terjadinya bencana, antara lain meliputi persyaratan teknis dalam pemanfaatan ruang yang tidak diikuti sepenuhnya oleh masyarakat atau pemerintah daerah serta adanya praktek pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Antisipasi dan mitigasi bencana harus dilakukan untuk mengurangi kerugian yang lebih besar, agar masyarakat Indonesia living harmony with disaster (hidup berdampingan dengan bencana).
Seperti diketahui, banjir bandang di Papua Barat terjadi pada Senin (4/10) sekitar pukul 06.00 WIT. Lokasi kejadian terletak di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat di mana lokasi yang terkena dampak yaitu Wasior I, Wasior II, Rado, Moru, Maniwak, Manggurai, Wondamawi, dan Wondiboy. “Berdasarkan data satelit, tahun 2005-2009, menunjukan telah terjadi deforestasi seluas 1.017.841,66 hektar atau sekitar 254.560,41 hektar per tahun. Jika deforestasi nasional seluas 1,17 juta hektar per tahun, berarti Papua Barat menyumbang sekitar 25% dari angka itu,” Wasior adalah Ibu Kota Kabupaten Teluk Wodama, Provinsi Papua Barat. Teluk Wodama Terletak di sepanjang Tengkuk Kepala Cendrawasih. Luas wilayah Wasior  .461,16 km2, dengan kemiringan 0-40 m dari permukaan laut dan berjarak sekitar 120 km dari Manokwari. Seperti yang kita lihat pada gambar 1 PETA kota WASIOR,lokasi banjir bandang tersebut.
            “Faktor penyebab deforestasi adalah kegiatan pertambangan mineral, batu bara, minyak dan gas yang berlangsung beberapa tahun terakhir. Ini membuat pergerakan tanah di Papua semakin cepat,,Di bagian hulu Wasior terdapat eksploitasi hutan baik oleh pemegang penguasaan hutan maupun kegiatan illegal logging”. Dalam catatan IHI, pemerintah pusat sudah memberikan izin pengolahan hutan terhadap 20 perusahaan dengan luas wilayah mencapai 3.568.080 hektare di Papua Barat.
Sebanyak 16 Perusahaan tambang mineral dan batu bara mengantongi izin untuk eksplorasi dan eksploitasi seluas 2.701.283 hektare, sedangkan 13 pertambangan migas mendapat izin konsesi 7.164.417 hektare, dan perusahaan perkebunan mendapat konsesi seluas 219.021 hektare.

Gambar 1 :Kota WASIOR dalam PETA/MAP
Mengamati fenomena-fenomena di atas, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah kita yang hidup di wilayah rawan bencana alam harus selalu mendapatkan kerugian yang besar, dalam hal korban jiwa maupun harta benda, dalam setiap kejadian bencana? Apakah pembangunan yang ada justru makin memperparah dampak bencana akibat tidak diperhatikannya kaidah-kaidah kebencanaan dalam pelaksanaan pembangunan?
Pembangunan semestinya bukanlah proses modernisasi saja tetapi harus juga memperhatikan peningkatan kualitas hidup dari berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan lingkungan yang harus dijalankan dalam pelaksanaan pembangunan secara seimbang, diantaranya dengan memperhatikan kaidah-kaidah kebencanaan dalam pelaksanaan pembangunan. Agar dapat maju dan bersaing dengan bangsa lain, bagi kita yang hidup di daerah rawan bencana, sudah seharusnya memiliki kebijakan, strategi, perencanaan atau program-program yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan menghadapi bencana.
1.2  IDENTIFIKASI MASALAH
Sesuai dengan judul makalah ini yaitu; “Pengaruh Tata Ruang Terhadap Bencana Banjir di WASIOR PAPUA BARAT dan Bagaimana Memitigasinya”,terkait dengan penataan ruang yang dapat memicu terjadinya bencana tersebut.
Berkaitan dengan judul tersebut, Maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Bagaimana peran masyarakat atau pemerintah terutama di daerah yang tidak mengikuti persyaratan teknis dalam pemanfaatan ruang.
b.      Adanya praktek pembangunan yang tidak berwawasan Lingkungan.
c.       Salah satu penyebab bencana banjir bandang di kota wasior  Papua Barat adalah Karena Pemerintah daerah tidak beradaptasi dengan lingkungan.

Gambar 2:Pengamatan Kejadian banjir bandang dikota wasior propinsi Papua Barat.
1.3  PEMBATASAN MASALAH
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka makalah yang dibahas dibatasi pada masalah:
a.       Peran Masyarakat dan pemerintah daerah terhadap Pemanfaatan ruang Yang efektif.
b.      Cara-cara agar pembangunan yang dilaksanakan senantiasa berwawasan lingkungan.
1.4 TUJUAN
Tujuan dari Pengaruh Tata Ruang Terhadap Bencana dan Bagaimana Memitigasinya yaitu :
a)      Mengkaji kriteria dan prinsip-prinsip dasar dalam penentuan wilayah rawan bencana (bencana geologi, meteorologi, dan antropogenis) dan mitigasi bencana.
b)      Mengkaji Peran Masyarakat dan pemerintah daerah terhadap Pemanfaatan ruang Yang efektif.
c)      Menyusun kebijakan dan strategi mitigasi termasuk penataan kelembagaan managemen bencana dan rancangan program serta strategi penanganan bencana secara terpadu dan berkesinambungan.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1  FUNGSI TATA RUANG DAN MITIGASI BENCANA
A. FUNGSI TATA RUANG
Banjir merupakan persoalan yang selalu terjadi setiap tahun di wilayah Indonesia dan hal itu tidak bisa dilepaskan dari belum serasinya alih fungsi lahan. Padahal pelanggar penggunaan tata ruang bisa dipidana, Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan petunjuk cara menggunakan ruang dan sanksi bagi pelanggarannya. Perangkat hukum itu  memberikan arahan bahwa penataan ruang tanpa melihat batas administrasi pemerintahan daerah. Jadi, pembangunan yang bertumpu pada perencanaan tata ruang sudah seharusnya saling kait-mengkait, terlepas dari daerah itu sudah melampaui batas wilayah administratifnya. Penjabarannya yakni bila ada suatu wilayah dengan fungsi, kondisi, dan karakter tanahnya sama, namun secara kewilayahan ada perbedaan administrasi kepemerintahan, maka wilayah tersebut tetap ditentukan penggunaannya sesuai peruntukan awalnya, sesuai rencana tata ruang secara nasional..
B. FUNGSI MITIGASI
Mitigasi adalah sebuah upaya untuk melakukan perencanaan yang tepat untuk meminimumkan dampak bencana. Mitigasi bukanlah sebuah strategi akhir, namun diperlukan agar resiko-resiko yang ada dapat diminimalisir. Untuk itu diperlukan berbagai bentuk pendekatan dalam menetapkan strategi mitigasi yang diperlukan
Mitigasi Isi dari sosialisasi materi, selain substansi penggunaan ruang, juga tentang filosofi normatif yang berbasis pada mitigasi bencana secara nasional. hal ini terkait dengan kejadian yang terduga maupun tidak, misalnya ancaman bencana alam atau kerusakan lahan.
Kemudian aspek keterkaitan, korelasi, dan interaksi wilayah antarprovinsi harus selalu dikedepankan. Bila pola ini diterapkan, tidak akan ada pembangunan antarprovinsi yang mandek sampai sebatas wilayah provinsi atau kabupaten itu.
Hal yang tidak kalah penting adalah tidak akan terjadi saling lempar tanggung jawab atas bencana alam yang muncul di wilayah lain tapi berdampak pada wilayah tetangga. Sosialisasi menjadi penting  ketika bencana alam terus menimpa wilayah-wilayah rawan dan selalu terulang.Prinsip mitigasi adalah meminimalisasikan dampak bencana, jadi sebenarnya lewat perencanaan terpadu kita bisa ”terhindar” dari bencana tersebut dengan cara penanganan secara kewilayahan yaitu dengan mengatur fungsi ruang ataupun secara perekayasaan.


Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum banjir penanganan saat banjir, dan pemulihan setelah banjir Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang berkesinambungan, sebagaimana digambarkan pada Gambar 5 yang mencakup beberapa jenis kegiatan seperti ditunjukkan dalamTabel 1.
                                              
Gambar 3 : Disaster Risk Management and MitigationCircle
Kegiatan penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus, yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai masukan untuk pencegahan sebelum bencana banjir terjadi kembali. Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai sampai wilayah dataran banjir, dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini bencana banjir.
Dengan adanya kerentanan ini maka dapat mengurangi nilai dari penggunaan lahan tersebut ataupun jika lebih buruknya yaitu akan mengganggu atau merusak aktivitas yang berlangsung pada penggunaan lahan tersebut. Seperti yang kita lihat pada gambar berikut ini.(gambar 4 dan 5)
Supaya upaya mitigasi ini dapat dilakukan di setiap lokasi maka upaya mitigasi ini disusun dalam bentuk model. Penyusunan model ini dilakukan agar terdapat arahan atau panduan dalam melakukan suatu perencanaan mitigasi bencana melalui pengaturan penggunaan lahan. Selain itu terkadang di Indonesia, panduan perencanaan yang disusun terkadang kurang dapat dipahami oleh pengguna. Melalui penyusunan model yang berbentuk aplikasi Sistem Informasi Geografis ini diharapkan pengguna dapat terbantu dalam melakukan analisis dalam upaya penyusunan suatu perencanaan mitigasi.
Bencana alam merupakan suatu interaksi antara kejadian/fenomena alam yang membahayakan (hazard) dengan kerentanan (vulnerability) serta kapasitas (capacity) masyarakat di lokasi kejadian. Paradigma pengelolaan bencana dari waktu ke waktu semakin menyadari bahwa pengelolaan bukan hanya pada saat pasca kejadian, melainkan pengelolaan sebelum kejadian dalam bentuk meminimasi resiko kejadian serta dampak kerusakan (mitigasi). Banjir sebagai salah satu jenis bencana alam memiliki karakteristik yang sangat tidak diduga dan belum dapat diprediksi kapan dan dimana kejadian berikutnya akan terjadi. Hal ini bahkan telah membuat beberapa kalangan. Dengan demikian mitigasi bencana alam Banjir sangat patut dilaksanakan di berbagai negara serta kota yang memiliki ancaman bencana tersebut.
Bentuk-bentuk mitigasi bencana alam banjir pada akhirnya diterapkan sesuai dengan karakteristik potensi banjir, kerentanan, serta kapasitas masing-masing lokasi. Teori Lempeng sebagai salah satu teori terbaru mengenai penyebab  dan pencanangan Dekade 90’an sebagai Dekade Pengurangan Resiko Bencana oleh PBB, sangat mendorong berbagai dialektika dan kerjasama internasional dalam mengurangi resiko bencana banjir . Pembelajaran teknis mitigasi banjir antar suatu kota maupun antar negara merupakan salah satu langkah yang cukup efisien dalam menyiapkan mitigasi bencana banjir bandang. Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencanayang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain.
Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1.       Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan asset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2.       Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3.       Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).

Gambar 4: Gundulnya Hutan akibat Kerakusan industry ekstraktif.
Gambar 5:yang paling banyak terbawah arus banjir yaitu Kayu Gelondongan,Bukti adanya illegal logging…….

Gambar 6.Intstruksi Presiden RI.DR. Soesilo Bambang Yudhoyono. Tentang Langkah tanggap darurat Menanggulangi bencana di Kota WASIO PAPUA BARAT


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.   KESIMPULAN
Berdasarkan uraian bahasan “Pengaruh Tata Ruang Terhadap Bencana Banjir Bandang di kota WASIOR PAPUA BARAT dan Bagaimana Memitigasinya”. Dapat disimpulkan bahwa:
 Peran pemerintah masih sangat dominan pada setiap tahap bencana. Partisipasi masyarakat yang merupakan pada tahap sebelum bencana, memiliki pengaruh sangat kecil dalam proses dan implementasi kebijakan. Tingkat partisipasi terbaik yang terjadi baru pada tingkat konsultasi. Pada beberapa kegiatan masih pada tingkat informasi. Di tahap ini masyarakat masih sebagai obyek program/kegiatan pemerintah. Partisipasi telah dimulai pada tingkat lingkup lingkungan setempat. Peraturan perundangan, terutama di daerah masih terbatas. Dengan demikian penegakan hukum juga belum banyak dilakukan.
Media sangat diperlukan menjadi connector antara daerah dan pusat. Sehingga terbangun sistem jejaring database penataan ruang, khususnya terkait mitigasi bencana dalam penataan ruang,”mitigasi bencana dapat diartikan sebagai tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana, baik yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, terhadap suatu komunitas, kawasan, maupun wilayah. Beberapa akibat bencana dapat dicegah, akibat-akibat lainnya akan tetap terjadi tetapi dapat diubah atau dikurangi dengan tindakan yang tepat. Selain itu dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26/2007 terkandung upaya mitigasi bencana mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam penataan dan pemanfaatan ruang,
Perencanaan memang memerlukan waktu, karena di dalamnya terdapat landasan teori, kesepakatan bersama, serta perlu dilakukannya sosialisasi kepada seluruh masyarakat. Dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang, harus dilandasi oleh wawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk generasi ke depan di tingkat daerah, kearifan lokal merupakan penguatan penyelenggaraan penataan ruang. Selain itu, UUPR telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan peningkatan diri sesuai dengan potensi sumber daya, karakteristik, dan budaya (kearifan lokal) daerah masing-masing. Hal ini sangatlah dibutuhkan pakar di bidangnya yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan pemanfaatan ruang.



B. REKOMENDASI
Berkaitan dengan masalah ini direkomendasikan agar pemerintah bersama masyarakat memiliki pengembangan Tata ruang terpadu. Terpadu yang dimaksudkan adalah memadukan antara pendekatan struktural dengan non-struktural, satuan manusia dengan ruang lingkup deteksi dengan mitigasi, serta memadukan ketiga keterpaduan tersebut.











DAFTAR PUSTAKA
Architectural Research Limited, 1994;
Bieri, Stephan. Dr., “Disaster Risk Management and the Systems Approach by”, World Institute for Disaster Risk Management (DRM), 2003 (www.drmonline.net)

 Federal Emergency Management Agency (FEMA), What Is Mitigation?, Mitigation: Reduction.

href='http://openx.detik.com/delivery/ck.php?n=a59ecd1b&cb=INSERT_RANDO

Ketua IHI Chalid Muhammad Jumat (8/10/2010). saat jumpa wartawan di kantor IHI, Jalan Kompleks Bumi Asri Liga Mas, Perdatam, Jakarta Selatan

Korban Tewas di Wasior jadi 147 Orang  fotoFitraya Ramadhanny – detikNews

Ongkosongo (2004); Sindrom Kerusakan Lingkungan
 Risk through Mitigation, Washington, 2000; UNDP, Program Pelatihan Managemen Bencana, Mitigasi Bencana, Edisi Dua, Cambridge

08/10/10JAKARTA, KOMPAS Bencana banjir bandang di Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Senin (4/10) pekan ini, merupakan bencana ekologis akibat dari pembalakan dan pertambangan. M Islah

Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
src='http://openx.detik.com/delivery/avw.php?zoneid=24&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a59ecd1b' border='0' alt='' /></a>





















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………….…………………………………….            i
DAFTAR ISI ………………………….………….………………………………...ii
BAB I  Pendahuluan
1.1 Latar belakang Masalah ………………………………………………   1
1.2 Identifikasi Masalah …………………….……………………………    3
1.3 Pembatasan Masalah ………………….……………………………...    4
1.4 Tujuan ………………………………….……………………………..    4
BAB II Pembahasan
2.1 Fungsi Tata Ruang dan Mitigasi …………………………………………   5
2.2 Fungsi Tata Ruang……………………………………………………     5
2.3 Fungsi Mitigasi..……………………………………………………..      5
BAB III Penutup
A. Kesimpulan …………………………………………………………      11
B. Rekomendasi …………………………………………………………    12

Daftar pustaka …………………………………………………………………   .   13

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin…


BANDUNG,18 November 2010

                                                                                               AHSAN SOFYAN,SE         
                                                                                     NIM : 1006980



STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR 2006
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNTUK KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
SEMESTER  1
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
1.       Memahami permasalahan social berkaitan dengan pertumbuhan junlah penduduk
1.1. Mendeskripsikan kondisi fisik wilayah dan penduduk
1.2. Mengidentifikasi permasalahan kependudukan dan upaya penanggulangannya
1.3. Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup dan upaya penanggulangannya dalam pembangunan berkelanjutan
1.4. Mendeskripsikan permasalahan kependudukan dan dampaknya terhadap pembangunan
-          Kondisi fisik dan social wilayah Indonesia
-          Dinamika penduduk Indonesia
-          Lingkungan hidup dan pelestariannya
-          Kependudukan dan pembangunan

PENGARUH TATA RUANG TERHADAP BENCANA BANJIR BANDANG  DI WASIOR PAPUA BARAT DAN CARA MEMITIGASINYA
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Studi Keruangan dan Mitigasi Bencana
Yang dibina Oleh:
Prof.DR.Hj. Enok Maryani.MS


logo upi
                       Oleh
                     AHSAN SOFYAN, SE
                      (1006980)



PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2010

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons