Sabtu, 12 Maret 2011

silogisme

SYLLOGISME
Oleh:

AHSAN SOFYAN, SE (1006980)


A.          PENDAHULUAN
Logika berasal dari bahasa Yunani yaitu logos, yang berarti; kata, pengertian, pikiran, ilmu. Secara etimologis, logika adalah ilmu pikiran atau ilmu menalar. Logika dapat diartikan sebagai ilmu tentang metode-metode dan prinsif-prinsif yang dipakai untuk membedakan penalaran yang tepat dari pernyataan yang tidak tepat (Maran, 2007:3).
Orang sering kali menggangap apa yang kita katakan itu benar. Padahal mungkin apa yang kita katakan hanya merupakan praduga atau prasangka-prasangka semata. Kecerobohan dalam mengambil kesimpulan akan berdampak buruk bagi masyarakat, terutama masyarakat yang bertingkat pendidikan rendah. Masyarakat yang tidak kritis akan termakan oleh pendapat-pendapat yang berkeliaran di masyarakat tanpa mengetahui apakah pendapat tersebut benar atau salah. Charles Lamb (Poespoprodjo, 2006:11) menyebut dirinya sebagai “a bundle of prejudice made up of likings and dislikings”.
Orang yang diakui sebagai bapak logika adalah Aristoteles (384–322 SM). Aristoteles adalah orang pertama yang menemukan kriteria sistematis untuk menganalisa dan mengevaluasi argumen-argumen. Logika yang ia kembangkan disebut logika silogistik.
Terdapat tiga unsur pemikiran manusia dalam bentuk aturan-aturan pemikiran yang tepat, yaitu :
1.              Pengertian yang berlangsung dalam bathin manusia dan perkataan untuk menyatakan pikiran dengan kata-kata (bahasa) baik lisan maupun tulisan. Mengerti kenyataan serta membentuk pengertian-pengertian atas dasar pengetahuan keindraan.
2.              Putusan dan pernyataan.
Berikut beberapa pengertian putusan/ keputusan yaitu:
2.1.          Putusan adalah: Perbuatan manusia yang di dalamnya ia mengakui atau memungkiri susuatu tentang sesuatu (A proposition is a statement in wich anything what so ever is affirmed or denied atau statement in which man affirms or denies a something of something else) (Poespospodjo, 2006:85)
2.2.          Keputusan adalah suatu kegiatan pikiran yang mengafirmasikan suatu ide dengan ide yang lain, yang mengingkari suatu ide dengan ide yang lain. (Maran, 2007:61). Dengan demikain terdapat dua jenis keputusan yaitu keputusa n kategoris yaitu keputusan yang di dalamnya Predikat diakui atau dipungkiri tentang Subjek tanpa syarat dan putusan hipotesis yang di dalamnya Predikat diakui atau dipungkiri tentang Subjek tergantung dari suatu syarat.
Sedangkan pengertian pernyataan dalam kalimat/ proposisi adalah suatu pernyataan yang di dalamnya sesuatu entang diafimasikan, entah diingkari (Maran, 2007:62) Proposisi sendiri terbatas pada kalimat yang bersifat deklaratif atau kalimat berita.
3.              Pemikiran dan perkataan dari penyimpulan kata-kata yang dirangkaikan menjadi kalimat-kalimat atau putusan-putusan yang dirangkaikan menjadi suatu pemikiran.
3.1.          Poespoprodjo (2006:121) mengatakan, penyimpulan adalah kegiatan manusia, yang dari pengetahuan telah dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu bergerak ke pengetahuan baru.
3.2.          Maran (2007:86) mengatakan, penyimpulan adalah proses penarikan suatu kesimpulan dari suatu premis atau kombinasi premis-premis. Premis adalah proposisi yang ada/ diketahui.

MENGUJI PENYIMPULAN
Tujuan penalaran adalah utuk mencapai pengetahuan yang benar dan sedapat mungkin pasti meskipun pada kenyataannya hasil pemikiran maupun alasan-alasan yang diajukan belum tentu benar. Terdapat empat pertanyaan untuk menguji suatu pemikiran, yaitu :
1.               Apa pokok pertanyaan yang akan diajukan. Ini selanjutnya disebut kesimpulan.
2.               Atas dasar apa sampai pada kesimpulan? Apa titik pangkalnya? Apa alasan-alasannya? Dalam istilah teknis disebut premis.
3.               Bagaimana jalan fikiran yang mengaitkan alasan-alasan yang diajukan dan kesimpulan yang ditarik? Bagaimana langkah-langkahnya? Apa kesimpulan itu sah?
4.               Apakah kesimpulan atau alasan itu benar? Apakah pasti? Atau hanya mungkin benar? Sangat mungkin tidak benar?
Agar pemikiran/ penalaran itu menghasilkan kesimpulan yang benar maka harus memenuhi syarat berikut :
1.               Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan.
2.               Alasan yang diajukan harus tepat.
3.               Jalan fikiran harus logis.

B.          UNSUR-UNSUR LOGIKA
Untuk menentukan aturan-aturan pemikiran yang tepat, logika menganalisis 3 unsur pemikiran manusia, yang terdiri dari:
1.               Pengertian dan Pernyataan Dalam Kata-Kata
Tahap ini adalah cara mendapatkan pengertian tentang sesuatu. Dalam berfikir digunakan konsep atau pengertian-pengertian (hal yang tidak perlu diucapkan dengan lisan atau tertulis). Tetapi untuk mengungkapkan pengertian yang dimiliki itu kita perlu menggunakan bahasa yang berupa ungkapan kata-kata. Terdapat hubungan timbal balik antara pemikiran dan bahasa, karena berfikir yang benar menuntut pemakaian kata-kata yang tepat. Dapat berbicara karena memiliki kata-kata. Pemikiran yang tepat karena memiliki pengertian-pengertian. Unsur-unsur penting dalam mendapatkan pengertian adalah:
a.               Pengertian ialah tanggapan atau gambaran tentang dibentuk oleh akal budi tentang kenyataan yang dimengerti berdasarkan pengetahuan keindraan, yang mencakup:

·                 Isi pengertian adalah semua unsur di dalam pengertian itu.
·                 Luas pengertian adalah barang-barang atau lingkungan realistis yang ditunjuk dengan pengertian atau kata tertentu.
b.               Kata adalah tanda lahir atau pernyataan dari pengertian.
Pembagian kata-kata menurut artinya terdiri dari:
·                 Univokal (sama bentuk dan sama arti)
·                 Ekuivokal (sama bentuk lain arti) ialah kata yang sama tetapi artinya berbeda.
·                 Analogis (sama bentuk, sedangkan artinya ada kesamaan dan ada perbedaannya) ialah kata yang mempunyai arti yang tidak sama persis (ada perbedaan), tetapi juga tidak sama sekali berlainan (ada kesamaan). Misalnya orang kuat = obat kuat.
c.                Term adalah bagian dari satu kalimat yang berfungsi sebagai subjek atau predikat. Suatu putusan/ pernyataan/ kalimat pada intinya terdiri dari 3 unsur, yaitu:
·                 Subjek, disingkat S
·                 Predikat, disingkat P
·                 Kata penghubung, disingkat = atau ≠, yaitu tanda yang menyatakan adanya penghubung antara S dan P
S ≠ P
 
S = P
 
atau

Untuk menunjukkan luas term, dalam logika dipakai istilah sebagai berikut:
·                 Singular = dengan tegas menunjukkan satu individu atau barang tertentu. Misalnya: pohon itu.
·                 Partikular = menunjukkan hanya sebagian dari seluruh lusanya. Misalnya: beberapa, kebanyakan, ada yang, orang-orang, dan sebagainya.
·                 Universal = menunjukkan seluruh lingkungannya dan masing-masing bawahannya, tidak ada yang dikecualikan. Misalnya: setiap orang, manusia adalah makhluk sosial, besi itu logam.
Penggolongan
Penggolongan atau klasifikasi penting sekali dalam proses pemikiran karena untuk mengupas suatu persoalan kita harus mampu menangkap bagian-bagian dari sesuatu dengan menguraikan unsur-unsurnya. Penggolongan atau klasifikasi adalah pekerjaan akal untuk menganalisis, membagi-bagi, menggolongkan, dan menyusun pengertian-pengertian atau benda-benda menurut persamaan dan perbedaannya. Kesulitan dalam penggolongan, keseluruhan, dan bagian-bagiannya membatasi golongan.
Beberapa aturan dalam penggolongan, yaitu:
1)               Penggolongan harus lengkap
Artinya bagian yang diperinci harus meliputi semua bagian (tak hanya beberapa bagian saja).
2)               Penggolongan harus benar-benar memisahkan
Artinya tiap golongan harus dibedakan dengan jelas; tidak boleh terdapat overlapping atau tumpang tindih.
3)               Penggolongan harus menurut dasar atau garis yang sama
Artinya harus konsekuen dan tidak memakai dua atau lebih dasar sekaligus dalam pembagian yang sama.
4)               Penggolongan harus cocok untuk tujuan yang hendak dicapai.
Definisi
Definisi merupakan pembatasan atau penentuan batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur dan tidak dicampuradukkan dengan pengertian-pengertian lain. Jadi, definisi adalah perumusan yang singkat, padat, jelas, dan tepat yang menerangkan “apa sebenarnya suatu hal itu” sehingga dengan jelas dapat dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain. Fungsi definisi adalah agar kita mampu untuk menjelaskan maksud dan arti istilah tertentu atau pengertian tertentu. Singkatnya definisi adalah merumuskan dengan jelas, lengkap, dan singkat semua unsur pokok (isi) dari suatu pengertian tertentu. Definisi yang baik harus mampu merumuskan dengan jelas, lengkap, dan singkat semua unsur pokok (isi) dari suatu pengertian. Beberapa aturan dalam membuat definisi, yaitu:
·                 Definisi harus dapat dibolak-balik dengan hal yang didefinisikan itu.
·                 Hal yang didefinisikan itu tidak boleh masuk ke dalam definisi.
·                 Definisi tidak boleh negatif kalau dapat dirumuskan secara positif.
·                 Definisi harus sungguh-sungguh menjelaskan.
·                 Definisi harus tepat perumusannya tidak boleh lebih luas atau lebih sempit dari yang harus didefinisikan.
·                 Definisi tidak boleh memuat metafora.
Definisi terbagi 2 jenis, yaitu:
1)               Definisi nominal, yaitu definisi hanya menerangkan arti “nama istilah tertentu”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
·                 Kata sinonim, yaitu kata searti yang lebih umum dimengerti. Misal: kongres = musyawarah.
·                 Mengupas asal-usul istilah tertentu (etimologi). Misal : 'Lokomotif' berasal dari bahasa Latin. 'Loko' (locus) berarti tempat dan 'motif' (movere) berarti dapat menggerakkan, Jadi lokomotif adalah benda yang dapat bergerak dari tempat yag satu ketempat yang lain.
2)               Definisi Riel, yaitu menerangkan apa sebenarnya sesuatu dengan menunjukkan realitas atau hakikat dari sesuatu itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara, yaitu :


·                 Dari sifat khas atau hakiki (defini logis/ esensial)
Contoh:       Kuda itu apa? Apakah sesuatu yang dapat dimakan?
Tidak! Kuda adalah sejenis binatang yang...
·                 Dari kumpulan sifat-sifat (definisi deskriptif)
Contoh:       Cinta itu sabar, murah hati, mempercayai dengan sabar dan tidak akan berkesudahan.
·                 Dari sebab-sebab dan atau tujuannya (definisi kausal atau final)
Contoh:       Arloji ialah suatu alat untuk menunjukkan waktu; yang dengan demikian kecilnya sehingga dapat diikatkan pada pergelangan tangan atau dimasukkan ke dalam saku.

2.               Putusan atau Pernyataan Dalam Kalimat
Putusan adalah perbuatan manusia yang di dalamnya mengakui/ memungkiri sesuatu tentang sesuatu, atau menyatakan/ menyangkal suatu hubungan antara 2 pengertian. Dalam membentuk suatu putusan, unsur perasaan dan kehendak juga memegang peranan yang penting, Putusan terdiri dari 3 unsur, yaitu :
a.           Subjek, yaitu hal yang tentangnya dikatakan, atau dengan kata lain hal yang diterangkan oleh predikat
b.           Predikat, yaitu apa yang diakui/ disangkal tentang subjek, atau dengan kata lain yang menerangkan subjek
c.            Hubungan antara S & P, yaitu pernyataan penyatuan (afirmasi) atau pemisahan (negasi)
Unsur yang terpenting dalam putusan/ pernyataan adalah adanya hubungan antara S & P, karena tanpa afirmasi dan negasi tidak ada putusan. Contoh “Mahasiswa yang sebelum bulan September belum lulus ujiannya”, adalah bukan kalimat putusan/ pernyataan karena ucapan ini hanya merupakan bagian dari S atau P saja, dan tidak ada predikat yang diakui/ dipungkiri tentang suatu S. Tetapi jika ditambahkan kata “Amir adalah mahasiswa yang sebelum bulan September belum lulus ujiannya”, merupakan putusan karena ada afirmasi atau negasi.
Penggolongan Putusan
1.               Berdasarkan bentuk kala penghubungnya putusan terbagi 2 yaitu:
a.               Putusan Afirmatis/ Putusan Positif
Dalam putusan ini (mengakui S = P); dimana terdapat kata penghubung yang menghubungkan S dan P sebagai satu kesatuan dan bukanlah sebagai 2 hal yang terpisah. Dirumuskan dengan :
Ø   isi P diterapkan pada (dikatakan tentang) S
Ø   luas S dinyatakan masuk luas/ lingkaran P, dengan kata lain S bagian dari P.
Contoh: “Kucing itu binatang”
                                     S          =             P
b.               Putusan Negasi/ Negatif (penyangkalan)
Dilambangkan dengan S ≠ P, dimana S & P tidak ada kesatuan, dipisah-pisahkan dan dikatakan tidak sama, dihubungkan dengan penghubung negatif, contoh: “Kucing itu bukan anjing”
        S                                 P
2.               Berdasarkan sifat afirmasi dan negasi , putusan dibagi dua yaitu:
a.               Putusan kategoris
Putusan kategoris adalah putusan yang di dalamnya P diakui atau dipungkiri tentang S tanpa syarat yang biasanya diperjelas dengan pemakaian kata ‘secara mutlak’, ‘pasti’, ‘mungkin’, dan ‘mustahil’. Dirumuskan dalam bentuk sebuah kalimat, khususnya kalimat berita, kalimat yang menyatakan pertanyaan, seruan, perintah bukanlah sebuah putusan karena di dalamnya tidak ada afirmasi/ negasi tentang sesuatu. contoh: Selamat pagi? Mau kemana?
Sedangkan kalimat berita merupakan penjelmaan putusan/ pernyataan, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur S & P yang menyatakan sesuatu tentang sesuatu dan ada pegangan dengan (pertautan) dari unsur-unsurnya. Contoh: Kerbau itu besar; Saya suka makan durian. Putusan merupakan pernyataan ‘sesuatu tentang sesuatu’ harus memuat unsur-unsur, yaitu:
1)           Benar dan salah
Dalam menentukan benar tidaknya suatu putusan harus dilihat dengan sesuai tidaknya dengan fakta, kenyataan yang ada.
2)           Pasti dan mungkin, dibagi atas 3 mental state yaitu :
§  Terdapat kepastian,
        Adalah putusan dimana melihat secara positif tanpa keraguan, bahwa ini adalah demikian dan bahwa pernyataan yang sebaliknya adalah salah.
§  Dugaan atau sangkaan.
Adalah tingkat kepastian yang belum dikatakan 100% benar/ salah meskipun telah diadakan penyelidikan, karena ada kemungkinan pernyataan sebaliknya dapat benar ataupun salah. Dapat ditunjukkan dengan kata modalitas seperti sekiranya, sangat mungkin, tidak mustahil, kami kira.
3)           Kesangsian
Adalah tingkat keyakinan yang paling rendah, dimana alasan yang kita punya tidak begitu cukup untuk menyatakan ya, tetapi juga tidak cukup untuk menyatakan tidak dan hanya baru menduga-duga saja.
b.               Putusan hipotesis
Putusan hipotesis adalah putusan yang di dalamnya P diakui atau dipungkiri tentang S dengan suatu syarat, yaitu:
Ø   Kondisional: jika ... maka ...
Ø   Disjungtif: atau ... atau ...
Ø   Konjungtif: tidak sekaligus ... dan ...
3.               Berdasarkan luas, putusan terbagi 2 kelompok, yaitu:
a.               Berdasarkan luas subjek terbagi 3, yaitu:
Ø   Singular, yaitu putusan yang subjeknya singular; predikatnya diakui atau dipungkiri hanya tentang satu hal yang ditunjuk dengan jelas. Misalnya: “Beberapa penduduk desa ini cukup kaya”.
Ø   Partikular, yaitu putusan yang subjeknya partikular; jadi, jika pendapat diakui atau dipungkiri tentang sebagian dari seluruh luas subjeknya. Misalnya: “Beberapa penduduk desa ini cukup kaya”.
Ø   Universal, yaitu jika predikatnya diakui atau dipungkiri tentang seluruh luas subjeknya. Misalnya: “Manusia itu makhluk berbudi”.
Dalam logika sangat dikenal dengan sebutan A–E–I–O. Putusan ini merupakan kombinasi putusan menurut kata penghubung (afirmasi dan negatif) dan putusan menurut luasnya, tabelnya seperti berikut:
Kata Penghubung
Luas
AFIRMATIF
NEGATIF
UNIVERSAL
A
E
SINGULAR
I
O
A           = afirmatif dan universal
E           = negatif dan universal
I            = afirmatif dan particular/ singular
O          = negatif fan particular/ singular
b.               Berdasarkan luas predikat
Ketentuan-ketentuan tentang luas predikat, yaitu:
Ø   Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu hal tertentu. Misalnya: Lidenberg adalah orang yang pertama-tama melintasi Lautan Atlantik dengan kapal terbang.
Ø   Dalam putusan afirmatif, predikat adalah partikular (kecuali jika singular). Contoh: ‘Ada rumah rusak akibat banjir’, berarti rumah yang rusak itu hanya merupakan sebagian dari semua hal yang rusak akibat banjir.
Ø   Dalam putusan negatif, P adalah universal. Dengan pemungkiran S dan P dipisahkan. Contoh: ‘manusia itu bukan kera’, yang berarti bahwa ‘semua manusia’ (S universal), dan ‘semua kera’ (P universal) keduanya jelas terpisah karena tidak ada manusia pun yang tergolong lingkungan kera, begitu juga sebaliknya. Maka ‘manusia ≠ kera’.
4.               Berdasarkan isinya, putusan itu terdiri dari:
a.               Putusan analitis
Putusan analitis adalah putusan yang di dalamnya P dipersatukan dengan S atas dasar analisis S (deduksi). Predikat secara eksplisit menyebutkan secara implisit yang terkandung dalam S. Sifat putusan ini adalah kebenarannya tidak perlu dicocokkan dengan fakta (closed system statement), karena merupakan definisi yang telah disetujui bersama (agreement statement) yang sudah dapat dipastikan sebelumnya (apriori statement), contoh: 1 Km itu 1.000 m.
b.               Putusan Sintetis/ Putusan Empiris
Putusan sintetis adalah putusan yang di dalamnya P dipersatukan dengan dengan S atas dasar pengalaman (empiris) –induksi–penyelidikan–fakta–observasi.
Sifat putusan ini adalah kebenarannya ditemukan atas dasar pengalaman (discovery statement), berkenaan dengan dunia konkret yang terjadi setiap hari (open's system statement) yang kebenarannya tidak dapat dipastikan sebelumnya melainkan atas dasar pengalaman (a posteriori statement), contoh: “meja itu tidak bundar”. Putusan Sintetis, mengandung 2 pemyataan yaitu :
§   Pernyataan tentang fakta (statement of facts) adalah putusan yang mengatakan sesuatu tentang dunia nyata dimana benar dan salahnya dapat dicek dengan mencocokkannya dengan fakta.
§   Pernyataan tentang pendapat (statement of opinion) adalah putusan dimana pendapat, perasaan, dan interpretasi seseorang ikut di dalamnya serta kebenarannya tetap dapat diterima meski ada pendapat lain. Pendapat dalam putusan sintetis terbagi 2, yaitu :
1)               Pendapat subyektif, yaitu pendapat dimana hanya berdasarkan rasa saja, dan kebenarannya tidak dapat dibuktikan.
2)               Pendapat objektif, yaitu pendapat yang didasari pertimbangan, penilaian, atau pandangan, dimana kebenarannya dapat dibuktikan dengan fakta.
Perbedaan putusan sintetis (empiris) dengan putusan analitis adalah putusan empiris dapat dicocokkan dengan fakta yang ada, sebaliknya putusan analitis dapat dicek dengan aturan yang telah ditentukan atau berdasarkan definisi yang telah disetujui.

C.          PENYIMPULAN
Penyimpulan adalah kegiatan manusia yang terdiri dari pengetahuan yang telah dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu bergerak ke pengetahuan baru. Kegiatan manusia bukan berarti yang giat hanya akal saja melainkan seluruh tubuhnya. Dari pengetahuan yang telah dimiliki berarti bertolah dari pengetahuan yang telah ada untuk melihat hubungan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada dan melakukan proses melaui jalan induksi dan deduksi sehingga melahirkan pengetahuan baru yang disebut dengan kesimpulan.
Istilah-istilah dalam penyimpulan terdiri dari :
1.               Titik pangkal yaitu pengetahuan yang telah dimiliki serta merupakan titik tolak dalam proses pemikiran yang disebut antecedens atau premis (yang mendahului)
2.               Hasil pemikiran yaitu pengetahuan aru yang diperoleh berdasarkan premiss-premis yang disebut kesimpulan
3.               Hubungan antar premis dan kesimpulan
4.               Kesimpulan yang sah yaitu kesimpulan yang benar-benar dapat dan harus ditarik premis-premis tertentu
5.               Kesimpulan yang tidak sah yaitu kesimpulan yang yang tidak boleh / tidak dapat diambil dari premis-premis tertentu.
Agar suatu kesimpulan itu benar maka harus dipenuhi dua syarat berikut :
1.               Titik pangkal harus benar dan tepat, apabila titik tolak pemikiran tidak benar maka kesimpulan pasti tidak benar
2.               Jalan fikiran harus lurus dan logis artinya harus ada hubungan yang logis antara premis dengan kesimpulan.
Terdapat dua jenis penyimpulan, yaitu :
1.               Penyimpulan langsung
Menurut Maran (2007:86), penyimpulan langsung adalah penyimpulan yang di dalamnya kita secara langsung bergerak dari suatu premis tunggal menuju suatu kesimpulan. Sedangkan Poespoprodjo (2006), melukiskan penyimpulan langsung itu berpangkal dari suatu keputusan tertentu, yang dismpulkan secara langsung dengan memakai subjek dan predikat yang sama. Contohnya; Semua harimau adalah carnivora. Jadi tidak benar kalau ada yang orang yang mengatakan ada harimau yang bukan carnivora.
Penyimpulan langsung terdiri dari :
1.1.          Ekuivalensi yaitu mengatakan yang persis sama. Contohnya : Tak ada orang Belgia yang menjadi jago pencak, maka secara langsung dapat kita simpulkan bahwa ‘tak ada jago pencak yang berbangsa Belgia.
1.2.          Pembalikan yaitu cara menyusun suatu putusan baru dengan jalan menggantikan subjek dan predikat dengan tidak mengurangi kebenaran isi putusan tersebut. Contoh: Pegawai negeri bukan pegawai swasta jadi pegawai swasta bukan pegawai negeri.
Agar pembalikan keputusan tersebut tidak menghasilkan  keputusan yang salah maka perlu diperhatikan hukum-hukum pembalikan berikut :
a.               Putusan A hanya boleh dibalik jadi putusan I
b.               Putusan E selalu boleh dibalik (E jadi O, O jadi E)
c.                Putusan I dapat dibalik menjadi putusan I lagi
d.               Putusan O tidak dapat dibalik
1.3.          Oposisi/ perlawanan terdapat antara dua putusan yang mempunyai subjek dan predikat yang sama, tetapi berbeda-beda dalam luas dan atau bentuknya (afirmatif/negatif). Contoh: Dalam rapat guru, Pak A mengeluh “semua murid itu bodoh” Dan Pak B menyambut, ‘memang tak ada yang pandai!” Kedua ucapan ini kelihatannya sama….Tetapi Pak C tidak setuju, dan mengatakan, “Tidak! Tidak semua murid bodoh! Memang ada yang bodoh, tetapi tidak semua; ada juga yang pandai!”

2.               Penyimpulan tidak langsung
Maran (2007:87) mendefinisikan kesimpulan tidak langsung sebagai penyimpulan yang di dalamnya kita memperoleh suatu kesimpulan dari dua atau lebih premis. Disebut tidak langsung karena dalam proses penarikan kesimpulan kita menggunakan premis tengah (M). Sedangkan Poespoprodjo, 2006) mendefinikan penyimpulan langsung sebagai cara menarik kesimpulan untuk melihat P dan S dapat dipersatukan melalui perantara term tengah yang berfungsi menunjukkan alasan mengapa S dan P tertentu dapat dipersatukan. Contohnya :
Semua manusia akan mati
Plato adalah manusia
Jadi, Plato akan mati


INDUKSI DAN DEDUKSI
Terdapat dua bentuk utama penyimpulan tidak langsung yang berbeda sifat tetapi dalam prakteknya tidak bisa dipisahkan dan saling mengisi yaitu induksi dan deduksi. Pengertian logika deduktif dan induktif merupakan wilayah yang sangat penting dalam penggunaan logika. Berikut pengertian kedua logika tersebut :
1.              Induksi
Induksi adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi umum dari sejumlah proposisi khusus yang berbentuk S ini adalah P (subjek ini adalah predikat) (Poespoprodjo, 2006:145)
1.1.  Induksi Tidak Lengkap dan Hakikat Kesimpulan
Jika kejadian-kejadian tidak semua diamati, namun sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperoleh induksi tidak lengkap. Alasannya sederhana yaitu keterbatasan manusia.
1.2.  Induksi dan Metode Ilmiah
Induksi erat kaitannya dengan metode ilmiah sebab induksi adalah dasar metode ilmiah. Pengamatan ilmiah terhadap hal-hal yang konkrit individual menjurus pada penemuan fakta dan teori-teori serta hipotesis-hipotesis yang merupakan asumsi-asumsi. Semuanya berupa generalisasi-generalisasi induktif.
2.              Deduksi
Deduksi adalah mengambil kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu proposisi atau lebih. (Poepoprodjo, 2006:149) Metode berfikir dedutif modern dikembangkan oleh Rene Descartes (1959–1650): “Semua manusia akhirnya mati”(premis mayor); “Saya adalah manusia” (premis minor); maka “Saya akan mati” (konklusi deduktif). Manakala penalaran deduktif diambil struktur intinya dan dirumuskan secara singkat, maka dijumpailah bentuk logis pikiran yang disebut syllogisme.
Menurut Wiramihardja (2007:31) induktif adalah mencari prinsif umum berdasarkan kenyataan-kenyataan yang berkembang, atau menyatakan kemungkinan terbesar, sedangkan deduktif adalah penurunan hal umum untuk hal khusus, atau pernyataan yang bersifat niscaya, atau pasti.

D.          SYLLOGISME
Syllogisme berkembang seiring dengan pencapaian tertinggi dari perkembangan filsafat Yunani yaitu pada masa Aristoteles (384-322 SM). Logika Aristoteles dikembangkan berdasar analisis bahasa yang disebut syllogisme. Kemudian logika berfikir ini berkembang hingga dewasa ini terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.
Syllogisme menurut Maran (2007) adalah setiap penyimpulan tidak langsung , yang terdiri dari dua proposisi (premis-premis) disimpulkan suatu proposisi yang baru (kesimpulan). Kesimpulan yang diambil beruhubungan erat dengan premis-premis yang ada. Dengan demikian benar atau tidaknya kesimpulan tergantung dari premis-premis tersebut. Suatu premis adalah pernyataan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar (Poespoprodjo, 2006:150). Menurutnya, syllogisme adalah proses yang terdiri dari tiga bagian. Dua bagian pertama merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) syllogistik. Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat antara kedua bagian pertama melalui pertolongan term penengah (M). Bagian ketiga ini disebut juga kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuensi).
Syllogisme sangat berperan dalam usaha mencermatkan tahapan dari langkah pikiran manusia dalam melihat hubungan premis-premis sebelum menarik kesimpulan. Kebenaran kesimpulan/ konklusi sangat tergantung dari kecermatan kita melihat hubungan antar premis.
Pada dasarnya terdapat dua bentuk asli syllogisme yaitu :
1.               Syllogisme kategoris
Syllogisme kategoris yaitu struktur suatu deduksi berupa sesuatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian yang masing masing bagiannya berupa pernyataan kategoris (pernyataan tanpa syarat) (Poespoprodjo, 2006: 152)
Syllogisme kategoris terdiri dari tiga proposisi kategoris dan yang mengandung tiga term yang berbeda. Setiap term tersebut tampak dua kali dalam proposisi-proposisi yang berbeda.
Contohnya :
Semua manusia adalah makhluk yang berbudaya
Darwin adalah manusia
Jadi, Darwin adalah makhluk yang berbudaya
Ketiga term dalam syllogisme diberi nama sesuai dengan posisinya dalam argumen. Berdasarkan contoh di atas, term mayor adalah predikat dari kesimpulan yaitu manusia, dan term minor adalah subjek dari kesimpulan yaitu Darwin. Sedangkan term tengah (term antara) adalah manusia. Term tengah (M) menjadi penghubung antara kedua premis. Term ini hanya terdapat dalam kedua premis dan tidak terdapat dalam kesimpulan.
Syllogisme mempunyai makna yang sangat penting dalam membantu menunjukkan tahapan-tahapan penalaran ketika suatu masalah dipersoalkan. Dalam kehidupan sehari-hari kita jarang merumuskan isi percakapan kita dalam bentuk syllogisme, khususnya syllogisme kategoris. Termasuk pada saat kita melakukan presentasi atau diskusi, kita sering kali tidak merumuskan pikiran dalam bentuk ini. Oleh karena itu, pada saat muncul suatu masalah dalam kehidupan kita, atau masalah tersebut dipersoalkan oleh halayak umum, baru kita berusaha mencari alasan-alasannya.
Tahun-tahun belakangan ini negara kita santer dengan usaha pemberantasan korupsi. Untuk memberantasnya, bangsa kita membentuk suatu komisi yang bersifat sementara bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Berhubunganan dengan tujuan dibentuknya lembaga ini, ketika kita ditanya, “Mengapa mantan Gubernur Jawa Barat ditahan?” Maka alasannya, “Karena mantan Gubernur Jawa Barat korupsi” Bentuk logisnya dapat kita lukiskan sebagai berikut :
Korupsi adalah perbuatan melawan hukum
Mantan Gubernur Jawa Barat melakukan korupsi
Maka, mantan Gubernur Jawa Barat dihukum,
atau
Mantan Gubernur Jawa Barat melakukan korupsi, dan Korupsi adalah perbuatan melawan hukum maka mantan Gubernur Jawa Barat dihukum.

Syllogisme dapat memperlihatkan alasan atau dasar-dasar masalah dengan jelas apabila penalaran yang kita lakukan baik. Poespoprodjo (2006) menjelaskan, syllogisme kategoris terdiri dari tiga bentuk yaitu:
Bentuk I         M- - - P
                       S - - - M
                       S - - - P
Bentuk II        P - - - M
                       S - - - M
                       S - - - P
Bentuk III       M - - - P
                       M - - - S
                       S  - - - P

Terdapat empat prinsif umum atau aksioma syllogisme kategoris menurut Maran (2007:105-106), yaitu :
a.              Prinsif identitas timbal balik: jika dua term sesuai atau identik dengan suatu term ketiga, maka kedua term itu saling sesuai atau saling identik
b.             Prinsif non-identitas timbal balik: jika salah satu dari dua term identik dengan term ketiga (M) dan term lainnya tidak identik dengan term ketiga (M), maka kedua term itu tidak saling identik.
c.              Hukum tentang semua: apa yang diafirmasikan tentang suatu kelas logis bisa juga diafirmasikan tentang anggota-anggota logisnya
d.             Hukum tentang ketiadaan: apa yang diingkari tentang sesuatu kelas logis juga diingkari tentang anggota logisnya.

Hukum Syllogisme kategoris sendiri menurut Maran (2007: 107-113) terdiri dari dua bagian yaitu :
a.               Hukum tentang term-term
*              Hanya terdapat tiga term yaitu term mayor (P), term minor (S), dan term antara (M)
*              Term mayor dengan term minor tidak boleh bersifat substitusi (universal) dalam kesimpulan
*              Term tengah (M) tidak boleh muncul dalam kesimpulan
*              Term antara (M) sekurang-kurangnya satu kali universal dalam premis-premisnya.
b.              Hukum tentang proposisi
*              Jika kedua premis afirmatif maka kesimpulannya harus afirmatif
*              Kedua premis tidak boleh negatif
*              Jika salah satu premis partikular maka kesimpulannya harus partikular
*              Tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik dari dua premis yang partikular.
Sedangkan menurut Poespoprodjo (2006) hukum-hukum syllogisme terdiri dari :
*              Term S, P, dan M dalam satu pemikiran harus tetap sama artinya
*              Kalau S dan atau P dalam premis partikular, maka dalam kesimpulan tidak boleh universal
*              Term M harus sekuran-kurangnya satu kali universal
*              Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Jika kalimat universal dibandingkan dengan kalimat partikular, maka yang partikular disebut yang lemah. Begitu pula kalimat negatif lebih lemah dari pada kalimat afirmatif.
2.               Syllogisme hipotesis
Syllogisme hipotesis adalah suatu syllogisme yang premis mayornya berupa keputusan hipotesis, sedangkan premis minor dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris (Maran, 2007:124) Syllogisme ini bertolak dari pendirian tentang adanya kemungkinan proposisi yang mungkin tidak terjadi.
Terdapat tiga macam syllogisme dilihat dari proposisi hipotesisnya, yaitu :
2.1.           Syllogisme kondisional
Syllogisme kondisional adalah syllogisme yang premis mayornya berupa keputusan atau proposisi kondisional, sedangkan premis minornya berupa proposisi kategoris (Poespoprodjo, 2006, Maran, 2007) Proposisi kondisional mengekspresikan ketergantungan antar dua klausa yaitu anteseden (bagian putusan kondisional yang mengandung syarat) dan konsekuen (bagian yang mengandung apa yang dikondisikan)
Contoh :
                    Jika kemarau berkepanjangan, maka panen gagal
                    Kalau A maka B
                    Kemarau berkepanjangan
                    Nah, A
                    Jadi, panen gagal
                    Jadi B
Dalam syllogisme kondisional terkandung asumsi, kebenaran antecedens akan mempengaruhi kebenaran konsekuens, kesalahan antecedens akan mengakibatkan kesalahan pada konsekuennya. Hukum-hukum syllogisme diperlukan untuk menilai teori-teori yang menggunakan hipotesis-hipotesis dan dicoba dibuktikan melalui eksperimen-eksperimen bermetode ilmiah.
2.2.          Syllogisme disjungtif
Syllogisme disjungtif adalah syllogisme yang premis mayornya berupa proposisi/ keputusan disjungtif. Premis minor menyatakan atau memungkiri salah satu dari kemungkinan yang disebut dalam premis mayor (Poespoprodjo, 2006, Maran, 2007). Syllogisme ini sering disebut juga syllogisme alternatif karena premis mayor mengandung proposisi yang memiliki kemungkinan-kemungkinan. Sedangkan premis minornya merupakan proposisi kategoris yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Keputusan disjungtif adalah keputusan yang di dalamnya terkandung suatu pilihan antara dua atau lebih kemungkinan (menunjukkan apa yang disebut suatu alternatif, dinyatakan dalam kalimat dengan atau….atau….)(Poespoprodjo, 2006:160)
Syllogisme disjungtif terdiri dari :
2.2.1.     Disjungtif dalam arti sempit
Contoh :
Ia berada di ruangan ini atau berada di luar ruangan ini
Ia berada dalam ruangan ini
Jadi, ia tidak berada di luar ruangan ini
           Contoh tersebut memperlihatkan bahwa hanya terdapat satu kemungkinan yang benar dan tidak ada kemungkinan yang ketiga.
2.2.2.     Disjungtif dalam arti luas
Contoh :
Dia yang pergi atau saya yang pergi
Dia pergi
Jadi?
Sedangkan dari contoh ini terdapat dua kemungkinan yang sama-sama memiliki kemungkinan benar. Bentuk syllogisme ini mempunyai dua kemungkinan yang harus dipilih dengan peluang benar yang sama besar.

2.3.          Syllogisme konjungtif
Syllogisme konjungtif adalah syllogisme yang mempunyai premis mayor berupa keputusan atau proposisi konjungtif. Sementara premis minor dan kesimpulannya berupa keputusan ketegoris (Maran, 2007: 128) Keputusan/ proposisi konjungtif merupakan keputusan yang memiliki dua predikat yang bersifat kontraris sehingga tidak mungkin keputusan tersebut sama-sama benar pada waktu yang bersamaan.
Contoh :
Kita tidak mungkin sekaligus berada di pasar dan di sekolah
Kita berada di sekolah
Jadi, kita tidak berada di pasar
2.4.          Dilema
Dilema adalah adalah semacam pembuktian atau argumen, yang di dalamnya terdiri dari dua atau lebih putusan disjungtif untuk ditarik kesimpulan yang sama; atau dibuktikan bahwa dari masing-masing kemungkinan harus ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki (Poespoprodjo, 2006, Maran, 2007) Selanjutnya, dilema merupakan kombinasi dari berbagai bentuk syllogisme. Premis mayor terdiri dari putusan disjungtif sedangkan premis minor diambil dari kesimpulan yang sama dari kedua alternatif.
Contoh :
a.              Entah engkau pada waktu itu ada di posmu atau tidak.
Jika engkau berda di posmu, engkau layak dihukum mati karena kelalaianmu untuk memperhatikan musuh.
Jika engkau tidak berada di posmu, engkau layak dihukum mati karena pelanggaran disiplin.Karena itu, entah engkau berada di posmu atau tidak berada di posmu engkau layak dihukum mati. (Maran,2007:130)
b.          Protagoras menjadi guru Eualthes, dengan perjanjian baru wajib membayar uang sekolahnya bila ia telah berhasil menang dalam prosesnya yang pertama. Tetapi Eualthes tidak bekerja (sebagai pengacara), jadi juga tidak menang, maka juga tidak membayar.
Akhirnya Protagoras hendak memaksa Eualthes membayar hutangnya, yaitu dengan mengajukan perkara kepada hakim. Katanya “Saya menang, atau dialah yang menang. Kalau saya menang, maka dia harus membayar karena keputusan hakim, kalau dia yang menang, maka harus membayar karena perjanjian. Jadi, bagaimanapun, mendapat uang.”
Tetapi Eualthes menjawab, “Bapak yang menang, atau saya yang menang. Kalau Bapak yang menang, saya yang kalah, jadi tidak harus membayar karena perjanjian. Kalau saya menang, maka tidak harus perlu membayar karena keputusan hakim. Jadi bagaimanapun, saya tidak harus membayar.(Poespoprodjo, 2006:163-164)
Berikut merupakan hukum-hukum dilema yaitu :
a.          Dan bagian-bagian yang disebut dalam disjungsi harus lengkap, menyebutkan semua kemungkinan.
b.          Konsekuen dari proposisi-proposisi kondisional harus didasarkan pada anteseden atau harus sah.
c.          Dilema tidak boleh terbuka pada tangkisan balik. Dengan kata lain kesimpulan lain tidak mungkin.
             MANFAAT/ AKSIOLOGI SYLLOGISME
1.              Membantu dalam pengambilan keputusan
2.              Landasan untuk membuat perencanaan
3.              Mempermudah dalam menerima perubahan
4.              Mengantisipasi perubahan
5.              Bijaksana dalam mengambil keputusan
6.              Keputusan bersifa realistis dan rasional
7.              Landasan untuk penyusunan atau pembuatan rumusan hipotesis sebuah penelitian 

E.           KESALAHAN LOGIS
Kesalahan logis merupakan bentuk kesimpulan yang dicapai atas dasar logika atau penalaran yang tidak sehat.
Bentuk-bentuk kesalahan logis yang biasa terjadi adalah:
1.               Generalisasi tergesa-gesa, yaitu kesimpulan yang salah akibat dari induksi yang salah karena berdasar pada sampling hal-hal khusus yang tidak cukup, atau karena tidak memakai batasan (seperti: banyak, sering, kadang-kadang, jarang, hampir selalu, di dalam keadaan tertentu, beberapa, kebanyakan, sebagian besar, sejumlah kecil, dan lain-lain). Contoh: Semua pegawai negeri malas.
2.               Non sequitur (belum tentu), merupakan loncatan sembarang dari suatu premis ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis tadi dimana hubungan premis dan kesimpulan hanyalah semu, hubungan yang sesungguhnya tidak ada. Contoh: Dia orang pandai, maka prilakunya pasti aneh.
3.               Analogi palsu, yaitu suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat suatu ide atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan ide atau gagasan yang pertama tadi. Contoh: Masuk universitas seperti menerima pekerjaan. Tugasmu adalah membuat senang ‘si pemberi pekerjaan’.
4.               Penalaran melingkar, yaitu kesalahan logis karena si penalar meletakkan kesimpulan ke dalam premisnya dan kemudian memakai premis tersebut untuk membuktikan kesimpulannya sehingga kesimpulan dan premisnya sama (beginning the question). Contoh: Pendidikan patut diingini karena orang terdidik patut diingini.
5.               Deduksi cacat, yaitu pemakaian suatu premis yang cacat untuk menarik suatu kesimpulan deduktif. Contoh: Andar tumbuh dalam keluarga tanpa seorang ayah. Ia akan jadi masalah di sekolahnya.
6.               Pikiran simplistis, yaitu kesalahan logis karena si penalar terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu seluk beluk disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan. Contoh: Anda menusuk di dalam setiap pemilihan umum atau anda warga negara yang buruk.
7.               Argumen ad hominem, yaitu kesalahan logis yang terjadi karena kita tidak memperhatikan masalah yang sesungguhnya dan menyerang orangnya, pribadinya. Contohnya kita ingin menunjukkan bahwa guru itu tidak kita sukai, kita lebih cenderung mengkritik cara berpakaian, cara bicara, dan sebagainya dari guru tersebut.
8.               Argumen ad populum, sasaran kesalahan logis ini adalah kelompok, bukan masalahnya, biasanya sering terdapat pada pidato-pidato yang diarahkan pada kelompok yang kurang maju daya kritiknya. Contohnya pada pidato Bung Karno sewaktu mengajak bangsa Indonesia keluar dari keanggotaan PBB.
9.               Kewibawaan palsu, yaitu kesalahan karena dipakainya kewibawaan yang bukan sesungguhnya. Misalnya, Einstein dipakai sebagai pakar dalam menulis tentang tentang nutrisi balita.
10.            Sesudahnya maka karenanya, yaitu kesalahan logis yang berkaitan dengan salah interpretasi terhadap hubungan sebab akibat. Contoh: Presiden tidak bersedia tampil di depan komisi-komisi DPR karena ia harus menyembunyikan sesuatu.
11.            Tidak relevan, terjadi jika sulit untuk memegang pokok permasalahan sehingga menyimpang dari pokok permasalahan atau bahkan sama sekali tidak menghiraukan pokok permasalahan yang sedang dihadapi. Contoh : Dalam surat rekomendasi tertulis : Bersama surat ini saya berikan rekomendasi agar sdr. Drs. Abidin diangkat sebagai peneliti kimia. Drs. Abidin adalah tetangga saya selama bertahun-tahun dan ia bahkan menjadi Ketua RT dari kampung saya, dan kini menjadi ketua kelompok bridge di lingkungan kita.

F.           KESIMPULAN
1.               Kegiatan berfikir manusia meliputi pertimbangan, merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta membahas suatu realita.
2.               Unsur-unsur pemikiran manusia dalam menentukan aturan pemikiran yang tepat, yaitu: 1) membentuk pengertian-pengertian atas dasar pengetahuan keindraan, 2) menyatakan hubungan yang ada antara pengertian-pengertian yang telah ditangkap itu, 3) menyimpulkan/ menghubungkan berbagai hal yang diketahui itu sehingga sampai pada sebuah kesimpulan.
3.               Kita dapat berfikir dengan baik jika memiliki pengertian-pengertian, pengertian-pengertian tersebut dapat dikomunikasikan dengan cara mengungkapkan dalam bentuk kata-kata (bahasa), terms (istilah), maupun dengan cara menggolongkan atau mendefinisikan.
4.               Dalam proses pemikiran untuk menarik suatu kesimpulan menggunakan 2 pola pemikiran, yaitu induksi dan deduksi.
5.               Putusan adalah perbuatan manusia yang di dalamnya ia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu. Benar dan tidaknya suatu putusan harus dilihat dengan cocok tidaknya dengan fakta, kenyataan, atau realitas. Unsur-unsur putusan adalah subjek, predikat, hubungan subjek dan predikat yaitu afirmasi dan negatif.
6.               Putusan umum yaitu ada kecenderungan pada A untuk bersifat B, atau beberapa A=B.
7.               Penyimpulan adalah kegiatan manusia yang dari pengetahuan yang telah dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu bergerak ke pengetahuan baru. Penyimpulan terbagi dua yaitu penyimpulan langsung dan penyimpulan tidak langsung.
8.               Penyimpulan langsung didapat dengan cara memakai subjek dan predikat yang sama dan didapat dengan cara ekuivalen, pembalikan ataupun dengan cara oposisi atau perlawanan.
9.               Penyimpulan tidak langsung didapat dari penggabungan subjek dan predikat melalui perantara term menengah (M) yang berfungsi untuk menunjukkan alasan mengapa S dan P tertentu dapat dipersatukan.
10.            Benar dan salahnya suatu kesimpulan harus memperhatikan dua syarat mutlak yaitu harus benar dan tepat.
11.            Agar suatu kesimpulan/ pemikiran dapat menghasilkan kesimpulan yang benar maka pemikiran harus berpangkal dari kenyataan, alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan jalan pikiran harus logis.
12.            Kesalahan logis lahir dari penalaran yang tidak sehat yang terdiri dari generalisasi tergesa-gesa, non sequitur, analogi palsu, penalaran melingkar, deduksi cacat, pikiran simplistis, argumen ad hominem, argumen ad populum,  kewibawaan palsu, sesudahnya maka karenanya, dan tidak relevan.

DAFTAR PUSTAKA

1.     Djumhur, I. (1959). Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu.
2.     Maran, R.R. (2007) Pengantar Logika. Jakarta: Grasinso
3.          Poespoprodjo,W. & Gilarso, EK.T. (2006) Logika Ilmu Menalar. Bandung: Pustaka Grafika.
4.          Suriasumantri, J. S. (206) Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
5.          Tafsir, A. (2007). Filsafat Umum: Akal dan Hati, Sejal Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
6.          Uwes, S. (2003). Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam). Jakarta: Logos.
7.          Wiriaatmadja, R. (2000). Sejarah dan Pendidikan Sejarah Menghadapi Tantangan Abad ke-21. Jurnal Pendidikan Sejarah No. 1, Vol. I.
8.          Wiramihardja, S.A. (2007). Pengantar Filsafat. Bandung: Reflika Aditama.
9.          http://image.zanikhan.multiply.com/attachment/o.SQf2owoKKDtcAA-kbLo1/TUGAS%20SP%20FILSAFAT%20ILMU.doc?nmind=126676373.(29/09/2009).
10.      http:/ega.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/3252/M3+Inferensi.doc. (29/09/2009).


2 komentar:

Unknown mengatakan...

thanks atas informasinya blog kmu membantu dlm menyelesaikan tugasku

Nurul Chan mengatakan...

terima kasiiiiih, blogmu membantu tugas logika saya :D

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons