About

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Berpikir POSITIF, KRITIS, KREATIF,INOVATIF, SOLUTIF...berserah diri pada ALLAH SWT.

talk n think my Blog

Sabtu, 27 Agustus 2011

Idul Fitri Momentum Merajut Perdamaian

Idul Fitri Momentum Merajut Perdamaian

Bagi kaum Muslim, momentum Idul Fitri adalah saat-saat penting untuk bersilaturrahim dan saling memaafkan. Seluruh kesalahan yang pernah dilakukan terhadap sesama selama setahun, seolah ingin dilebur di hari Lebaran. Ucapan minal a’idin wal-faizin pun terdengar di mana-mana Kaum Muslim seolah kembali ke asal kesucian.
Menurut tokoh NU Said Aqil Siradj, memaafkan adalah pekerjaan gampang-gampang susah. Tidak semua orang mau berbesar hati memaafkan kesalahan orang lain. Apalagi jika dia menganggap kesalahan itu terlalu besar sehingga kata maaf dianggap terlalu ringan dan tidak cukup untuk menebus kesalahan itu. “Kata memaafkan sendiri dalam surat Ali Imran Ayat 134 didahului dengan kata menahan amarah. Karena orang yang tidak bersedia memaafkan kesalahan orang lain, biasanya memendam amarah atau menyimpan dendam,” jelasnya.
Lebih jauh Said menyatakan, dalam Al Quran, kata dendam yang terkait gejala kemanusiaan paling sedikit disebutkan dua kali, yaitu dalam surat Al-Hijr Ayat 45-50 dan surat Al-A’raf Ayat 43. Kedua redaksi ayat itu persis sama: “Dan kami lenyapkan segala macam dendam yang ada dalam dada mereka”. Keduanya dirangkai dengan keterangan mengenai keadaan surga. “Kesimpulan ringkas yang diurai petunjuk Al Quran adalah sifat dendam-yang salah satu bentuknya adalah tidak mau memaafkan kesalahan orang lain-bukanlah sifat orang yang beriman. Sebab, Allah sendiri Maha Pemaaf. Allah juga mencirikan orang-orang yang beriman sebagai orang yang apabila marah mau memberi maaf,” tegasnya.
Bagi kalangan tertentu yang menginginkan dakwah secara radikal dan menimbulkan permusuhan, kata Said, maka di hari Idul Fitri, kini adalah saatnya untuk merenungkan kembali sikap dakwah yang lebih arif (bi al-hikmah). Pesan nabi Muhammad, “Jangan sampai perselisihan itu berlanjut lebih dari tiga hari”. “Mudah-mudahan melalui hari Idul Fitri ini kita bisa memetik hikmah untuk diterapkan dalam kehidupan nyata, agar rasa damai dan persaudaraan selalu menyertai kita di mana pun dan kapan pun,” harapnya.
Dosen Mahad Al-Birr Unismuh Makassar Muh Ilham Muchtar menambahkan, Idul Fitri adalah hari raya penuh kegembiraan dan kebahagiaan bagi segenap umat Islam, karena mereka telah memenangkan ‘pertempuran’ yang begitu hebat. Yaitu pertempuran melawan hawa nafsu sendiri melalui ibadah puasa. “Sehingga wajarlah bila seluruh umat Islam di mana saja berada, pasti selalu menyambut hari raya ini dengan antusias,” ujarnya.
Namun demikian, kata Ilham, hendaknya kaum Muslim selalu menyadari bahwa hakikat dari Idul Fitri tidaklah terletak pada momentum perayaan dan keramaiannya saja. Melainkan pada kesadaran bahwa kita semua –insya Allah- telah disucikan oleh Allah SWT dari noda-noda dosa yang selama ini menyelimuti tubuh kita. “Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Barang siapa berpuasa dan melaksanakan salat pada malamnya (qiyamullail), karena motivasi iman dan penuh pengharapan, maka ia akan bebas dari dosa-dosanya seperti seorang bayi yang keluar dari rahim ibunya” (HR. Ahmad),” jelasnya.
Walau demikian, kata Ilham, kiranya sangat naif, bila kita telah bebas dan bersih dari noda-noda dosa kepada Allah SWT, namun ternyata kita masih punya utang dosa kepada sesama manusia. Mungkin saja kita pernah menyakiti perasaan orang lain, kasar, melakukan kekerasan, atau perbuatan zalim lainnya. “Maka perbuatan seperti ini, tidak diampuni oleh Allah SWT kecuali orang itu telah lebih dahulu memaafkan kesalahan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Tanfidziah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, mengatakan, Lebaran bisa menjadi momentum untuk menghindari kekerasan yang kadang dilakukan sekelompok kecil umat. “Karena kekerasan juga bukan ajaran Islam sebab Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil-’alamiin),” ujarnya.
Menurut Hasyim, sudah lebih dari 100 tahun bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam hidup dengan damai tanpa kekerasan. Ia menengarai maraknya unjukrasa yang berakhir rusuh maupun kasus-kasus pertikaian antarumat agama di Indonesia bukan karena faktor agama.
Pemicu kekerasan, menurut Hasyim, lebih disebabkan munculnya eksklusivisme dan ketidakadilan yang dirasakan hingga muncul upaya ‘pembelaan’. “Kondisi ini dialami negara-negara di Timur Tengah seperti Palestina, Irak, dan Afghanistan,” tegasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons