About

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Berpikir POSITIF, KRITIS, KREATIF,INOVATIF, SOLUTIF...berserah diri pada ALLAH SWT.

talk n think my Blog

Sabtu, 30 Juli 2011

PEDAGOGIKA

PEDAGOGI – PEDAGOGIKA
Dharma Kesuma Jurusan Pedagogik Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia
PEDAGOGI-PEDAGOGIK
1. Pedagogi-Pedagogik, Definisi Kamus
Etimologi
Kata “pedagogi” berasal dari bahasa Inggris paedagogy, dari bahasa Yunani Kuno παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari παίς país: anak dan άγω ági: memimpin; secara literal, "memimpin anak”). Di Yunani Kuno, παιδαγωγός adalah (biasanya) seorang budak yang menyelia pendidikan anak laki-laki majikannya (anak-anak perempuan secara umum tidak dididik). Hal ini mencakup kegiatan mengantar anak laki-laki tersebut ke sekolah (διδαζκαλείον) atau sebuah gym (γυμνάζιον, gedung pendidikan olah raga), memerhatikannya dan membawakan peralatannya (yakni insrumen musik) (http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy). Adapun kata “pedagogics” (pedagogik, pedagogika) adalah kata jadian pedagogy + ics yang artinya adalah ilmu atau seni (art) mengajar (Merriam-Webster Unabridge’s Dictionary, 2000). Adapun pedagogy (pedagogi), masih dari kamus yang sama ini, sebagai berasal dari Middle French pedagogie, dari Yunani paidagogia training, instruction, dari paidagogos pedagogue + -ia –y; dan pedagogi diusulkannya memiliki tiga arti yang berikut: 1 : INSTRUCTION 2 : the art, science, or profession of teaching; especially : the study that deals with principles and methods in formal education : EDUCATION 3 [probably from Latin paedogogium, from Greek paidagogeion, from paidagogos pedagogue] : a place of instruction in medieval times : SCHOOL.
Thesaurus
Dalam bahasa Inggris Pedagogics (pedagogik, pedagogika) memiliki thesaurus sebagai berikut: education, pedagogy, schooling, teaching, training, tuition, tutelage, tutoring (http://www.answers.com).
Definisi Ringkas
Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy) mendefinisikan pedagogi (IPA: /ˈpɛdəgoʊdʒi/), atau paedagogy: seni atau ilmu untuk menjadi seorang guru. Istilah ini umumnya merujuk pada strategi-strategi pengajaran, atau corak/gaya (style) pengajaran .
Pedagogi kadang-kadang juga dirujuk pada suatu penggunaan secara tepat strategi-strategi mengajar. Misalnya, Paulo Freire merujuk metode mengajar orang dewasanya sebagai "critical pedagogy". Dalam strategi-strategi mengajar keyakinan-keyakinan filsafati pengajaran dari guru sendiri berinteraksi dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman siswa, situasi-situasi personal, dan lingkungan, juga tujuan-tujuan belajar yang ditetapkan siswa dan guru.
Kata yang berasal dari bahasa Latin untuk pedagogy, adalah education (pendidikan), adalah istilah bahasa Inggris saat ini di belahan dunia pengguna bahasa Inggris yang merujuk pada konteks keseluruhan dari instruction, learning, dan operasi-operasi aktual yang terlibat di dalamnya. Di belahan dunia berbahasa Inggris istilah pedagogy merujuk pada sains atau teori mendidik (the science or theory of educating) (http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy).
Merriam-Webster Unabridge’s Dictionary (2000) mendefinisikan “educate” sebagai verba transitif (terjemahan penulis):
1 artinya yang tidak lagi digunakan: to bring up (sebagai seorang anak atau seekor khewan) : REAR
2 a : mengembangkan (sebagai seseorang) dengan menumbuhkan ke berbagai tingkat pertumbuhan atau perluasan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas-kualitas kesadaran atau karakter yang diharapkan, kesehatan fisik, atau kompetensi umum khususnya melalui sebuah pelajaran dari studi formal atau instruction : menyediakan atau membantu dengan menyediakan pengetahuan atau kebijaksanaan, keseimbangan moral, atau kondisi fisik yang baik khususnya melalui sarana suatu pendidikan formal *more things than a formal schooling serve to educate a man* *educate their children by tutors* *educated rather by wide experience than by books* *the poverty of the institutions which educate her mind and her body Virginia Woolf* : provide with formal schooling *educated at a prep school and then at college*
b : melatih melalui instruction yang formal dan menyelia (to supervice) praktek khususnya dalam suatu perdagangan, kecakapan, atau profesi *educates physically handicapped children for useful work American Guide Series: Michigan* *educate a dog to sit up and beg* *felt that he needed to educate himself more before he could understand the larger machines the factory operated*
c : menyediakan informasi: INFORM *can T educate himself as to the most desirable attributes of the good field-trial dog W.F.Brown b. 1903*
d : mengupayakan pembaikan atau penghalusan *one of the most important arenas for the exercise of intelligence, in purging and educating our values P.W.Bridgman* *psychoanalysis has educated our sensibilities Abram Kardiner*
3 a : ACCUSTOM (membiasakan, menyesuaikan) *the absence of an accustomed stimulant to which she had educated his nerves Francis Hackett*
b (1) : mengkondisikan atau membujuk untuk merasakan, mempercayai, atau mereaksi dengan suatu cara tertentu dengan menyediakan informasi atau pengetahuan yang sering selektif *spent some time trying to educate the club membership to place more responsibility and trust in the club officers* *educate stockholders and keep them eager to support the companies they own Time* *educate people to call the police without hesitation V.A.Leonard* *furniture manufacturers T put on a national drive to educate people to desire homes that are more attractive and livable N.C.Brown*
(2) : membuat mau menerima (seperti dengan menyediakan pengetahuan, informasi, atau pengalaman) *educating the leaders in the wisdom of a change L.S.B.Leakey* *people of the world are more educated to international organization Andr* Schenker* *educate the Filipinos to the necessity of giving blood Irene Kuhn*
4 : membuat (seperti seseorang) berkompetensi dalam menangani atau mengurusi sesuatu dengan persiapan, disiplin, atau peluasan pengetahuan atau kompetensi *a greater moral perceptiveness and a will educated to a new social responsibility Lucius Garvin*
5 a : menghilangkan (seperti dari bentukan seseorang) melalui pendidikan *the fundamental preference for one's own race and breed neither is wholly educated into one nor can be wholly educated out of one Katharine F. Gerould* *educate bad manners out of a child*
b : mengangkat (seperti ke suatu tingkat sosial atau budaya yang tinggi) dengan pendidikan *educating underprivileged children up to a better level of opportunity*
verba transitifnya : mendidik seseorang, suatu hal, atau sebuah kelompok *the belief that a teacher should confine himself to educating and avoid proselytizing*
sinonimnya lihat TEACH
Barangkali kata utama kedua setelah “pedagogi” atau “pedagogik” adalah “mengajar, pengajaran” atau dalam bahasa Inggris adalah teaching dan instruction. Merriam-Webster Unabriged’s Dictionary (2000) mendeskripsikan definisi “teaching” sebagai verba transitif adalah:
(1) artinya yang sudah tidak lagi digunakan : SHOW, GUIDE, DIRECT. (2) a: to cause to know a subject; b : to cause to know how to do something; c : to accustom to some action or attitude; d : to make (one) know the disagreeable consequences of some action (3) : to direct as an instructor : guide the studies of : conduct through a course of studies : give instruction to; (4) a : to impart the knowledge of; b : to present in a classroom lecture or discussion; c : to instruct in the rules, principles, or practice of; (5) a : to direct, instruct, or train by precept, example, or experience; b : to seek to make known and accepted : IMPLANT, PREACH; (6) : to conduct instruction regularly in;
adapun “teach” sebagai verba intransitif adalah:
(1) a : to provide instruction, guidance, or discipline : act or become employed as a teacher b : to propound a doctrine : demonstrate a lesson or moral;
(2) : to be capable of exposition or explanation.
Sinonim dari teach adalah: INSTRUCT, EDUCATE, TRAIN, DISCIPLINE, SCHOOL, COACH, TUTOR:
TEACH adalah sebuah istilah umum untuk sebuah persebaban seorang memperoleh pengetahuan atau kecakapan, biasanya disertai dengan penanaman pengetahuan tambahan dan pemberian bantuan tambahan dan pemberian dorongan; ilustrasinya *teach a child to read* *teaching him algebra* *taught the boys how to swim*
INSTRUCT dapat menyarankan pengajaran yang metodis, berkelanjutan, atau pengajaran formal; ilustrasinya *instruct the men in safety procedures* *instructing students in military drill*
EDUCATE dapat berlaku untuk proses-proses teaching and instruction yang lebih pretentious yang didisain untuk memastikan perkembangan penuh kapasitas-kapasitas dari seseorang agar lebih cerdas; ilustrasinya *a school designed to educate candidates for the ministry* *a program to educate the leaders of tomorrow*
TRAIN dapat menyarankan instruction and guidance yang lebih metodis dan teliti dengan adanya kesadaran untuk memastikan pencapaian sebuah tujuan spesifik berupa kecepatan dan keberhasilan pelaksanaan kewajiban dan tugas; ilustrasinya *a trained anesthetist* *officers' training schools* *a trained radio actress* DISCIPLINE memberi tekanan pada pembentukan posisi sebagai bawahan bagi seorang pimpinan (a master) atau pembentukan karakter untuk dapat dikontrol, kadang-kadang berupa pembentukan disiplin diri sendiri; ilustrasinya *well-disciplined cadets* *disciplined party workers* *one must not let one's thoughts run on like this: one must discipline one's mind Victoria Sackville-West* SCHOOL, sering saling-bertukaran penggunaannya dengan istilah-istilah yang lainnya yang terdapat dalam sinonim ini, barangkali lebih sering memiliki saran sebagai TRAIN meskipun spesifikasinya kurang menyamai kata “train” tersebut; ilustrasinya *the growing demand by industry for able people schooled in engineering and business administration Report of General Motors Corp.* *with division, corps, and Army staffs schooled in the same language, practices, and techniques W.P.Corderman* *schooled himself to accept her will, in this as in other matters, as absolute and unquestionable Thomas Hardy*
COACH adalah mungkin merujuk pada training dengan demonstrasi dan praktek dalam suatu kegiatan khusus, sering berupa kegiatan ekstrakurikuler; ilustrasinya *coaching football* *was coaching the school play*
TUTOR biasanya berlaku untuk pengajaran berbasis individu dalam kajian khusus; ilustrasinya *tutoring him in mathematics* *special tutoring sessions for those deficient* *the enemies of this faith know no god but force, no devotion but its use. They tutor men in treason D.D.Eisenhower*
Berikut ini penulis menyuplik kata-kata yang sejenis atau berkaitan dengan “pedagogi” atau “pendidikan” (education), dalam rangka mengidentifikasi keluasan masing-masing kata. Tingkat keluasan terentang dari tertinggi ke terendah, tiga hingga satu.
Tabel 1 Pemadanan Kata-kata Sinonim Pedagogi Education Mengembangkan (sebagai seseorang) dengan menumbuhkan ke berbagai tingkat pertumbuhan atau peluasan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas-kualitas kesadaran atau karakter yang diharapkan, kesehatan fisik, atau kompetensi umum khususnya melalui sebuah pelajaran dari studi formal atau instruction : menyediakan atau membantu dengan menyediakan pengetahuan atau kebijaksanaan, keseimbangan moral, atau kondisi fisik yang baik melalui sarana dari sebuah penddikan formal. 3 Teach 1 Menyebabkan: menjadi tahu sebuah kajian, bagaimana melakukan sesuatu. 2 Membiasakan pada suatu tindakan atau sikap. 2 Instruct Memberikan pengetahuan atau informasi khusus; memberi kecakapan atau pengetahuan dalam suatu seni atau bidang spesialisasi; pengajaran yang metodis, berkelanjutan, atau pengajaran formal 2 Train 1 Menumbuhkan (sebuah tanaman) dengan suatu cara yang dirancang untuk menghasilkan sebuah bentuk atau efek tertentu biasanya dengan membengkokkan, mengikat, dan memotong; khususnya: menyebabkannya tumbuh simetris. 2 a : to instruct or drill dengan kebiasaan-kebiasaan berpikir atau bertindak : membentuk atau mengembangkan karakter melalui disiplin atau ajaran. b (1) : to teach or exercise (seseorang) dengan sebuah seni, profesi, perdagangan, atau jabatan. (2) : menyebabkan menjadi disiplin : menumbuhkan (CULTIVATE) : mengembangkan skill or habits c : mengajari (seekor khewan) untuk mematuhi perintah. 1 Discipline memberi tekanan pada pembentukan posisi sebagai bawahan bagi seorang pimpinan (a master) atau pembentukan karakter untuk dapat dikontrol, kadang-kadang berupa pembentukan disiplin diri sendiri 1 School sering saling-bertukaran penggunaannya dengan istilah-istilah yang lainnya yang terdapat dalam sinonim ini, barangkali lebih sering memiliki saran sebagai TRAIN meskipun spesifikasinya kurang menyamai kata “train” tersebut 3/2/1 Coach merujuk pada training dengan demonstrasi dan praktek dalam suatu kegiatan khusus, sering berupa kegiatan ekstrakurikuler 1 Tutor biasanya berlaku untuk pengajaran berbasis individu dalam kajian khusus 1
Sumber: Merriam-Webster Unabriged’s Dictionary, 2000
Kata “pendidikan” (education, pedagogy) tampaknya paling luas, paling abstrak. Kata-kata lain tampaknya menjadi definisi-definisi yang lebih konkrit dari atau boleh ditempatkan sebagai para anggota dari kata “pendidikan”. Ini barangkali karena kata “pendidikan” berkenaan dengan realitas manusia yang tetap merupakan misteri sekalipun ilmu sudah sangat maju.
Bagan 1 Pedagogi dan Kata-Kata Terkait
Pedagogy/education
Memperhatikan semua kata yang berkaitan: etimologi, sinonim dan thesurus; bagaimanapun terdapat sebuah plihan, bagi banyak tokoh pedagogi dan masyarakat atau bangsa, untuk merujuk “pendidikan”, “mendidik”, atau “pedagogi” sebagai kata yang berstatus genus (set, class, kategori), dan kata-kata yang lain adalah anggota, atau exemplar dari genus tersebut.
Etimologi dan definisi ringkas di atas merujuk pedagogi (paedagogy) baik sebagai peristiwa pendidikan atau praktek mendidik, praktek mengajar, pendidikan, pengajaran; maupun sains atau teori mendidik. Hal yang sama ditunjukkan oleh Merriam-Webster’s Unabridged Dictionary (2000). Agaknya, dalam bahasa Inggris pedagogics dan pedagogy
teach instruct
train disciplin
tutor drill
accustom supervise
tutor tutelage
develop (person)
school inform
drill guide
tuition socialization
personalization
internalization
enkulturasi akulturasi
human investment
professionalization
cultural transformation
cultural correction
cultural development
counselling
tidak dibedakan secara tegas, yang satu merujuk pada studi pendidikan dan yang satunya lagi merujuk pada pendidikan sebagai sebuah fenomena. Barangkali pembaca harus mengidentifikasi arti pedagogy atau pedagogics dari penggunaannya dalam sebuah wacana atau kalimat, apakah kalimat ini merujuk pada praktek pendidikan atau studi tentang pendidikan.
Satu hal lagi, pedagogi atau pedagogik, dalam Merriam-Webster Unabridge’s Dictionary (2000), lebih merujuk pada peristiwa pendidikan yang terjadi dalam lingkungan yang formal (persekolahan). Setelah memperhatikan 100 pendidik terkenal (mencakup filsuf, negarawan, politisi, jurnalis, psikologiwan, penyair, agamawan) dari seluruh dunia (UNESCO,IBE,1993 and 1994), ditemukan bahwa pedagogi/pedagogik tidak selalu harus merujuk pada situasi pendidikan yang formal. Pendidikan menjadi sama dengan persekolahan atau pengajaran, akan kita temukan mulai dalam zaman industri hingga saat ini; karena pranata sosial pendidikan maunya diserahkan pada sistem persekolahan.
Sebuah hal perlu kami usulkan di sini, sehubungan dengan perkembangan yang ada saat ini sejak beberapa dasa warsa yang lalu, bahwa fenomena pendidikan “dirambah” oleh sejumlah cabang ilmu hingga menghasilkan antara lain psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, antropologi pendidikan, dan ekonomi pendidikan. Maka untuk membedakan pedagogik dengan cabang-cabang ilmu tersebut, terjemahan kami dalam bahasa Indonesia adalah ilmu mendidik; dan terjemahan dari educational psychology adalah ilmu psikologi pendidikan, educational sociology adalah ilmu sosiologi pendidikan, dan seterusnya; dan semua cabang ilmu ini termasuk kedalam educational sciences (ilmu-ilmu pendidikan). Jadi, dalam perspektif kami, ada pedagogik (ilmu mendidik) dan ada ilmu-ilmu pendidikan.
Bagan 2 Ilmu Mendidik dan Ilmu-Ilmu Pendidikan
Ilmu Mendidik (Pedagogik) Ilmu mendidik teoritis Ilmu mendidik praktis
Ilmu Pendidikan Psikologi pendidikan Administrasi pendidikan Antropologi pendidikan Dan seterusnya.
Referensi
http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy 13.04.08
http://www.answers.com 13.04.08
Merriam-Webster’s Unabridged Dictionary, Version 2.5. 2000
Unesco: IBE. 1997. Thinkers on Education.
2. Pedagogik sebagai Ilmu
Kausa Formal
Ilmu-Ilmu Pendidikan (Educational Sciences) dengan kausa formalnya. Terdapat kecenderungan untuk membedakan pedagogik dari ilmu-ilmu pendidikan. Ilmu-ilmu pendidikan mencakup antara lain psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, antropologi pendidikan, ekonomi pendidikan, evaluasi dan pengukuran pendidikan. Masing-masing ilmu pendidikan ini pada dasarnya merupakan aplikasi konsep dan metode dari suatu cabang ilmu. Psikologi pendidikan adalah aplikasi studi psikologi terhadap pendidikan, sosiologi adalah aplikasi studi sosiologi terhadap pendidikan, dan seterusnya. Ilmu-ilmu selalu merupakan spesialisasi.; dan dengan spesialisasinya ini, masing-masing ilmu memiliki kausa formal yang tersendiri yang membuat perbedaan antar illmu-ilmu meskipun mereka mungkin memiliki kausa material yang sama (Losee, 1972: 12-13). Beberapa cabang ilmu memiliki kausa material yang sama. Misalnya manusia dipelajari oleh psikologi, sosiologi, dan antropologi budaya.
Dapat dikatakan spesialisasi ini berkaitan erat dengan kausa formal masing-masing ilmu. Kausa formal (Losee, 1972: 12-13 & Merriam-Webster, 2000) adalah struktur, esensi, atau pola yang terkandung dalam suatu objek. Kausa formal psikologi akan menghasilkan konsep-konsep seperti perkembangan individu, motivasi, defense mechanism, realisasi diri, kognisi, afeksi, dan psikomotor. Sosiologi dengan kausa formalnya akan mempelajari konsep-konsep seperti peranan dan status sosial, status sosioekonomi, struktur sosial, diri-sosial, pranata sosial, modes of subsistence. Antropologi budaya dengan kausa formalnya akan menghasilkan konsep-konsep seperti norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, ideologi, simbol, artifak, mental map, theories-in-use, design of living, operating system, way of life. Ekonomi pendidikan dengan kausa formalnya akan menggeluti konsep-konsep IRR, BEP, unit costs, laba-rugi, surplus-saldo, investasi.
Demikianlah, sejauh ini ilmu-ilmu berdiri dan berkembang menjadi sebuah spesialisasi, menjadi memiliki batas-batas pembeda antarilmu, tersendiri, berdiri sendiri atau otonom; adalah karena kausa formalnya. Terbentuknya wilayah yang bersinggungan antar ilmu atau irisan, saling pinjam konsep adalah normal dan juga kebutuhan. Konsep diri-sosial adalah irisan psikologi dan sosiologi; konsep mental map adalah irisan
antropologi budaya dan psikologi; konsep modes of subsistence adalah irisan sosiologi dan antropologi budaya.
Semua konsep yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu pendidikan ini bersifat deskriptif, mengungkapkan regularities (hukum-hukum) yang terkandung dalam realitas atau alam sebagaimana adanya (Losee, 1972: 2) .
Kausa Formal Pedagogik. Jika pedagogik itu sebuah cabang ilmu atau studi, maka ia mesti memiliki sebuah kausa formal. Karena itu bagian tulisan ini merupakan sebuah upaya identifikasi dan eksplorasi kausa formal yang mungkin bagi pedagogik.
“Pendidikan” adalah kata jadian dari verba didik dan imbuhan pe-an. Dalam bahasa Indonesia sebuah verba dengan imbuhan pe-an sering merujuk pada sebuah proses atau peristiwa atau kejadian. Proses yang dimaksud tentunya proses mendidik, tentunya oleh pendidik. Di dalam peristiwa ini juga terdapat proses yang dilakukan oleh pihak yang dididik atau yang dikenai didikan, singkatnya terdidik, yaitu anak atau peserta didik. Adapun prosesnya adalah proses menerima didikan, atau umumnya disebut sebagai proses belajar (dalam bahasa Inggris padanan ”belajar” adalah to learn dan to study). Dengan demikian, konsep pendidikan terbentuk oleh dua proses, pendidikan atau mendidik dan belajar. Berikut ini akan disajikan tabel yang mengidentifikasi konsep-konsep kunci mengenai mendidik dan belajar; dalam rangka suatu pencarian kausa formal pedagogik.
Pedagogi, atau pendidikan adalah suatu fenomena kehidupan yang universal. Pendidikan adalah suatu pranata sosial (social institution), yaitu aktivitas-aktivitas yang terpola yang niscaya untuk survival masyarakat (Hess dkk., 1988: 277). Dalam kehidupan selalu terjadi proses transmisi budaya terhadap generasi muda (enkulturasi), proses masyarakat belajar mengembangkan budaya baru melalui interaksi dengan budaya-budaya yang berbeda, proses koreksi budaya. Ini semua adalah apa yang disebut pranata pendidikan. Pendidikan, terjadi tidak hanya pada anak-anak (enkulturasi), tetapi juga pada orang-orang lainnya (akulturasi).
Tabel 1 Mendidik menurut beberapa Tokoh
Tokoh
Definisi Mendidik
Definisi Belajar
Montessori
Mengupayakan alam sebagaimana adanya sejauh mungkin; semakin bebas anak-anak diperbolehkan
Belajar adalah proses tumbuh alami disertai penyadaran akan
untuk berkembang, maka akan semakin cepat dan semakin sempurna bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi tertinggi yang akan mereka capai.
Penyediaan suatu lingkungan yang sesuai tempat anak-anak hidup dan belajar.
Tujuan mendidik adalah agar anak mencapai realisasi-diri dan akhirnya menjadi self-education.
tanggung jawab.
Bloom
Upaya membantu individu mengalami pengalaman empirik dan analisis konseptual.
Mendidik tertuju pada realisasi-diri
Belajar adalah proses mengalami pengalaman empirik dan analisis konseptual.
Dewey
Upaya membantu individu dalam memecahkan masalah individual dan sosialnya.
Mendidik tertuju pada pembentukan kemampuan survival dan kesejahteraan.
Belajar adalah proses pemecahan masalah individual dan sosial yang dialami seseorang.
Belajar adalah proses pergerakan dari keanakan menuju ke kedewasaan.
Buber
Upaya mewujudkan dialog Aku-Engkau (guru-murid) yang disertai dialog dengan Tuhan, Engkau Abadi, agar murid melakukan realisasi-diri dan penyempurnaan diri.
Belajar adalah proses realisasi-diri dan penyempurnaan diri melalui dialog.
Gramsci
Upaya menghegemoni masyarakat dan individu, membuat masyarakat dan individu menerima dengan kesepakatan, bukan melalui dominasi atau coersive power, suatu budaya.
Upaya direktive, menyediakan kepemimpinan moral dan politik bagi masyarakat.
Upaya membentuk spirit publik.
Mendidik tertuju pada kemampuan memahami realitas diri dan realitas sosial-budaya-ekonomi-politik dalam rangka partsipasi dalam membangun kehidupan; kemampuan intelektual tipe baru.
Belajar adalah proses konformitaisasi, sosialisasi, yang turut menegakkan kedirian si pebelajar.
Belajar adalah proses pembentukan kemampuan membangun diri sendiri dan masyarakat.
Belajar dapat dilakukan setiap orang, education for all
Langeveld
Mendidik adalah memberikan secara disengaja bimbingan dan bantuan rohani kepada anak (orang yang belum dewasa) agar si anak mencapai kedewasaan (otonomi).
Belajar adalah upaya menjadi dewasa.
Ki Hajar Dewantoro
Mendidik berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan. Mendidik adalah usaha kebudayaan, berazas keadaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan
Sumber: ( Kesuma, Syarifudin, & Kurniasih, 2008)
Pedagogi, pendidikan, di atas disebutkan sebagai terdiri atas dua kegiatan: mendidik dan belajar. Dua kegiatan ini tidak terpisahkan. Dua kegiatan ini membentuk suatu realitas, Langeveld (Syaripudin dan Kurniasih, 2008: 30) menyebutnya sebagai fenomena pendidikan. Pembacaan dan interpretasi realitas ini, oleh para pemikir pendidikan, beraneka ragam. Simpulan apa yang dapat diperoleh yang merujuk sebagai kausa formal dari studi ilmu mendidik atau pedagogik?
Mendidik sebagai upaya disengaja. Dapat disimpulkan bahwa mendidik adalah selalu berupa upaya yang disengaja yang dilakukan pihak pendidik, orang-orang yang menghendaki terdidik mengalami proses belajar. Upaya mendidik oleh pendidik memiliki predikat disengaja karena upaya ini bertujuan, berniat mendidik, dan dilakukan karena merasa bertanggungjawab dan menyayangi atau mengasihi si terdidik. Di samping peristiwa-peristiwa pendidikan yang sengaja diciptakan oleh pendidik, terdapat peristiwa-peristiwa yang tercipta tanpa disengaja, bahkan mungkin suatu peristiwa yang bertentangan dengan prinsip perbuatan mendidik, tetapi berhasil mengubah seseorang menjadi lebih baik. Akan tetapi pendidikan tidak dapat sepenuhnya bertumpu pada peristiwa yang tanpa kesengajaan ini. Bagaimanapun, tujuan-tujuan mendidik bersifat fundamental, atau strategis bagi si terdidik, masyarakat, dan kemanusiaan.
Tujuan dari upaya mendidik. Tujuan diraih melalui proses belajar si terdidik. Tujuan pendidikan faktanya beragam. Dalam studi fisika keberaneka-ragaman yang demikian kurang terdapat. Keaneka-ragaman yang demikian sesungguhnya berkaitan dengan objek studi antropologi budaya dan filsafat. Di sini si pendidik memanfaatkan konsep-konsep hasil studi atau pemahaman antropologi budaya dan/atau filsafat, dan agama. Konsep antropologi budaya yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, seperti yang dirumuskan oleh beberapa tokoh di atas, adalah konsep tentang nilai-nilai budaya. Adapun dalam studi filsafat, konsep-konsepnya terdapat dalam studi filsafat manusia dan filsafat sosial. Dengan demikian tujuan-tujuan pendidikan ini berbentuk ideologi, keyakinan atau kepercayaan, dan konsep-konsep lainnya.
Peristiwa pendidikan sebagai suatu perubahan. Realitas pendidikan tampaknya selalu mengimplikasikan adanya cita-cita tentang manusia individual dan sosial. Para pedagog yang dikutip dalam tabel di atas kebanyakan memberi tekanan tujuan mendidik pada manusia individual, hanya satu (Gramsci) yang memberi tekanan pada manusia sosial.
Implisit disini bahwa mendidik adalah upaya-upaya yang berkaitan dengan pergerakan manusia (terdidik) menuju idealitas. Hal yang kurang-lebih sama dikemukakan oleh pendidik-pendidik lainnya. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan, mendidik, adalah upaya-upaya dalam pergerakan manusia dari bentuk awalnya (bayi manusia atau faktualitas manusia) menuju suatu idealitas. Dapat digambarkan melalui diagram berikut:
Diagram 2 Bayi Manusia – Idealitas
Idealitas adalah representasi tujuan-tujuan pedagogi, tujuan-tujuan tentang manusia dan masyarakat ideal. Kemudian, bayi manusia, penulis memilih istilah ini, Dewey, seperti dikutip di atas, melihatnya sebagai immaturity experience, yang memiliki sejumlah impulses yang cocok untuk belajar. Rousseau (Kesuma, 2004) melihatnya sebagai nature yang hakikatnya baik, dan kosong dari peradaban; dan harus tumbuh sesuai dengan kodrat alamnya tanpa intervensi budaya. Locke (Aldrich, 1994) menyebutnya sebagai blank slate (batu tulis kosong), dan pendidikan adalah kegiatan menulis peradaban pada kertas kosong tersebut. Manusia, termasuk bayinya, tidak pernah sepi dari spekulasi filosofis. Pada zaman modern studi tentang manusia bayi dan anak kecil ini, biasanya dilakukan juga oleh psikologi. Banyak teori psikologi belajar memuat asumsi-asumsi filsafat tentang anak tersebut.
Idealitas Individu dan Masyarakat
Bayi dan Faktualitas Individu dan Masyarakat
Perjalanan dari bayi menuju idealitas adalah tanpa akhir, artinya bahwa idealitas tidak pernah tercapai sempurna. (Akan tetapi kita dapat saja merumuskannya secara pragmatis dalam rangka pengukurannya [konsep operasionalisasi]). Beberapa pedagog membatasi pedagogi pada suatu batas. Langeveld (dalam Syarifudin, 2007) membatasinya hingga anak mencapai kedewasaan. Montessori (Kesuma, 2008) menyebutkan tujuan yang sebenarnya dari pedagogi adalah mencapai tahapan self-education. Akan tetapi idealitas tersebut tidak berhenti ketika kedewasaan atau self-education tercapai. Pendidikan yang diberikan setelah situasi ini tercapai dipelajari oleh andragogi. Bagaimanapun, hal ini terkait dengan perbedaan-perbedaan yang esensial antara belajar anak dan belajar orang dewasa. Akan tetapi, sekalipun pendidikan anak dan pendidikan orang dewasa dianggap berbeda, keduanya tetap merupakan fenomena pendidikan atau pedagogi. Sebagian orang mengartikannya sebagai pedagogi dalam arti luas, terbagi menjadi pedagogi (dalam arti sempit, pendidikan anak) dan andragogi (pendidikan orang dewasa).
Titik awal gerak perubahan dalam pendidikan adalah keadaan faktual saat ini seorang bayi atau suatu kelompok masyarakat. Bayi harus tumbuh menjadi mausia dewasa. Begitupun halnya dengan kelompok masyarakat, harus tumbuh agar menjadi suatu kelompok sosial yang ideal. Perubahan bayi menjadi manusia dewasa adalah perubahan individual, perubahan yang melibatkan dimensi-dimensi biologis-psikologis-sosiologis, dan religius pada individu. Adapun perubahan kelompok adalah perubahan sosial atau perubahan budaya, yaitu perubahan design of living suatu kelompok.
Upaya-upaya pendidik-terdidik. Realitas pendidikan adalah suatu peristiwa yang terbentuk oleh upaya atau kegiatan pendidik-terdidik. Kegiatan apa saja? Banyak rumusan yang disediakan para pedagog tentang hal ini. Montessori, seperti dalam tabel di atas, kegiatan pendidik, perbuatan mendidik, tindakan pendidikan, antara lain menyediakan lingkungan tempat anak belajar. Dewey, mendidik terjadi ketika anak memecahkan masalah individual dan sosialnya, dalam pemecahan masalah terkandung subject-matter (facts and truths). Buber, mendidik dilakukan melalui dialog yang sejati. Gramsci, mendidik adalah upaya memperoleh konsensus sosial yang diharapkan melalui hegemoni atau directive atau kepemimpinan budaya. Langeveld (dalam Djajadisastra dkk., 1990: 103-105) mendidik dilakukan dengan melakukan perbuatan mendidik atau tindakan pendidikan. Dalam hal perubahan kelompok, maka pendidik adalah mereka yang
menciptakan design of living yang pedagogis yang membuat suatu kelompok atau bangsa sejahtera lahir dan batin. Yang sebaliknya, yang membuat suatu bangsa menderita dan karut-marut, adalah demagogi.
Dalam setiap peristiwa pendidikan ini terdapat apa yang disebut dengan komunikasi dengan berbagai kategorinya (diskursus-nondiskursus; intrapersonal, interpersonal, individu-budaya); juga apa yang disebut sebagai pengalaman dengan berbagai kategorinya (secara umum pengalaman empiris/duniawi dan pengalaman religius/transendental). Sehubungan dengan realitas pendidikan adalah realitas komunikasi dan realitas pengalaman manusia, maka pedagogi melibatkan proses-proses psikologis dan transendental. Terdapat pedagogi yang tidak peduli pada pengalaman dan komunikasi transendental. Pedagogi yang demikian ini dapat dikatakan sebagai pedagogi sekuler.
Isi pendidikan. Isi pendidikan berkenaan dengan isi atau pesan komunikasi dan isi pengalaman. Pesan komunikasi atau isi pengalaman ini pada umumnya berkenaan dengan isi budaya, budaya dalam bentuknya yang abstrak: nilai dan pengetahuan yang berfungsi sebagai mental map atau design of living dari para warga sebuah budaya. Pendidikan dalam arti perubahan kelompok adalah upaya mengubah design of living ini.
Dewey (Westbrook, 1997: 4) mengungkapkan isi pendidikan sebagai human race experience (pengalaman ras manusia), accumulated wisdom (akumulasi kebijaksanaan), yang oleh kecenderungan positivistik ditafsirkan sebagai ilmu dan teknologi (belaka). Ini sebuah tafsir yang terlalu reduktif, tafsir yang mengabaikan realitas bahwa ilmu dan teknologi adalah produk dari sebuah realitas sosial yang kandungannya bukan hanya ilmu-teknologi. Kandungannya yang lain antara-lain semangat masyarakat yang menumbuhkan ilmu-teknologi tersebut. Semangat sosial adalah isi pendidikan moral atau akhlak. Dengan demikian isi pendidikan jauh lebih kaya ketimbang ilmu-teknologi belaka.
Universitas-universitas di dunia, dan Indonesia mengikutinya, pada umumnya melakukan studi terhadap ilmu-teknologi. Di belahan dunia Barat hal ini dilakukan oleh semangat sekulerisme atau modernisme. Karena itu studi tentang moral atau akhlak kurang berkembang.
Karakteristik yang paling esensial dari pedagogi-pedagogik. Pendidikan sering diartikan sebagai enkulturasi, proses anak-anak muda mempelajari budaya; dan akulturasi, proses warga masyarakat belajar mengembangkan budaya baru melalui interaksi mereka
dengan budaya asing. Studi antropologi pendidikan ini memperlakukan fenomena pendidikan ini sebagai fakta yang given, fakta yang sudah tersedia. Pola penghampiran yang demikian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran teoritis yang dapat menjelaskan fakta-fakta tentang pendidikan. Dan antropologi pendidikan dengan pendekatannya yang demikian tertuju antara lain untuk mengungkap pola-pola perubahan, perkembangan, pertumbuhan individu dan masyarakat. Dalam hal ini antropologi pendidikan mirip dengan sebuah aspek dari pedagogik.
Pedagogik tertuju tidak hanya untuk menjelaskan fakta-fakta yang sudah tersedia, tetapi juga fokus pada perubahan atau pengembangan pedagogi (ongoing fact). Salah satu pertanyaan utama pedagogik adalah: ”bagaimana membangun suatu pedagogi yang diharapkan?” Inilah yang dimaksud dengan pedagogik sebagai ilmu-praktis. Pedagogik, juga, melalui pedagogi yang dibangunnya, tertuju pada pencapaian tujuan-tujuan ideal untuk individu dan masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan pedagogik sebagai ilmu normatif. Dengan demikian maka pedagogik adalah ilmu-praktis-normatif; berbeda dengan antropologi pendidikan yang menjadi ilmu yang objektif karena tertuju pada perumusan teori tentang realitas pendidikan.
Pedagogik, sehubungan dengan hakikat teori yang tidak pernah lengkap atau sempurna dan sehubungan dengan tujuannya yang ideal (yang pencapaiannya bersifat relatif) juga sehubungan dengan hakikat manusia yang dinamis, bekerja sambil sekaligus melakukan studi guna memperbaiki teori dan prakteknya. Sehubungan dengan hal ini, pedagogik tertuju pada perubahan atau perkembangan teori dan praktek pedagogi. Beberapa pedagog mengisyaratkan hal ini, antara lain Montessori, Gramsci, dan Dewey. Hal ini akan lebih terkaji pada pasal tentang metodologi pedagogik. Dari segi ini, sebagian orang memberi predikat ilmu praktis-normatif (bukan hanya ilmu ”objektif”) pada pedagogik. Konsep-konsep objektif adalah sebagian unsur dari pedagogik, unsurnya yang lain adalah konsep-konsep normatif atau preskriptif. Hal yang demikian ini sehubungan dengan asumsi bahwa pedagogi adalah fenomena multidimenasi. Barangkali visualisasi di bawah ini, Bagan 2, Bagan 3, dan Tabel 2, dapat turut membantu memahami perbedaan pedagogik dan antropologi pendidikan.
Studi enkulturasi dan akulturasi (pedagogi) sebagai fakta-fakta
yang given, tertuju
untuk memberikan penjelasan teoritis
yang ”objektif”.
Bagan 2 Irisan Pedagogik-Antropologi Budaya
Antropologi Pendidikan
Pedagogik
Studi pedagogi yang given dan ongoing, tertuju pada pengembangan teori dan prakteknya.
Ilmu praktis-normatif.
Pedagogi
sebagai
fenomena
multi-dimensi
Antropologi: pengungkapan pola-pola perbuatan mendidik secara deskriptif. Filsafat/ ideologi diperlakukan sebagai fakta empiris
Bagan 3 Irisan Pedagogik-Antropologi Budaya
Antropologi Pendidikan
Pedagogik
Studi deskriptif & preskriptif tentang perbuatan mendidik. Filsafat/ideologi dihampiri secara empiris dan filosofis.
Perbuatan mendidik
Hakikat manusia. Dalam pedagogik, manusia tidak diperlakukan sebagai sebuah fakta yang given, tetapi adalah suatu fakta yang sedang merealisasikan dirinya; bukan hanya realisasi bayi menjadi manusia dewasa, tetapi juga realisasi pencapaian manusia dan masyarakat paripurna. Manusia dan masyarakat paripurna memiliki batas-batas akhir yang relatif, karena itu pendidikan adalah pendidikan seumur hidup. Juga, dengan asumsi ini, pedagogik menempatkan manusia sebagai seorang tuan (a master) dari budayanya, bukan suatu makhluk yang berada dalam kerangkeng budayanya. Juga dengan cara ini pedagogik menjadi sebuah disiplin yang otonom.
Di samping manusia sebagai sebuah fakta yang ongoing, manusia juga suatu fakta multidimensi. Ilmu-ilmu hanya mengungkap dimensi-dimensinya yang tertentu dan ”objektif”. Psikologi hanya mengungkap dimensi tingkah laku atau kesadarannya belaka; antropologi budaya hanya mengungkap dimensi budayanya belaka; antropologi fisik hanya mengungkap dimensi manusia yang fisik; dan seterusnya. Dimensi rohaniah dan transendental manusia diungkap oleh filsafat. Ilmu belaka untuk studi manusia tidaklah cukup; begitupun halnya dengan filsafat belaka. Pedagogi dalam studinya tentang manusia mengombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menghasilkan suatu sistem pedagogi yang diharapkan.
Tabel 2 Komparasi Antropologi Pendidikan – Pedagogik Antropologi Pendidikan Pedagogi, mendidik, ialah: Enkulturasi, anak muda belajar budaya masyarakatnya, dan akulturasi, warga masyarakat belajar menciptakan budaya baru dan/atau mengoreksi budaya lama. Kedua peristiwa ini, regularities-nya, di-deskripsi-kan. (Ilmu ”Objektif”). Filsafat (ideologi, keyakinan sosial) diperlakukan secara empiris. Pedagogik Pedagogi mengupayakan kegiatan mendidik dan belajar berlangsung sesuai dengan cita-cita; dengan cara memanfaatkan regularities yang deskriptif dan yang preskriptif. (Ilmu ”Objektif”-Praktis-Normatif). Filsafat (ideologi, keyakinan sosial) diperlakukan sebagaimana sebuah filsafat, karena itu lebih kritis.
Otonomi pedagogik sebagai sebuah cabang ilmu. Otonomi pedagogik sebagai sebuah cabang ilmu terbentuk oleh jurisdiksinya atau wilayah kekuasaan khususnya, yaitu fakta mendidik-belajar, fakta upaya manusia (pendidik) membantu/mempengaruhi perkembangan manusia lain (terdidik) ke arah tujuan ideal individual dan sosial. Fakta atau peristiwa ini tidak sepenuhnya empiris tetapi juga bermuatan filosofis. Karena itu, dari segi ini pedagogik terbentuk oleh kombinasi studi empirik dan studi filosofis. Pedagogik berkepentingan dengan (praktek) pedagogi yang berhasil, dan sehubungan dengan teori yang sifatnya relatif, tujuan-tujuan ideal yang pencapaiannya relatif, dan hakikat manusia yang dinamis, maka pedagogik memadukan studi dan praktek, tertuju pada pengembangan teori dan praktek; bukan hanya menghasilkan gambaran teoritis tentang suatu peristiwa (ilmu praktis-normatif).
Karakteristik studi yang demikian ini, kombinasi studi empiris-filosofis dan tertuju pada pengembangan teori dan praktek pedagogi, sepanjang pemikiran penulis saat ini, tidak tergantikan oleh studi-studi/ilmu-ilmu lainnya. Ilmu yang paling dekat dengan pedagogik adalah antropologi pendidikan atau psikologi pendidikan. Ilmu ini orientasi utamanya empirik, dapat menyebabkan kandungan filosofis peristiwa pendidikan tidak terungkap. Juga ilmu ini kepentingan utamanya menghasilkan teori. Mulai pada abad ke-20, para pemikir mulai menyadari adanya jarak yang jauh antara teori dan praktek, karena itu action research tumbuh. Pedagogik jika orientasinya hanya menghasilkan teori, akan menerima resiko sebagai ilmu yang kegunaannya kurang untuk kepentingan praktis. Pendidikan adalah sebuah vocation, seperti halnya dengan arsitek dan dokter, sudah sewajarnya jika orientasi akademiknya adalah praktis, yaitu pengembangan teori dan prakteknya. Berbeda dengan ilmu-ilmu murni, seperti biologi dan fisika yang hanya mendeskripsikan (menghasilkan teori) peristiwa alami.
Studi tentang teaching-instruction, juga tidak dapat menggantikan studi pedagogik. Studi tentang teaching-instruction telah berkembang menjadi studi ”objektif”. Sebagai sebuah studi yang ”objektif”, studinya terbatas pada hal-hal yang measurable dan observable, studinya menjadi positivistik dan menyingkirkan peritiwa-peristiwa yang kaya dalam isi rohaniah dan filosofis yang sering menjadi urusan studi pedagogik. Guru yang cuma belajar dengan studi tentang teaching-instruction memiliki resiko lebih besar untuk
tidak menyadari untuk apa pengajarannya, seperti untuk kepentingan ibadah atau kepentingan kacung kapitalis.
Tabel 3 Komparasi Study of Teaching-Pedagogik Study of Teaching • Fakta adalah given (agar objektivitas menjadi mungkin) • Fakta adalah empiris-material. Kandungan rohaniah dan konteks filosofis dari peristiwa pengajaran luput dari perhatian. • Produk ilmu adalah deskripsi regularities of nature, atau teori; dan pengembangan teori dan praktek teaching (teknik, teknologi, rekayasa). • Pemanfaatan produknya: teknik atau teknologi pendidikan, modifikasi atau rekayasa tingkah laku. Pedagogik, Ilmu Praktis-Normatif • Fakta adalah ongoing tertuju pada idealitas individual dan sosial. • Fakta adalah totalitas empiris-material-rohaniah. • Produk ilmu adalah perkembangan teori dan praktek pedagogi. • Pemanfaatan produknya: perbuatan mendidik, membantu individu tumbuh sesuai dengan kedirian yang tertuju pada cita-cita kemanusiaan, sosial, dan agama.
Secara intuitif banyak orang membedakan education atau pedagogy dari teaching. Bloom, salah satu kegiatannya adalah mengampu mata kuliah Education as a Field of Study untuk mahasiswa pascasarjana di the Department of Education di the Chicago University (Eisner, 1994: 1). Penulis bertanya-tanya dalam hati, mengapa beliau tidak menamai mata kuliahnya Teaching/Instruction as a Field of Study. Dan memang Bloom mempraktekkan suatu pedagogi atau education. Ia menolak pendekatan evaluasi distribusi-normal-kurva-lonceng karena berfungsi memelihara hirarkhi sosial status quo yang tidak adil, dan menerima pendekatan mastery learning yang memungkinkan semua siswa, apapun latar belakang sosialnya dan unsur genetikanya, dapat meraih prestasi puncak yang sama dalam belajar (nilai A). Juga, seorang penulis abad ke-19, Edwin C. Hewett LL.D., President Of The Illinois State Normal University, dalam bukunya A Treatise On Pedagogy For Young Teachers (1884: 3), mengungkapkan:
Pedagogy.--This new word, Pedagogy, means the science and art of teaching; but it means more than that. It means the taking of young children, and, by means of both skillful teaching and wise training, leading them up to worthy manhood
and womanhood.
Hewett LL.D menyatakan bahwa pedagogi lebih dari sekedar ilmu dan seni mengajar. Pedagogi berkenaan dengan upaya membawa anak-anak dan memimpin mereka untuk mencapai suatu tujuan yang ideal, di sini tujuan idealnya adalah kelaki-lakian dan keperempuanan yang bermartabat. Tujuan pendidikannya idealistik. Realitas pendidikan, situasi pendidikan, selalu berhubungan dengan tujuan-tujuan idealistik, baik yang individual ataupun masyarakat/bangsa.
Juga, ideologi atau jati diri nasional atau sebuah kelompok sosial, realisasinya pada tataran individu dan kelompok bangsa, adalah jurisdiksi pedagogik (bukan study of teaching) dengan pendekatannya yang saintifik kualitatif dan kuantitatif. Kandungan rohaniah, metafisik atau transendental dari peristiwa teaching luput dari kajian yang saintifik.
Secara demikian, yaitu sebagai ilmu yang juga memiliki orientasi praktis-normatif di samping orientasi objektif, maka terdapat keniscayaan bagi pedagogik untuk mengasumsikan manusia sebagai makhluk aktif yang sedang memperjuangkan kediriannya yang tak berujung karena relativitas pencapaian tujuan ideal. Asumsi manusia yang demikian ini, penulis menduga terkandung antara lain dalam filsafat praksis, pragmatisme Dewey, eksistensialisme, dan Montessori. Asumsi bahwa manusia adalah sebuah fakta yang given adalah keniscayaan ilmu-ilmu ”objektif” yang dilakukan demi ”objektivitas” hasil-hasil penelitian. (Dalam tulisan ini konsep objektivitas tulisannya diberi tanda kutip, karena konsep ini mulai pada sekitar paruh ke dua abad ke-20, dengan dimulainya era posmodernisme, menjadi rentan oleh perdebatan).
Otonomi pedagogi. Penulis membedakan otonomi pedagogi dan otonomi pedagogik. Otonomi pedagogik terbentuk oleh jurisdiksinya, yaitu (studi) tentang fakta yang ongoing yang tertuju pada idealitas individual dan sosial; dan demi kelengkapan dan kesempurnaan studinya sangat terbuka terhadap banyak ilmu untuk membantunya. Berbeda halnya dengan otonomi pedagogi, terbatas ilmu atau konsep-konsep yang dapat diterimanya, karena sebuah pedagogi selalu bertitik tolak dari sebuah sistem filsafat. Pedagogi nasional Amerika akan berbeda dengan pedagogi nasional Indonesia.
Tabel 4 Otonomi Pedagogi – Pedagogik Otonomi Pedagogik • Terbentuk oleh jurisdiksinya, yaitu (studi) fakta yang ongoing yang tertuju pada idealitas individual dan sosial. • Harus banyak mempelajari hasil-hasil studi ilmu-ilmu lainnya. Terbuka bagi banyak ilmu. Otonomi Pedagogi • Terbentuk oleh titik tolak orang dalam mendidik, yang selalu suatu sistem filsafat yang dinilainya terbaik; karena itu sistem filsafat lainnya dibatasi untuk kepentingan memperjelas atau memperkaya sistem filsafat yang menjadi titik tolaknya dalam berpedagogi.
Bahaya pengabaian pedagogi-pedagogik dan filsafat pendidikan. Modernisme, yang dimulai pada abad ke-17 oleh Galileo yang berhasil meruntuhkan pengaruh dogma agama atau wahyu atas kehidupan (Losee, 1972: 52), yang kemudian memunculkan bentuknya yang paling eksplisit melalui positivisme di abad ke-19, dan diperkuat lagi oleh neopositivisme di sekitar paruh pertama abad ke-20, telah menghabisi faham-faham metafisik-filosofis. Kecenderungan sekulerisme menjadi dominan dalam masyarakat Barat yang maju dalam ekonomi dan ilmu-teknologi. Dan, ditambah lagi oleh fenomena Amerika sebagai bangsa dan negara besar dengan suksesnya man-on-the-moon program milik NASA di tahun 1960-an; telah turut memperteguh sekulerisme Barat: bahwa akal/rasio, ilmu-teknologi, adalah satu-satunya sarana survival umat manusia. Situasi ini berpengaruh, bahkan di Indonesia. Jurusan Filsafat Pendidikan, tempat studi-studi pedagogi pernah dilakukan, di-phase out. Konsep link and match melanda dunia pendidikan; dan Jurusan Filsafat Pendidikan tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan pasar. Kurikulum 1975 sebagai kurikulum persekolahan Indonesia pada waktu itu, yang menganut pendekatan sistem, tekanannya pada sistem teknologis atau mekanik, bukan sistem manusiawi atau sistem sosial, apalagi sistem metafisika.
Ketika metafisika-filsafat dihabisi, maka pedagogi-pedagogikpun turut dilibas. Studi pedagogi atau studi pendidikan direduksi menjadi studi pengajaran. Studi pendidikan menjadi sepenuhnya teknis dan saintifik-positivistik-kuantitatif dan tidak bisa peduli pada aspek rohaniah dan kultural dari pengajaran; juga menjadi anti metafisika-filsafat. Dan ketika hal ini terjadi, LPTK dapat lebih banyak menyediakan pedagogi-pedagogik yang sekuler. Pendidikan/pedagogi fisika untuk SD dan SM dapat menjadi steril dari metafisika atau ajaran agama, karena berisi fakta-fakta dan konsep-konsep material yang tidak ada sangkut-pautnya dengan Sang Pencipta, kemanusiaan, dan budaya.
Percabangan keilmuan pedagogik. Secara umum terdapat pedagogik yang teoritis dan terdapat pedagogik yang praktis. Pedagogik teoritis pada umumnya tertuju untuk menjawab pertanyaan utama apa pedagogik? (kausa formalnya) dan bagaimana pedagogik terbentuk sebagai sebuah ilmu sesuai dengan kausa formalnya (metodologi penelitiannya, dan landasan epistemologisnya). Pedagogik teoritis adalah suatu kajian yang banyak melibatkan filsafat ilmu. Pemahaman pedagogik teoritis bermanfaat untuk pengembangan keilmuan pedagogik. Pedagogik praktis pada umumnya tertuju untuk menjawab pertanyaan utama bagaimana praktek pedagogi, upaya pedagogi, perbuatan mendidik, tindakan mendidik agar tujuan pedagogi dapat dicapai? Gambaran yang lebih rinci tentang berbagai ilmu ini terdapat dalam bagan berikut ini.
Bagan 3 Perhubungan Pedagogik dan Studi-Studi Lain
(Diadaptasi dari The Social Sciences and Subfields of Education, M.R. Charles, 1965)
PEDAGOGIK
Studi Filsafat
Ilmu-Ilmu Kehidupan
& Humaniora
Pedagogi
Persekolahan dan
Luar Sekolah
Cita-Cita Hidup: Agama, Budaya, Hukum, Konstitusi, Sejarah Masyarakat.
Pedagogik Praktis
(Contoh-contoh): Metodologi Pengajaran Umum:
o Pendidikan Membaca
o Pendidikan Berhitung
o PPKN
o Pendidikan Kesehatan
o Pendidikan Kesenian
o Pendidikan Disiplin Ilmu Administrasi Sekolah atau Teknik-teknik Manajemen Sekolah Penganggaran Pendidikan (APBN, APBD) Pembangunan Kurikulum Studi PLS Studi B&K Studi PLB Pedagogik Prasekolah, SD, SM Action Research Politik Pendidikan
Pedagogik Teoritis: Filsafat-Filsafat Pendidikan Pedagogik Sistematis Antropologi Pendidikan – Pendidikan Komparatif – Studi Pendidikan Luar Negeri Sejarah Pendidikan Studi Politik Pendidikan- Studi Ekonomi Pendidikan-Perundang-undangan Pendidikan Sosiologi Pendidikan Psikologi Pendidikan
Referensi
Djajadisastra, Jusuf. et all. (1990). Ilmu Mendidik Teoritis, Penataran Tertulis Tipe B Tingkat PGSMP. Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis.
Eisner, Elliot W. (2000). Benjamin Bloom. Paris: UNESCO: International Bureau of Education
Hess, Beth. B; Markson, Elizabeth W.; Stern, Peter J. (1988). Sociology. New York: Macmillan Publishing Company.
Hewett LL.D., Edwin C. (1884). A Treatise On Pedagogy For Young Teachers.
Kesuma, Dharma; Syarifudin, Tatang; Kurniasih. (2008). Pedagogi-Pedagogik, Beberapa Tokoh. Bandung. Bahan Seminar Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Losse, John. (1972). Introduction To History Of Philosophy Of Science. London: Oxford University Press.
Merriam-Webster’s Unabridged Dictionary, Version 2.5. (2000)
Monast, Attilio. (2000). Antonio Gramsci (1891-1937). Paris: UNESCO, International Bureau of Education.
Röhrs, Hermann. (2000). Maria Montessori (1870-1952). Paris: UNESCO, International Bureau of Education.
Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. (2008). Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung: Percikan Ilmu.
Westbrook, Robert B. (2000). John Dewey (1859-1952). Paris: UNESCO, International Bureau of Education.
Yaron, Kalman. (2000). Martin Buber (1878-1965). Paris: UNESCO, International Bureau of Education

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons