About

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Berpikir POSITIF, KRITIS, KREATIF,INOVATIF, SOLUTIF...berserah diri pada ALLAH SWT.

talk n think my Blog

Jumat, 29 Juli 2011

UAS/sem:2/pend.nilai

UJIAN AKHIR SEMESTER
NILAI DALAM PERILAKU SOSIAL
Dosen : Prof. DR. H. ENDANG SUMANTRI, M.Ed




 









Oleh :

Ahsan Sofyan
1006980


PROGRAM PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2011
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH       : NILAI DALAM PERILAKU SOSIAL
PROGRAM STUDI   : PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
DOSEN                      : Prof. DR. H. ENDANG SUMANTRI, M.Ed
SOAL :
1.    Jelaskan tindakan yang termasuk kategori prosocial behavior? Apakah yang membedakan tindakan itu altruistic dan tindakan itu restitusi? Bagaimana hubungan antara resiprositas dengan altruistic dan restitusi?
JAWABAN :
Ø  Tindakan yang masuk dalam kategori Prososial behavior yaitu Altruisme (faham yang mementingkan dan mengutamakan orang lain), karena altruism itu merupakan tindakan atau perilaku yang berasal dari dalam hati dan bertujuan demi kepentingan orang lain tanpa mengharapkan imbalan.
Ø  Prilaku prososial yang disebut Altruisme (sikap mementingkan kepentingan orang lain.
Ø  Prilaku prososial  yang disebut restitusi yaitu prilaku sosial yang dilakukan sebagai pengganti kerugian.
·         Restitusi adalah seorang penerima mencoba membalas pertolongan yang diterima dan mengganti kerugian untuk kompensasi dari apa yang telah dirugikannya.
·         Altruistik adalah yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi.
·         resiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok yang selalu ada dalam setiap lapisan masyarakat baik antar individu maupun antar kelompok.
ü  Jadi hubungan antara ketiganya yaitu adanya hubungan timbal balik antara si pemberi dan si penerima yang semata-mata untuk kepentingan orang lain yang mencerminkan sifat dan hakikat manusia itu sendiri.
Sumber : slide mata kuliah Prof. DR. H. Endang Sumantri, M.ED
2.    Bagaimana hubungan usia, Perkembangan moral, Modeling dan reinforcement terhadap perilaku prososial? Bagaimana implikasi hubungan tersebut dalam membina prososial behavior siswa di persekolahan?
JAWABAN :
Ø Studi altruistic secara khusus di fokuskan pada dua type perilaku, yaitu: Respon Penyelamatan (seperti Staub, 1970b, 1971b) dan respon derma atau membantu  (seperti, Bryan, 1971: Gruses dan Skubiski, 1970). Dalam type eksperimen pertama, anak dihadapakan pada situasi darurat dimana seseorang dalam keadaan berbahaya. Dalam type eksperimen kedua, anak diberi kesempatan untuk mengorbankan beberapa obyek yang dihargai. ) dalam replikasi yang umum terdapat hubungan positip antara   usia dan prilaku prososial.
Ø Piaget (1932), tokoh teori pengembangan kognitif dari penilaian moral, menyarankan bahwa penilaian moral yang maju dalam tahap-tahap dihubungkan dengan perubahan dalam pengembangan kognitif umum anak. Piaget mengajukan keberadaan dari dua tahap yang luas dari pengembangan moral. Anak mengembangkan dalam suatu urutan yang tidak bervariasi dari suatu  tahap awal  yang  disebut moral realism kepada suatu  tahap lebih dewasa dirujuk sebagai   morality autonomous atau sebagai morality reciprocity.
·      Dalam tahap pertama anak mengembangkan perhatian dan menghormati aturan. Anak merasa suatu kewajiban untuk mentaati  aturan.  Dalam tahap  realism moral ini kebenaran atau kesalahan dari suatu perbuatan  dinilai  berdasarkan   harga  konsekwensi-konsekuensi dan pengaruhnya terhadap kesepakatan untuk aturan yang ditegakkan. Dua karakteristik penting dari tahap ini berkontribusi terhadap penilaian moral anak. Pertama adalah egosentrisnya, yang memungkinkan dia untuk memasukkan pengalaman dia sendiri dan menerima situasi sebagai kenyataan lain. Kedua adalah berfikir realistiknya,  yang mengarahkan dia kepada kenyataan ekternal yang membingungkan dengan proses-proses berfikir miliknya dan pengalaman-pengalaman subjektif. Dalam tahap realism moral, anak memulai prilaku prososial hanya jika mereka diterima sebagai yang diperlukan oleh aturan-aturan authority orang dewasa. Kekurangan kemampuan untuk berempati dan egosentris mengurangi kemungkinkan dari memulai prilaku prososial. 

Ø PENGUATAN (REINFORCEMENT)
                        Teori-teori pembelajaran sosial menganggap penguatan (Reinforcement) menjadi suatu yang penting menentukan perilaku. Tingkat penguatan (Reinforcement) dikaitkan dengan pengaruh-pengaruh perilaku, apakah perilaku akan diulang. Penguatan (Reinforcement) sebagai suatu cara menginformasikan perilaku tanpa diucapkan, apakah mereka harus melakukan agar memperoleh hasil yang menguntungkan atau untuk menghindari hukuman orang-orang.
                        Penguatan (Reinforcement) memungkinkan mengambil beberapa bentuk yang bervariasi dari objek yang diperlukan untuk kelangsungan psikologis, seperti makanan dan minuman, untuk elemen interaksi sosial seperti penghargaan dan penerimaan. Jenis pembentuk dari penguatan (Reinforcement) adalah dipertimbangkan secara material dan kemudian dipandang sebagai sosial.
Bandura dan Walter (1963) menyarankan bahwa keefektifan dari jenis penguatan (Reinforcement) yang berbeda tergantung pada factor, seperti: usia, jenis kelamin, dan  status sosial ekonomi dari penerima. Dipandang secara teoritis dari konteks teori pembelajaran sosial ini merupakan premis yang memungkinkan bahwa perilaku sosial  merupakan suatu aspek  prilaku anak juga dipelajari melalui penguatan (Reinforcement)  sosial. Ikhtisar dari Stevenson (1965) secara jelas mengindikasikan bahwa prilaku anak secara efektif dan dipengaruhi oleh agen sosial, termasuk orang dewasa dan teman sebayanya.
Ø MODELLING
                        Meskipun penguatan (Reinforcement) bermakna penting dalam mempertajam perilaku sosial, banyak respon sosial dipelajari hanya melalui pengobservasian perilaku pada orang lain. Khususnya ketika bentuk cerita perilaku hanya disampaikan melalui penggunaan sosial, modelling merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran (Bandura, 1965). Kebanyakan studi altruisme di laboratorium dan modeling mengoperasionalkan asumsi bahwa model altruistik bertindak secara konsisten, akan tetapi dalam kehidupan nyata anak lebih mungkin menemukan kehadiran model tetapi contoh-contoh yang sering tidak konsisten.
                        Modelling dan penguatan (Reinforcement) merupakan teknik sosialisasi yang lebih powerfull ternyata efektif dalam berbagai keadaan. Dalam kesimpulan, ikhtisar penelitian yang meyakinkan menyatakan bahwa modeling merupakan pengaruh penting pada pembelajaran perilaku prososial. Anak yang memiliki kesempatan mengobservasi model yang membantu dapat mempelajari apa yang tepat dilaksanakan dan bagaimana kemungkinan untuk melaksanakan tindakan proposial. Akhirnya, model menyampaikan kepada anak bahwa perilaku prososial merupakan sesuatu yang diharapkan dan memperkuat kehadiran disposisi untuk melaksanakan tindakan prososial.
Referensi : Wiley, John & Sons. 1976. Prososcial Behavior. New York: Toronto
                   Sumber : slide mata kuliah Prof. DR. H. Endang Sumantri, M.ED
Jelaskan perbedaan altruistic dalam situasi emergency dan non emergency? Variabel apa yang terlibat dalam kedua situasi tersebut dan pengaruhnya terhadap perilaku altruistic?
JAWABAN :
Ø  Orang yang altruist adalah orang yang lebih mementingkan orang lain dibanding dirinya sendiri.  Orang yang mau mengorbankan (kepentingan) dirinya sendiri demi kebaikan orang lain. Orang yang punya motivasi untuk menolong orang lain dan berbuat kebaikan tanpa pamrih, Menurut saya orang yang altruist itu bisa masuk dalam berbagai situasi termasuk situasi Emergensi dan non Emergensi.
Ø  Situasi Emergensi adalah situasi yang tidak dapat diramalkan dan tidak dapat diprediksi atau suatu peristiwa yang tidak biasa atau jarang yang melibatkan ancaman-ancaman kerugian atau kerugian sesungguhnya terhadap kehidupan atau properti yang sifatnya unik; setiap situasi menyajikan masalah tertentu, masing-masing mengharuskan jenis unik intervensi, dan masing-masing menuntut penolong untuk memiliki skill-skill yang berbeda hal ini diharuskan adanya penanggulangan secara cepat, kalau tidak akan beraakibat fatal. 
Ø  Situasi Non-Emergensi adalah situasi tidak ambigu dimana tindakan yang dibutuhkan dipahami dengan cepat oleh orang-orang yang terlibat karena hal itu merupakan peristiwa umum yang sering dihadapi orang-orang dalam kehidupan sehari-hari yang Tidak melibatkan ancaman atau kerugian sesungguhnya terhadap kehidupan atau property hal seperti ini tidak mengharuskan tindakan urgen atau cepat.
Ø  Variabel yang terlibat yaitu :
1.         variabel personal, yang terdiri dari karakteristik-karakteristik si penolong potensial seperti karakteristik demografis dan karakter kepribadian;
2.         variabel-variabel situasi, yang terdiri dari karakteristik situasi tertentu dan keadaan-keadaan psikologi sementara dari si penolong potensial;
3.         variabel-variabel yang mencirikan seseorang yang membutuhkan; dan
4.         variabel-variabel budaya, yang terdiri dari norma dan nilai yang menggambarkan prilaku yang diinginkan dalam kelompok sosial si penolong potensial. 
Keempat jenis variabel ini berinteraksi dalam mempengaruhi kedua penilaian.  Keputusan akhirnya adalah apakah akan melakukan tindakan altruistis atau tidak dan bagaimana melakukannya ditentukan oleh hasil proses penilaian.
Sumber : slide mata kuliah Prof. DR. H. Endang Sumantri, M.ED

4. Jelaskan kerangka kerja perilaku prososial dalam interaksi antara donor dengan penerima dalam bentuk “giving interaction” dan “harm-doing interaction”  ?
  JAWABAN :
Ø  Ketika seseorang yang menerima bantuan memberikan timbal balik dengan gantian membantu si pemberi bantuan.   Namun, prilaku timbal balik dianggap menjadi prososial jika dilakukan dengan kemauan sendiri untuk kepentingan penggantian kerugian dan tanpa antisipasi ganjaran-ganjaran luar. Ini berarti bahwa seorang penerima bantuan harus memutuskan untuk membalas tanpa tekanan-tekanan luas. Timbal balik yang diawali sebagai akibat dari suatu ancaman atau antisipasi dari ganjaran-ganjaran luar tidak dianggap sebagai tindakan prososial.  Namun, si penerima mungkin merasakan dorongan dari dalam untuk menimbal balik bantuan yang sebelumnya diterima.  Kenyataannya, sejumlah studi berusaha menjelaskan dasar prilaku timbal balik dengan menganggap bahwa seseorang merasakan kewajiban untuk menimbal balik.
Ø  Pemberi (donor) yang membantu dan penerima yang menerima bantuan dianggap berada dalam hubungan pertukaran. Dalam pertukaran ini, si pemberi mendapatkan sejumlah kerugian dan si penerima menerima sejumlah ganjaran.  Perbandingan keuntungan antara si pemberi dan si penerima menunjukan bahwa keadilan distributif itu gagal.
Ø  Interaksi Memberi : giving interaction
            Interaksi memberi digambarkan dalam interaksi tindakan antara donor (D) dengan penerima (R). Keseluruhan sikuen akan dibagi menjadi enam fase. Setiap Fase akan digambarkan dan dianalisa melalui ilustrasi yang diambil dari kajian yang dilakukan dalam bidang ini:

Fase II
D                           R
D Memberika apa yang dibutuhkan oleh R
 
Fase III
D --------------- R
D memutuskan untuk
bertindak
 
Text Box: Fase I
D          R
D tidak mengetahui
Kebutuhan R




                                                                                            


Fase V
D ---------- R
Reaksi D
dan R untuk bertindak D

 
Fase VI
                        Pergi
D Membalas R
R bertindak

 
Fase IV
   Pergi             Pergi
D Menolong   R Diam
D Bertindak
 



                                                                                   
                                           


Ket :
Fase I : Ketidaksadaran terhadap kebutuhan penerima dan keduanya tidak saling mengenal. Hubungan mereka (D dan R) tertutup. Namun keduanya tetap berinteraksi.
Fase II : Kesadaran. D membantu R dengan beragam cara. R bisa datang ke D, atau D diberitahu oleh kawan lain, bahwa R membutuhkan bantuan D, ataupun R datang langsung kepada D untuk memohon bantuan. D mempuyai pilihan dalam membantu agar terdorong oleh sikap kedermawanannya.
Fase III : Membuat Keputusan. D mengetahui kebutuhan R, hanya saja D dapat memutuskannya pada urusan lain. Bisa saja D membantu R ataupun tidak. Namun, yang jelas ada penawaan sebagai bentuk pilihan bantuan kepada R.
Fase IV : Tindakan D. D memutuskan untuk tidak membantu R. dan D pergi ataupun diam (satu daerah dengan R) Namun keduanya tetap kontak.
Fase V : Reaksi D dan R. Reaksi D, dan R bertindak atas perilaku D. Sikap kedermawanan R, dan R membalas budi D.
Fase VI : Tindakan R. R bisa saja meninggalkan D, setelah sebelumnya R membalas kebaikan D, R dapat membantu D apabila diminta (balas budi baik).

Ø Interaksi Tindakan Menyakiti (Harm-Doing)
                        Interaksi tindakan menyakiti diantara harm-doer (H) atau yang menyakiti dengan korban (victim = V) ada lima fase, tetapi hanya ada dua yang dipertimbangkan merupakan bentuk positif perilaku sosial dan pada keduanya membutuhkan perilaku khusus untuk mengkualifikasi kategori ini.



Fase III      
               Pergi                                                                            Tinggal
H              V
 
Fase II
H                       V
H Mendekati V
 
Text Box: Fase I
H          V
Tidak ada kontak antara H dan V




                                                  

Fase IV
H --------------- V
Reaksi H dan V terhadap aksi H
 
Fase V    
               Pergi                                                                            Tinggal
H              V
 
 

                                                        
 


Keterangan :
Fase I : Tidak ada Interaksi. Aksi H terhadap V. Keduanya bisa saja saling mengenal satu sama lain, akan tetapi tidak terjadi kontak di antara keduanya.
Fase II : Pendekatan dan Agresi. H mendekati V dengan niat menyakiti V (mungkin H tetap tinggal dan ataupun pergi meninggalkan daerahnya)
Fase III : Pendekatan dan Agresi. H mendekati V dengan niat menyakiti V, lalu pergi meninggalkan daerahnya, atau H tetap tinggal dan mengadakan kontak dengan V.
Fase IV : Reaksi yang Menyakiti. Konpensasi yang dilakukan H terhadap V. Setelah menyakiti, H merasa sedih atau menyesal. Lalu memberikan konpensasi atau aganti rugi kepada V sebagai korban.
Fase V :  H bertindak lalu mengganti kerugian. H memberi bantuan konpensasi kepada V melalui kelompok lain, langsung pada korban.

Referensi : Wiley, John & Sons. 1976. Prososcial Behavior. New York: Toronto
                  Sumber : slide mata kuliah Prof. DR. H. Endang Sumantri, M.ED

5. Apakah kritik saudara terhadap penelitian-penelitian prososial behavior yang dilakukan oleh Bartal dkk?
JAWABAN :
Bar-Tal (dalam Zubaidi, 1994) mengatakan bahwa menganalisis perilaku altruistik dikaitkan dengan aspek kognitif, perspektif sosial, dan perkembangan moral, mengemukakan bahwa perilaku menolong berkembang dalam enam tahap sebagai berikut.
a. Compliance concvete defined reinforcement. Pada tahap ini individu melakukan kegiatan menolong apabila ada permintaan, atau perintah yang disertai janji akan memperoleh imbalan atau ancaman akan mendapatkan hukuman.
ü Kegiatan menolong sesama tidak boleh didasari adanya iming-iming imbalan tapi, harus dengan keikhlasan.
b. Compliance. Pada tahap ini individu melakukan tindakan menolong karena patuh atau untuk mentaati suatu otoritas.
ü Menolong harus dengan jiwa besar
c. Internal initiative and concrete reward. Individu akan menolong secara spontan dan dengan inisiatif sendiri, dengan harapan bahwa nanti pada suatu saat dia akan memperoleh keuntungan atau ganjaran.
ü Menolong seperti ini tidak dilandasi dengan ketulusan hati/keikhlasan.
d. Normative behavior. Individu akan melakukan pertolongan untuk memenuhi tuntutan masyarakat atau norma sosial.
ü Harus disesuaikan dengan kepercayaan lingkungan social masyarakat terhadap keberadaan kita (individu).
e. Generalized reciprocity. Perilaku menolong yang dilakukan individu didasari prinsip-prinsip timbal balik atau pertukaran yang berlaku secara timbal-balik.
ü Saya sepakat
f. Altruisme behavior. Menolong dengan sukarela tanpa mengharap imbalan.
ü Harus mengetahui karakter dari pertolongan itu.
Keterangan : Lambang (ceklist) = Kritikan saya.
Ø   Penelitian Perilaku prososial banyak dilakukan melalui metode penelitian eksperimen. Banyak ekperimen dilakukan di laboratorium dan hanya sedikit sekali dilakukan di dunia nyata. Selain dengan metode penelitian eksperimen maka perilaku prososial dapat diteliti dengan menggunakan metode lain, seperti : Interview, Analisis Konten, Kuesioner, dan Observasi.
Sumber : slide mata kuliah Prof. DR. H. Endang Sumantri, M.ED. dan hasil analisa      Ahsan sofyan.

6. Soal nomor 1 s/d 7 diatas merupakan potret potensi dan perilaku manusia sebagai mahluk tuhan yang maha kuasa. Gabarkan dalam lambing “TRIANGLE” tentang hakikat manusia dibanding dengan keunggulan mahluk lain. Mengapa lambang segitiga?Jelaskan?
Octagon: HJawaban :
                                                                                        (H=Head) Ilmu/Otak
                                                                                       
Octagon: SOctagon: B                                                                             
  Perasaan/nurani(S=Soul)                                                                 B (Body/Talenta)
                                                                                                      
Ø  Lambang segitiga (triangle) dipakai karena suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang triangle ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya consensus dari para pengguna.
Ø  tiga elemen utamanya adalah  : H (Head) yang melambangkan keunggulan manusia karena mempunya intelegensi dibanding dengan mahluk lain, sedangkan S (Soul) yang mencirikan manusia yang mempunyai jiwa social atau peduli terhadap sesame, dan B (Body) yang melambangkan raga manusia lebih lengkap dan lebih bagus dari mahluk lain.
Referensi :
Sumantri, Endang. 2011. Hasil Kuliah: Filsafat Ilmu New (Power Point). Bandung: SPS IPS Universita Pendidikan Indonesia.
Thomas S. Kuhn. 1989. Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Bandung: Remaja Karya.

7. Terjemahkan paragraph dibawah ini kedalam bahasa Indonesia.
“How can we develop good character in our children? In building moral intelegence Michele Barba show us how she defines character-what she calls “moral intelegence” interms of seven core virtues:empathy, conscience,self control,respect,kindness,tolerance and fairness. Virtues such as these are objectively good human qualities necessary for all human being everywhere” (Thomas Licona).
Jawaban :
"Bagaimana kita bisa menanamkan karakter yang baik pada anak-anak kita? Dalam membangun kecerdasan moralnya;  Michele Barba menuntun kita bagaimana dia mendefinisikan karakter seperti apa yang dia sebut "kecerdasan moral" dalam tujuh hal dasar kebaikan, yaitu: empati, hati nurani, kontrol, mawas diri, rasa hormat, toleransi dan keadilan.  Dasar kebaikan seperti ini merupakan kualitas objektif dari manusia  yang baik yang diperlukan bagi setiap manusia di dunia " (Thomas Licona).

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons